Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN

“CARA-CARA UNTUK MENGHEMAT PAJAK PPH 25”

Kelompok 2

Disusun Oleh:

Diana Eka Pratiwi 19530005

Piqih Ainantun N 19530010

Nahdiaty 19530014

Hayanti Telaumbanua 18530004

Albertus Tafonao 18530005

Faniana Kaka Bulu 18530031

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SWADAYA

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Optimalisasi pembayaran pajak ini merupakan suatu langkah pengamanan yang

harus dilakukan wajib pajak terkait transaksi dengan pihak ketiga dan penjagaan Cash

flow perusahaan, yang tujuannya adalah untuk mendatangkan penghematan pajak.

Optimalisasi pembayaran pajak dapat dilakukan seperti diuraikan dibawah ini :

1) Pengamanan kontrak – kontrak bisnis dari potensi pemotongan with holding

tax

2) Optimalisasi pengkreditan Pajak Penghasilan yang telah dibayar

3) Pengajuan permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25

4) Mengangsur atau menunda pembayaran pajak

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan pada makalah ini

adalah :

1. Bagaimana seharusnya membuat kontrak bisnis

2. Memahami bagaimana mengoptimalisasi kredit pajak

3. Memahami bagaimana mengajukan penurunan PPh Pasal 25

4. Memahami bagaimana mengangsur/menunda pembayaran pajak


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengamanan Kontrak Bisnis Dari Potensi Pemotongan Withoulding Tax

Withoulding tax adalah salah satu sistem pemotongan pajak atau

pemungutan pajak, dimana pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib

pajak untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas

penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus

menyetorkannya ke kas Negara. Bisa diartikan pula bahwa sistem withoulding

tax merupakan pembayaran pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan

telah disetorkan ke kas Negara bisa menjadi pengurang pajak atau kredit pajak

bagi pihak yang dipotong, dengan melampirkan bukti pemotongan atau

pemungutan.

Dalam praktik bisnis banyak terjadi kasus pemungutan atau

pemotongan pajak dari pihak ketiga, dimana yang membuat kontrak bisnis

misalnya kontrak jual beli/ kontrak jasa kontruksi/ kontrak sewa-kurang

memahami atau mengabaikan aspek perpajakannya secara detail dan sesuai

dengan ketentuan perpajakan, sehingga saat periksaan oleh fiskus, perusahaan

dikenai kewajiban untuk membayar withoulding tax ditambah denda

keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.

Belum lagi bila vendor tidak bersedia dipotong pajaknya karena

pembayarannya mengacu pada kontrak yang telah disetujui sebelumnya,

sehingga bla perusahaan pembeli atau pemilik proyek tidak memotong

withoulding tax, perusahaan pembeli atau pemilik proyek mau tidak mau
dikenai kewajiban untuk membayar withoulding tax ke kas Negara berikut

sanksi perpajakannya. Ada 2 pilihan perlakuan perpajakan atas transaksi

tersebut :

 Jika mau withoulding tax tersebut dibiayakan dalam Laporan

Keuangan Fiskal, maka nilai transaksi dalam kontrak yang akan

dibayar tersebut di gross-up, sehingga jumlah transaksi dalam kontrak

sudah termasuk pajak yang harus dipungut.

 Bila perusahaan membayarkan withoulding tax tidak boleh dibebankan

sebagai biaya oleh perusahaan karena tidak di gross-up.

2.2 Optimalisasi Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Telah Dibayar

Kredit pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar wajib pajak

sendiri dalam tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang dikreditkan dapat berupa :

 PPh Pasal 21 dari pekerjaan ( sebagai kredit pajak si SPT PPh WPOP )

 PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian BBM dari Pertamina

untuk selain penyalur, dll

 PPh Pasal 23 atas bunga dari non-bank, royalty, jasa professional, jasa teknik,

jasa manajemen dan jasa lainnya

 PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negri

 PPh fiscal luar negri karyawan (setoran atas nama karyawan perusahaan

berikut NPWP Perusahaan)

 PPh atas pengalihan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di

bidang real estate

Langkah – langkah dalam optimalisasi kredit pajak :


 Penyelenggaraan administrasi harus tertata dengan baik dan tertib

 Untuk memenuhi kelengkapan formal, terutama pada saat pemeriksaan

berlangsung, setiap kali dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak

oleh pihak lain langsung diminta Bukti Pemotongan atau Pemungutan

PPh-nya.

