Anda di halaman 1dari 15

2

MODUL PERKULIAHAN PERTEMUAN


KE-5

Perencanaan
Pajak
Perencanaan Kredit Pajak Dalam
SPT Tahunan

Abstrak Sub-CPMK 5

Modul ini membahas Mampu memahami Perencanaan


mengenai Ketepatan Kredit Pajak.
Memahami Perencanaan
Kredit Pajak Dalam SPT
Tahunan.

PENDAHULUAN
Dalam peraturan Perpajakan Indonesia, setiap Wajib Pajak dalam tahun
pajak berjalan harus melunasi pajak yang diperkiraakan akan terutang dalam
suatu tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan
oleh pihak lain (sipembayar), atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh
wajib pajak sendiri dengan menerbitkan bukti pemotongan pajak. Pelunasan pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam mekanisme kredit pajak merupakan angsuran
pembayaran pajak yang nantinya (diakhir tahun) boleh diperhitungkan dengan
cara mengkreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak
yang bersangkutan di tahun mana dipotong, kecuali untuk Penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat Final.
Peraturan mengenai Kredit Pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU
KUP) (diubah terakhir dengan UU Cipta Kerja)
Kredit Pajak adalah Jumlah pembayaran pajak yang sudah dibayar di tahun
berjalan oleh wajib pajak sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong
atau dipungut oleh pihak lain dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terhutang
termasuk apabila ada jumlah pajak atas penghasilan yang terhutang di luar negeri.
Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh), jenis-jenis kredit pajak adalah sebagi
berikut :
- Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sebagaimana dalam Psl
21;
- Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam
Psl 22;
- Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan
imbalan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
- Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24;
- pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


2 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak, setelah dihitung lebih besar
dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh,
maka kekurangannya disebut Kurang Bayar Pajak yang terutang harus dilunasi
selambat-lambatnya pada akhir bulan kempat (tgl 30 April) sesudah tahun pajak
yang bersangkutan berakhir, atau sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
disampaikan. Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun pajak
ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajak yang dibayar/dipotong oleh pihak
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka akan terjadi kelebihan
pembayaran Pajak (Lebih bayar/LB), sehingga kelebihan pembayaran pajak dapat
dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Untuk penghasilan
yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai
kredit pajak.

Pembahasan Materi
2.1 PENGERTIAN KREDIT PAJAK
Kredit Pajak adalah Jumlah pembayaran pajak yang sudah dibayar di tahun
berjalan oleh wajib pajak sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong
atau dipungut oleh pihak lain dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terhutang
termasuk apabila ada jumlah pajak atas penghasilan yang terhutang di luar negeri.
Pembayaran pajak dalam satu Tahun Pajak berjalan dapat dikreditkan yaitu dengan
melunasi angsuran pembayaran. Angsuran tersebut diperhitungkan dengan mengkreditkan
Pajak Penghasilan yang terutang dalam Tahun Pajak terkait. Ketentuan ini tidak berlaku
untuk penghasilan yang dikenai pajak bersifat Final.
Sesuai dengan aturan yang termuat dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan sebagaimana diubah dengan peraturan terbaru yaitu
UU Nomor 28 Tahun 2007 atau dikenal dengan UU KUP. Dalam kebijakan tersebut,
Wajib Pajak bisa mengkreditkan pajak yang telah dipungut dan dipotong untuk
mengurangi jumlah pajak terutang pada akhir tahun. Dari penjelasan yang telah
dipaparkan, kredit pajak diartikan sebagai jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar
oleh Wajib Pajak sendiri. Pembayaran tersebut telah ditambah dengan pajak yang dipungut

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


3 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
oleh pihak lain, serta dikurangkan dengan semua pajak yang terutang. Termasuk jika
terdapat pajak atas penghasilan yang masih terutang di luar negeri.
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada
jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kekurangan
pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga sesudah
tahun pajak yang bersangkutan berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
disampaikan. Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih
kecil dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya. Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat
final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak.

