Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian pph pasal 25

PPh yang Dibayar dalam Tahun Berjalan, sebagaimana telah diuraikan di Bab PPh Orang Pribadi, PPh
dibayar sendiri untuk Wajib Pajak Badan juga diatur di dalam Pasal 25 UU PPh Hanya saja, jenisnya
sedikit berbeda sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:

Jenis PPh dibayar Sendiri Deskripsi

PPh pasal 21 ayat (1) Jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh wajib pajak selama
Tahun pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak
yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan PPh yang
terutang berdasarkan perhitungan sementara dalam hal wajib
pajak mengajukan permohonan perpanjangan waktu jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan

STP PPh Pasal 25 (Hanya pokok Jumlah PPh yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP)
pajak) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat Tagihan
Pajak (STP) PPh Pasal 25 Pasal 7 dari pengusaha tertentu yang
menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak
dikenakan PPh yang bersifat final, tidak termasuk sanksi
administrasi berupa bunga dan atau benda

PPh 25 merupakan angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang harus dilakukan sendiri oleh
Wajib Pajak, baik Orang Pribadi maupun Badan Usaha. Angsuran pajak ini dilakukan untuk mengurangi
beban Wajib Pajak sehingga pembayaran pajak tetap dapat dilakukan tepat waktu. Meskipun tujuannya
untuk meringankan beban, terdapat batas waktu pembayaran angsuran dan sanksi keterlambatannya.

Metode pembayaran PPh dengan PPh 25 ini banyak diambil oleh wajib pajak, agar neraca keuangan
yang dimiliki bisa diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu timpang. Tentu, pada akhirnya
perhitungan pajak yang dibayarkan akan sama besarnya. Namun ketika pembayaran tanggungan pajak
dilakukan secara diangsur, maka beban yang dipikul oleh wajib pajak akan terasa lebih ringan.

Pembayaran angsuran sesuai perhitungan tarif PPh 25 badan maupun pribadi harus menyertakan Surat
Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.

B. Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25

Pembayaran pajak dan pelaporan SPT Masa memiliki batas waktu paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Misalnya saja untuk bulan Mei 2023, maka angsuran PPh
Pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 Juni 2023.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010, untuk batas waktu pembayaran yang jatuh
pada hari libur maka pembayaran dapat dilakukan pada hari berikutnya. Pembayaran juga bisa dilakukan
lebih awal dengan menggunakan layanan online milik Dirjen Pajak atau penyedia jasa aplikasi swasta
yang telah menjadi mitra resmi DJP. Dengan begini, wajib pajak bisa membayarkan angsuran PPh 25
tanpa terhambat hari libur atau kantor pajak yang sedang tidak aktif. Penggunaan sistem pajak online
yang semakin praktis juga mendorong wajib pajak semakin taat pada jadwal penyetoran pajak. Karena
sistem yang terhubung selama 24 jam, Anda bisa membayar kapan saja dan di mana saja, dan setiap
setoran akan dapat masuk ke laporan DJP saat itu juga. Artinya, sistem ini menggunakan model real time
sebagai dasar operasionalnya.

C. Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor PPh Pasal 25

Terdapat sanksi apabila Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 yaitu akan dikenai
tarif sanksi pajak per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Sebaiknya sanksi ini dihindari. Pada prinsipnya, penggunaan metode PPh 25 adalah untuk meringankan
beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Jika malah terjadi keterlambatan, baik pembayaran atau
pelaporan SPT Masa, beban yang diterima justru akan semakin besar dan penggunaan angsuran
pembayaran pajak berupa PPh Pasal 25 yang dipilih akan jadi tidak bermakna.

Batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari Masa Pajak
yang akan dibayarkan. Sedangkan batas waktu pelaporan PPh 25 paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir.

Apabila ada keterlambatan dalam penyetoran angsuran pajak terutang sesuai tarif PPh 25 dan
pelaporan PPh Pasal 25, terdapat sanksi yang berlaku yaitu tarif sanksi pajak yang dihitung berdasarkan
tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Kementerian Keuangan setiap bulannya.

D. Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25

Sistem pembayaran sendiri sepanjang tahun atas pajak penghasilan tahun berjalan disebut juga dengan
current payment system, dibuat untuk mempercepatan penerimaan pajak, tujuannya untuk menjaga
cash flow kas negara.

