Anda di halaman 1dari 41

BAGIAN DUA

PPh Pasal 22, 23/26, 4 Ayat (2)


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

BAB VII
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22
7.1. DASAR HUKUM
 Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2008 “Tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan”.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 90/PMK.03/2015, Tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib Pajak Badan
Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembelian atas Penjualan Barang
Yang Tergolong Sangat Mewah.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem
Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor
 Peraturan menteri Keuangan Nomor: 34/PMK.010/2017, Tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

7.2. PENGERTIAN
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan
Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan
barang.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:


1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik Badan Pemerintah maupun Swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan Penjualan Barang yang tergolong Sangat Mewah.

7.3. PEMUNGUT DAN OBJEK PPh PASAL 22


1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah
yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari
Belanja Negara (APBN) dan atau Belanja Daerah (APBD), kecuali badan-badan
tersebut pada angka 4;
4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik
(BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank
BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN
maupun dari non APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 89


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,


pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

7.4. TARIF PPh PASAL 22


1. Atas Impor:
a. Menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari
Nilai Impor;
b. Tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari Nilai Impor;
c. Tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari Harga Jual Lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5%
(satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.

Gambar 1: Skema Tarif atas Pembelian Barang (No, 2)

3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0,1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0,25% x DPP PPN (Tidak Final)
c. Baja = 0,3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0,45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 0,25%
dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai
impor.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 90


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

7. Atas Penjualan
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp.20.000.000.000
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10.000.000.000
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp.10.000.000.000 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih
dari Rp.10.000.000.000 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.5.000.000.000 (lima milyar rupiah) dan
dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

7.5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi pertamina dan badan
usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar
minyak jenis Premix dan Gas
Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur
dan/atau agennya:
1. Premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp
2.100,00/KL, dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan atau Rp
1.750,00/KL;
2. Solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 1.140,00/KL
dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan atau Rp 950,00/KL;
3. Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan dan untuk SPBU
Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan;
4. Minyak tanah sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 912,00/KL;
5. Gas LPG sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 2.250,00/KL;
6. Pelumas sebesar 0,3 % dari penjualan.

Catatan:
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang bergerak
dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final.

7.6. PPh Pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog
Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa:
a. Gula Pasir kepada :
 Penyalur sebesar Rp. 380/kuintal;
 Grosir sebesar Rp. 270/kuintal;
 Pembeli lainnya sebesar Rp. 650/kuintal
b. Tepung Terigu kepada :
 Penyalur sebesar Rp. 53/zak;
 Grosir sebesar Rp. 38,00/zak;
 Pembeli lainnya sebesar Rp. 91/zak.

Catatan:
PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog bersifat final.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 91


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Gambar 2: Tarif dan DPP PPh Pasal 22

7.7. PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22


1. Impor Barang dan atau Penyerahan Barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
Perundang-Undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp.2.000.000 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 92


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

7.8. SAAT TERUTANG DAN PELUNASAN/PEMUNGUTAN PPh PASAL 22


1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal
22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 )
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.

7.9. TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN


PPh PASAL 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1)
disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan
Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus
disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan
ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran
pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor
harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan
ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi
atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a. Lembar pertama untuk pembeli;
b. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke
KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 )
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5, dan 7) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 93


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib
menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. Lembar pertama untuk pembeli;
b. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Resume Tarif:
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat
penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan
industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.
b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 94


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

7.10. CONTOH PERHITUNGAN PPh PASAL 22 :

 Perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor Barang


Pada tanggal 5 Juli 2017 PT. XYZ mengimpor barang dari USA dengan harga faktur
US$150.000. Biaya asuransi sebesar 3% dari nilai faktur, biaya angkut sebesar 10% dari
nilai faktur.

Ada pula Bea Masuk sebesar 15% dan Bea Masuk tambahan sebesar 10%. Asumsi Kurs
US$1 = Rp.13.000

Penyelesaian:
KETERANGAN JUMLAH (US$)
1. Harga Faktur/Cost 150.000
2. Biaya Asuransi/Insurance (3% x US$.150.000) 4.500
3. Biaya Angkut/Freight (10% x US$. 150.000) 1.500
CIF (cost, insurance & freight) Dalam Dollar (US$) 156.000
CIF (cost, insurance & freight) Dalam Rupiah (Rp.) 2.028.000.000

4. Bea Masuk (15% x Rp.2.028.000.000) 304.200.000


5. Bea Masuk Tambahan (10% x Rp.2.028.000.000) 202.800.000
Nilai Impor (Rp.)
2.535.000.000
Jadi : PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika
PT. XYZ memiliki API =
Tarif : 2,5% x Rp.2.535.000.000 = Rp.63.375.000 63.375.000

Namun PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika
PT. XYZ tidak memiliki API =
Tarif : 7,5% x Rp.2.535.000.000 = Rp.190.125.000

 Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang oleh


Instansi Pemerintah
PT. INJASA berkedudukan di Gresik, menjadi pemasok Alat-alat Tulis Kantor (ATK) bagi
Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik. Pada tanggal 1 Oktober 2017, PT. INJASA melakukan
penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar Rp.11.000.000 (nilai sudah
termasuk PPN).
Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik?

Jawab:
KETERANGAN JUMLAH (Rp.)
Nilai Kontrak (termasuk PPN) 11.000.000
DPP (100/110) x Rp. 11.000.000 10.000.000
PPN Dipungut (10% x DPP) 1.000.000

Jadi : PPh Pasal 22 yang Dipungut:


Tarif : 1,5% x Rp. 10.000.000 150.000

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 95


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Maka, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kab.
Gresik sebesar Rp.150.000.
PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN.

Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja Negara atau belanja Daerah
yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
yang meliputi jumlah kurang dari Rp. 1.000.000
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan
benda-benda pos.
3. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.

 Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi


Industri Tertentu
1. Pada bulan Agustus 2017, PT. Semen Jaya menjual hasil produknya kepada PT. Indah
Bahagia senilai Rp.825.000.000, harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
2. Pada bulan April 2017, PT. Gerhana yang bergerak dalam industri kertas menjual
hasil produksinya senilai Rp. 550.000.000 kepada PT. Halilintar. Harga tersebut
sudah termasuk PPN sebesar 10%.
3. Pada bulan Juli 2017, PT. Baja Perkasa menjual hasil produknya kepada PT. Adi Karya
senilai Rp.1.100.000.000, harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.

Jawab:
PPh Pasal 22 yang Dipungut adalah
1. DPP PPN (100/110) x Rp. 825.000.000 = Rp. 750.000.000
0.25% x Rp. 750.000.000 = Rp. 1.875.000

PPh Pasal 22 yang Dipungut adalah


2. DPP PPN (100/110) x Rp. 550.000.000 = Rp. 500.000.000
0.25% x Rp. 500.000.000 = Rp. 500.000

PPh Pasal 22 yang Dipungut adalah


3. DPP PPN (100/110) x Rp. 1.100.000.000 = Rp. 1.000.000.000
0.25% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 3.000.000

 Perhitungan PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh Pertamina dan


Badan Usaha Selain Pertamina
PT. Pertamina selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas menyerahkan
bahan bakar minyak senilai Rp.300.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada non-SPBU.
Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut?

Jawab:
PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan bahan bakar minyak adalah:
0.3% x Rp. 300.000.000 = Rp. 900.000

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 96


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

7.11. PELAPORAN

Gambar 3: Aplikasi PPh Masa Pasal 22 (SPT dan Bukti Potong)

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 97


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Formulir SPT Masa PPh Pasal 22

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 98


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Daftar Bukti Potong & Bukti Pemungutan PPh Pasal 22

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 99


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

BAB VIII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

8.1. DASAR HUKUM


 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 “Tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan”.
 PMK No. 141/PMK.03/2015 Tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam
Pasal 23 Ayat 1 Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.

8.2. PENGERTIAN
Pajak Penghasilan Pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal
dari modal, penyerahan modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang dipotong pajak penghasilan Pasal 21.

8.3. SUBJEK DAN OBJEK PAJAK


SUBJEK PAJAK
Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya,
selanjutnya disebut:

Pemotong PPh Pasal 23:


1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak Usaha Tetap;
3. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya kepada Wajib Pajak Dalam Negeri;
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT); *
5. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak.
a) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan
bebas;
b) Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;

Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:


1. WP dalam negeri;
2. BUT

OBJEK dan TARIF PAJAK

1. 15% dari jumlah bruto atas:


a) Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;
b) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21:

Rumus: PPh Pasal 23 = 15% X Bruto

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 100


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

2. 2% dari Jumlah Bruto atas Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali Sewa Tanah dan/atau Bangunan.
3. 2% dari Jumlah Bruto atas Imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi dan
Jasa Konsultan.
4. 2% dari Jumlah Bruto atas Imbalan Jasa Lainnya, sebagai berikut:
a) Jasa Penilai;
b) Jasa Aktuaris;
c) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d) Jasa perancang;
e) Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;
f) Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i) Jasa penebangan hutan;
j) Jasa pengolahan limbah;
k) Jasa penyedia tenaga kerja;
l) Jasa perantara dan/atau keagenan;
m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan
KPEI;
n) Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p) Jasa mixing film;
q) Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan;
r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
s) Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi
t) Jasa maklon
u) Jasa penyelidikan dan keamanan;
v) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w) Jasa pengepakan;
x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi;
y) Jasa pembasmian hama;
z) Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa) Jasa katering atau tata boga.

Rumus: PPh Pasal 23 = 2% X Bruto

Catatan:
 Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23;
 Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN;
 Yang dimaksud dengan Jumlah Bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 101


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai


imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga
disertai dengan perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:


a. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
b. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan
pajak yang bersifat final;

Bukan Objek Pajak PPh Pasal 23:


 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
 Dividen sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (2c);
 Bagian Laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) hruf I;
 SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23:


1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu;
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak;
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir atau .Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20.

Catatan:
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Bukti Pemotong PPh Pasal 23


Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak
Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

Peraturan Khusus/Tertentu
Ada beberapa kondisi di mana tarif akan dikenakan secara berbeda dari aturan umumnya.
Pengecualian ini khusus dikenakan kepada kategori objek pajak hadiah dan penghargaan.
Penjelasan lebih lanjut, sebagai berikut:

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 102


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

 Hadiah undian atau lotere dianggap sebagai penghasilan dan akan dikenakan tarif
pajak sebesar 25 %;
 Hadiah lainnya dan penghargaan, termasuk penghargaan karir akan dikenakan tarif
yang sama seperti halnya tarif pajak yang berlaku menurut PPh Pasal 21;
 Jika penerima adalah ekspatriat, dan bukan termasuk Bentuk Usaha Tetap
internasional, tarif pajak sebesar 20 % akan diberlakukan;
 Jika penerima adalah sebuah organisasi, termasuk Bentuk Usaha Tetap, tarif sebesar
15% akan diberlakukan.