2.3 Pengajuan Penurunan PPh Pasal 25

Dalam Pasal 25 Ayat 6 huruf UU PPh Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk

menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam

hal-hal tertentu, antara lain terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Berdasarkan Pasal KEP-537/PJ./2000 menyebutkan :

1) Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 harus

disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang

berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan

besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun

pajak yang bersangkutan.

2) Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat

permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan

keputusan, permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib

Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan

penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang

bersangkutan.

Sampai Kapan Nilai Angsuran Sesuai Dengan Keputusan Pengurangan

Dalam penjelasan Pasal 25 ayat 2 menyebutkan “ Apabila dalam bulan

September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil

sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 menjadi
nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk bulan Januari

2010 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2009, yaitu nihil.”

Penjelasan :

 Tidak terdapat format khusus tentang bentuk dan isi surat permohonan

 Dilampirkan laporan rugi laga aktual sampai dengan bulan pengajuan

permohonan dan proyeksi sampai dengan akhir tahun.

Cara Perhitungan dalam KEP 537

1) PPh terutang (tahun pajak 2019) yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 25

tahun pajak 2020 adalah sebesar Rp. 120.000.000.-

2) Proyeksi PPh terutang tahun pajak 2020 adalah sebesar Rp. 30.000.000.-

3) Perbandingan Proyeksi PPh terutang tahun pajak 2020 dibandingkan dengan

PPh terutang tahun pajak 2020 yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 25

tahun pajak 2020 adalah :

( Rp. 30.000.000 / Rp. 120.000.000 ) x 100% = 25%

Berdasarkan perhitungan sebagaimana tersebut diatas, maka pemenuhan

ketentuan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Keputusan Dirjen

Pajak Nomor : KEP-537/PJ./2000 telah terpenuhi, karena kurang dari 75%.

Ketentuan Terkait

 Pasal 25 ayat (6) Undang-undang Pajak Penghasilan

 Pasal 7 KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak

Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu.


2.4 Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak

Ketentuan tentang penundaan pembayaran pajak sebenernya sama dengan

ketentuan tentang pengangsuran pembayaran pajak. Pengangsuran dan penundaan

pembayaran pajak selalu disebut bersamaan dalam peraturan yang sama yaitu Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-

38/PJ/2008 tentang Tatacara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak.

Memang secara esensi penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak adalah

sama yaitu memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang sedang mengalami

kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan force majeur sehingga sulit melakukan

pembayaran pajak. Perbedannya adalah bahwa jika mengangsur itu membayar pajak

dengan beberapa kali pembayaran, maka menunda adalah hanya mengundurukan tanggal

jatuh tempo saja, sementara jumlah pembayaran pajaknya tetap sekali saja.

Berikut ini adalah ketentuan tentang apa dan bagaimana cara penundaan pembayaran

pajak.

 Pajak Yang Bagaimana Yang Bisa Ditunda ?

Seperti juga pengangsuran pajak, ada dua jenis pajak yang bisa dimohon untuk

ditunda pembayarannya.

Pertama adalah pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP),

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan (SKPKBT), dan surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan

Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jatuh tempo pembayaran pajak seperti

ini sebenernya adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya produk hokum

tersebut.
Dengan mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran pajak atas produk

hokum pajak ini, maka Wajib Pajak mempunyai peluang menolong likuiditas arus

kasnya.

Kedua, yang bisa diajukan permohonan penundaan pembayaran pajak adalah

kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT)

Tahunan Pajak Penghasilan atau biasa disebut PPh Pasal 29. Pembayaran PPh Pasal

29 (jatuh tempo pembayaran) sendiri harus dilunasi sebelum SPT Tahunan Pajak

Penghasilan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT

Tahunan Pajak Penghasilan. Pada umumnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan

PPh Badan adalah 30 April dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 31 Maret

tahun berikutnya.

Pajak yang diajukan permohonan untuk ditunda pembayarannya di atas, selanjutnya

akan disebut sebagai utang pajak pada bagian berikutnya.

 Pengajuan dan Persyaratan Permohonan

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk menunda pembayaran utang

pajak, dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami

keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak akan mampu memenuhi

kewajiban pajak pada waktunya.

Permohonan Wajib Pajak tersebut harus diajukan secara tertulis paling lama 9

(Sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alas an

dan bukti yang mendukung permohonan, serta jumlah pembayaran pajak yang

dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundannya. Permohonan untuk


menunda pembayaran pajak harus diajukan dengan menggunakan formulir

sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor PER-38/PJ/2008. Jangka waktu 9 (Sembilan) hari kerja tersebut dapat

dilampaui dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan Wajib

Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu melunasi utang pajak tepat pada

waktunya.

 Jaminan

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak harus

memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala

Kantor Pelayanan Pajak, kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak

menganggap tidak perlu. Bentuk jaminan dapat berupa garansi bank,

surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh

pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui

jangka waktu 9 (Sembilan) hari kerja harus memberikan jaminan berupa garansi

bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu

penundaan.

 Keputusan Atas Permohonan

Setelah mempertimbangkan alasan berikut bukti pendukung yang diajukan oleh

Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak

menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal

diterimanya permohonan.

Bentuk keputusan yang dapat diberikan oleh Kepala KPP adalah :

1) Menyetujui lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak


2) Menyetujui lamanya penundaan sesuai dengan pertimbangan Kepala

Kantor Pelayanan Pajak; atau

3) Menolak permohonan Wajib Pajak

Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui dan Kepala Kantor

Pelayanan Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai

dengan permohonan Wajib Pajak, Surat Keputusan Persetujuan Penundaan

Pembayaran Pajak harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka

waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir.

Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak

menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak dengan

menggunakan formulir Surat Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak

sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-38/PJ/2008.

Apabila permohonan Wajib Pajak ditolak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak

menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak

dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.

 Penetapan Penundaan dan Sanksi Bunga

Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak

yang ditunda pelunasannya dan penundaan atas utang pajak dapat diberikan

untuk :

1) Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan

Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak, untuk permohonan angsuran

atas utang pajak berupa pajak yang masih harus dibayar dalam STP,
SKPKB, SKPKBT dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan

Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang

menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; atau

2) Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk

permohonan penundaan atas kekurangan utang pajak berupa pajak yang

terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

(PPh Pasal 29).

Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk menunda  pembayaran pajak kecuali

untuk utang pajak berupa Surat Tagihan Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua Persen) per bulan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (2) UU KUP yang dihitung sejak jatuh tempo  pembayaran

sampai dengan pembayaran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung

penuh 1 (satu) bulan. Bunga tersebut dihitung berdasarkan saldo utang pajak dan

ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal jatuh tempo

penundaan  atau pada tanggal pembayaran.

Berikut ini adalah contoh perhitungan bunga atas penundaan pembayaran pajak

sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang KUP.

Misalkan Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

sebesar Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas

akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Kemudian Wajib Pajak diperbolehkan untuk

menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009.

Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar tersebut sebesar adalah 5 bulan x 2% x Rp1.120.000,00 =

Rp112.000,00.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih

perusahaan. Hal ini mengakibatkan pajak sangat mempengaruhi keputusan bisnis perusahaan,

sehingga wajar jika perusahaan berusaha untuk meminimalkan pembayran pajak. Beban

pajak yang minimal, berarti akan meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, serta

memperbaiki posisi keuangan sehingga dapat meningkatkan laba laba bersih perusahaan.

Oleh karena itu, sudah seharusnya perusahaan melakukan upaya-upaya agar jumlah

pajak terhutang menjadi seefisien mungkin. Upaya perusahaan untuk meminimalkan beban

pajak ini sering juga disebut dengan Perencanaan Pajak ( Tax Planning ).

Pada umumnya perencanaan pajak merupakan salah satu kegiatan manajemen.

Tujuan utama perencanaan pajak ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penghematan

yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan pembayaran pajak dimasa yang akan

datang melalui cara-cara yang legal.

Anda mungkin juga menyukai