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalannya harus dibayar sendiri oleh wajib pajak badan
untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan

a. pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut pph pasal 22 dan pasal 23 dan

b. pajak penghasilan yang dibuat atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

contoh:

Pada tanggal 30 April 2022 PT PQR melaporkan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp1.600.000.000 PPh
terutang tahun 2021 sebesar Rp400.000.000. PT PQR mempunyai kredit pajak di tahun 2021 berupa PPh
pasal 22 sebesar Rp60.000.000. PPh pasal 23 sebesar Rp15.000.000 dan PPh pasal 24 sebesar
Rp35.000.000. Penghitungan Angsuran PPh pasal 25 tahun 2022 tiap bulan adalah sebagai berikut:

Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsurann

Penghasilan Kena Pajak. 1.600,000,000

PPh Terutang sesuai UU Nomor 7 tahun. 2021 352.000.000

Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22)

Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23)

(15.000.000)

Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24)

PPh yang harus dibayar sendiri Angsuran PPh pasal 25 tahun 2022-242.000.000/12. (35.000.000)

242.000.000

Jadi besarnya angsuran PPh pasal 25 tahun 2022 yang harus dibayar oleh PT PQR tiap bulannya sebesar
Rp. 20.166.667, angsuran tersebut berlaku mulai masa pajak April 2022.

1) Penghitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Tertentu dan dalam Hal-Hal Tertentu

Sesuai dengan KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak
Berjalan dalam Hal-hal Tertentu, diatur tata cara pehitungan PPh pasal 25 dalam hal hal sebagai berikut:

• Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian:

• Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

• Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat
batas waktu yang ditentukan

• Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan

• Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan

• Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak

2) Perhitungan PPh Pasal 25 Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian Kompensasi kerugian adalah
kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Contoh:

Peredaran Bruto

Penghasilan Neto 2018

Sisa kerugian tahun sebelumnya Sisa kerugian yang belum dikompensasikan di tahun 2018

Rp 1.200.000.000 Rp 1.400.000.000

Rp 200.000.000

Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2021 adalah:

Penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan PPh Pasal 25 adalah:

Rp1.200.000.000,00-Rp 200.000.000,00 Rp1.000.000.000,00 PPh terutang tahun 2020 sebesar

PPh Terutang Sesuai Pasal 31E UU PPh

Fasilitas

4.800.000.0001 x 1.000.000.000)

Rp200.000.000

22% x 50% x 200.000.000

Tidak mendapat fasilitas

Rp 22.000.000

Rp800.000.000

22% x 800.000.000

PPh Terutang

Rp176.000.000 Rp198.000.000

Angsuran PPh Pasal 25 Bulanan Tahun 2021

Rp 16.500.000

198.000.000/12

Rp 24.000.000.000
3) Perhitungan PPh Pasal 25 Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur Penghasilan teratur
adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali
dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan
atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak
termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata
uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan
penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan Dasar penghitungan Pajak Penghasilan dikurangi
dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak Dasar penghitungan Pajak
Penghasilan untuk Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur adalah jumlah penghasilan
neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang tahun pajak yang lalu setelah
dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam

Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut

Contoh:

Peredaran Bruto

Penghasilan Neto 2020

Penghasilan tidak teratur Laba Selisih kurs

Keuntungan Penjualan Kendaraan

Total Penghasilan tidak teratur

Penghasilan Netto 2020 dari penghasilan teratur Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2021 adalah:

4) Penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan PPh Pasal 25 adalah tahun Pajak yang Lalu Disampaikan
Setelah Lewat Batas Waktu yang Ditentukan

Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib
Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-
bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan dan berlaku surut
mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan SPT yang terlambat lebih besar dari Pajak
Penghasilan Pasal 25 SPT tahun lalu, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang disetor,
maka terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2a) UU KUP untuk jangka waktu yang dihitung sejak
jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal
penyetoran

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan SPT yang terlambat lebih kecil dari Pajak
Penghasilan Pasal 25 SPT tahun lalu, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat diajukan
permohonan pemindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampalan
Surat Pemberitahuan Tahunan.

5) Perhitungan PPh Pasal 25 atas Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan
sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan sementara yang
disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan pemberitahuan perpanjangan.

Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang diperpanjang
tersebut, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan.

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan lebih besar dari Pajak
Penghasilan Pasal 25 SPT Tahunan Perpanjangan, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25
yang disetor, maka terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2a) UU KUP untuk jangka waktu yang
dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai
dengan tanggal penyetoran

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan yang terlambat lebih kecil dari
Pajak Penghasilan Pasal 25 SPT Perpanjangan, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat
diajukan permohonan pemindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan

6) Perhitungan PPh Pasal 25 disebabkan Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan
sebelum pembetulan.
Dalam hal Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan setelah
dilakukan pembetulan lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas
kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang disetor, maka terutang bunga sesuai ketentuan
Pasal 8 ayat (2a) UU KUP, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak
Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan lebih
kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran Pajak
Penghasilan Pasal 25 dapat diajukan permohonan pemindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25
bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan.

7 ) Perhitungan PPh Pasal 25 disebabkan terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak

Perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat berupa penurunan atau peningkatan usaha.
Masing-masing keadaan tersebut memiliki implikasi yang berbeda, yaitu:

a) Terjadi penurunan keadaan usaha atau kegiatan Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya
suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk
tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang
yang menjadi dasa penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, harus disertai dengan
penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang
akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa
dari tahun pajak yang bersangkutan.

Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan Wajib Pajak, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap
diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan
penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

b) Terjadi peningkatan keadaan usaha atau kegiatan Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak
mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun
pajak tersebut lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang
menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan
perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

8) Perhitungan PPh Pasal 25 Apabila Ada Surat Ketetapan Pajak Untuk Tahun Pajak yang Lalu

Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu. maka
besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku
mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak

9) PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru

Sesuai PMK 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebagai berikut:

• Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru dalam rangka penggabungan, peleburan,
dan/atau pengambilalihan usaha pada sisa Tahun Pajak berjalan ditetapkan sebesar penjumlahan
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan,
peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha,

• Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak dalam rangka pemekaran usaha, jumlah
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk seluruh Wajib Pajak hasil pemekaran usaha ditetapkan
sebesar Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum pemekaran usaha, untuk masing-masing Wajib
Pajak hasil pemekaran usaha dihitung berdasarkan persentase nilai harta yang dialihkan.

• Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru yang merupakan hasil perubahan bentuk
badan usaha pada Tahun Pajak berjalan ditetapkan sebesar Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan
terakhir sebelum terjadinya perubahan bentuk badan usaha.

• Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru selain Wajib Pajak Wajib Pajak bank,
Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak badan usaha milik Negara, Wajib Pajak badan usaha milik daerah.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, Wajib Pajak Baru dalam rangka penggabungan,
peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha, Wajib Pajak dalam rangka pemekaran usaha, Wajib Pajak
Baru yang merupakan hasil perubahan bentuk badan usaha pada Tahun Pajak berjalan ditetapkan nihil.

10) PPh Pasal 25 Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah

Sesual PMK 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25 untuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah adalah sebagai berikut:

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun selain:

• Wajib Pajak bank;

• Wajib Pajak masuk bursa, dan/atau

• Wajib Pajak Lainnya,


dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan
Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan Tahun Pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat
Umum Pemegang Saham dikurangi dengan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri Tahun Pajak
yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan barus disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dan harus disampaikan tidak lewat dari batas
waktu pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak pertama Tahun Pajak berjalan. Dalam hal Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan belum disahkan, maka besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan
terakhir Tahun Pajak sebelumnya.

11) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Bank

Sesuai PMK 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25 untuk wajib pajak bank adalah sebagai berikut:

Dasar untuk penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank adalah laporan
keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan
dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan.

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi wajib pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal
17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto setelah dikurangi.

• penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak;

• penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan; dan

• kompensasi kerugian.

Berdasarkan laporan keuangan dikurangi dengan

• Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-
Undang PPh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan.

• Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh yang seharusnya
dibayar sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang dilaporkan.

12) PPh Pasal 25 Wajib Pajak masuk bursa selain Wajib Pajak bank

Sesuai PMK 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25 untuk wajib pajak masuk bursa selain wajib pajak hak
penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebagai berikut:

Dasar untuk perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah laporan keuangan yang
disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari
laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan periode yang
dilaporkan.

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank dihitung berdasarkan penerapali tarif Pasal
17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto setelah dikurangi:

• penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak;

• penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat
final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan; dan

• kompensasi kerugian.

Berdasarkan laporan keuangan dikurangi dengan:

• Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-
Undang PPh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan. Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh yang seharusnya dibayar sejak awal Tahun
Pajak sampai dengan Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang dilaporkan.

13) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak lainnya yang diharuskan membuat laporan keuangan berkala Wajib
Pajak Lainnya adalah Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pension,
lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sesuai PMK 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25
untuk wajib pajak yang diharuskan membuat laporan keuangan berkala yang selanjutnya disebut Wajib
Pajak Lainnya adalah Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya adalah sebagai berikut:

Dasar untuk penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah laporan keuangan yang
disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari
laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan periode yang
dilaporkan.

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal
17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto setelah dikurangi:

• penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,

• penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan.

• kompensasi kerugian

berdasarkan laporan keuangan dikurangi dengan:

• Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-
Undang PPh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang dilaporkan.
• Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh yang seharusnya
dibayar sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang dilaporkan.

14) PPh Pasal 25 Wajib Pajak BUT Pengeboran Migas

Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan Usaha pengeboran minyak dan gas
bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima belas persen) dari
penghasilan bruto.

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 setiap bulan bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah
jumlah yang dihasilkan dari penerapan tarif menurut Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
atas Penghasilan Netto dari usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi yang dihitung dengan
menggunakan Norma Penghitungan Khusus ditambah penghasilan netto dari kegiatan usaha lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Anda mungkin juga menyukai