Gambar 1: Pemotong PPh Pasal 23/26

Gambar 2: Objek dan Tarif PPh Pasal 23

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 103


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

8.4. PELAPORAN SPT PPh MASA PASAL 23/26

Gambar 3: Aplikasi PPh Pasal 23/26 (SPT dan Bukti Potong)

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 104


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Formulir SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 105


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Daftar Bukti Pemotongan & Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 & Pasal 26

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 106


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

8.5. CONTOH PERHITUNGAN PPh PASAL 23


1. PT. HRD Profesional merupakan PKP yang bergerak dibidang penyediaan tenaga
kerja, mendapat kontrak dari PT. ABC Gresik untuk menyediakan tenaga kerja
pekerjaan sampling dolomite dengan jumlah tenaga 20 orang. Tenaga sampler
tersebut merupakan pegawai PT. HRD Profesional. Dalam kontrak disepakati bahwa
pembayaran atas penyerahan jasa oleh PT. HRD Profesional terdiri dari gaji untuk 20
orang, per bulan sebesar Rp. 20.000.000,- ditambah biaya perlengkapan kerja per
bulan sebesar Rp. 3.000.000,-, Hitung PPh Pasal 23 yang dipotong PT. ABC Gresik.
Imbalan Rp.2.000.000,-

Jawab:
Perincian Tagihan PT. HRD Profesional kepada PT. ABC Gresik:
- Gaji 20 orang sampler Rp. 20.000.000,-
- Perlengkapan Kerja Rp. 3.000.000,-
- Imbalan Jasa Rp. 2.000.000,-
Sub. Total Rp. 25.000.000,-
- PPN 10% Rp. 2.500.000,-
TOTAL Rp. 27.500.000,-

Jadi atas pembayaran yang dilakukan PT. ABC Gresik kepada PT. HRD Profesional
dipotong PPh Pasal 23 oleh PT. ABC Gresik sebesar:
2% X Rp. 2.000.000,- = Rp. 40.000,00.

Apabila PT. HRD Profesional tidak dapat menyerahkan asli bukti pendukung atas
rincian gaji dan biaya perlengkapan kerja maka jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp. 25.000.000,- sehingga PPh pasal 23
yang harus dipotong oleh PT. ABC Gresik atas pembayaran kepada PT. HRD
Profesional adalah sebesar:

2% X Rp. 25.000.000,- = Rp. 500.000,-

2. PT. XYZ mengikat kontrak dengan PT. SANDANG INDUSTRI untuk pembuatan
seragam kantor berdasarkan model dan spesifikasi yang telah ditentukan oleh PT.
XYZ . Dalam kontrak disepakati bahwa PT. XYZ akan menyediakan bahan baku Utama
berupa kain dan PT. SANDANG INDUSTRI menyediakan bahan tambahan non kain.
Imbalan yang disepakati atas kontrak tersebut sebesar Rp. 25.000.000,- tidak
termasuk biaya tambahan yang dikeluarkan PT. XYZ sebesar Rp. 5.000.000,- Hitung
PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT. XYZ.

Jawab :
Rincian Tagihan PT. SANDANG INDUSTRI kepada PT. XYZ :
- Imbalan Jasa Jahit Rp. 25.000.000,-
- Biaya untuk Bahan Tambahan Rp. 5.000.000,-
Sub. Total Rp. 30.000.000,-
- PPN 10% Rp. 3.000.000,-
TOTAL Rp. 33.000.000,-

Atas pembayaran yang dilakukan PT. XYZ kepada PT. SANDANG INDUSTRI dipotong
PPh Pasal 23 oleh PT. XYZ sebesar:
2% X Rp. 25.000.000,- = Rp. 500.000,-

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 107


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Apabila PT. SANDANG INDUSTRI tidak dapat menyerahkan asli bukti pendukung atas
rincian biaya bahan tambahan maka jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh
pasal 23 adalah Rp. 30.000.000,- sehingga PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT.
XYZ atas pembayaran kepada PT. SANDANG INDUSTRI :

2% X Rp. 30.000.000,- = Rp. 600.000,-

3. Untuk acara rapat Pimpinan, PT. GLOBAL meminta CV. PANGAN yang bergerak
dibidang pengadaan catering menyediakan makanan untuk konsumsi sekitar 100
orang. Kontrak yang disepakati untuk pengadaan catering tersebut adalah Rp.
20.000.000,- atas pembayaran yang dilakukan oleh PT. GLOBAL kepada CV. PANGAN
dipotong PPh Pasal 23 oleh PT. GLOBAL sebesar :

Jawab :
2% X Rp. 20.000.000,- = Rp. 400.000,-

8.6. PERENCANAAN PAJAK DAN EFISIENSI PPh PASAL 23


 Kejelasan Klausal Pajak dalam Kontrak;
 Pemisahan tagihan jasa dan pengadaan material, khususnya untuk jasa selain
katering dan konstruksi agar PPh hanya dipotong atas jasanya saja;
 Waspadai tagihan dari penyedia jasa tenaga kerja (labor/manpower supplier), dalam
tidak ada daftar gaji dan kontrak kerja, maka objek PPh-nya adalah total tagihan.
 Pahami pemotongan PPh atas jasa konstruksi antara yang memiliki SIUJK dan yang
tidak memiliki SIUJK;
 Lakukan ekualisasi biaya-biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 23 dan
tandingkan dengan SPT Masa PPh Pasal 23 yang telah dilaporkan.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 108


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

BAB IX
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 4 (2) / PPh FINAL

9.1. DASAR HUKUM


 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 “Tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan”.

