Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

OLEH
KELOMPOK 4
Yumitra Rambu Dawi Ngana_2110020146
Christiana Join Bers_2110020110
Febi Tamu Rambu Duka_2110020121
Devi Natalia Tlonaen_2110020115
Desi Hunam_2110020114
Adriano, F. F. Sogen_2110020101
Dzulfikar Alhabsyi_2110020118
Ika Saputri Sukiran_2110020125
Gracella Putri Sthivania_2110020124
Maria Rossymistica Klau_2110020132
Anastasya Debora Benyamin_2110020104
Agustino Niron Ryan_2110020102
Gerwin Juang Putra_2110020123

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, dan
karunian_Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “PAJAK PENGHASILAN PASAL
25” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih
pada Bapak Dosen Yohanes Rudolf Benu, S.Ak.,M.A, selaku Dosen mata kuliah
PERPAJAKAN yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi setiap orang yang membacanya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang akan saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari setiap orang yang membaca
ini demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Kupang, 21 Oktober 2022

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………...……………………...…………………………....2


DAFTAR ISI ……………………………...…………………………………………………………….....3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………..……………..…………………………………………..4
1.2 Rumusan Masalah ……………………..……………..………………………………….........4
1.3 Tujuan Penulisan ………………..……………………………..……………………………...4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PPh Pasal 25………………..……..……………………………………………….6
2.2 Tarif PPh Pasal 25…………...………………………………………………...………………6
2.3 Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25…………...………….………………….…….…......6
2.4 Sanksi - Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25……………………………………7
2.5 Perhitungan PPh Pasal 25……………………………………………………………………..7
2.6 Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak………………………………………………..…….9
2.7 Angsuran PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, BUMD dan Wajib Pajak
Tertentu lainnya………………………...……………………………………………………11
2.8 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Bertolak Ke Luar Negeri……..………14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………...……………….………………………….18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………...……………………..………………….… 19

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar pendapatan Negara-Negara di dunia termasuk di Indonesia berasal
dari sektor Perpajakan. Pajak itu sendiri adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak memiliki beragam jenis,
misalkan Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan dan lain sebagainya.
Oleh karena pajak diatur dalam undang undang tentu ada pasal pasal yang membahas
khusus mengenai kelompok kelompok pajak. Misalnya Pajak penghasilan pasal 25 yang
mengatur tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh Pasal
25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh Penghasilan Wajib
Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Pajak Penghasilan 25 dalam hal-hal tertentu Direktur Jendral Pajak diberi
wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu :
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak
teratur, SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan, Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran
lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, Terjadi perubahan usaha atau
kegiatan Wajib Pajak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian PPh Pasal 25 ?
2. Bagaimana cara menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 serta penyetoran dan
pelaporannya?
3. Bagimana cara menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam hal-hal tetentu?
4. Bagaimana menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru, Bank,
sewa dengan hak opsi, BUMN dan BUMD?
5. Bagaimana pengenaan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertolak ke
luar negeri?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mampu menjelaskan secara rinci mengenai pengertian PPh pasal 25.
2. Mampu menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 serta penyetoran dan

4
pelaporannya.
3. Mampu menghitung PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu.
4. Mampu menghitung besarnya angsuran PPh Pasal25 bagi wajib pajak baru, Bank,
sewa dengan hak opsi, BUMN dan BUMN.
5. Mampu mnejelaskan secara rinci mengenai pengenaan PPh pasal 25 bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi yang bertolak ke luar negeri.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 25


Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak
penghasilan 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang
atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak Penghasilan. Tujuannya adalah untuk meringankan beban
Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1. Wajib pajak membayar sendiri (PPh pasal 25)
2. Melalui pemotogan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21, 22,
23, dan 24)

2.2 Tarif PPh Pasal 25


Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal
25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
Pribadi (WPOP), yaitu:
• Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP - OPPT), yaitu yang melakukan usaha
penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa - dengan satu atau lebih tempat
usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
• Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP - OPSPT), yaitu pekerja bebas
atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:


Rp 0 - Rp 50.000.000 = 5%
Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 = 15%
Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 = 25%
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).

2.3 Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25

Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15
Maret 2014. Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari
libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari
berikutnya, sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang

6
kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010.