Contoh Perhitungan Kredit Pajak :


Pajak Penghasilan Terutang Rp. 110.000.000
Kredit Pajak :
- Pemotongan PPh Pasal 21 Rp. 6.000.000
- Pemotongan PPh Pasal 22 Rp. 4.000.000
- Pemotongan Pajak Dari Modal (PPh Pasal 23) Rp. 16.000.000
- Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24) Rp. 14.000.000
- Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Rp. 10.000.000
Jumlah Pajak Penghasilan Yang Dapat Dikreditkan (Rp. 50.000.000)
Sisa Pajak Penghasilan Yang Harus Dibayarkan Rp. 60.000.000

Manfaat Kredit Pajak


Mengurangi pajak terutang yang dimiliki wajib pajak. Hal ini juga dapat membantu wajib
pajak mengetahui apakah yang terjadi, lebih bayar atau kurang bayar atas kewajiban pajak
yang dimilikinya.

2.2 JENIS KREDIT PAJAK PADA SPT TAHUNAN


Sesuai dengan ketentuan UU PPh, beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan atau
dikurangkan adalah sebagai berikut:

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


4 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Setiap Wajib pajak Orang Pribadi (WP OP) dapat mengurangi jumlah pajak yang
terutangnya dengan mengkreditkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh
pemotong PPh Pasal 21 dalam tahun Pajak yang bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak
sendiri maupun terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi
kerja, dan anak/anak angkat yang belum dewasa. Jumlah yang dapat dikreditkan adalah
sejumlah nilai yang tercantum dalam Formulir 1721-A1 Angka 21 dan/atau dari Formulir
1721-A2 Angka 18 dan/atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, dan tidak termasuk Pajak
Penghasilan pasal 21 Final (PPh Final).

Pemotongan PPh Pasal 21 adalah Pemotongan PPh atas Penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan/pegawai, jasa pekerja bebas/profesional, atau kegiatan dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib
dilakukan oleh:

1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai
atau bukan pegawai;
2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran
lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas; dan
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.

2. Pajak Penghasilan Pasal 22


Pada PPh Pasal 22 ayat (1) huruf b, dijelaskan bahwa badan-badan tertentu dapat
memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor ataupun
kegiatan usaha lain. Adapun badan-badan tertentu yang dimaksud adalah badan baik
pemerintahan maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif
dan semen.

3. Pajak Pengasilan Pasal 23


Pada PPh Pasal 23 ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa dividen, bunga, royalti, sewa,
hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat
(1) huruf e, akan dikenakan tarif pajak sebesar 15% dari jumlah bruto.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


5 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Beberapa jenis penghasilan lain yang dikenakan tarif sebesar 2%, yakni sebagai berikut:
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.

Biasanya PPh pasal 23 dipotong oleh pihak customer (clien) atau si pembayar, dengan tarif
sesuai peraturan PPh pasal 23, dengan membua Bukti Potong Pajak PPh pasal 23. Dan
Bukti Potong PPh pasal 23 ini diserahkan ke pihak yang membuat tagihan.

4. Pajak Penghasilan Pasal 24


Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang berdasarkan dalam tahun pajak yang sama. Wajib Pajak dalam negeri
terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang mungkin terjadi, di
dalam UU PPh diatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Namun demikian, pajak terutang di luar
negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima Wajib Pajak.

5. Pajak Penghasilan Pasal 25


Berdasarkan PPh Pasal 25, besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak sebelumnya, dikurangi dengan:
- PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, serta PPh yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
- PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


6 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
6. Pajak Penghasilan Pasal 26
Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (5) secara umum mengatur mengenai pemotongan pajak
yang boleh dikreditkan atas Subjek Pajak Luar Negeri Badan yang menjadi Subjek Pajak
Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak bersifat final. Pada prinsipnya
pemotongan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat final, tetapi atas
penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan luar negeri yang berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya tidak bersifat final
sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.

Batas Maksimal Kredit Pajak


Batas maksimal kredit pajak yang diambil dari yang terendah diantara tiga perhitungan
berikut ini :
1. Jumlah pajaak yang terutang atau dibayar diluar negeri.
2. (Penghasilan luar negeri/seluruh penghasilan kena pajak) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tarif pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)

Contoh Perhitungan :
PT. CDE memperoleh penghasilan netto dalam tahun pajak 2018 sebagai penghasilan
berikut :
- Penghasilan luar negeri sebesar Rp. 600.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%
- Penghasilan dalam negeri sebesar Rp. 400.000.000
Jawab :
Jumlah Penghasilan Netto sebesar
= Rp. 600.000.000 + Rp. 400.000.000
= Rp. 1.000.000.000
Maka batas maksimal kredit pajak diambil dari salah satu nilai terendah dari tiga
perhitungan berikut :
1. PPh terutang atau dibayarkan diluar negeri :
= 35% x Rp. 600.000.000
= Rp. 210.000.000

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


7 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2. = (Rp. 600.000.000/Rp. 1.000.000.000) x Rp. 250.000.000
= Rp. 150.000.000
3. PPh terutang menurut tarif pasal 17 :
= 1.000.000.000 x 25%
= Rp. 250.000.000

Demikian kredit pajak yang di perkenankan adalah perhitungan no. 2 yaitu sebesar Rp.
150.000.000

Batas Maksimal Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)
Apabilaa penghasilan luar negeri berasalah dari beberapa negara, maka perhitungan batas
maksimal kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.

Contoh Perhitungan :
PT. BA memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2016 sebagai berikut :
1. Di negara bagian timur, memperoleh penghasilan (laba) sebesar Rp. 400.000.000
dengan tarif pajak sebebsar 35%
2. Di negara bagian selatan, memperoleh penghasilan (laba) sebesar Rp. 300.000.000
dengan tarif pajak sebesar 20%
3. Penghasilan dalam negeri sebesar Rp. 500.000.000

Jawab :
Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajak :
= (Rp. 400.000.000 + Rp. 300.000.000 ) + Rp. 500.000.000
= Rp. 1.200.000.000

Pajak terutang (menurut pasal 17) :


= Rp. 1.200.000.000 x 25%
= Rp. 300.000.000

Batas maksimal kredit pajak untuk masing-masing negara :


Negara bagian timur :
= (Rp. 400.000.000/Rp. 1.200.000.000) x Rp. 300.000.000

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


8 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
= Rp. 100.000.000
Negara bagian selatan :
= (Rp. 300.000.000/Rp. 1.200.000.000) x Rp. 300.000.000
= Rp. 75.000.000

Jumlah kredit pajak diluar negeri sebesar


= Rp. 100.000.000 + Rp. 75.000.000
= Rp. 175.000.000

2.3 EKUALISASI PENDAPATAN DAN PEMBELIAN DENGAN

KREDIT PAJAK
Ekualisasi Pajak, Sebuah Teknik dalam Dunia Perpajakan
Secara terminologi, ekualisasi berasal dari kata equal yang bisa diartikan sebagai proses
untuk menamakan. Secara sederhana, ekualisasi merupakan suatu proses untuk mengecek
kesesuaian antara satu jenis pajak dengan jenis pajak lainnya yang memiliki hubungan.
Atau, bagian laporan dari satu jenis pajak yang merupakan bagian dari laporan jenis pajak
yang lain.
Pada umumnya, ekualisasi pajak terbagi menjadi 3, antara lain:
1. Ekualisasi penghasilan dan PPN.
2. Ekualisasi biaya dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN masukan.
3. Ekualisasi biaya dan objek PPh potong pungut.