9.2. PENGERTIAN
PPh Pasal 4 Ayat (2) atau PPh Final adalah:
 Pajak penghasilan atas jenis penghasilan-penghasilan tertentu yang bersifat final dan
tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang.
 Pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas
beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat
final.

Pemotongan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh pihak lain / dibayarkan sendiri
sehubungan dengan penghasilan yang diterima / diperoleh oleh WP dan bersifat final.
Yang dimaksudkan final disini bahwa PPh yang dipotong, dipungut oleh pihak lain atau
dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran dimuka) terhadap utang
pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan.

Catatan:
Pemotong PPh Pasal 4 Ayat (2) adalah:
1. Koperasi;
2. Penyelenggara kegiatan;
3. Otoritas bursa; dan
4. Bendaharawan;

Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)


1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
2. Penerima hadiah undian;
3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

Penting:
1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
2. Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
3. Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam
omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh
Final;

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 109


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Tarif PPh Pasal 4 Ayat (2) ini berbeda-beda untuk setiap jenis penghasilannya (0,1% s.d.
25%)

Misalnya:
 UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), wiraswasta atau bisnis online dengan omzet
usaha kurang dari Rp. 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak, maka tarif pajaknya adalah 1%
dari total omzet (peredaran bruto) penjualan dalam 1 bulan.
 Bunga Deposito,
 Penjualan Tanah dan Bangunan, *) persewaan tanah, dan bangunan,
 Hadiah Undian,
 Bunga Obligasi.

Kesimpulan:
Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) terdiri dari 11 penghasilan, mulai dari bunga deposito, omzet
penjualan di bawah Rp 4,8 miliar, simpanan, dividen, lotere dan undian, derivatif, saham,
jasa konstruksi, sewa tanah, pengalihan hak tanah / bangunan hingga penjualan saham.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 110


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Gambar 1: Objek PPh Pasal 4 (2) Dibayar Oleh Bendahara

Gambar 2: Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) Diterima Oleh Penerima Penghasilan

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 111


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

9.3. TARIF PPh PASAL 4 AYAT (2)


 Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Bunga Deposito, Tabungan,
dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia

PPh (Final) = 20% X Jumlah Bruto

 Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Bunga atau Diskonto


Obligasi yang di Jual di Bursa Efek
1. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar :
a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT;
b. 20% (dua puluh persen) atas tarif sesuai ketentuan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk
/ berkedudukan di luar negeri,

Dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding


period) obligasi.

2. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar :


a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT;
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk
/ berkedudukan di luar negeri,

Dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas harga
perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).

3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar :


a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT;
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk
/ berkedudukan di luar negeri, dari selisih harga jual atau nilai
nominal di atas harga perolehan obligasi.

Catatan:
Atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh WP:
1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia;
2. Dana Pensiun yang pendiriannya/pembentukannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam), selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian atau
pemberian izin usaha;
TIDAK DIKENAKAN pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat
Final.

 Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Sewa Tanah dan/atau


Bangunan

PPh (Final) = 10% X Jumlah Bruto

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 112


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

 Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah


dan/atau Bangunan

PPh (Final) = 5% X Jumlah Bruto

 Pajak Jasa Konstruksi


1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil :

PPh (Final) = 2% X Jumlah Jasa

2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh


Penyedia Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Usaha :

PPh (Final) = 4% X Jumlah Jasa

3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh


Penyedia Jasa Selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1
& angka 2 :

PPh (Final) = 3% X Jumlah Jasa

4. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan


Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang dimiliki Kualifikasi
Usaha :

PPh (Final) = 4% X Jumlah Jasa

5. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan


Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki
Kualifikasi Usaha :

PPh (Final) = 6% X Jumlah Jasa

Catatan:
o Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal
Pengguna Jasa merupakan Pemotong Pajak; atau
o Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal Pengguna Jasa bukan
merupakan Pemotong Pajak.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 113


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Gambar 3: Skema Tarif Jasa Konstruksi

 Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian

PPh (Final) = 25% X Jumlah Bruto

 Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif berupa


Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa

PPh (Final) = 2,5% X Margin Awal

 Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada


perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura

PPh (Final) = 0,1% X Penjualan Saham *)Tidak di catat di Bursa

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 114


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

9.4. PENYETORAN DAN PELAPORAN

Gambar 4: Aplikasi e-SPT PPh Pasal 4 Ayat (2)

PENGHASILAN BATAS WAKTU PENYETORAN BATAS WAKTU PELAPORAN


Omzet Penjualan Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa Jika sudah validasi NTPN, WP tidak
(Peredaran Bruto) pajak berakhir. perlu lapor lagi. Cukup menyertakan
Usaha. lampiran laporan PPh Final 1% pada
pelaporan SPT Tahunan Badan /
Pribadi (SPT 1770).
Bunga, Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Deposito/Tabungan, pajak berakhir.
diskonto SBI,
Bunga/Diskonto.
Transaksi Penjualan Tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan Tanggal 25 bulan berikutnya setelah
Saham terjadinya transaksi penjualan saham. bulan terjadinya transaksi penjualan
saham.
Hadiah Undian Tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan 20 hari setelah masa pajak berakhir
saat terutangnya pajak
Persewaan Tanah Tanggal 10 (bagi Pemotong Pajak) atau 20 hari setelah masa pajak
dan/atau Bangunan tanggal 15 (bagi WP pengusaha persewaan) berakhir.
dari bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
Jasa Konstruksi Tanggal 10 (bagi Pemotong Pajak) dan tanggal 20 hari setelah masa pajak
15 (bagi WP jasa konstruksi) bulan berikutnya berakhir.
setelah masa pajak berakhir.
Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2)

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 115


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 116


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan & Bukti Pemotongan/Pemungutan


PPh Final Pasal 4 Ayat (2)

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 117


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

9.5. MEKANISME PEMBAYARAN TANAH ATAU BANGUNAN


Pembayaran Pajak Penghasilan final ini dilakukan dengan dua cara atau mekanisme,
yaitu:

1. Mekanisme Pemotongan
Mekanisme pemotongan di sini maksudnya adalah penyewa harus memotong Pajak
Penghasilan sebesar 10% dari uang sewa yang dibayarkannya.

Mekanisme dilakukan jika si penyewa adalah pihak-pihak yang disebut sebagai


pemotong pajak yaitu: badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.

2. Mekanisme Pembayaran Sendiri


Mekanisme pembayaran sendiri adalah mekanisme di mana pajak final sebesar 10%
dari uang sewa dibayarkan sendiri oleh pemilik tanah/bangunan.

Pada mekanisme ini, penyewanya bukan pihak-pihak yang disebutkan di atas, maka
pemilik tanah atau bangunan yang harus menyetorkan sendiri pajak finalnya.

9.6. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2)


1. PT. SCI menyewa sebuah rumah toko dari Bapak Sugiyo untuk dijadikan kantor
pemasaran dengan nilai sewa sebesar Rp. 100.000.000,-, Maka PPh Pasal 4 ayat (2)
yang dipotong PT. SCI adalah:

Jawab:
Tarif: 10% X Rp. 100.000.000 = Rp. 10.000.000

2. PT. Dasaco dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan


Undian dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp. 200.000.000,- Maka PPh Pasal 4
Ayat (2) yang dipotong oleh PT. Dasaco adalah:

Jawab:
Tarif: 25% X Rp. 200.000.000 = Rp. 50.000.000

3. Nina adalah seorang dokter yang telah ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
sebagai pemotong PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Nina menyewa sebuah rumah toko dari Nanang untuk membuka klinik dengan biaya
sewa sebesar Rp.60.000.000 untuk jangka waktu satu tahun. Pembayaran sewa
dilakukan Nina pada tanggal 4 Januari 2017. Besarnya PPh Pasal 4 Ayat (2) yang
dipotong oleh Nina adalah :

Jawab:
Tarif: 10% X Rp. 60.000.000 = Rp. 6.000.000

4. PT. Senang Lihat merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha
arsitektural.
Pada tahun 2017, PT. Senang Lihat mendapatkan order dari Dokter Nina untuk
pemasangan wallpaper di Klinik Dokter Nina.
Nilai kontrak jasa pemasangan wallpaper sebesar Rp. 150.000.000 tidak termasuk
PPN dan dibayarkan tanggal 5 Juni 2017.
BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 118
Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

PT. Senang Lihat memiliki sertifikasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
(LPJK) sebagai Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi bidang Arsitektural sub
bidang pekerjaan interior dengan kualifikasi kecil gred 2.
Besarnya PPh Pasal 4 Ayat (2) yang dipotong oleh dokter Nina adalah:

Jawab:
Tarif: 2% X Rp. 150.000.000 = Rp. 3.000.000

5. Aditya menyimpan uang di Bank ABC dalam bentuk deposito sebesar Rp.100.000.000
dengan tingkat bunga 12% per tahun. Atas deposito tersebut, Aditya menerima
bunga setiap bulan sebesar Rp.1.000.000. Berapa besaran pajak yang harus
dibayarkan atas bunga deposito Aditya?

Jawab:
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong Bank ABC adalah 20% x Rp.1.000.000 =
Rp.200.000
Pajak deposito per tahun = Rp.200.000 x 12 bulan = Rp.2.400.000

6. Andhika menyimpan uang di Bank AAA dalam bentuk deposito sebesar Rp.7.000.000
dengan tingkat bunga 12% per tahun. Atas deposito tersebut, Andhika merima bunga
setiap bulan sebesar Rp.70.000. Berapa besaran pajak yang harus dibayarkan atas
bunga deposito Aditya?

Jawab:
Atas bunga Rp.70.000 tidak dipotong PPh Pasal 4 (2) karena nilai deposito kurang
dari Rp.7.500.000

7. Alice Key memiliki tabungan di Bank Moneytalk Indonesia dengan saldo rata-rata
bulan Juni 2017 adalah Rp.450.000.000. Bunga yang diberikan oleh Bank Moneytalk
Indonesia adalah 9% per tahun. Bunga yang diterima Alice Key pada bulan Juni 2017
adalah Rp.3.375.000. Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh
terkait transaksi tersebut?

Jawab:
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Bank Moneytalk Indonesia pada Juni 2017
adalah
20% x Rp.3.375.000 = Rp.675.000.
Pajak tabungan per tahun = Rp.675.000 x 12 bulan = Rp.8.100.000.

8. Dana Pensiun Solusi Abadi yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari Bank Indonesia dengan nominal
Rp.1.000.000.000 dengan memperoleh diskonto sebesar Rp.20.000.000. Pada
tanggal 1 April 2017, Dana Pensiun Solusi Abadi menjual SBI tersebut kepada PT
Rosa Sentosa dengan harga Rp.980.000.000 dan dibayarkan pada saat yang sama.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas transaksi tersebut?

Jawab:
Besarnya diskonto SBI yang diperoleh PT Rosa Sentosa adalah:
Rp.1.000.000.000 – Rp.980.000.000 = Rp.20.000.000.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Dana Pensiun Solusi Abadi adalah:
20% x Rp.20.000.000 = Rp.4.000.000.

