Anda di halaman 1dari 4

SEKILAS PERENCANAAN PAJAK PPH PASAL 22

Oleh : Dr. Saifhul A. Syahdan, S.E., M.Si, Ak, CA

Dalam satu diskusi perpajakan sering saya ingatkan untuk dapat melakukan perencanaan
pajak dibutuhkan pengetahuan perpajakan yang cukup dan lebih utama lagi telah
berpengalaman dalam pelaksanaan perpajakan di lapangan (Perusahaan) karena hal itu
merupakan modal yang utama. Setelah modal yang disebutkan tadi maka perencana pajak
dalam perusahaan akan paham apa yang namanya tax avoidance (Suatu perbuatan yang
sifatnya mengurangi hutang pajak secara legal dan bukan mengurangi kesanggupan/kewajiban
wajib pajak melunasi pajak-pajaknya) dan tax saving (Suatu usaha memperkecil jumlah pajak
yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan). Seorang perencana pajak harus
mengupayakan agar tidak terperangkap dalam prilaku yang dianggap sebagai suatu perbuatan
memperkecil pajak dengan cara melanggar ketentuan (tax evasion). Walaupun memang bagi
pendatang baru mempelajari perencanaan pajak akan lebih baik karena telah memiliki konsep
pengertian terlebih dahulu sebelum terjun dilapangan.
Dalam memandang aktivitas bisnis khusus perpajakan prinsipnya adalah lebih melihat
kepada apakah ada objek pajak atau tidak dan apakah kewajiban perpajakannya telah
dilaksanakan secara benar sesuai ketentuan perpajakan, serta syarat formal dan material
pembukuannya terpenuhi dalam arti semua transaksi harus mempunyai bukti pendukung yang
sah dan valid dan dapat dibuktikan legalitas transaksinya. Sebagai perencana pajak yang baik
adalah tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk akal, serta didukung oleh
bukti-bukti pendukung yang memadai.
Adapun pembahasan kali ini saya mencoba bagaimana seorang perencana pajak
melakukan suatu tax saving maupun tax avoidance dan terperangkap akan nikmatnya
melakukan tax evasion dalam jenis pajak PPh Pasal 22 Impor.
PPh Pasal 22 Impor berhubungan dengan pemungutan pajak di sektor impor, yaitu dalam hal
penyerahan dan pembayaran barang serta pemasukan barang dari luar pabean ke dalam
daerah pabean yang diharuskan membayar PPh Pasal 22 Impor pada saat pembayaran bea
masuk yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai atau oleh Bank Devisa. PPh Pasal 22 Impor adalah
merupakan kredit pajak yaitu sebagai pengurang PPh terutang pada akhir tahun pajak.
Tax Saving Dalam PPh 22 Impor
Bagi perencana pajak tentu memahami tarif yang ada dalam unsur PPh 22 Impor, dengan
merekomendasikan impor menggunakan Angka Pengenal Impor (API) karena bisa
melakukan tax saving sebesar 5%. Dimana jika memiliki API maka tarif hanya 2,5%
dibandingkan non API yang mencapai 7,5% dari nilai impor. Walaupun PPh 22 Impor akan
menjadi kredit pajak dalam PPh Badan yang terutang pada SPT Tahunan (Itu jika perusahaan
memiliki keuntungan/laba), namun pastinya perusahaan akan lebih membantu dalam
menghemat cash flow pada masa tertentu.
Lalu bagaimana jika suatu perusahaan tidak memiliki API namun ingin menikmati tarif
2,5%? Tentu seorang perencana pajak dalam suatu perusahaan memahami jenis usahanya
terlebih dahulu dan jika dapat dipastikan bahwa perusahaan bergerak dalam kegiatan impor
barang maka sebaiknya mengurus izin untuk mendapatkan API, namun jika hanya bersifat
sementara umumnya meminjam fasilitas API (hal ini biasanya dilakukan dalam lingkaran group
perusahaan/kongklomerasi) karena pemilik API bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan impor terlepas dari impor itu milik perusahaan sendiri maupun milik pihak lain.
Sehingga antara yang peminjam dan yang meminjamkan sudah saling mengenal untuk
mengurangi resiko bagi pemilik API.
Dalam dunia shipping (laut/udara) dikenal dengan adanya handling fee yaitu
jumlah fee yang harus dibayar berdasarkan perjanjian handling fee antara importir yang
mempunyai API dengan pemilik barang atas jasa yang diberikan. Atas pengenaan hanling fee
tersebut dipotong PPh Pasal 23. Cara ini pun dapat dipakai oleh orang/perusahaan yang tidak
punya API “meminjam” bendera perusahaan yang punya API untuk mengeluarkan barang
impornya dengan kompensasi pemberian handling fee. Bila sebelumnya benefit nya (5%) lebih
besar dari biaya handling fee yang dikeluarkan (Misalnya 2%), maka sipemilik barang masih bisa
memperoleh tax saving dalam pph pasal 22 sebesar 3% dari harga barang impor tersebut (yaitu
dari cost of insurance & freight/CIF + bea masuk).
Tax Avoidance dalam PPh Pasal 22 Impor
Disamping tax saving yang telah diuraikan di atas, Keuntungan yang lebih besar jika
kondisi perusahaan yang masih rugi karena disamping menghemat cash flow untuk masa
tertentu kredit PPh pasal 22 tersebut hanya akan menyebabkan lebih bayar dan untuk
menghindari pemeriksaan akibat lebih bayar maka atas kredit PPh 22 impor tersebut lebih baik
dibiayakan (walaupun non deductable) namun hal itu itu jauh lebih baik untuk menghindari
pemeriksaan (cost of tax compliancenya sangat mahal). Artinya tidak terlalu rugi jika
membiayakannya karena sebelumnya perusahaan sudah memiliki tax saving. Dan rekayasa
seperti ini masih memungkinkan dan tidak melanggar ketentuan perpajakan.