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/P)/2008 pada 21 Mei 2008,
pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen
sejenisnya.

2.4 Sanksi - Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25


Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga
sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16 Maret.
Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.

2.5 Perhitungan PPh Pasal 25


Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib
pajak untuk setiap bulan adalah sebasar Pajak Panghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Panghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
• Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21(yaitu
sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang
tidak memiliki NPWP) (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah -
serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak
penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak
memiliki NPWP);
• Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

Contoh 1:
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2009
Rp 30.000.000,00.
Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
• PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
• PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
• PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
• PPh Pasal 25 Rp 12.000.000,00 +
Rp 24.000.000,00 -
Kurang bayar (Pasal 29) tahun 2009 Rp 6.000.000,00. Besarnya angsuran PPh Pasal 25
tahun 2010 adalah:
PPh yang terutang tahun 2009 = Rp 30.000.000,00
Pengurangan:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00 +

7
Rp12.000.000,00

Dasar perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 Besarnya PPh pasal 25 per bulan
:Rp18.000.000,00. Sehingga, Rp18.000.000,00/12 = Rp1.500.000,00.

Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun
2010 mulai masa Maret sebesar Rp 1.500.000,00.

Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25


1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang
lalu.
Contoh 2:
Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 2009 pada bulan Maret 2010.
Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp 1.000.000,00.
Maka, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2010 masing-
masing adalah: Rp 1.000.000,00.
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari
dan Februari 2010 masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00

2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu. Apabila dalam
tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka
angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

Contoh 3:
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2007
yang disampaikan Wajib Pajak dalam Bulan Maret 2008, perhitungan besarnya angsuran
pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2008
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang menghasilkan besarnya
angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketetentuan yang
berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp
2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran paj ak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

a. Berdasarkan Data SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009


Penghasilan Kena Pajak Rp100.000.000,00
PPh Terutang Rp10.000.000,00

8
Kredit Pajak Rp3.250.000,00

b. Data SKP tahun Pajak 2008 yang terlihat bulan Juni 2010
Penghasilan Kena Pajak Rp200.000.000,00
PPh Terutang Rp25.000.000,00
Kredit PPh Rp3.250.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri Rp21.750.000,00

c. Berdasarkan ketentuan
PPh Pasal 25 mulai Juli 2010 = 1/12 x Rp21.750.000,00
= Rp1.812.500,00

3. Angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan dan sesudah adanya keputusan mengenai
kelebihan pembayaran pajak
Apabila PPh yang terutang menurut SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu
lebih kecil dari jumlah PPh yang telah dibayar, dipotong/ dipungut selama Tahun Pajak
yang bersangkutan, dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan dengan utang pajak
lain, sebelum Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan mengenai pengembalian atau
memperhitungkan kelebhihan tersebut, maka besarnya angsuran pajak untuk tiap bulan
adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu.
Setelah dikeluarkan surat keputusan, angsuran pajak untuk bulan-bulan berikutnya setelah
tanggal keputusan itu, dihitung berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan
tersebut.

Contoh 5;
SPT PPh 2009 yang disampaikan oleh WP dalam bulan maret 2010 menunjukkan
kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp 40.000.000,00, sedangkan angsuran bulan dalam
tahun 2009 sebesar Rp 1.000.000,0. Atas permohonan pengembalian pajak tahun 2009
tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pada bulan Agustus 2010 yang
menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan untuk bulan Januari sampai dengan
bulan Agustus 2010 adalah sebesar Rp 1.000.000,00 dan mulai bulan September 2010
adalah nihil.

2.6 Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak


Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut :
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

9
3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

➢ Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi kerugian


• Dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah jumlah penghasilan neto menurut
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah
dikurangi dengan kompensasi kerugian.
• Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang
lalu atau dasar penghitungan lainnya menyatakan rugi /lebih bayar atau nihil),
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.
Contoh perhitungan pajak bagi wajib pajak yang berhak atas kompensasi
kerugian:
Penghasilan PT Dira tahun 2001 Rp. 150.000.000,00. Sisa kerugian tahun
lalu yang masih dapat dikompensasikan adalah Rp. 200.000.000,00. Sisa
kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2001 Rp. 50.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2002 : Penghasilan yang dipakai sebagai
dasar penghitungan angsuran PPh Ps 25 adalah Rp 150.000.000,00 - Rp
50.000.000,00 = Rp 100.000.000,00 PPh Terutang /UU 36/2008) :
5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
PPh terutang = Rp10.000.000,00

➢ Wajib Pajak dengan Penghasilan Tidak Teratur


• Dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah jumlah penghasilan neto menurut
Surat Pemberitahuan Tahunan, Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah
dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan tersebut.
Contoh :
Pada 2001 Abbas memperoleh penghasilan teratur Rp 12.000.000,00,
sedangkan penghasilan tidak teratur Rp 8.000.000,00.

