Anda di halaman 1dari 16

PAJAK PENGHASILAN ( PPh ) PASAL 25

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan

Yang di bimbing oleh :

Dwinda Dian Saraswati, SE., M.M

Disusun Oleh :

Kelompok 5 ( 5-B2 )

1. Nosi Purwanti ( 18130210080 )


2. Iis Muflichah ( 18130210085 )
3. Ersa Artha Viani ( 18130210092 )
4. Ahmad Sugiarto ( 18130210145 )
5. Hajjunil Wafa ( 18130210151 )

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

TAHUN AJARAN 2020 / 2021


KATA PENGATAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
Rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan yatitu makalah mata kuliah
Perpajakan yang berjudul “ Pajak Penghasilan ( PPh ) Pasal 25 ” .

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena itu
penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan pihak-pihak yang terkait begitu juga mungkin dalam
penyajiannya jauh darni kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan serta kelemahan
dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi pembaca.

Kediri, 26 Oktober 2020


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar pendapatan Negara-Negara di dunia termasuk di Indonesia berasal dari


sektor Perpajakan. Pajak itu sendiri adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pajak memiliki beragam jenis, misalkan Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan dan
lain sebagainya. Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem
tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang
dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak
sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Oleh karena pajak diatur dalam undang undang tentu ada pasal pasal yang membahas
khusus mengenai kelompok kelompok pajak. Misalnya Pajak penghasilan pasal 25 yang mengatur
tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang  harus  dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh Pasal 25 dapat dijadikan kredit
pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Pajak Penghasilan 25 dalam hal-hal tertentu Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk
menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu : Wajib Pajak berhak atas kompensasi
kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang
mengakibatkan angsuran lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, Terjadi perubahan
usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian PPh Pasal 25 ?
2. Apa saja kategori PPh Pasal 25 ?
3. Bagaimana cara menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25?
4. Bagaimana cara menghitung besarnya PPh Pasal 25 dalam hal – hal tertentu ?
5. Bagaimana pengenaan PPh pasal 25 bagi wajib pajak pribadi yang bertolak ke luar negeri ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui mengenai pengertian PPh Pasal 25
2. Mengetahui apa saja kategori PPh Pasal 25
3. Mengetahui cara menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25
4. Mengetahui cara menghitung besarnya PPh pasal 25 dalam hal – hal tertentu
5. Mengetahui pengenaan PPh Pasal 25 bagi wajib pajak pribadi yang bertolak ke luar negeri
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan ( PPh ) Pasal 25

Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri
oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak pengasilan 25
tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan
wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan ( SPT ) Tahun
Pajak Penghasilan. Tujuannya adalah untuk meringkankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak
yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan
tidak bisa diwakilkan.

Seperti yang diketahui, Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Usaha diharuskan untuk
membayar pajak yang terutang dan harus dilunasi dalam jangka waktu satu tahun. Namun dalam
praktiknya, mungkin terdapat kesulitan bagi Wajib Pajak dalam melunasi pembayarannya sehingga
pembayaran pajak secara angsuran akan lebih memudahkan. Pembayaran pajak penghasilan secara
angsuran ini adalah pengertian dari PPh Pasal 25 yang memang tujuannya ingin meringankan beban
Wajib Pajak sehingga tetap dapat memenuhi kewajibannya.

Adapun ketentuannya dalam PPh Pasal 25 adalah Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha
akan membayar angsuran Pajak Penghasilan setiap bulannya. Batas waktu pembayaran PPh Pasal
25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari masa pajak yang akan dibayarkan.
Apabila ada keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25, terdapat sanksi yang
berlaku yaitu dikenakan bunga sebesar 2% per bulan dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran.

2.2 Kategori Pajak Penghasilan ( PPh ) Pasal 25

Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:

