Dasar hukum PPh ialah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan. UU ini berubah selama empat kali atas UU No.7 Tahun 1983, yaitu
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 sebagai perubahan pertama; Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994 sebagai perubahan kedua; Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 sebagai perubahan ketiga; dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai
perubahan keempat.
PPh Ps. 25
PPh 25 berisikan aturan mengenai bagaimana wajib pajak mengangsur kewajiban pajak
di muka, sehingga wajib pajak tidak memiliki beban utang pajak yang besar dan harus
dibayar saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan. Kewajiban angsuran pajak ini muncul ketika wajib pajak memiliki utang
pajak penghasilan yang kurang dibayarkan di Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
Dalam membayar pajak, tidak seluruh wajib pajak dapat membayar pajak secara
keseluruhan dan langsung. Agar tidak memberatkan, maka angsuran dan cicilan dapat
dilakukan dengan mengikuti mekanisme Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25.
Adapun, perbedaan PPh Pasal 25 dengan jenis pajak penghasilan lainnya. PPh pasal 25
memiliki kategori dan cara penghitungannya sendiri. PPh dapat diangsur setiap
bulannya dalam waktu satu tahun dengan tujuan meringankan beban wajib pajak,
mengingat pajak terutang harus dilunasi.
Rumusnya ialah besar PPh Terutang (PPh 29) dibagi dengan 12 bulan, sehingga
menghasilkan Angsuran Pembayaran Pajak.
Kemudian, berapakah besar PPh terutang yang perlu diangsur setiap bulan? Untuk
mengetahui hal tersebut, dapat digunakan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak
(PKP) dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku dibagi 12 bulan.
Selanjutnya, akan ditemukan cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan tiap bulannya
atau sering disebut dengan pembayaran angsuran PPh 25.
Tarif jenis PPh Pasal 25 wajib pajak pribadi, pengusaha, atau badan tertentu ialah
0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-masing tempat usaha. Pajak
ini sifatnya final dan dapat dikreditkan pada akhir tahun pajak.
Kode billing dapat diperoleh dengan aplikasi billing DJP di DJP online atau kode billing
yang diterbitkan oleh perusahaan application service provider (ASP) dan perusahaan
telekomunikasi.
Wajib pajak dapat mengakses DJP Online dan lakukan pengisian data berupa Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), password, dan kode keamanan. Wajib pajak dapat memilih
menu utama, pilih menu ‘Bayar’ dan klik ‘e-billing’. Kemudian, wajib pajak mengisi
surat setoran elektronik dengan data-data yang dibutuhkan. Selanjutnya, isi masa
pajak sesuai masa pajak yang ingin dibuat kode billing. Klik ‘Buat Kode Billing’, isi kode
keamanan, dan klik ‘Submit’. Selanjutnya, akan ditampilkan surat setoran elektronik.
Wajib pajak dapat memeriksa kembali dan melakukan pencetakan.
Kemudian, kode billing akan otomatis terunduh. Wajib pajak dapat melihat nomor
kode billing atau ID billing yang digunakan untuk pembayaran. Selanjutnya, wajib pajak
dapat membayar pajak menggunakan kode billing melalui ATM, bank, Internet Banking,
atau kantor pos. Perlu diingat kembali, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 paling
lambat ialah tanggal 15 di bulan berikutnya.
Batas Waktu Bayar PPh Pasal 25
Sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian
berubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan No.242/PMK.03/201t tentang Tata Cara
Pembayaran dan Penyetoran Pajak, dijelaskan jatuh tempo pembayaran paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Apabila batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (Sabtu, Minggu, hari libur
nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran dapat dilakukan pada hari
berikutnya. Sebagai contoh untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 wajib dibayar
paling lambat 15 Maret 2014.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008,
pembayaran wajib dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau
dokumen sejenisnya. Dalam melakukan setoran pajak, Anda diharuskan untuk terlebih
dahulu membuat ID Billing.
PPh Ps. 29
PPh Final
PPh Ps. 15
PPh Ps. 19
PPh Ps. 21
PPh Ps. 23
PPh Ps. 26
PPN