Ekualisasi Penghasilan dan Objek PPN


Tujuan ekualisasi PPN adalah untuk menghindari kesalahan dalam pelaporan keuangan
pajak. Ketika terjadi pemeriksaan pajak, dan fiskus menemukan adanya selisih yang terjadi
dalam pelaporan SPT tahunan badan, Anda dapat mengantisipasinya dengan bukti-bukti
yang dibutuhkan sehingga Anda pun terhindar dari denda karena dianggap tidak membuat
laporan.

Penyebab Terjadinya Selisih dalam Ekualisasi Penghasilan dan Objek PPN


Kemungkinan akan terjadi selisih yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


9 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
1. Adanya perbedaan waktu penerbitan faktur pajak dan pengakuan nota retur/nota
pembatalan.
2. Ditemukannya penghasilan PPh badan yang ternyata bukanlah objek PPN.
3. DPP PPN tidak termasuk dalam PPh badan, misalnya:
a. Penyerahan antara cabang dan pusat-cabang.
b. Terjadinya kegiatan ekspor (perawatan di luar negeri dan pengembalian
peralatan sewa).
c. Pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma.
d. Pengalihan atau penjualan aktiva (Pasal 16D UU PPN).
4. Selisih kurs pencatatan pada pembukuan & penerbitan faktur pajak.
5. Pembayaran uang muka.

Orang yang melakukan ekualisasi pajak adalah tax auditor atau pemeriksa pajak. Seperti
yang sudah dikatakan di awal, biasanya seseorang yang berprofesi sebagai pemeriksa pajak
menggunakan ekualisasi pajak ini sebagai metode pemeriksaan pajak, guna menguji
kepatuhan wajib pajak yang bersangkutan. Proses ekualisasi pajak dilakukan untuk
menyamakan pendapatan dari objek pajak yang dicatat dalam laporan keuangan dengan
biaya atau pendapatan dari objek pajak yang dilaporkan dalam SPT tahunan yang akan
diserahkan ke KPP.

Cara Melakukan Ekualisai Pajak


Pada saat menghitung pajak penghasilan badan yang akan dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak dapat menyandingkan angka peredaran usaha dengan
DPP Pajak Keluaran kemudian dikalkulasi apakah ada selisih atau perbedaan. Jika terdapat
perbedaan maka harus ditemukan sebabnya dan harus dapat dijelaskan sesuai prinsip
akuntansi yang berlaku.
Perbedaan antara peredaran usaha di SPT Tahunan PPh Badan dengan di SPT Masa PPN
dapat disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
- Terdapat Penghasilan Badan yang bukan merupakan objek PPN
- Terdapat DPP PPN yang bukan merupakan penghasilan PPh Badan seperti
penyerahan antara kantor pusat dengan cabang, pemakaian sendiri atau pemberian
cuma-cuma, pengalihan atau penjualan aktiva (Pasal 16D UU PPN) dan Ekspor

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


10 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
akibat kegiatan perawatan di luar negeri atau pengembalian barang atau peralatan
yang disewa
- Perbedaan waktu penerbitan Faktur Pajak dengan pengakuan nota retur atau nota
pembatalan
- Perbedaan kurs atau selisih kurs antara pencataan di General Ledger atau
pembukuan dengan di Faktur Pajak
- Pembayaran Uang Muka

Tujuan Ekualisasi Pajak


Ekualisasi pajak ditujukan agar wajib pajak mempersiapkan diri apabila terdapat
imbauan atau pemeriksaan oleh kantor pajak. Selain itu, wajib pajak juga terhindar dari
koreksi pajak ketika berlangsung pemeriksaan pajak.
Sedangkan, dari sisi wajib pajak sendiri, ekualisasi pajak dapat dikatakan sebagai bentuk
preventif untuk menghadapi pemeriksaan pajak. Selain itu, ekualisasi pajak juga bisa
menjadi petunjuk bagi wajib pajak bahwa kewajiban penyampaian SPT tahunannya sudah
dilakukan dengan benar.

