Anda di halaman 1dari 14

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

NURHAYATI (190262201009)

UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Penulis panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah SWT, yang
telah memudahkan Penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang
diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan
dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Makalah berjudul “Pajak penghasilan pasal 25” ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akuntansi Manajemen Lanjutan. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan. Sesuai
dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan
dan kekhilafan, maka dalam makalah yang Penulis susun ini belum mencapai tahap
kesempurnaan.

Bireuen, 4 maret 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................ 2

BAB I

PENDAHULUAN....................................................................................... 3

1.1. Latar Belakang...................................................................................... 3

1.2. Tujuan Penulisan................................................................................... 4

1.3. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................ 6

1. Pengertian PPh Pasal 25.......................................................................... 6


2. Perhitungan PPh Pasal 25........................................................................ 6
3. Klasifikasi Tarif PPh 25 Badan............................................................... 7
4. Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25.................................................. 7
5. Tarif PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.............................. 8
6. Tarif PPh Pasal 25.................................................................................... 8
7. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan...................................................... 9
8. Sanksi-sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25......................... 10

BAB III

PENUTUP................................................................................................... 11

3.1. Kesimpulan........................................................................................... 11

3.2. Saran...................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12


BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara yang digunakan untuk
pembangunan nasional. Pajak dipungut dari rakyat Indonesia dan menjadi salah satu
kewajiban bagi rakyat Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak yang
dapat dipaksakan penagihannya. Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh negara Indonesia
berdasarkan Undang-Undang perpajakan adalah self assessment system. Self assessment
system yaitu memberikan kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada wajib pajak
untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya dalam bentuk
Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak (Resmi, 2011).

Undang - Undang No 28 Tahun 2007 Pasal 1 menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi dan/atau badan yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada kenyataannya,
pelaksanaan sistem perpajakan di Indonesia tidaklah mudah. Banyak dari masyarakat
Indonesia kurang mengerti tentang pajak dan cara perhitungan, penyetoran, dan pelaporan
pajak terutang. Oleh karena itu, dalam praktik sehari-hari, banyak orang atau badan yang
menggunakan jasa perhitungan dan konsultasi seperti Kantor konsultan pajak (KKP) untuk
melakukan kewajiban perpajakannya.

Penerimaan pajak yang menggunakan self assessment system adalah Pajak Penghasilan
(PPh). Penerimaan yang termasuk dalam pajak penghasilan (PPh) yaitu : PPh pasal 21, PPh
pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26, dan PPh final pasal 4 ayat
2. Salah satu jenis pajak penghasilan adalah PPh pasal 25. PPh pasal 25 merupakan ketentuan
yang mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan pajak penghasilan yang harus
dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan (Mardiasmo, 2011). Angsuran PPh 25
dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib
pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pembayaran angsuran tersebut, dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak dalam
membayar pajak terutang (Resmi, 2011).

Direktur Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk menyesuaikan besarnya


penghitungan angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun
berjalan. Hal-hal tersebut meliputi, Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian, Wajib
pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan dan
terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.

2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah:

1. Mengetahui gambaran umum mengenai pajak dan Pajak Penghasilan pasal (PPh) 25
2. Mengetahui tata cara penghitungan Pajak Penghasilan pasal 25 Badan dengan lebih rinci
3. Mengetahui tata cara pengisian Surat Setoran Pajak Elektronik atas Pajak Penghasilan
pasal 25 serta mekanisme penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25
4. Mengetahui sanksi yang diterima oleh Wajib pajak apabila terlambat dan atau/tidak
melaporkan Pajak Penghasilan
5. Mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak dalam hal penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan Pajak Penghasilan pasal 25

3. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah:


1. Bagi Mahasiswa
Melalui penulisan Tugas Akhir ini, diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan
dan wawasan mengenai Pajak Penghasilan pasal 25, khususnya mengenai penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 25.

2. Bagi Instansi yang berkaitan


Penulisan laporan ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi mengenai
mekanisme pengitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan pasal 25 atas angsuran
bulanan wajib pajak badan yang diharapkan dapat menjadi pembelajaran berdasarkan kasus
nyata di lapangan.

3. Bagi Pembaca

Penulisan laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan
informasi, sebagai referensi, dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca maupun
pihak lain yang akan mengangkat materi yang sama.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 25 adalah jenis pajak penghasilan yang dibayar secara
angsuran. Tujuan adanya jenis pajak tersebut adalah untuk meringankan beban dari wajib
pajak. Hal ini mengingat kredit pajak atau pajak yang terutang harus dilunasi dalam kurun
waktu satu tahun pajak. Dimana pembayaran pajaknya harus dilakukan sendiri dan tidak bisa
untuk diwakilkan. Konsultan pajak Surabaya akan membantu anda untuk memahami
ketentuan pajak dengan layanan konsultasi pajak.

