Oleh :
Kelompok 5
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai “Akuntansi Pajak dan Pendapatan perusahaan
berdasarkan IAS”. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita sehingga dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlakuan akuntansi pajak pendapatan?
2. Bagaimana alokasi pajak pendapatan?
3. Apa perbedaan permanen dan temporary?
4. Bagaimana penilaian cadangan?
5. Bagaimana pengungkapan dilaporan keuangan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Alokasi Pajak Penghasilan
1. Prinsip-Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bias
mencakup 2 hal, yaitu:
Interperiod tax allocation nampaknya lebih berkepentingan dengan alokasi selisih pajak
teoritis dan utang pajak (SKP) sehubungan dengan perbedaan waktu (timing difference).
Interperiod tax allocation merupakan proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun
buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak
penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah
laba kena pajak dan laba akuntansi.
Intraperiod tax allocation (alokasi beban pajak pada tahun yang sama) nampaknya
merupakan salah satu pendekatan pengungkapan (disclosure) dan pelaporan suatu segmen
penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilannya sehingga nampak berapa penghasilan
setelah pajaknya. Intraperiod Tax Allocation merupakan proses alokasi pajak penghasilan
dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap
tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misalnya, tarif pajak untuk laba sebelum pos luar
biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa).
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang Perpajakan yang
menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena
pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non
deductible expense). Jenis Perbedaan Tetap yaitu:
4
- Penghasilan yang telah dipotong PPh final
- Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
- Pengeluaran termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
- Pengeluaran yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan
Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena bersifat final,
uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima dari obligasi pemerintah,
beban entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum,
dan pembayaran prermium asuransi jiwa.
2. Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak
yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di masa mendatang
dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasila kena
pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:
· Perbedaan metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan
perpajakan.
5
b) Perbedaan yang boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalh perbedaan
temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam
penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau
nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan yang
diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax
Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:
· Beban garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt
expense) akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi,
namun akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
· Kerugian yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan
diakui utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan
diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang
disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta
kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry forward)
yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa
saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang
lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar
saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang. Bila
6
dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan
keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang
memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan
laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial
maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen.
Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak
tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan matching principle pada
periode terjadinya perbedaan tersebut.
Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan
temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas
nilai asset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini,
beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan
yang terhutang menurut SPT tahunan.
a) Pengakuan (Recognition)
Standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss carry
forward (TLCF) atau kompensasi rugi harus diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan ini
menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat asset pajak tangguhan
7
atau deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat dalam kewajiban pajak
tangguhan atau deferred tax liability (DTL) tersebut.
b) Pengukuran (Measurement)
Cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan. Dalam hal
ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku atau efektif akan
berlaku di masa yang akan datang.
c) Penyajian (Presentation)
Standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam neraca
ataupun laba rugi. Asset pajak tangguhan (DTA) atau kewajiban pajak tangguhan (DTL) harus
disajikan secara terpisah dari asset atau kewajiban pajak kini dan disajikan dalam unsur non
current dalam neraca.
d) Pengungkapan (Disclosure)
Berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.Misalnya unsur-unsur utama perbedaan temporer yang menimbulkan pajak
tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan tarif pajak dan
sebagainya.
Pengakuan asset atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa adanya
kemungkinan pemulihan asset atau pelunasan kewajiban yang mengakibatkan pembayaran
pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih besar. Tetapi, apabila akan terjadi
pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang, maka berdasarkan standar
akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu kewajiban.
8
b) Untuk Asset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)
Dapat diakui apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa yang
akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu asset.
Dengan kata lain apabila kemungkinan pembayaran pajak dimasa yang akan datang lebih
kecil akan dicatat sebagai asset pajak tangguhan.
Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan hal yang perlu diperhatikan
oleh penilaian (judgment) manajer. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati
pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi asimetri informasi yang merupakan
kondisi yang dibutuhkan (necessary condition) untuk dilakukannya manajemen laba (Trueman
and Titman, 1998). Karenanya tingkat pengungkapan memiliki hubungan negatif dengan
manajemen laba. Perusahaan dengan tingkat pengungkapan minimal cenderung melakukan
manajemen laba dan sebaliknya (Lobo and Zhou, 2001) dalam Yanivi (2003).
“Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera
dalam neraca, laporan rugi laba, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta
9
informasi tambahan seperti kewajiban kontijensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan
juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan serta pengungkapan-pengungkapan lain yang
diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.”
a) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang
dipilih dan ditetapkan terhadap peristiwa dan transaksi penting.
b) Informasi yang disajikan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba
rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
c) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan
dalam rangka penyajian secara wajar.
Semakin lengkap informsi yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (full
disclosure) maka pembaca laporan keuangan akan semakin mengerti kinerja keuangan
perusahaan.
1. Tingkat Pengungkapan
2. Kualitas Pengungkapan
10
karakteristik kualitas pengungkapan, sementara Singhvi dan Desai (1971) menunjuk pada
kelengkapan (completeness), akurasi (Accuracy), dan keandalan (reliability) sebagai
karakteristik kualitas pengungkapan. Indikator empiris kualitas ungkapan tersebut berupa
indeks pengungkapan (disclosure index) yang merupakan rasio (ratio) antara jumlah elemen
(item) informasi yang dipenuhi dengan jumlah elemen yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi
angka indeks pengungkapan, maka makin tinggi kualitas pengungkapan.
11
BAB III
KESIMPULAN
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Maka dari itu pajak
penghasilan melekat pada subjeknya dan dikenal dengan istilah pajak subjektif.
Didalam suatu perusahaan wajib pajak, perusahaan harus menyajikan laporan keuangan
kepada pemegang saham sesuai dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak,
perusahaan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK
dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, penentu laba akuntansi (financial
income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income) juga seringkali
menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/
tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences).
12
DAFTAR PUSTAKA
http://yunitandp.blogspot.com/2015/03/akuntansi-pajak-penghasilan.html?m=1
http://fungkysaraswati.blogspot.com/2016/05/akuntansi-untuk-pajak-penghasilan.html?m=1
http://aryantobn.blogspot.com/2010/04/pajak-tangguhan-deferred-taxes.html?m=1
https://akuntansiterapan.com/2010/06/16/pengungkapan-laporan-keuangan/
13
14