Tax Evation Dalam PPh 22 Impor


Dari uraian di atas dapat dipahami kenapa orang/perusahaan memilih meminjam API dari
suatu perusahaan dibandingkan harus mengurus dan memiliki API sendiri. Dan bagi perusahaan
yang meminjam dapat memanfaatkan benefit tambahan karena mendapatkan feeatas API yang
dipinjamkan. Namun yang celaka adalah adanya keinginan dari exportir/pemilik API untuk
mengkreditkan PPh 22 impor tersebut dalam SPT Tahunan Badannya. Hal ini bertentangan
dengan apa yang diatur dalam pasal 4(2) KMK-539/KMK.04/1990, yang mengatakan “Pajak
Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilunasi oleh Importir
yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan atau Pajak Keluaran yang terutang oleh Indentor yang
bersangkutan dengan bukti PIUD dan SSP yang telah dipenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.” Bahkan pernah ditemukan perusahaan (Importir/pemilik API) yang mengkreditkan
PPh 22 Impor dan PPN Masukan serta mencantumkan pembelian dalam laporan laba rugi
komprehensive- nya sementara atas pembelian tersebut adalah nyata-nyata barang si
peminjam API (indentor).

Kesimpulan
Dalam hal PPh Pasal 22 impor ini, perencana pajak juga perlu memperhatikan akan
adanya Impor Barang yang Bebas Bea Masuk yang juga dikecualikan dari PPh Impor seperti
keperluan pameran atau kepentingan lain yang bersifat sementara dan juga dapat
memanfaatkan fasilitas yang ada semisal permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau
pemungutan PPh Pasal 22. Prinsipnya adalah selalu memanfaatkan beban pajak yang
minimal. Perencana pajak yang baik adalah memperhatikan rambu-rambu seperti tidak
melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk akal, serta didukung oleh bukti-bukti
pendukung yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai