Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AKUNTANSI PAJAK DAN PENDAPATAN

PERUSAHAAN BERDASARKAN IAS

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Teori Akuntansi

Oleh :

Kelompok 5

Ridwan Ali Alfarisi 1702020006

Dhea Alifia Syafira 1702020009

Ai Nenis Tri Isnita 1702020010

Cindy Ayuni Putri 1702020012

Desti Aryani 1702020040

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PERJUANGAN
TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai “Akuntansi Pajak dan Pendapatan perusahaan
berdasarkan IAS”. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita sehingga dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun makalah ini. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat di harapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah ........................................................................................ 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Perlakuan Akuntansi Pajak Pendapatan ................................................... 3
2.2 Alokasi Pajak Penghasilan ....................................................................... 4
2.3 Perbedaan Permanen dan Temporary ....................................................... 4
2.4 Penilaian Cadangan .................................................................................. 6
2.5 Pengungkapan Laporan Keuangan ........................................................... 9
BAB III ................................................................................................................. 12
KESIMPULAN ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada Subjek Pajak atas penghasilan
yang diterima dalam satu tahun pajak (Waluyo, 2010:89). Subjek Pajak yang dimaksud adalah
baik orang pribadi maupun badan (perusahaan). Penghasilan suatu perusahaan akan dihitung
dari catatan, buku, serta dokumen pendukung lainnya yang dikelola dalam suatu sistem
akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan. Dari penghasilan perusahaan inilah yang akan
dikenakan tarif pajak penghasilan. Pajak penghasilan merupakan bagian dari laba bersih
perusahaan.

Bagi pemerintah, pajak mempunyai fungsi sebagai sumber penerimaan negara.


Berdasarkan fungsi ini, pajak adalah bagian laba perusahaan yang seharusnya diberikan ke
pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional. Hal ini mengakibatkan semakin besar
pajak yang disetorkan oleh perusahaan maka akan semakin baik bagi pemerintah. Di sisi yang
lain, bagi perusahaan pajak lebih sering dianggap sebagai pos pengurang laba bersih yang
seharusnya bisa diminimalkan oleh perusahaan. Pajak diakui sebagai elemen utama dalam
kebijakan pengeluaran perusahaan (Modigliani dan Miller, 1958; dalam Wibisono, 2009). Bagi
perusahaan, pajak penghasilan adalah bagian laba bersih yang dibagikan ke pihak lain
(pemerintah), sehingga pajak akan mengurangi bagian laba yang 1 2 seharusnya dapat
dibagikan ke pihak manajemen, pemilik modal atau dimanfaatkan untuk peningkatan investasi
perusahaan (Guenther, 1994; dalam Wibisono, 2009).

Pada hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan undang-undang, hal


ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup
berbangsa dan bernegara. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai Undang-
Undang Nomor 7 & Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 & Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 17 & Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 & Tahun 2008.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlakuan akuntansi pajak pendapatan?
2. Bagaimana alokasi pajak pendapatan?
3. Apa perbedaan permanen dan temporary?
4. Bagaimana penilaian cadangan?
5. Bagaimana pengungkapan dilaporan keuangan?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi pajak pendapatan.
2. Untuk mengetahui alokasi pajak pendapatan.
3. Untuk mengetahui perbedaan permanen dan temporary.
4. Untuk mengetahui penilaian cadangan.
5. Untuk mengetahui pengungkapan dilaporan keuangan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perlakuan Akuntansi Pajak Pendapatan


Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak penghasialn merupakan beban
yang timbul karena diberlakukannya peraturan perpajakan kepada dunia usaha pada negara
tertentu dan beban pajak penghasilan ini memiliki jumlah yang material dalam laporan
keuangan perusahaan Jumlah beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income)
yang harus diakui dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua unsur utama
yaitu (i) pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada satu periode dan (ii) pajak tangguhan
(deffered tax).

Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak ppenghasilan diatur dalam


PSAK No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan yang menerbitkan
surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik dan bagi perusahaan lainnya dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi
pajak penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan pajak
penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered Tax Liabilities/
DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA) dalam laporan keuangan
perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat adanya perbedaan temporer antara
UU Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai


dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus menyajikan
laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan
keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan
(SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki
perbedaan, penentu laba akuntansi (financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba
fiskal (taxable income) juga seringkali menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi menjadi
dua macam yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/
sementara (Temporary Differences).

3
2.2 Alokasi Pajak Penghasilan
1. Prinsip-Prinsip Alokasi Pajak

Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bias
mencakup 2 hal, yaitu:

a) Interperiod Tax Allocation

Interperiod tax allocation nampaknya lebih berkepentingan dengan alokasi selisih pajak
teoritis dan utang pajak (SKP) sehubungan dengan perbedaan waktu (timing difference).
Interperiod tax allocation merupakan proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun
buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak
penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah
laba kena pajak dan laba akuntansi.

b) Intraperiod Tax Allocation

Intraperiod tax allocation (alokasi beban pajak pada tahun yang sama) nampaknya
merupakan salah satu pendekatan pengungkapan (disclosure) dan pelaporan suatu segmen
penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilannya sehingga nampak berapa penghasilan
setelah pajaknya. Intraperiod Tax Allocation merupakan proses alokasi pajak penghasilan
dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap
tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misalnya, tarif pajak untuk laba sebelum pos luar
biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa).

Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang


diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod
Tax Allocation praktis tidak pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih dititik beratkan pada
masalah Interperiod Tax Allocation.

2.3 Perbedaan Permanen dan Temporary


1. Perbedaan Permanen

Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang Perpajakan yang
menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena
pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non
deductible expense). Jenis Perbedaan Tetap yaitu:

4
- Penghasilan yang telah dipotong PPh final
- Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
- Pengeluaran termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
- Pengeluaran yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan

Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena bersifat final,
uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima dari obligasi pemerintah,
beban entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum,
dan pembayaran prermium asuransi jiwa.

2. Perbedaan Temporer

Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak
yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di masa mendatang
dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasila kena
pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:

a) Perbedaan Temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan


yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode
mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut
dilunasi. Jumlah pajak penghasilan yang diharapkan akan dibayar pada penghasilan
kena pajak tambahan di masa mendatang akan dicatat pada neraca sebagai Kewajiban
Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities/DTL).

Contoh-contoh kewajiban pajak tangguhan :

· Metode penjualan pencicilan (Installment sales method), untuk tujuan


perpajakan menggunakan dasar kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan (financial
reporting) menggunakan dasar akrual untuk pengakuan pendapatan penjualannya

· Keuntungan yang belum direalisasi untuk trading securities, keuntungan tersebut


akan diakui untuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan
keuntungan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.

· Perbedaan metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan
perpajakan.

5
b) Perbedaan yang boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalh perbedaan
temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam
penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau
nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan yang
diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax
Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:

· Pendapatan diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada


saat periode perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan
pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.

· Beban garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt
expense) akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi,
namun akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.

· Kerugian yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan
diakui utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan
diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.

Jenis perbedaan temporer yaitu penyisihan/ akual dibandingkan dengna


realisasinya, penyusutan dan amortisasi, aset sewa guna usaha dengan hak opsi
dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.

2.4 Penilaian Cadangan


1. Pajak Tangguhan

Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang
disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta
kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry forward)
yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.

Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa
saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang
lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar
saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang. Bila

6
dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan
keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.

2. Metode Penangguhan dalam Pajak Penghasilan


a) Deferred Method (Metode Penangguhan)

Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang
memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan
laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial
maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen.
Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak
tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan matching principle pada
periode terjadinya perbedaan tersebut.

b) Asset-Liability Method (Metode Asset dan Kewajiban)

Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang


menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan
memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang
perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan
antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenal
istilah perbedaan temporer dan perbedaan non temporer.

c) Net-of-Tax Method (Metode Bersih dari Pajak)

Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan
temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas
nilai asset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini,
beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan
yang terhutang menurut SPT tahunan.

3. Cara Menentukan Pajak Tangguhan

a) Pengakuan (Recognition)

Standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss carry
forward (TLCF) atau kompensasi rugi harus diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan ini
menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat asset pajak tangguhan

7
atau deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat dalam kewajiban pajak
tangguhan atau deferred tax liability (DTL) tersebut.

b) Pengukuran (Measurement)

Cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan. Dalam hal
ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku atau efektif akan
berlaku di masa yang akan datang.

c) Penyajian (Presentation)

Standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam neraca
ataupun laba rugi. Asset pajak tangguhan (DTA) atau kewajiban pajak tangguhan (DTL) harus
disajikan secara terpisah dari asset atau kewajiban pajak kini dan disajikan dalam unsur non
current dalam neraca.

d) Pengungkapan (Disclosure)

Berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.Misalnya unsur-unsur utama perbedaan temporer yang menimbulkan pajak
tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan tarif pajak dan
sebagainya.

3. Pengakuan pada Pajak Tangguhan


a) Untuk Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities)

Pengakuan asset atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa adanya
kemungkinan pemulihan asset atau pelunasan kewajiban yang mengakibatkan pembayaran
pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih besar. Tetapi, apabila akan terjadi
pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang, maka berdasarkan standar
akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu kewajiban.

Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya (Contoh) :

Deferred Tax Expense Rp. 120.000,00

Deferred Tax Liabilities Rp. 120.000,00

8
b) Untuk Asset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)

Dapat diakui apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa yang
akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu asset.

Dengan kata lain apabila kemungkinan pembayaran pajak dimasa yang akan datang lebih
kecil akan dicatat sebagai asset pajak tangguhan.

Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya (Contoh) :

Deferred Tax Asset Rp. 120.000,00

Deferred Tax Income Rp. 120.000,00

2.5 Pengungkapan Laporan Keuangan


Catatan atas laporan keuangan ditujukan untuk memperkuat atau memperjelas pos-pos
yang disajikan dalam bagian utama laporan keuangan (laba rugi, perubahan modal, neraca, dan
arus kas). Dalam kebanyakan kasus, semua data yang diperlukan pembaca, tidak dapat
disajikan dalam laporan keuangan itu sendiri, oleh karenanya laporan tersebut mencakup
informasi yang esensial harus disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. Catatan atas
laporan keuangan bisa berbentuk narasi, sebagian atau seluruhnya. Catatan atas laporan
keuangan tidak hanya membantu bagi pengguna laporan yang tidak begitu mengerti informasi
akuntansi yang kuantitatif tetapi juga penting untuk memahami kinerja dan posisi keuangan
perusahaan.

Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan hal yang perlu diperhatikan
oleh penilaian (judgment) manajer. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati
pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi asimetri informasi yang merupakan
kondisi yang dibutuhkan (necessary condition) untuk dilakukannya manajemen laba (Trueman
and Titman, 1998). Karenanya tingkat pengungkapan memiliki hubungan negatif dengan
manajemen laba. Perusahaan dengan tingkat pengungkapan minimal cenderung melakukan
manajemen laba dan sebaliknya (Lobo and Zhou, 2001) dalam Yanivi (2003).

Dalam Pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 1 tentang penyajian


laporan keuangan, paragraph 70 mengatakan:

“Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera
dalam neraca, laporan rugi laba, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta

9
informasi tambahan seperti kewajiban kontijensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan
juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan serta pengungkapan-pengungkapan lain yang
diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.”

Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:

a) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang
dipilih dan ditetapkan terhadap peristiwa dan transaksi penting.
b) Informasi yang disajikan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba
rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
c) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan
dalam rangka penyajian secara wajar.

Semakin lengkap informsi yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (full
disclosure) maka pembaca laporan keuangan akan semakin mengerti kinerja keuangan
perusahaan.

1. Tingkat Pengungkapan

Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan akan membantu pengguna laporan


keuangan untuk memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Terdapat
tiga tingkatan pengungkapan yaitu pengungkapan penuh, pengungkapan wajar, dan
pengungkapan cukup. Pengungkapan penuh mengacu pada seluruh informasi yang diberikan
oleh perusahaan, baik informasi keuangan maupun informasi non keuangan. Pengungkapan
penuh tidak hanya meliputi laporan keuangan tetapi juga mencakup informasi yang diberikan
pada management letter, company prospect dan sebagainya. Pengungkapan cukup adalah
pengungkapan yang diwajibkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Sementara pengungkapan
wajar adalah pengungkapan cukup ditambah dengan informasi lain yang dapat berpengaruh
pada kewajaran laporan keuangan seperti contingencies, commitments dan sebagainya.

2. Kualitas Pengungkapan

Kualitas Pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan dikenal dengan berbagai


konsep. Antara lain kecukupan (adequacy) (Buzby, 1975), kelengkapan (comprehensiveness)
(Barret, 1976), Informatif (informativeness) (Alford et al., 1993), dan tepat waktu (time lines)
(Courtis, 1976; Whittred, 1980). Imhoff (1992) menunjuk pada tingkat kelengkapan sebagai

10
karakteristik kualitas pengungkapan, sementara Singhvi dan Desai (1971) menunjuk pada
kelengkapan (completeness), akurasi (Accuracy), dan keandalan (reliability) sebagai
karakteristik kualitas pengungkapan. Indikator empiris kualitas ungkapan tersebut berupa
indeks pengungkapan (disclosure index) yang merupakan rasio (ratio) antara jumlah elemen
(item) informasi yang dipenuhi dengan jumlah elemen yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi
angka indeks pengungkapan, maka makin tinggi kualitas pengungkapan.

11
BAB III

KESIMPULAN

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Maka dari itu pajak
penghasilan melekat pada subjeknya dan dikenal dengan istilah pajak subjektif.

Didalam suatu perusahaan wajib pajak, perusahaan harus menyajikan laporan keuangan
kepada pemegang saham sesuai dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak,
perusahaan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK
dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, penentu laba akuntansi (financial
income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income) juga seringkali
menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/
tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences).

12
DAFTAR PUSTAKA

http://yunitandp.blogspot.com/2015/03/akuntansi-pajak-penghasilan.html?m=1

http://fungkysaraswati.blogspot.com/2016/05/akuntansi-untuk-pajak-penghasilan.html?m=1

http://aryantobn.blogspot.com/2010/04/pajak-tangguhan-deferred-taxes.html?m=1

https://akuntansiterapan.com/2010/06/16/pengungkapan-laporan-keuangan/

13
14

Anda mungkin juga menyukai