Anda di halaman 1dari 14

Mata kuliah: Akuntansi Keuangan II

LAPORAN MAKALAH

“Akuntansi Pajak Penghasilan”


Dosen Pengampu : Erny Luxy D.Purba, S.E., M.Si.

OLEH :

KEVIN NABOT (7183520021)

MARIO GERALDO SIGIRO (7183520033)

PUTRI ARMAIDAH SIREGAR (7183520002)

SHOFY MAZAYA SIREGAR (7193520033)

UMMU SALMAH TANJUNG (7193520050)

AKUNTANSI NON DIK 2019 C

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam seisinya dan
juga manusia dengan berbagai kemampuan dan intelektual sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan makalah mengenai ”Akuntansi Pajak Penghasilan”. Laporan ini
ditulis untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan II yang diberikan oleh
dosen pengampu mata kuliah sekaligus pembimbing pada penulisan laporan ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen pengampu mata kuliah


Akuntansi Keuangan II Ibu Erny Luxy D.Purba, S.E., M.Si. karena berkat bimbingannya
penulis mampu menyelesaikan laporan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan
banyak terimakasih kepada orangtua dan teman-teman, karena tanpa dorongan mereka,
penulis tidak akan termotivasi untuk menyelesaikan laporan ini.

Penulis sangat menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar
kedepannya penulis dapat memperbaiki segala kekurangan yang ada.

Penulis berharap mudah – mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi mahasiswa Universitas Negeri Medan.

Medan, 10 November 2020

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 1

BAB II ISI

2.1 Entitas Kewajiban Pajak ................................................................................ 2


2.2 PSAK 46 Pada Pajak Penghasilan ................................................................. 3
2.3 Perbedaan Permanen dan Perbedaan Temporer Pada Pajak Penghasilan ...... 4

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 9

3.2 Saran ............................................................................................................. 10

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di mana
entitas beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar dan
melaporkan pajaknya. PSAK 46 (revisi 2010)): Pajak Penghasilan mengatur bagaimana
entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas. Peraturan pajak
dan standar akuntansi memiliki perbedaan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban
yang dapat memunculkan aset atau liabilitas pajak tangguhan yang harus diungkapkan dan
disajikan dalam laporan keuangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu entitas kewajiban pajak?
2. Bagaimana PSAK 46 pada pajak penghasilan?
3. Apa perbedaan permanen dan perbedaan temporer pada pajak penghasilan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang entitas kewajiban pajak
2. Mengetahui tentang PSAK 46 pada pajak penghasilan
3. Mengetahui perbedaan permanen dan perbedaan temporer pada pajak penghasilan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Entitas Kewajiban Pajak


Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis
(badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas
penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan
tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi pajak adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari
luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas,
penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang
diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun
untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak
dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.

Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut.
Entitas juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh
pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan, membayar sewa
kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor akuntan publik, entitas harus
memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas pajak yang telah dipotong, harus disetorkan
ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak
mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan laba rugi komprehensif, karena pajak tersebut
bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak
lain, sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah yang
dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu penerima penghasilan
dan kas negara sebagai penerima pajak.

Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib
memotong PPN (pajak pertambahan nilai). Untuk produksi dan import barang mewah akan
dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus
diadministrasikan dan juga dicatat dalam pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat pajak
yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak dalam laporan posisi keuangan.
PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak mempengaruhi jumlah penjualan
dan pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya.

2
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Atas
penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan dipotong pajak.
Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan
pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar
angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya
dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya
diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang
dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan
pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi
komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong
dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28). Pajak kurang bayar
akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak penghasilan (kurang
bayar) atau piutang restitusi pajak (lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak
kini.

2.2 PSAK 46 Pada Pajak Penghasilan


PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan pajak penghasilan entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan
dikenakan dan dihitung berdasarkan penghasilan yang telah diakui entitas. Konsep matching
principles, tetap dipertahankan dalam pengakuan ini, sehigga jika penghasilan tersebut
diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya harus diperhitungkan pada periode
tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya akan dibayarkan pada periode yang lain.
PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan merupakan revisi atas PSAK 46 : Akuntansi
Pajak Penghasilan tahun 1998. Revisi dilakukan dengan menyesuaikan PSAK dengan IAS
21: Income taxes. Beberapa ketentuan dalam IAS 21 yang tidak diadopsi dalam PSAK 46
revisi 1998, ditambahkan. Namun ada beberapa ketentuan pajak dalam regulasi Indonesia
seperti pajak finak dan surat ketetapan pajak masih dipertahankan, sehinga masih terdapat
perbedaan antara IAS 12 dan PSAK revisi (2010). Ketentuan dalam PSAK 46 secara umum
mengikuti praktik umum yang berlaku secara internasional. Beban pajak dalam laporan
keuangan tidak dihitung berdasarkan jumlah pajak terhutang menurut fiskal namun juga tidak
dihitung berdasarkan laba sebelum pajak sebelum tarif yang berlaku.
Beban pajak merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban (manfaat) pajak
tangguhan. Praktik sebelum PSAK 46 revisi 1998, beban pajak penghasilan dalam laporan
laba rugi adalah beban pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Untuk SAK

3
ETAP, beban pajak dalam laporan keuangan adalah pajak terutang menurut perhitungan
fiskal. Beban (manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari perbedaan temporer yang
menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode masa
depan.
Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak
sama, karena memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya terjadi di
Indonesia namun hampir di seluruh Negara cenderung terdapat perbedaan antara pajak dan
akuntansi. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan menjadi dua, perbedaan
permanen dan perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi
fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah penghasilan kena
pajak. Informasi dalam rekonsiliasi fiskal disajikan dalam catatan atas laporan keuangan,
sebagai informasi pendukung untuk menghitung jumlah beban pajak kini, beban pajak
tangguhan dan aset / liabilitas pajak tangguhan yang terkait.

2.3 Perbedaan Permanen dan Perbedaan Temporer Pada Pajak Penghasilan


Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa
mendatang. Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan
dengan kriteria tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait
dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga
terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah,
sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di pasar modal. Penghasilan yang
dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh entitas program purna karya. Atas
perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan konsekuensi pajak yang
terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak tangguhan.
Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif
pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang,
perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final
dilaporkan dalam laporan pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan
menggunakan tarif pajak umum.
Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga
secara total nilai beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda.
Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat aset atau liablitas dalam laporan
posisi keuangan berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa
manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan

4
penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan
menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar
pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu
pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat
bukti obyektif sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika
telah memenuhi ketentuan spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan.
Untuk entitas dalam industri keuangan ada peraturan khusus untuk menghitung nilai
cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment) aset
tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan
kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan.
Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode
mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul
akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak,
maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak
tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih kecil
dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak
terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset
pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum
dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit
pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.
Sebagai ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar 12.000 disusutkan
menurut pajak selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi disusutkan selama 5 tahun
dengan nilai sisa 2.000. Tabel berikut memberikan gambaran pajak tangguhan, dengan
mengasumsikan pendapatan 5.000.
Pajak Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4 Thn 5
Pendapatan 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Penyusutan untuk tujuan pajak 3.000 3.000 3.000 3.000 -
Penghasilan kena pajak 2.000 2.000 2.000 2.000 5.000
Pajak terutang menurut fiskal 500 500 500 500 1.250
Akuntansi
Pendapatan 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Penyusutan untuk tujuan akuntansi 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
Laba (rugi) pajak 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000
Beban pajak akuntansi 25% 750 750 750 750 750

Perbedaan laba 1.000 1.000 1.000 1.000 2.000


Beban (manfaat) pajak tangguhan 250 250 250 250 -500

5
Kewajiban pajak tangguhan 250 500 750 1.000 500
Total beban pajak penghasilan
Beban pajak kini 25% 500 500 500 500 1.250
Beban (manfaat) pajak tangguhan 250 250 250 250 -500
Beban pajak penghasilan 750 750 750 750 750

Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga
beban pajak sebesar 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke kas
Negara sebesar 500 dan beban pajak tangguhan sebesar 250. Dampaknya timbul kewajiban
pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutanya lebih kecil sehingga laba akuntansi lebih
besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak tangguhan selama 4 tahun pertama. Pada
tahun kelima, entitas membayar pajak lebih besar karena tidak ada lagi penyusutan. Namun
secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya lebih kecil sebesar
3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar 1.250 namun beban pajak yang
diakui sebesar 750. Selisihnya 500 merupakan manfaat pajak tangguhan dan mengurangi
kewajiban pajak tangguhan.
Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa 2.000 dan saldo kewajiban pajak
tangguhan 500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika tahun
ke 7 peralatan dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset sebesar
3.000 sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset 1.000 karena masih ada nilai sisa
2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan dibayarkan sebesar 750, namun secara akuntansi
beban pajak 250, yang 500 manfaat pajak tangguhan. Kewajiban pajak tangguhan akan habis
dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak tangguhan, karena asetnya sudah terjual.
Perbedaan temporer juga dapat muncul karena kompensasi kerugian. Peraturan pajak
menjelaskan bahwa wajib pajak dapat mengkompensasikan kerugian selama lima tahun
setelah kerugian tersebut terjadi. Jika entitas mengalami rugi sebesar (20.000) maka selama
lima tahun berikutnya entitas tidak akan membayar pajak sampai keuntungan mencapai
jumlah kerugian tersebut. Manfaat pajak tersebut diakui secara akuntansi pada saat kerugian
terjadi sebesar 5.000 (25% x 20.000). Entitas mengakui aset pajak tangguhan dalam laporan
posisi keuangan dan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba rugi komprehensif. Jika
pada tahun berikutnya entitas memiliki penghasilan kena pajak 6.000, maka entitas tidak
membayar pajak karena masih memiliki kompensasi kerugian, namun secara akuntansi tetap
akan diakui beban pajak tangguhan sebesar 1.500. Beban pajak tangguhan ini diperoleh dari
pemulihan aset pajak tangguhan. Akhir tahun pertama saldo aset pajak tangguhan tersisa
5000-1.500 =3.500 mencerminkan sisa kompensasi yang belum dimanfaatkan 14.000.

6
Aset pajak tangguhan yang telah diakui pada periode sebelumnya, karena perubahan
kondisi ekonomi menjadi tidak terpulihkan di masa depan. Untuk aset pajak tangguhan
terkait dengan kompensasi kerugian, entitas kemungkinan tidak dapat memanfaatkan
kompensasi karena entitas rugi terus. Standar akuntansi mengharuskan untuk membuat
cadangan atas penurunan nilai aset pajak tangguhan, jika terdapat indikasi bahwa pada
periode masa depan tidak dapat dipulihkan.
Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat disajikan saling hapus sesuai
dengan ketentuan dalam penyajian instrumen keuangan. Saling hapus dapat dilakukan jika
entitas memiliki hak secara hukum untuk melakukan saling hapus dan berniat menyelesaikan
dengan dasar neto. Untuk aset dan liabilitas pajak tangguhan dalam satu entitas,
penyelesaiannya dilakukan dalam perhitungan pajak entitas tersebut sehingga dapat disajikan
saling hapus. Namun jika aset dan liabilitas pajak tangguhan muncul dari entitas yang
berbeda dalam laporan konsolidasian, akan tetap disajikan terpisah tidak dinetokan. Aset
pajak tangguhan pada anak entitas tidak dapat dipulihkan dari laba induk entitas. Tidak ada
hak secara hukum untuk saling hapus kewajiban perpajakan antara anak dan induk, karena
kewajiban perpajakan untuk masing-masing entitas.
Untuk entitas yang menyusun laporan konsolidasian, pajak akan dipertanggungjawabkan
untuk masing2 anak entitas. Laba dari anak entitas bukan obyek pajak, sehingga dalam
menghitung pajak induk sebagai wajib pajak tidak memasukkan laba anak entitas. Koreksi
fiskal akan dilakukan masing-masing entitas tidak ada koreksi fiskal entitas konsolidasi.
Namun karena entitas konsolidasian menggabungkan laporan keuangan semua anak dalam
kendali induk, maka beban pajak harus dihitung atas entitas konsolidasian. Beban pajak kini
dihitung dari beban pajak kini induk dan total beban pajak kini dari anak entitas. Beban
(manfaat) pajak tangguhan meruapak penjumlahan juga. Untuk aset dan liabilitas pajak
tangguhan juga dikonsolidasikan tanpa ada proses eliminasi.
Untuk penghasilan yang dikenakan pajak final, standar menjelaskan secara khusus
walaupun tidak ada dalam IAS 21. Atas aset dan liabilitas yang berhubungan dengan pajak
penghasilan final berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak
diakui sebagai aset dan liabilitas pajak tangguhan. Alasannya karena pajak final tidak
dilaporkan dalam menentukan pajak penghasilan. Karena tidak terdapat perbedaan temporer
maka tidak diakui adanya aset dan liabilitas pajak tangguhan. Atas penghasilan yang
dikenakan pajak final beban pajak diakui proporsional dengan pendapatan menurut akuntansi
yang diakui pada periode berjalan. Ketentuan standar mengharuskan penghasilan yang
dikenakan pajak final diakui sebesar nilai bruto, kemudian beban pajak (kini) akan diakui