Dasar Hukum Ekualisasi Pajak


Dulu, ekualisasi pajak diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk
Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Akan tetapi, peraturan tersebut
sudah tidak diberlakukan lagi berdasarkan PER-07/PJ/2014 tentang Pencabutan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012.

2.4 MENGKREDITKAN ATAU MEMBIAYAKAN : PERENCANAAN


PAJAK
Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya yang dapat dilakukan oleh perusahan
(wajib pajak) untuk meminimalkan beban pajak yang ditentukan secara legal dan tidak
melanggar hukum, karena dilakukan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Oleh karena itu, dalam menyusun perencanaan pajak, perusahaan (wajib pajak) tidak boleh
melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku. Alasan mengapa perusahaan (wajib pajak)
melaksanakan perencanaan pajak adalah karena bagi perusahaan, pajak merupakan biaya

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


11 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
atau pengeluaran yang akan mengurangi laba bersih, sehingga pada akhirnya mengurangi
pendapatan yang akan diterima pemilik perusahaan. Dengan cara ini perusahaan (wajib
pajak) akan berusaha mengurangi atau menghindari pajak yang harus dibayarkan. Namun,
agar tidak mempengaruhi undang-undang perpajakan, tindakan yang harus dilakukan
perusahaan (wajib pajak) untuk menghindari atau mengurangi pajak tidak boleh melanggar
peraturan perpajakan yang berlaku.

Tax planning dengan tujuan untuk optimalisasi PPN Masukan ini sebenarnya bisa
dilakukan pada saat pengusaha baru memulai kegiatan. Syaratnya, pada saat akan membeli
Barang Kena Pajak (BKP) atau memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) pengusaha tersebut
sudah dikukuhkan sebagai PKP. Mengacu pada ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf a dan
huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
dengan (stdd) UU Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPn BM), disebutkan bahwa
pengusaha tidak dapat mengkreditkan PPN Masukan atas perolehan BKP/JKP dan
pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum
dikukuhkan sebagai PKP.
Dengan kata lain, bila saat memulai usaha pengusaha ternyata belum mengukuhkan diri
sebagai PKP, kesempatan untuk meminta kembali PPN Masukan yang dipungut PKP
penjual, plus impor BKP atau pemanfaatan barang tidak berwujud dan JKP dari luar negeri
menjadi hilang.
Umumnya pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP tersebut akan
membebankan perolehan BKP/JKP ini beserta PPN Masukan sebagai biaya. PPN Masukan
inilah yang nantinya menjadi pengurang penghasilan bruto pada saat penghitungan PPh
badan/orang pribadi.

Prinsip Dasar Pengkreditan


Dalam tulisan terdahulu yang berjudul Pengkreditan Pajak Masukan telah dijelaskan suatu
mekanisme pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran, dimana prinsip dasar
pengkreditan pajak masukan diantaranya adalah :
 Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk
Masa Pajak yang sama. (Pasal 9 ayat 2 UU PPN).

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


12 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan. (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).
 Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau
impor barang modal dapat dikreditkan.  (Pasal 9 ayat 2a UU PPN). Barang
modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran
yang dikapitalisasikan ke barang modal tersebut. (PP 1/2012).
 Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Pasal 9
ayat 2a UU PPN).

Membiayakan PPN Masukan


Adanya pembiayaan PPN Masukan bagi pengusaha yang baru memulai kegiatan usaha
sebenarnya bukan tanpa tujuan. Dengan membebankan PPN Masukan yang diperoleh saat
pra operasi, PKP pembeli terhindari dari kemungkinan SPT Masa PPN yang menunjukkan
Lebih Bayar. Pemeriksaan pajak akan timbul jika PKP pembeli melakukan restitusi.
Oleh karena itu, dalam praktik, marak sekali PKP pembeli—baik yang baru memulai
kegiatan operasi maupun yang sudah berjalan bertahun-tahun—memilih untuk
membebankan PPN Masukan tersebut sebagai komponen biaya saat menghitung PPh
badan/orang pribadi terutang.