 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ( WP – OPPT ) Adalah wajib pajak
yang perlu melakukan kegiatan usaha baik secara grosir atau eceran, penjualan barang
ataupun jasa di satu atau lebih tempat usaha. Adapaun ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi
WP – OPPT adalah 0.75% X omset bulanan tiap masing – masing tempat usaha.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu ( WP – OPSPT ) Adalah wajib
Pajak berstatus pekerja bebas atau karyawan yang tidak memiliki usaha sendiri. Adapun
ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi WP – OPSPT adalah dengan perhitungan penghasilan
kena pajak ( PKP ) X tarif PPh 17 Ayat ( 1 ) Huruf a Undang – undang Pajak
Penghasilan ( 12 Bulan ).
Tarif PPh 17 Ayat ( 1 ) huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan sendiri adalah
sebagai berikut :
1. Penghasilan sampai Rp. 50.000.000 per tahun = 5%
2. Penghasilan Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000 per tahun = 15 %
3. Penghasilan Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 per tahun = 25%
4. Penghasilan di atas Rp. 500.000.000 per tahun = 30 %
a) Wajib Pajak Badan
Wajib pajak badan usaha adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha tetap dan
memiliki kewajiban sebagai pembayar, pemotong atau pemungut pajak. Ketentuan tarif PPh
Pasal 25 bagi Wajib Pajak Badan adalah PKP x 25 % tarif PPh Pasal 17 Ayat ( 1 ) Undang –
Undang Pajak Penghasilan.
2.3 Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Serta Penyetoran Dan Pelaporan

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan :

 Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21(yaitu sesuai tarif
pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP)
(15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan
penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal
22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai
pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

Contoh 1:
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang
Terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2009 Rp 30.000.000,00
Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
 PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
 PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
 PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
 PPh Pasal 25 Rp 12.000.000,00 +
Rp 24.000.000,00 -
Kurang bayar (Pasal 29) tahun 2009 Rp 6.000.000,00
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:
PPh yang terutang tahun 2009 = Rp 30.000.000,00
Pengurangan:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00 +
Rp 12.000.000,00
Dasar perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 Rp 18.000.000,00
Besarnya PPh pasal 25 per bulan :
Rp 18.000.000,00/12 = Rp 1.500.000,00
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2010
mulai masa Maret sebesar Rp 1.500.000,00

Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 :


1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Besarnya
angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah
sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
Contoh 2:
Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 2009 pada bulan Maret 2010. Angsuran
PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp 1.000.000,00.
Maka, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2010 masing-
masing adalah: Rp 1.000.000,00.
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari dan
Februari 2010 masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu. Apabila dalam
tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka
angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya
setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Contoh 3:
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2007 yang
disampaikan Wajib Pajak dalam Bulan Maret 2008, perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2008 diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan
sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketetentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran
pajak mulai bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya
angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih
kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Contoh 4:
a. Berdasarkan Data SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009
Penghasilan Kena Pajak Rp 100.000.000,00
PPh Terutang Rp 10.000.000,00
Kredit Pajak Rp 3.250.000,00
b. Data SKP Tahun Pajak 2008 yang terlihat bulan Juni 2010
Penghasilan Kena Pajak Rp 200.000.000,00
PPh Terutang Rp 25.000.000,00
Kredit PPh Rp 3.250.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri Rp 21.750.000,00
c. Berdasarkan ketentuan
PPh Pasal 25 mulai Juli 2010 dan seterusnya =
1/12 x Rp 21.750.000,00 = Rp 1.812.500,00
3.  Angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan dan sesudah adanya keputusan mengenai kelebihan
pembayaran pajak
Apabila PPh yang terutang menurut SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu lebih
kecil dari jumlah PPh yang telah dibayar, dipotong/ dipungut selama Tahun Pajak yang
bersangkutan, dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan dengan utang pajak lain, sebelum
Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan mengenai pengembalian atau memperhitungkan
kelebihan tersebut, maka besarnya angsuran pajak untuk tiap bulan adalah sama dengan angsuran
pajak untuk bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu. Setelah dikeluarkan surat keputusan,
angsuran pajak untuk bulan-bulan berikutnya setelah tanggal keputusan itu, dihitung berdasarkan
jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut.
Contoh 5:
SPT PPh 2009 yang disampaikan oleh WP dalam bulan maret 2010 menunjukkan kelebihan
pembayaran pajak sebesar Rp 40.000.000,00, sedangkan angsuran bulan dalam tahun 2009
sebesar Rp 1.000.000,0. Atas permohonan pengembalian pajak tahun 2009 tersebut,
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pada bulan Agustus 2010 yang
menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan untuk bulan Januari sampai dengan
bulan Agustus 2010 adalah sebesar Rp 1.000.000,00 dan mulai bulan September 2010
adalah nihil.