Penghasilan yg dipakai sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25 pada tahun


2002 Abbas adalah hanya dari PPh teratur saja, yaitu Rp. 12.000.000,00.

10
➢ Wajib Pajak Yang Mendapat Perpanjangan Penyampaian SPT
• Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat
mengajukan permohonan ijin perpanjangan.
• Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak
dapat menunjukan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar
penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
• Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 harus
disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang
berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan.

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:


1. Wajib Pajak baru
2. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Waj ib Pajak masuk
bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan harus membuat laporan keuangan berkala
3. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75%
/nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto

2.7 Angsuran PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, BUMD dan Wajib
Pajak Tertentu lainnya.
Sesuai pasal 25 ayat 7 UU PPh, perhitungan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru,
BUMN, BUMD dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

11
1. Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru
Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama
kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan,
sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember
2008 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2009. Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap
bulan untuk WP Baru dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan netto
sebulan yang disetahunkan, dibagi dua belas.
Dalam hal WP Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya
dapat dihitung besarnya penghasilan neto tiap bulan, penghasilan neto fiscal dihitung
berdasarkan pembukuannya. Dalam hal WP Baru hanya menyelenggarakan pencatatan
dengan menggunakan Norma Penghitungan Netto atau menyelenggarakan pembukuan
tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan,
penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
atas peredaran atau penerimaan bruto. Untuk Wajib Pajak orang pribadi Baru, jumlah
penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.

Contoh :
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai Wajib Pajak pada
bulan Juni 2009.
Selama Bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000,00 dan biaya-
biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 25 untuk
masa Juni 2009 adalah sebagai berikut:
Penjualan Rp1.000.000.000,00
Biaya
Penghasilan netto sebulan Rp60.000.000,00
-
Penghasilan netto disetahunkan
/12 x Rp 40.000.000,000 Rp480.000.000,00
PPh terutang
28% x Rp 480.000.000,00 = Rp134.400.000,00
PPh Pasal 25 masa Juni:
Rp 134.400.000,00/12 = Rp11.200.000,00

Untuk bulan berikutnya sampai dengan penyampaian SPT Tahunan


dihitung lagi PPh pasal 25 tiap-tiap bulan seperti pada perhitungan di atas.

12
2. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi Wajib Pajak Bank
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi W ajib Pajak bank atau sewa
guna usaha dengan hak opsi (financial lease0, adalah sebesar jumlah pajak penghasilan
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi pajak penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
Apabila Wajib Pajak bank atau sewa dengan hak opsi adalah Wajib Pajak baru,
maka besarnya angsuran PPh setiap bulan untuk triwulan pertama adalah jumlah PPh
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penerimaan laba rugi fiskal
triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12.

Contoh :
PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s.d.juni 2009
menunjukkan penghasilan netto Rp 250.000.000,00.
Perhitunngan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2009 adalah
sebagai berikut:
Penghasilan netto triwulan Rp 250.000.000,00
Penghasilan netto disetahunkan
4 6 Rp 250.000.000,00 = Rp 1.000.000.000,00
PPh Terutang 28% 6 Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2009: Rp 280.000.000,00/12 =
Rp 23.333.333,00
Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti
perhitungan di atas.

3. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD dengan
nama dan bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak
opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas laa rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun
pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh
Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
Dalam hal Rencana Kerja Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana diatur
pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan- bulan
sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak sebelumnya.