Dua Varian Pembiayaan


Ketentuan terkait pembiayaan PPN Masukan di PPh badan/orang pribadi dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 membagi PPN Masukan yang tidak dapat
dikreditkan menjadi dua varian.
1. PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena secara substantif merupakan
perolehan BKP yang secara nyata tidak dapat dikreditkan karena terdapat peristiwa
yang mendekati ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN itu.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


13 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Meski demikian, PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan menjadi tidak dapat
dibiayakan di PPh badan/orang pribadi bila dibayar untuk: 1) perolehan BKP yang
Faktur Pajak-nya cacat seperti dinyatakan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN;
dan 2) pemanfaatan BKP tidak berwujud atau jasa dari luar negeri yang Faktur
Pajak-nya cacat seperti diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf g UU PPN, sepanjang
tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar.
Serta PPN Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan
dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak seperti diatur dalam Pasal 9
ayat (1) UU PPh.
2. Pembebanan PPN Masukan sebagai biaya itu bisa dilakukan untuk pembayaran
PPN terkait perolehan harta berwujud dan atau harta tidak berwujud serta biaya
lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun terlebih dulu harus
dikapitalisasi dengan pengeluaran/biaya tersebut dan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi.
Dalam praktik, adanya pilihan untuk mengkreditkan PPN Masukan dengan PPN
Keluaran terkait kewajiban PPN dan pembebanan sebagai biaya di PPh
badan/orang pribadi kadangkala digeneralisir bisa dilakukan untuk semua PPN
Masukan yang tidak dikreditkan. Padahal bila ditafsirkan secara gramatikal,
penggunaan istilah ”Tidak Dapat Dikreditkan” dengan ”Tidak Dikreditkan”
merupakan dua hal yang berbeda.
Lalu apakah semua PPN Masukan yang tidak dikreditkan itu bisa dibebankan
sebagai biaya di PPh badan/orang pribadi? Hal ini tentunya perlu disikapi secara
hati-hati. PP Nomor 138 Tahun 2000 memang memberi batasan PPN Masukan
yang bisa dibiayakan menjadi dua saja. Tapi sepanjang PPN Masukan itu tidak
dikreditkan di SPT Masa PPN, maka sah-sah saja hal itu dibiayakan.

Daftar Pustaka

Pohan, C. A. 2013. “Manajemen Perpajakan“, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


Suandi, E. 2003. Perencanaan Pajak. Jakarta. Salemba Empat
Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia Buku 1. Jakarta. Salemba Empat.
Waluyo. 2016. Akuntansi Pajak. Jakarta. Salemba Empat.
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


14 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang – Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Zain, Mohammad. 2008. Manajemen Pajak. Jakarta. Salemba Empat.
Nasikhudin. (2015). Akuntansi Pasal 4 Ayat (2). Diakses pada 04 September 2021 dari World Wide
https://bisnisbestfriend.co.id/5-jenis-kredit-pajak-penghasilan-yang-dibolehkan-untuk-
wajib-pajak-badan/
 https://www.slideshare.net/mobile/puspa/tax-planning-atas-kredit-pajak
 https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pengertian-kredit-pajak-dan-jenisnya
 Mengenal Jenis Kredit Pajak dan Ketentuan Pengembaliannya (rusdionoconsulting.com)
 https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/5-kredit-pajak-untuk-badan/
 https://news.ddtc.co.id/memahami-definisi-kredit-pajak-10936
 https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/ekualisasi-pajak/
 https://www.rusdionoconsulting.com/ekualisasi-pajak/
 https://www.camdenpajak.id/ekualisasi-pajak-manfaat-tujuan-dan-caranya/

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


15 Feber Sormin, SE, M.Ak, Ak, CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai