Anda di halaman 1dari 35

DASAR – DASAR PERPAJAKAN

PERPAJAKAN: TEORI DAN KASUS, SITI RESMI PENERBIT


SALEMBA EMPAT, EDISI 7, BUKU 1

DOSEN PENGASUH:
OKTOBRIA YUSIRAT ASI
DEFINISI PAJAK
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr.
Rochmat Soemitro, SH:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada negara


berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapatkan jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum”.
DEFINISI PAJAK
Definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat:

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan


sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara
umum”.
DEFINISI PAJAK
Definisi pajak tersebut disempurnakan, menjadi:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat


kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran
rutin dan ‘surplus’ – nya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk
membiayai public investment”.
Pajak memiliki unsur-unsur:
 Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.
Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
 Berdasarkan undang – undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
 Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara
yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
 Digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
PUNGUTAN LAIN SELAIN PAJAK
 Bea meterai, yaitu pungutan yang dikenakan atas
dokumen.
 Bea masuk dan bea keluar, yaitu pungutan atas
barang-barang yang keluar atau masuk ke dalam
daerah pabean berdasarkan tarif yang ditentukan
bagi masing-masing barang.
 Cukai, yaitu pungutan atas barang-barang tertentu
yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis
barang tertentu. Misalnya: tembakau, gula, bensin,
miras, dll.
PUNGUTAN LAIN SELAIN PAJAK
 Retribusi, yaitu pungutan yang dikenakan
sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah secara langsung dan
nyata kepada pembayar. Misalnya: parkir, pasar,
jalan tol, dll.
 Iuran, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan
dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan
oleh pemerintah secara langsung dan nyata
kepada kelompok atau golongan pembayar.
 Pungutan lain yang sah/legal, berupa sumbangan
wajib.
Fungsi Pajak
 Fungsi budgetair, yaitu sebagai sumber
dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
 Fungsi mengatur (regulerend), yaitu
sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi,
Syarat Pemungutan Pajak
 Syarat Keadilan  artinya pemungutan pajak harus
adil,
 Syarat Yuridis = berdasarkan UU
 Syarat ekonomis  pemungutan pajak tidak
mengganggu kelancaran kegiatan ekonomi, sehingga
tidak menimbulkan kelesuan ekonomi masyarakat.
 Syarat finansiil  efisien dalam biaya
pemungutannya
 Syarat sederhana  sistem pemungutan pajak harus
sesederhana mungkin sehingga memudahkan
masyarakat untuk memenuhi kewajibannya.
Teori – Teori yang Mendukung
Pemungutan Pajak
 Teori Asuransi; asumsi bahwa negara melindungi
keselamatan jiwa, harta benda, dan hak – hak
rakyatnya, oleh karena itu rakyat harus membayar
pajak yang diibaratkan suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut,
 Teori Kepentingan; pajak yang dibebankan kepada
rakyat tesebut berdasarkan kepentingan masing –
masing orang kepada negara,
 Teori Gaya Pikul; beban pajak untuk semua orang
harus sama beratnya, artinya pajak yang dibayar
harus sesuai daya pikul masing – masing orang.
Teori – Teori yang Mendukung
Pemungutan Pajak
Teori Bakti; pemungutan pajak didasarkan pada
hubungan antara rakyat dengan negaranya, sebagai
warga yang berbakti maka rakyat harus selalu
menyadari bahwa membayar pajak adalah suatu
kewajiban,
Teori Asas Gaya Beli; artinya bahwa memungut
pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga –
rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara yang selanjutnya negara akan menyalurkan
kembali dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat.
KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:
Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara hukum-
hukum sebagai berikut:
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu
individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara
pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat
dirinci sebagai berikut:
 Hukum Tata Negara
 Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
 Hukum Pajak
 Hukum Pidana
HUKUM PAJAK MATERIL DAN HUKUM PAJAK FORMIL
1. Hukum Pajak Materiil; yaitu memuat norma – norma yang
menerangkan tentang keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang
dikenai pajak (obyek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subyek
pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu
yang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum
antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh: Undang Undang
Nomor : 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan,
2. Hukum Pajak Formil; yaitu memuat tata cara untuk mewujudkan
hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum
materiil). Hukum ini antara lain:
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang
pajak.
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib
Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang
menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan kkeberatan dan banding.
Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya

a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus


ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain (contoh: PPh, PBB).

b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada


akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain, (contoh: Pajak PPN).
Penggolongan Pajak Menurut Sifatnya
a. Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subyeknya (orangnya) yaitu
memperhatikan keadaan Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkal dan


menitikberatkan pada obyeknya dan lebih tidak
memperhatikan subyeknya.
Contoh: PPN dan PPn BM
Pengelompokan Pajak Menurut Lembaga
Pemungutnya
a. Pajak Pusat/Pajak Negara; yaitu pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat untk
membiayai rumah tangga negara. Contoh: PPh,
PPN dan PPnBM,.
b. Pajak Daerah; yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah, dibagi menjadi dua yaitu:
 Pajak Provinsi seperti; Pajak Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan di atas air, BBN-KB
dan Kendaraan di atas air, Pajak Bahan bakar
kendaraan bermotor, Pajak pengambilan dan
pemanafaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
Pengelompokan Pajak Menurut Lembaga
Pemungutnya
 Pajak Kabupaten/Kota seperti Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
Pajak Parkir, Pajak Bumi dan Bangunan,
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
Tata Cara Pemungutan Pajak
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata (riel stelsel); baru dapat diketahui
setelah akhir suatu periode (akhir tahun) setelah
penghasilan tersebut sesungguhnya dapat
diketahui.
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel); yaitu
pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan atau perkiraan yang diatur dengan
undang – undang.
c. Stelsel Campuran; artinya pada awal tahun
menggunakan anggapan tetapi setelah akhir
tahun dihitung kembali sesuai yang sebenarnya
(nyata).
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (tempat tinggal); pemungutan
pajak didasarkan pada tempat tinggal WP
terhadap seluruh penghasilan dimanapun
diperolehnya walaupun dari luar negeri.
b. Asas Sumber; artinya negara berhak
memungut pajak atas penghasilan yang
bersuber di wilayahnya tanpa
memperharikan tempat tinggal WP.
c. Asas Kebangsaan; bahwa pemungutan pajak
dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System; yaitu suatu sistem
peungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajka yang tertang oleh WP, sehingga ciri – cirinya:
1. Wewenang menentukan besarnya pajak berada
dipihak pemerintah,
2. Wajib Pajak bersifat pasif, dan
3. Utang pajak timbul setelah adanya ketetapan
dari pemerintah.
b. Self Assesment System; yaitu suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang. Sehingga memiliki ciri – ciri :
1. Wewenang penentuan besarnya pajak ada di WP.
2. WP yang aktif, (mulai dari menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang,
3. Fiskus hanya bersifat mengawasi
c. With Holding System; yaitu sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus juga bukan WP yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh WP.
Tarif Pajak
1. Tarif proporsional (sebanding);  Prosentase tetap.
Contoh: PPN dengan tarif 10%, PBB
2. Tarif tetap;  jumlah yang tetap (sama) terhadap
beberapa jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya
pajak yang tertang tetap. Contoh: Bea Materai
3. Tarif Progresif;  prosentasenya semakin besar apabila
jumlah penghasilannya semakin besar. Contoh: Pajak
Penghasilan. Menurut kenaikan prosentasenya dibagi
tiga yaitu:
a. Tarif progresif progresif: kenaikan prosentasenya
semakin besar
b.Tarif progresif tetap: kenaikan prosentasenya tetap
c. Tarif progresif degresif: kenaikan prosentasenya
semakin kecil,
4. Tarif degresif;  prosentase tarif semakin kecil apabila
jumlah yang dikenakan pajak semakin besar.
Jenis Hukum Pajak
 Hukum Pajak Materiil; yaitu memuat norma – norma
yang menerangkan tentang keadaan, perbuatan, obyek
pajak, subyek pajak. Contoh :
 Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
dengan Undang Undang Nomor : 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan,
 Undang Undang Nomor : 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah
dengan Undang Undang Nomor : 18 Tahun 2000 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah,
 Undang Undang Nomor : 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah
dengan Undang Undang Nomor : 12 Tahun 2000 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan,
 Hukum Pajak Formil; yaitu memuat tata cara bagaimana
hukum materiil tersebut dilaksanakan. Contoh : UU
Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana Diubah Terakhir
Dengan UU Nomor 28 Tahun 2007Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Hambatan Pemungutan Pajak
1. Perlawanan Pasif:  masyarakat enggan membayar
pajak yang disebabkan karena:
a. Intelektual dan moral masyarakat,
b. Sitem perpajakan yang sulit dipahami
c. Sistem kontrol tidak dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan aktif:  usaha untuk menghindar dari
pembayaran pajak yang secara langsung ditujukan kepada
fiskus. Yang meliputi:
a. Tax Avoidance, yaitu usaha untuk menghindar atu
meringankan pajak dengan tidak melanggar Undang
undang,
b. Tax Evasion, yaitu usaha menghindar pajak dengan
cara melanggar undang – undang (mengelapkan
pajak).
TIMBULNYA UTANG PAJAK
Saat timbulnya tang pajak mempunyai peranan yang sangat
penting karena berkaitan dengan:
1. Pembayaran pajak;
2. Memasukkan surat keberatan;
3. Menentukan saat dimulai dan saat berakhirnya waktu
daluwarsa;
4. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan lain-lain;
5. Menentukan besarnya denda dan administrasi lainnya.
 Ajaran Materiil
Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul
karena diberlakukannya undang-undang pepajakan.
Dalam hal ini seseorang akan secara aktif menentukan
apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten
dengan penerapan self assessment system.
 Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul
karena dikeluarkannya ketetapan pajak oleh fiskus
(pemerintah). Untuk menentukan apakah seseorang
dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang
harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayaran
dapat diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut.
Ajaran ini konsisten dengan penerapan self assessment
system.
BERAKHIRNYA UTANG PAJAK
Utang pajak akan berakhir atau hapus jika
terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Pembayaran/Pelunasan
2. Kompensasi
3. Daluwarsa
4. Pembebasan/Pengampunan
TARIF PAJAK
Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah angka yang tetap,
berapapun besarnya dasar pengenaan pajak:
Contoh:
No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
1. Rp1.000.000 Rp6.000
2. Rp2.000.000 Rp6.000
3. Rp5.750.000 Rp6.000
4. Rp50.000.000 Rp6.000

Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea meterai. Untuk


bilyet giro serta dokumen-dokumen atau surat perjanjian
tertentuyang ditetapkan dalam peraturan tentang Bea
Meterai.
Tarif Proposional (Sebanding)
Tarif proposional adalah tarif berupa presentase tertentu yang
sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan
pajaknya. Makin besar dasar pengenaan pajak maka makin
besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan
secara proposional atau sebanding.
Contoh:
No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak
1. Rp1.000 10% Rp100
2. Rp2.000 10% Rp2.000
3. Rp500.000 10% Rp50.000
4. Rp9.000.000 10% Rp9.000.000
Tarif Progresif (Meningkat)
Tarif progresif adalah tarif berupa presentase tertentu yang
makin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Tarif Progresif – Proposional: tarif berupa presentase
tertentu yang makin meningkat dengan meningkatnya
dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase tersebut
adalah tetap

No. Tarif
Dasar Pengenaan Pajak Utang Pajak
Pajak
1. Sampai dengan Rp10.000.000 15% -
2. Di atas Rp10.000.000 s.d. Rp25.000.000 25% 10%
3. Di atas Rp25.000.000 35% 10%
2. Tarif Progresif – Proposional: tarif berupa presentase
tertentu yang makin meningkat dengan meningkatnya
dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase tersebut
juga makin meningkat

No. Tarif
Dasar Pengenaan Pajak Utang Pajak
Pajak
1. Sampai dengan Rp25.000.000 10% -
2. Di atas Rp25.000.000 s.d. Rp50.000.000 15% 5%
3. Di atas Rp50.000.000 30% 15%
Tarif progresif-progresif pernah diterapkan di Indonesia
untuk menghitung Pajak Penghasilan. Tarif ini
diberlakukan sejak tahun 1995 sampa dengan tahun 2000
dan diatur dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 1994. mulai
tahun 2001, jenis tarif ini masih diberlakukan sampai
dengan akhir tahun 2008 tetapi hanya untuk Wajib Pajak
Badan, dan Badan Usaha Tetap, dengan perubahan pada
dasar pengenaan pajak sebagai berikut:

No. Tarif
Dasar Pengenaan Pajak Utang Pajak
Pajak
1. Sampai dengan Rp50.000.000 10% -
2. Di atas Rp50.000.000 s.d. Rp100.000.000 15% 5%
3. Di atas Rp100.000.000 30% 15%
3. Tarif Progresif – Degresif: tarif berupa presentase
tertentu yang makin meningkat dengan meningkatnya
dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase
tersebut makin menurun.

Contoh:
No. Utang
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
Pajak
1. Rp50.000.000 10% -
2. Rp100.000.000 15% 5%
3. Rp200.000.000 18% 3%
4. Tarif Degresif: tarif berupa presentase tertentu yang
makin menurun dengan meningkatnya dasar pengenaan
pajak.

Contoh:

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak


1. Rp50.000.000 30%
2. Rp100.000.000 20%
3. Rp200.000.000 10%

Anda mungkin juga menyukai