2. Perhitungan PPh Pasal 25

Besaran angsuran untuk PPh Pasal 25 dihitung sebesar pajak yang terutang. Angsuran
dalam tahun berjalan yaitu tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT
tahunan akan dikurangi dengan pajak lainnya. Angsuran untuk besaran PPh pasal 25 dalam
tahun berjalan dengan pajak terutang dikurangi dengan:

 Pajak penghasilan (PPh) yang dipotong sesuai dengan Pasal 21. Dimana ada
tambahan 20% bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Kemudian Pasal 23
dengan besar trif 15% berdasarkan dividen, bunga, hadiah dan royalti. Serta besar
tarif 2% berdasarkan pada sewa dan penghasilan lainnya serta imbalan jasa.
 Pajak penghasilan (PPh) yang dibayar atau terutang di luar negeri. Yang mana pajak
tersebut boleh untuk dikreditkan sesuai dengan pasal 24. Selanjutnya dilakukan
pembagian menjadi 12atau total bulan di dalam pajak masa setahun.

3. Klasifikasi Tarif PPh 25 Badan

Setiap wajib pajak badan yang menjalankan suatu kegiatan usaha maka akan dikenai
Pajak Penghasilan atau PPh. Termasuk dalam hal ini PPh Pasal 25 yang berupa angsuran
pajak setiap bulannya. Bisa dikatakan jika PPh pasal 25 bagi wajib pajak badan merupakan
pembayaran pajak yang dilakukan dengan cara angsuran. Sehingga bisa dilakukan untuk
lebih meringankan beban pajak bagi wajib pajak badan. Solusi tepat untuk mengurus
berbagai hal terkait pajak adalah dengan jasa konsultan pajak Surabaya profesional.

Dalam PPh pasal 25 terdapa tiga klasifikasi tarif yang diberlakukan bagi suatu badan
usaha. Klasifikasi tarif PPh pasal 25 tersebut didasarkan pada tingkat peredaran bruto yang
dimiliki, yaitu:

 Jika penghasilan bruto dari wajib pajak badan bersangkutan kurang dari Rp4,8 Miliar,
maka tarif pajak yang dikenakan adalah 1%. Tarif tersebut kemudian dikalikan
dengan penghasilan kotor atau peredaran bruto.
 Jika penghasilan yang diperoleh wajib pajak badan lebih dari Rp4,8 Miliar sampai
dengan Rp50 Miliar, maka perhitungan tarifnya adalah 0,25. Yang kemudian
dikalikan dengan penghasilan kena pajak (PKP).
 Jika penghasilan yang diperoleh lebih dari Rp50 Miliar, maka perhitungan tarifnya
yaitu 25% dikalikan PKP.

4. Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25

Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15
Maret 2014.

Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur
nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari
berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang
kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang
Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008,
pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen
sejenisnya.

Untuk melakukan setoran pajak, Anda harus membuat ID Billing terlebih dahulu.
OnlinePajak menyediakan layanan pembuatan ID Billing secara online yang mudah, cepat
dan akurat.
5. Tarif PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Dalam halnya Wajib Pajak orang pribadi, penghitungan dan tarif PPh Pasal 25 dapat
dibagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP–OPPT)

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha penjualan, baik itu barang maupun jasa,
secara grosir atau eceran di satu atau lebih tempat usaha. Tarif PPh Pasal 25 bagi OPPT
adalah 0,75% yang dikali dengan omzet bulanan di setiap tempat usaha yang dijalankan.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP–OPSPT)

Pekerja bebas (freelancer) atau pegawai yang tidak memiliki bisnis sendiri. Berbeda
dengan OPPT, tarif PPh Pasal 25 pajak bagi OPSPT ditentukan oleh besarnya Penghasilan
Kena Pajak per satu tahun pajak. Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a, tarif PPh Pasal 25
adalah sebagai berikut:

1. Tarif 5% — Penghasilan sampai Rp50 juta per tahun.


2. Tarif 15% — Penghasilan >Rp50 juta-Rp250 juta per tahun.
3. Tarif 25% — Penghasilan >Rp250 juta-Rp500 juta per tahun.
4. Tarif 30% — Penghasilan >Rp500 juta per tahun.

Pasal 17 ayat 2 UU PPh juga mengatakan bahwa tarif tertinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 diatas dapat diturunkan maksimal menjadi 25%. Hal ini juga diatur oleh
Peraturan Pemerintah.

Tarif yang dikenakan untuk pembayaran PPh Pasal 25 dikategorikan menjadi tiga
kelompok yakni untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), Wajib
Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), dan untuk wajib pajak
badan. Berikut penjelasannya:

6. Tarif PPh Pasal 25

a. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT)

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu wajib pajak yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau
lebih tempat usaha. Tarif PPh Pasal 25 yang ditetapkan bagi WP OPPT adalah 0.75% x
omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.

b. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT)

Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT) yaitu wajib pajak
yang memiliki pekerjaan bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. Tarif PPh
Pasal 25 yang diterapkan bagi WP OPSPT adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif
PPh 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(UU PPh). Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut:
Lapisan PKP Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50 juta 5%

Rp50 juta – Rp250 juta 15%

Rp250 juta – Rp500 juta 25%

Di atas Rp50 juta 30%

c. Wajib Pajak Badan

Tarif PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan diatur bedasarkan Pasal 17 ayat (2a) dan
(2b) dan Pasal 31E ayat (1) UU PPh, yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 17 ayat (2a) UU PPh menetapkan tarif PPh Pasal 25 untuk wajib pajak badan
adalah 25% dari PKP.
2. Pasal 17 ayat (2b) menetapkan bahwa wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang
disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif tersebut yang
diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
3. Pasal 31 ayat (1) menjelaskan bahwa wajib pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif tersebut (25%) yang dikenakan atas PKP dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000.
7. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 dikatakan


bahwa pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau
dokumen sejenisnya. SSP dijadikan bukti pembayaran apabila telah divalidasi dengan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). NTPN itu sendiri merupakan nomor yang tertera pada
bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).

Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor


Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP. Batas waktu
pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh
pada hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Sedangkan batas waktu untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari
setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya).Apabila tanggal 20 jatuh pada
hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari libur meliputi
hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.

Apabila wajib pajak terlambat membayar PPh Pasal 25, maka wajib pajak akan
dikenakan bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran. Pada bahasan berikutnya mengenai PPh Pasal 25 akan dijelaskan mengenai
perhitungan PPh Pasal 25 untuk kondisi-kondisi tertentu.

8. Sanksi-sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25

Apabila wajib pajak terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar 2%
per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Sementara sanksi
keterlambatan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah dikenakan denda administrasi
sebesar Rp100.000,00.

BAB III

PENUTUP
1. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab pembahasan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan :

a) Prosedur Penetapan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak telah dilaksanakan
dengan baik di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees.
Pelaksanaan Prosedur Penetapan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees tidak berbeda dengan Stardard Operating
Procedures (SOP) yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena selama ini SOP
menjadi acuan untuk setiap prosedur kerja yang dikerjakan.

b) Pelaksanaan PPh pasal 25 pada umumnya, dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang
berlaku saat ini adalah adanya kendala yang selalu timbul yaitu kurangnya penciptaan
kondisi yang kondusif, dan kurangnya persamaan persepsi antara masyarakat sebagai
pembayar pajak dengan pemerintah sebagai pemungut pajak karena kurangnya
pemahaman dari masyarakat tentang arti pajak sehingga masih banyak wajib pajak yang
salah dalam menghitung serta terlambat menyetorkan, melaporkan pajak penghasilan 25
dan telatnya para wajib pajak membayar angsuran PPh Pasal 25 dikarenakan belum
adanya sistem yang sistematis untuk memberitahukan tentang tagihan angsuran PPh pasal
25 kepada wajib pajak.

c) Memberikan sosialisasi kepada wajib pajak agar wajib pajak yang kurang paham terhadap
pajak bisa lebih paham dan mengerti manfaat membayar pajak
dan melakukan himbauan untuk menghimbau wajib pajak yang belum melakukan
pembayaran dan mengirimkan STP ( Surat Tagihan Pajak ) sehingga pajak tidak akan
telat dalam pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Menghitung serta terlambat
menyetorkan, melaporkan pajak penghasilan 25 dan telatnya para wajib pajak membayar
angsuran PPh Pasal 25 adalah dengan cara memberikan sosialisasi kepada wajib pajak
sehingga wajib pajak tidak akan salah dalam perhitungannya. Realisasi penerimaan pajak
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan
adanya himbauan untuk pembayaran pajak. Dibentuknya Account Representatif
merupakan langkah yang baik dari Dirjen Pajak, karena dengan dibentuknya Account
Representatif terdapat penyelia atau fasilitator antara Wajib pajak Besar dengan Kantor
pelayanan Pajak serta sarana yang tepat untuk lebih mengenal Wajib Pajak Besar Badan
dan juga memberikan penjelasan ketentuan perpajakan secara berkesinambungan.
2. SARAN

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran dalam hal
cara pengawasan pembayaran PPh pasal 25, yaitu :

a) Prosedur Penetapan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak telah


dilaksanakan dengan baik di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees. Pelaksanaan
Prosedur Penetapan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Karees tidak berbeda dengan Stardard Operating
Procedures (SOP) yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena selama ini
SOP menjadi acuan untuk setiap prosedur kerja yang dikerjakan. Tidak ada masalah
yang berarti dalam pelaksanaan Prosedur
Penetapan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak hanya perlu
ditingkatkan saja dalam pelayanannya, agar Wajib Pajak merasa puas dan tidak segan
untuk menyetorkan pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees.

b) Melakukan pengawasan terhadap peyetoran PPh 25 harus dilakukan secara efektif


dan insentif . Para pegawai kantor pelayanan pajak pratama karees sebaiknya harus
aktif dalam mengingatkan, menegur wajib pajak yang tidak menyetor dan membayar
PPh 25.

c) Meningkatan program penyuluhan kepada Wajib pajak tentang kewajiban perpajakan


serta aturan perpajakan secara berkesinambungan dan terus menerus, misalnya
komunikasi via telepon maupun memanggil wajib pajak secara langsung melalui
surat resmi.

3. DAFTAR PUSTAKA

https://news.ddtc.co.id/-tarif-pph-pasal-25--tata-cara-pembayaran-9359
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-25
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1437/11/UNIKOM_Olla%20Aryanti_BAB%20IV.pdf

Anda mungkin juga menyukai