Contoh :
Menurut RKAP tahun 2010 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit

13
(sebuah BUMD yang dimiliki pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan
mempunyai penghasilan netto sebesar Rp 1.000.000.000,00. Kredit Pajak (PPh
Pasal 22, pasal 23 dan pasal 24 yang dapat dikreditkan) Tahun 2009 berjumlah
Rp 40.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai
berikut: Penghasilan netto Rp 1.000.000.000,00
PPh terutang 28% 6 Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
Kredit pajak (PPh Pasal 22,23, dan 24) Rp 40.000.000,00 - PPh yang dibayar
sendiri Rp 240.000.000,00
PPh Pasal 25: Rp 240.000.000,00/12 = Rp 20.000.000,00

4. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak
lainnya
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif
umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala erakhir yang disetahunkan
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh
Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
i. Angsuran Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu
Angsuran Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu adalah WP yang
melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan yang melakukan kegiatan usaha
di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau
mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto
setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.

2.8 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Bertolak Ke Luar Negeri
Orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri diwajibkan membayar
PPh berupa Fiskal Luar Negeri. Pembayaran Fiskal Luar Negeri dilakukan dengan
menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri dan pelunasannya dilakukan di
Unit Pelaksanaan Fiskal Luar Negeri di pelabuhan atau tempat lain yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri ini merupakan
pembayaran angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan/merupakan pembayaran PPh Pasal
250, sehingga dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang pada akhir tahun dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan PPh untuk Tahun Pajak bersangkutan. Agar pembayaran fiskal luar
negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang bagi karyawan, maka karyawan
tersebut hendaknya mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak

14
tempat domisili karyawan yang bersangkutan dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi dengan mengkreditkanpembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut terhadap PPh yang
terutang.
Bila pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi karyawan yang bertolek ke luar negeri
ditanggung oleh pemberi kerja, maka pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut merupakan
angsuran PPh Pasal 25 bagi pemberi kerja yang dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang
dalam SPT PPh pemberi kerja dengan syarat kepergian karyawan yang bersangkutandalam
rangka tugas perusahaan dan hanya berlaku untuk karyawan dari pemberi kerja itu sendiri,
tidak termasuk anggota keluarga karyawan.

1. Besarnya Fiskal Luar Negeri yang wajib dibayar oleh orang pribadi yang akan bertolak
ke luar negeri adalah:
• Rp 2.500.000,00 bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat udara.
• Rp 500.000,00bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan kapal laut.
2. Orang pribadi yang bertolak ke luar negeri dengan maksud dan tujuan dikecualikan dari
kewajiban untuk melakukan pembayaran PPh, yaitu:
• Anggota Korps Diplomatik, pegawai Perwakilan Negara Asing, staf dari badan-
badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik,
dan staf dari Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan
Pemerintah Republik Indonesia, sepanjang mereka bukan WNI dan di samping
jabatan resmi tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia
beserta anggota keluarga dan pembantu rumah tangganya yang bukan WNI,
dengan menggunakan paspor diplomatik.
• Pejabat Negara, Anggota TNI atau Polisi Republik Indonesia atau PNS yang
bertolak ke luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas dan
dilengkapi dengan surat tugas/surat perjalanan dinas ke luar negeri untuk tiap kali
keberangkatan, tidak termasuk anggota keluarga. Tapi bila keberangkatannya ke
luar negeri dalam rangka penempatan ke luar negeri, pembebasan diberikan juga
pada istri dan anaknya yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum
berpenghasilan.
• Anggota TNI dan Polisi Republik Indonesia yang mendapat tugas sebagai pasukan
PBB atau dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara lain, dengan
menyerahkan surat tugas dari kesatuan yang bersangkutan dengan menunjukkan
daftar anggota pasukan oleh pemimpin rombongan.
• Petugas imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan keimigrasian dalam pesawat
terbang perusahaan penerbangan nasional atau kapal laut perusahaan pelayanan
nasional dengan memperlihatkan surat tugas atau identitas lainnya.
• Jemaah haji yang penyelenggarannya dilakukan oleh Departemen Agama dengan
menunjukkan daftar nama para jemaah haji.
• Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik
Indonesia dengan mempergunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas

15
batas dengan negara terkait, dan lain-lain

3. Pihak-pihak yang diberikan SKBFLN:


• Anggota TNI atau Polisi RI dan PNS yang melakukan tugas dibidang keamanan
dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas
ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan, dengan
menyerahkan surat tugas dariatasan langsung.
• Penduduk Indonesia yang bertempattinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai
Kartu TandaPenduduk yang diterbitkan oleh yang berwenang di pulau tersebut,
sepanjang mereka telah dipotong PPh oleh pemberi atau telah terdaftar sebagai WP
dan telah memenuhi keajiban pajak penghasilannya pada Kantor Pelayanan Pajak
Batam.
• Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di Pulau Batam,
Bintan dan, Karimun, sepanjang mereka telah dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26
oleh pemberi kerja dan Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang
telah dilegalisir.
• Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang
tidak bertempat tinggal atau bermaksud menetap di Indonesia dan berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, sepanjang atas
penghasilan tersebut telah dipotong PPh Pasal 26 oleh pemberi penghasilan.
• Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangha belajar
dengan rekomendasi dari pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang
bersangkutan dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dengan menyerahkan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari
Pimpinan Sekolah atau Perguruan Tinggi yang bersangkutan/pembebasan berlaku
juga bagi istri dan anak-anaknya).
• Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka penelitian di Bidang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi LembagaIlmu Pengetahuan
Indonesia. Sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dengan menyerahkan surat rekomendasi dari instansi terkait dan surat pernyataan
tidak memperoleh penghasilan dari indonesia.

4. Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran PPh Orang Pribadi yang akan Bertolek ke
Luar Negeri terhadap Pihak lainnya:
• WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman tenaga
kerja Indonesia.
• Misi kesenian, misi olahraga, dan misi keagamaan.
• Pilot Indonesia yang berkerja di maskapai penerbangan asing dan pelaut Indonesia
yang berkerja di kapal yang berbendera asing.

5. Tata Cara Pengkreditan Fiskal Luar Negeri:


• Karyawan yang tidak mendaftarkan diri atau tidak memiliki NPWP, Fiskal Luar
Negeri tidak dapat dikreditkan dengan pembayaran PPh Pasal 21 karena

16
merupakan pembayaran PPh Pasal 25.
• Karyawan yang telah mempunyai NPWP, fiskal luar negerinya tidakdapat
dikreditkan dengan pembayaran PPh Pasal 21 maupun angsuran masa PPh Pasal
25 dalam tahun berjalan.
• Pembayaran fiskal luar negeri oleh orang pribadi yang telah mendaftarkan diri
sebagai WP dan memperoleh NPWP dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang
dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang bersangkutan.
• Keputusan Menteri Keuangan Nomor 118/KMK.03/2003 tanggal 1 April 2003
mengatur tentang orang pribadi yang berangkat ke luar negeri melalui pelabuhan
atau tempat pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerja sama ekonomi
subregional ASEAN dikecualikan dari Kewajiban pembayaran PPh Orang
pribadi. Pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke luar negeri di Indonesia yang
termasuk dalam Kawasan Kerja Sama SP-IMT meliputi pelabuhan laut dan
bandar udara.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pasal 25 UU PPh mengatur besarnya beban angsuran pajak dalam tahun berjalan yang
harus dibayar sendiri WP untuk tiap bulan. PPh Pasal 25 sebagai beban rutin yang harus
dipenuhi, tetapi dengan dasar Peraturan Direktur Jenderal Pajak bahwa terhadap WP dapat
diberikan pengurangan PPh Pasal 25 yaitu WP yang mengalami perubahan keadaan usaha
atau kegiatan usaha dalam tahun 2009.
Besarnya pengurangan PPh Pasal 25 yang dapat diberikan kepada WP sampai dengan 25
5 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2009. Pengurangan PPh Pasal 25 dimaksud
dihitung dari besarnya PPh Pasal 25 bulan Desember 2008. Bagi WP yang telah
menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2008, maka pengurangan PPh Pasal 25
dihitung dari besarnya PPh Pasal 25 didasarkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun
Pajak 2008.
Ketentuan pengurangan PPh Pasal 25 dimaksud tidak berlaku bagi Wajib Pajak
bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib pajak lainnya yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: CV Andi Offset


Resmi,siti.2O13. perpajakan. 'Yogyakarta : Salemba lima
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
https://id.wikipedia.org/wiki/Paiak_nenghasilan

19

Anda mungkin juga menyukai