2.4 Perhitungan Besarnya PPh Pasal 25 Dalam Hal – Hal Tertentu

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut :

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian


Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan, Suat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan atau putusan banding sesuai ketentuan
Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-undang Pajak Penghasilan.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi keruian
adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung dengan dasar perhitungan dikurangi dengan Pajak
Penghasilan yang dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, 22, 23 dan 24,
kemudian dibagi dua belas (banyaknya bulan dalam pembagian tahunpajak).

2. Wajib   Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur


Bila wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar perhitungan Pajak
Penghasilan Pajak 25 adalah hanya penghasilan neto yang diterima atau diperoleh secara teratur
menurut SPT PPh Tahun Pajak yang lalu. Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung
dengan dasar perhitungan sebagaimana dimaksud di atas, dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang
dipotong atau dipungut  serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi
12 atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak.

3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan


setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
Maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung sebagai berikut:
a) Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut sampai dengan
bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan,besarnya PPh
Pasal 25 adalah sama dengan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir dari Tahun
Pajak yang lalu dan bersifat sementara.
b) Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal
25 dihitung kembali
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Tahunan PPh
Dalam hal wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan, maka besarnya Pajak Penghasilan Tahun 2005 dihitung sebagai berikut:
1) Bulan-bulan mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan bulan
sebelum disampaikan SPT Tahunan yang bersangkutan adalah sama dengan besarnya PPh
Pasal 25 yang dihitung berdasakan perhitungan sementara yang disampaikan oleh Wajib
Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
2) Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali.

5. Wajib   Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan


yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih  besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan
Apabila dalam Tahun Pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Taahun Pajak yang lalu maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
SPT Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih
besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25
Terutang bunga.
Kekurangan Setoran PPh Pasal 25 Terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang KUP untuk jangka waku yang dihitung sejak  jatuhtempo penyetoran PPh
Pasal25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran

6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.


Perubahan keadaan badan usaha ataukegiatan WP dapat terjadi karena penurunan atau
peningkatan usaha. Apabila sudah 3 bulan atau lebih berjalannya satu Tahun Pajak (Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj./2000 tanggal 29 Desember 2000) WP dapat
menunjukkan bahwa PPh yang terutang untuk Tahun Pajak tersebut kurang dari 75 % dari PPh
yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan
permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25.

2.5 Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Pribadi Yang Bertolak Ke Luar Negeri

Orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri diwajibkan membayar PPh
berupa Fiskal Luar Negeri. Pembayaran Fiskal Luar Negeri dilakukan dengan menggunakan Tanda
Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri dan pelunasannya dilakukan di Unit Pelaksanaan Fiskal Luar
Negeri di pelabuhan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri ini merupakan pembayaran
angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan (merupakan pembayaran PPh Pasal 25), sehingga dapat
dikreditkan dengan PPh yang terutang pada akhir tahun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh
untuk Tahun Pajak bersangkutan. Agar pembayaran fiskal luar negeri dapat dikreditkan dengan
pajak yang terutang bagi karyawan, maka karyawan tersebut hendaknya mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili karyawan yang bersangkutan dan
menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan mengkreditkanpembayaran Fiskal Luar
Negeri tersebut terhadap PPh yang  terutang.

Bila pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi karyawan yang bertolek ke luar negeri ditanggung
oleh pemberi kerja, maka pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut merupakan angsuran PPh Pasal
25 bagi pemberi kerja yang dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang dalam SPT PPh pemberi
kerja dengan syarat kepergian karyawan yang bersangkutandalam rangka tugas perusahaan dan
hanya berlaku untuk karyawan dari pemberi kerja itu sendiri, tidak termasuk anggota keluarga
karyawan.