7
pada periode yang sama. Atas pengakuan penghasilan yang dikenakan pajak final menurut
akuntansi dan belum dibayarkan pajak finalnya, maka akan diakui beban pajak final pada
periode tersebut dan pajak yang masih harus dibayar. Untuk kondisi sebaliknya, atas
pendapatan yang dikenakan pajak final diterima dimuka, akan diakui pajak final dibayar
dimuka, karena pembebanan pajak hanya sebesar beban yang diakui menurut akuntansi.
Pajak penghasilan final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari pajak penghasilan final
yang masih harus dibayar.
Jumlah pajak dan denda yang ditetapkan dalam surat ketetapan pajak harus dibebankan
sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada periode berjalan. Pembebanan ditangguhkan
jika memenuhi kriteria pengakuan. Jika terdapat bukti bahwa SKP tersebut tidak
menimbulkan kewajiban di masa mendatang, karena proses banding atau keberatan yang
berpotensi dimenangkan entitas maka pembebanan SKP dapat ditangguhkan.
Untuk perbedaan nilai aset investasi pada asosiasi antara pencatatan akuntansi dan dasar
pengenaan pajak, menurut standar diakui sebagai perbedaan temporer. Peraturan perpajakan
di Indonesia mengecualikan deviden dan laba entitas asosiasi dengan kepemilikan sekurang-
kurangnya 25% sebagai penghasilan. Sehingga menurut pajak investasi akan tercatat sebesar
nilai perolehan, sedangkan dengan metode ekuitas nilai investasi akan meningkat sebesar laba
yang belum terbagi, karena pendapatan diakui saat melaporkan laba dan dividen dicatat
mengurangi investasi. Standar menjelaskan bahwa perbedaan temporer terkait investasi pada
asosiasi, anak dan cabang dapat tidak diakui jika entitas induk tidak mampu mengendalikan
waktu pemulihan perbedaan temporer dan kemugkinan perbedaan temporer tersebut tidak
dapat dipulihkan di masa depan yang dapat diperkirakan.
Dengan PSAK 46 entitas tidak hanya diwajibkan memenuhi ketentuan regulasi untuk
membayar dan melaporkan pajak, namun juga menyajikan dan mengungkapkan informasi
tersebut dalam laporan keuangan. Jika terjadi perbedaan temporer antara laba menurut
akuntansi dengan penghasilan kena pajak, sehingga menyebabkan nilai aset dan liabilitas
berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut harus diperhitungkan
konsekuensi pajaknya di masa mendatang.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan ini
dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak penghasialn merupakan beban yang
timbul karena diberlakukannya peraturan perpajakan kepada dunia usaha pada negara tertentu
dan beban pajak penghasilan ini memiliki jumlah yang material dalam laporan keuangan
perusahaan Jumlah beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) yang harus
diakui dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua unsur utama yaitu (i)
pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada satu periode dan (ii) pajak tangguhan
(deffered tax).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak ppenghasilan diatur dalam PSAK
No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan yang menerbitkan surat-
surat berharga yang diperdagangkan kepada publik dan bagi perusahaan lainnya dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi
pajak penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan pajak
penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered Tax Liabilities/
DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA) dalam laporan keuangan
perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat adanya perbedaan temporer antara
UU Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan
SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus menyajikan laporan
keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan
keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan
(SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki
perbedaan, penentu laba akuntansi (financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba
fiskal (taxable income) juga seringkali menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi
menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan perbedaan
temporer/ sementara (Temporary Differences).

9
3.2 Saran
Setelah membaca karya tulis ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-
teman agar pembuatan makalah kedepannya lebih baik. Dan kami mengharapkan agar
kiranya pembaca dapat memahami anggaran untuk perencanaan dan pengendalian jangka
pendek dengan benar.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. http://yunitandp.blogspot.com/2015/03/akuntansi-pajak-penghasilan.html
2. https://www.academia.edu/28835800/AKUNTANSI_PAJAK_PENGHASILAN
3. staff.blog.ui.ac.id

11

Anda mungkin juga menyukai