9. Pada tanggal 1 Juli 2011, PT. ABC (emiten) menerbitkan obligasi dengan kupon
(interest bearing bond) dengan nilai nominal Rp.10.000.000 per lembar. Jangka

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 119


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

waktu Obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Juli 2016). Bunga tetap sebesar 16%
per tahun, jatuh tempo bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Penerbitan
perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PT. MNO (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 10 lembar Obligasi
dengan harga di bawah nilai nominal (at discount) dengan harga Rp.9.000.000 per
lembar. Berapa besaran pajak yang harus dibayarkan atas bunga obligasi tersebut?

Jawab:
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong oleh PT. ABC pada saat jatuh tempo bunga
tanggal 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut:
Bunga = (6/12 x 16% x Rp.10.000.000) x 10 lembar = Rp.8.000.000
PPh Pasal 4 Ayat (2) = 15% x Rp.8.000.000 = Rp.1.200.000

Apabila dalam contoh di atas investor atau pembeli obligasi adalah wajib pajak
reksadana maka penghitungan PPh Pasal 4 ayat 2 atas bunga yang diperoleh pada
saat jatuh tempo tanggal 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut:
Bunga = (6/12 x 16% x Rp.10.000.000) x 10 lembar = Rp.8.000.000
PPh Pasal 4 Ayat (2) = 5% x Rp.8.000.000 = Rp.400.000

10. Koperasi Sumber Rezeki membagikan bunga simpanan koperasi kepada anggotanya
setiap bulan yang dibayarkan setiap tanggal 25, anggota koperasi yang memperoleh
bunga simpanan antara lain Rahmawati dan Koperasi Kasih Rezeki (bukan
merupakan koperasi simpan pinjam). Berdasarkan data yang ada Rahmawati
mendapatkan bunga simpanan sebagai berikut:
1. Januari 2016 Rp.350.000
2. Februari 2016 Rp.200.000
3. Maret 2016 Rp.500.000
4. April 2016 Rp.240.000
5. Mei 2016 Rp.250.000
6. Juni 2016 Rp.300.000
Sedangkan Koperasi Kasih Rezeki mendapatkan bunga simpanan sebagai berikut:
1. Januari 2016 Rp.1.000.000
2. Februari 2016 Rp. 600.000
3. Maret 2016 Rp.1.300.000
4. April 2016 Rp. 650.000
5. Mei 2016 Rp. 700.000
6. Juni 2016 Rp. 850.000
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga
simpanan tersebut?

Jawab:
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga simpanan koperasi yang dibayarkan kepada
orang pribadi adalah sebagai berikut:
 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000 per
bulan;
 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp.240.000 per bulan.

Penghitungan PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga simpanan koperasi yang diperoleh
Rahmawati adalah:
1. Januari 2016 10% x Rp.350.000 = Rp.35.000
2. Februari 2016 0% x Rp.200.000 = Rp0
3. Maret 2016 10% x Rp.500.000 = Rp.50.000

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 120


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

4. April 2016 0% x Rp.240.000 = Rp0


5. Mei 2016 10% x Rp.250.000 = Rp.25.000
6. Juni 2016 10% x Rp.300.000 = Rp.30.000

Sedangkan atas penghasilan yang diterima oleh Koperasi Kasih Rezeki dari
pembagian bunga simpanan koperasi tersebut tidak termasuk yang dikenai PPh
yang bersifat final, tetapi termasuk dalam pengertian bunga yang wajib dipotong
PPh Pasal 23.

11. Tuan Galan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp.3.000 per lembar. Berapa
pajak yang harus dikenakan atas transaksi penjualan saham tersebut?

Jawab:
PPh Pasal 4 ayat (2) atas penjualan saham adalah 0,1% x Rp3..000 x 1000 = Rp.3.000.

9.7. PERENCANAAN PAJAK DAN EFISIENSI PPh PASAL 4 AYAT (2)


 Tingkatkan pemahaman yang komprehensif terhadap ketentuan dan peraturan PPh
Pasal 4 Ayat (2);
 Kenali objek PPh Pasal 5 Ayat (2);
 Pahami saat terutangnya PPh Pasal 4 Ayat (2) umumnya saat pembayaran atau saat
terutangnya imbalan, mana yang terjadi lebih dulu;
 Lakukan equalisasi biaya-biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4 Ayat (2) dan
Bandingkan dengan SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2) yang telah dilaporkan ke KPP.

Untuk Penghasilan:
 Imbalan atas Jasa Konstruksi
- PP No. 51/2008 jo PP 40/2009
 Penghasilan Persewaan Tanah/Bangunan
- PP 29/1996 stdd PP No. 5/2002
 Penghasilan Hadiah Undian
- PP No. 132/2000
 Bunga Tabungan, Deposito dan Diskonto SBI
- PP No. 131/2000
 Penghasilan dari Penjualan Saham di BE
- PP No. 41/1994 stdd PP No. 14/1997
 Bunga dan Diskonto Obligasi
- PP No. 16/2009
 Penghasilan dari Pengalihan Harta berupa Tanah/Bangunan
- PP No. 48/1994 stdd PP No. 71/2008

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 121


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

9.8. PAJAK PROPERTY

Transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban pembayaran pajak. Pajak-
pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual properti.

Berikut ini jenis-jenis pajak yang dikenakan pemerintah terhadap setiap transaksi properti di
Indonesia.

Gambar 5: Skema Pajak Properti

9.8.1 Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan / PBB
P2
PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun
dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini
merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun
demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam
perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD
maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh Pemerintah
Daerah.

Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya PBB yang
terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Nilai Jual
Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP iah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1
miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan
dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

9.8.2 BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)


Pajak jenis ini adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
yang selanjutnya disebut Bea. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini berlaku bagi

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 122


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

kepemilikan dengan status Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai, Hak Milik atas Tanah Satuan dan Hak Pengelolaan.
Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang
dibeli dari developer atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB
yaitu merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun
demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan
dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011
seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
Menurut UU No. 28/2009 Pasal 85-93, tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah,
maksimal adalah 5% dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga transaksi atau nilai pasar
dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah, paling rendah sebesar Rp
60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah
sebesar Rp 300.000.000,00.

9.8.3 Pajak Penghasilan (PPh)


Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak oleh orang pribadi; warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk
usaha tetap (BUT).

TERMASUK DIDALAM OBJEK PAJAK PENGHASILAN PROPERTI

1. PPh final atas pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, terdapat Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 5% (lima per
seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nilai
pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak
dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994, kecuali :
 Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan
pejabat yang bersangkutan;
 Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang.

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan


adalah:
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak
yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto
pengalihannya kurang dari Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;
3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 123


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah


tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah
kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan karena warisan.

2. PPh 22 atas Barang Sangat Mewah


Berdasarkan PMK No. 253/PMK.03/2008, atas penjualan apartemen, kondominium,
dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp.10.000.000.000
(sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter
persegi); dipungut PPh 22 sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). PPh 22
tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan barang yang tergolong sangat mewah.

3. PPh Final atas Persewaan Tanah dan Bangunan


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, terdapat PPh Final atas
persewaan tanah dan bangunan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah
dan/atau bangunan. Pajak Penghasilan ini dipotong dari pembayaran sewa oleh
penyewa atau disetor langsung oleh yang menyewakan.

4. PPh 23 atas Building Management Service


Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 23 j.o Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008, atas pembayaran tagihan jasa manajemen untuk rumah
susun/apartemen, terutang PPh 23 sebesar 2% dipotong dari pembayaran tagihan oleh
penyewa.

5. PPN dan PPnBM


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang dan jasa. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan
pajak tidak langsung atau pajak obejektif, artinya wajib pajak tidak harus menanggung
beban pajak. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia
adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang Undang No. 42 Tahun 2009.

6. PPN dan PPnMB yang dipungut PKP yang bergerak di bidang


Properti
Berdasarkan ketentuan, semua barang dan jasa akan menjadi objek pajak. Pada proses
jual beli property. PPN akan dibebankan kepada pihak pembeli properti dan hanya
dikenakan 1x (satu kali) saat membeli properti baru baik dari pihak developer maupun
perorangan. Properti yang dikenai PPN adalah properti dengan nilai transaksi diatas
Rp. 36 juta rupiah.
Apabila pembelian properti dilakukan dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan
dilakukan melalui pihak developer. Apabila pembelian properti dilakukan dari
perorangan, maka pembayaran dilakukan sendiri oleh pihak pembeli setelah transaksi
selesai dilakukan selambat – lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 124


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

dilaporkan kepada kantor pajak setempat selambat – lambatnya tanggal 20 pada bulan
berikutnya. Nilai PPN dihitung 10% dari nilai transaksi jual – beli yang terjadi.

Sejak diberlakukannya, SE-22/PJ.51/2002, Pengusaha Properti dikenakan PPN 10% atas


penjualannya dengan Dasar Pengenaan Pajak seluruh harga jual. Menurut PMK No.
121/PMK.011/2013, Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, town house, dan sejenisnya dikenakan PPnBM 20%. Yaitu:
 Rumah dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan 350 m2
atau lebih.
 Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan
luas bangunan 150 m2 atau lebih.

7. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)


Berdasarkan UU PPN Pasal 16C, PMK No.163/PMK.03/2012, Kegiatan membangun
sendiri terutang PPN. Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (dua puluh persen) dari
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan,
tidak termasuk harga perolehan tanah, dengan batasan keluasan bangunan 200 m2.

8. PPN atas Sewa Ruangan


Atas penyerahan Jasa sewa ruangan dikenakan PPN 10% sesuai UU PPN No. 42/2009
Pasal 4 bila penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak. Jasa persewaan ruangan juga bukan termasuk Jasa yang
dibebaskan dari PPN dalam PP No. 38 Tahun 2003.

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 125


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

SOAL Perhitungan PPh PotPut (Pasal 22, 23, 26 dan 4 Ayat (2)

Materi : Perhitungan PPh PotPut (Pasal 22, 23, 26 dan 4 Ayat (2)
Waktu :-
Bobot Soal : Multiple Choice (30%) dan Essay (70%)

SOAL MULTIPLE CHOICE (BOBOT 30%)


1. PT. Cerdas adalah perusahaan yang bergerak dalam usaha jasa keamanan. Bulan Januari
2017 menerima pembayaran atas jasa keamanan yang diberikannya. Staf akuntansi
mencatat penerimaan kas (debit) dalam pembukuannya sebesar Rp. 156.800.000 tidak
termasuk PPN dan menerima bukti potong PPh Pasal 23. Besarnya PPh Pasal 23 yang dapat
dikreditkan dalam SPT Tahunan 1771 Tahun 2017 yang berasal dari transaksi ini
adalah__________
a. Rp. 3.200.000
b. Rp. 5.200.000
c. Rp. 7.200.000
d. Rp. 8.200.000

2. PT. Pintar memesan 5.000 pakaian kepada CV. Mode, perusahaan jahit dan konveksi. Bahan
mentah (kain) dan design disediakan oleh PT.Pintar. CV. Mode mendapat imbalan atas jasa
pembuatan pakaian karyawan. Jasa yang dilakukan oleh CV. Mode termasuk pengertian____
a. Jasa Manajemen
b. Jasa Teknik
c. Jasa Maklon
d. Jasa Penyelenggara Kegiatan

3. PT. ABC memiliki hutang kepada PT. XYZ dengan bunga 2% perbulan. Karena kesulitan
likuiditas, PT.ABC tak sanggup membayar hutangnya pada saat jatuh tempo. Sesuai
perjanjian, atas keterlambatan pembayaran hutang, PT.ABC harus membayar denda sebesar
1% dari pokok hutang di luar bunga. Atas pembayaran denda keterlambatan bayar_____
a. PT.ABC memotong PPh Final sebesar 20%
b. PT.ABC memotong PPh Pasal 23 sebesar 2%
c. PT.ABC memotong PPh Pasal 23 sebesar 15%
d. PT. ABC tidak memotong pajak

4. Pengembang PT. Sakinah Estate, di bulan November 2017, berhasil menjual dua unit Rumah
Sederhana, masing-masing senilai Rp. 50.000.000., atas penjualan dua unit Rumah
Sederhana_________
a. Terutang PPh Final sebesar 5% X Rp 50.000.000
b. Terutang PPh Final sebesar 5% X Rp 60.000.000
c. Terutang PPh Final sebesar 1% X Rp 50.000.000
d. Terutang PPh Final sebesar 1% X Rp 60.000.000

5. Tn. Harta (NPWP:07.000.123.4-612.000), pengusaha sukses, menghibahkan sebidang tanah


kepada Salamah (NPWP:06.354.156.4-612.000), pengusaha kecil yang telah memiliki omset
Rp. 2.000.000.000 setahun. Atas pengalihan hak berupa hibah tanah ini_____________
a. Terutang PPh Final karena pengalihannya bukan warisan
b. Terutang PPh Final karena omset Salamah lebih dari 1,8 milyar
c. Terutang PPh Final jika nilai pengalihan lebih dari Rp. 60 juta

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 126


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

d. Dikecualikan dari pengenaan PPh Final sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan pihak-pihak yang bersangkutan

6. PT. JOSS memiliki dua sertifikat deposito di Bank DANA. Sertifikat pertama dengan nominal
Rp.14.000.000 dan sertifikat kedua dengan nominal Rp. 7.000.000. Pada tahun 2016 atas
sertifikat pertama, PT. JOSS mendapat bunga deposito (bruto) sebesar Rp. 1.000.000 dan atas
sertifikat kedua, PT. JOSS mendapat bunga deposito (bruto) sebesar Rp. 500.000. Atas
pembayaran bunga deposito kepada PT. JOSS, Bank DANA______
a. Memotong PPh Final sebesar 20% X Rp. 1.000.000
b. Memotong PPh Final sebesar 20% X Rp. 1.500.000
c. Memotong PPh Final sebesar 15% X Rp. 1.000.000
d. Memotong PPh Final sebesar 15% X Rp. 1.500.000

SOAL ESSAY (BOBOT 60%)

Berikut ini adalah transaksi yang dilakukan oleh PT. SEMEN SENTOSA, NPWP:
07.654.795.3032.000 selama bulan Mei 2017:

Tanggal Transaksi
2 Menjual Semen ke Dinas Pekerjaan Umum seharga Rp. 15.000.000 (tidak
termasuk PPN) Bendaharawan Djoko Susilo NPWP: 09.786.388.7.612.000
4 Membeli Solar dari Pertamina seharga Rp. 120.000.000 (tidak termasuk PPN)
untuk operasional pabriknya
7 Menjual Semen ke PT. Varia Usaha Raya (NPWP: 01.834.876.8.612.000) yang
beralamatkan di Jl. Kisut No. 21, Gresik, seharga Rp. 50.000.000
9 Menjuarai lomba Cipta Formula Semen tingkat nasional dan berhak atas hadiah
sebesar Rp. 5.000.000 serta mewakili Indonesia di tingkat regional Asia.
Penyelenggara badan luar negeri
13 Membayar Gaji Mr. Anderson untuk bulan Mei sebesar Rp. 60.000.000 yang
bertugas sebagai teknisi sejak bulan Maret silam dan berakhir bulan ini
15 Membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi Assure Insecure yang
merupakan perusahaan luar negeri sebesar Rp. 100.000.000. Alamat: Jl. Ribet
77, Surabaya Utara
19 Menjadi juara lomba cipta formula semen regional Asia di Jepang dan
memperoleh hadiah setara Rp 2.500.000.000, P3B Ina-Jpn menetapkan tarif
sebesar 15% atas hadiah tersebut
25 Memesan catering dari “Niki Eco” dan menyewa EO “INT’S” (belum ber-NPWP,
alamat: Jl. Bukit Terjal 47, Surabaya) untuk merayakan kemenangan perusahaan
dengan biaya Rp. 100.000.000 dan Rp 50.000.000
30 Menerima dividen dari PT. Semen Sejahtera Rp. 15.000.00.000 (NPWP:
01.287.374.7.700.000) dari kepemilikan saham yang hanya 5%

Pertanyaan, Diminta:
Identifikasi tiap unsur perpajakan, khususnya PPh Pemotogan dan Pemungutan!

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 127


Buku Ajar FEB “Perpajakan Indonesia Ed-01”

Catatan Perubahan Peraturan

BAGIAN DUA – Materi PPh Pasal 22, 23/26, 4 (2) 128

Anda mungkin juga menyukai