1. Besarnya Fiskal Luar Negeri yang wajib dibayar oleh orang pribadi yang akan bertolak
ke luar negeri adalah:
 Rp 2.500.000,00 bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat udara.
 Rp 500.000,00bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan kapal laut.
2. Orang pribadi yang bertolak ke luar negeri dengan maksud dan tujuan dikecualikan dari
kewajiban untuk melakukan pembayaran PPh, yaitu:
 Anggota Korps Diplomatik, pegawai Perwakilan Negara Asing, staf dari badan-badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik, dan staf dari
Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah Republik
Indonesia, sepanjang mereka bukan WNI dan di samping jabatan resmi tidak melakukan
pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia beserta anggota keluarga dan pembantu
rumah tangganya yang bukan WNI, dengan menggunakan paspor diplomatik.
 Pejabat Negara, Anggota TNI atau Polisi Republik Indonesia atau PNS yang bertolak ke
luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas dan dilengkapi dengan
surat tugas/surat perjalanan dinas ke luar negeri untuk tiap kali keberangkatan, tidak
termasuk anggota keluarga. Tapi bila keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka
penempatan ke luar negeri, pembebasan diberikan juga pada istri dan anaknya yang belum
berusia 25 tahun, belum kawin, belum berpenghasilan.
 Anggota TNI dan Polisi Republik Indonesia yang mendapat tugas sebagai pasukan PBB
atau dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara lain, dengan menyerahkan surat
tugas dari kesatuan yang bersangkutan dengan menunjukkan daftar anggota pasukan oleh
pemimpin rombongan.
 Petugas imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan keimigrasian dalam pesawat terbang
perusahaan penerbangan nasional atau kapal laut perusahaan pelayanan nasional dengan
memperlihatkan surat tugas atau identitas lainnya.
 Jemaah haji yang penyelenggarannya dilakukan oleh Departemen Agama dengan
menunjukkan daftar nama para jemaah haji.
 Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia
dengan mempergunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas batas dengan
negara terkait, dan lain-lain

3. Pihak-pihak yang diberikan SKBFLN:


 Anggota TNI atau Polisi RI dan PNS yang melakukan tugas dibidang keamanan dan
pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas  ke luar
negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan, dengan menyerahkan
surat tugas dariatasan langsung.
 Penduduk Indonesia yang bertempattinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai
Kartu TandaPenduduk yang diterbitkan oleh yang berwenang di pulau tersebut, sepanjang
mereka telah dipotong PPh oleh pemberi atau telah terdaftar sebagai WP dan telah
memenuhi keajiban pajak penghasilannya pada Kantor Pelayanan Pajak Batam.
 Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di Pulau Batam, Bintan
dan, Karimun, sepanjang mereka telah dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26 oleh pemberi
kerja dan Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir.
 Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang tidak
bertempat tinggal atau bermaksud menetap di Indonesia dan berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, sepanjang atas penghasilan tersebut telah
dipotong PPh Pasal 26 oleh pemberi penghasilan.
 Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangha belajar dengan
rekomendasi dari pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dengan menyerahkan surat
rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari Pimpinan Sekolah atau Perguruan Tinggi
yang bersangkutan(pembebasan berlaku juga bagi istri dan anak-anaknya).
 Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka penelitian di Bidang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di bawah  koordinasi LembagaIlmu Pengetahuan Indonesia.
Sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dengan
menyerahkan surat rekomendasi dari instansi terkait dan surat pernyataan tidak
memperoleh penghasilan dari indonesia.

4. Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran PPh Orang Pribadi yang akan Bertolek ke
Luar Negeri terhadap Pihak lainnya:
 WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman tenaga kerja
Indonesia.
 Misi kesenian, misi olahraga, dan misi keagamaan.
 Pilot Indonesia yang berkerja di maskapai penerbangan asing dan pelaut Indonesia yang
berkerja di kapal yang berbendera asing.

5. Tata Cara Pengkreditan Fiskal Luar Negeri:


 Karyawan yang tidak mendaftarkan diri atau tidak memiliki NPWP, Fiskal Luar Negeri
tidak dapat dikreditkan dengan pembayaran PPh Pasal 21 karena merupakan pembayaran
PPh Pasal 25.
 Karyawan yang telah mempunyai NPWP, fiskal luar negerinya tidakdapat dikreditkan
dengan pembayaran PPh Pasal 21 maupun angsuran masa PPh Pasal 25 dalam tahun
berjalan.
 Pembayaran fiskal luar negeri oleh orang pribadi yang telah mendaftarkan diri sebagai WP
dan memperoleh NPWP dapat dikreditkan  terhadap PPh Terutang dalam SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi yang bersangkutan.
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 118/KMK.03/2003 tanggal 1 April 2003 mengatur
tentang orang pribadi yang berangkat ke luar negeri melalui pelabuhan atau tempat
pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerja sama ekonomi subregional ASEAN
dikecualikan  dari Kewajiban pembayaran PPh Orang pribadi. Pelabuhan atau tempat
pemberangkatan ke luar negeri di Indonesia yang termasuk dalam Kawasan Kerja Sama SP-
IMT meliputi pelabuhan laut dan bandar udara.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai