Anda di halaman 1dari 24

Tax Planning PPh

Pemotongan

Pemungutan
KELOMPOK 5 :
Farah Dwi M. (205030400111035)
Anky Pratama (205030407111021)
Ahmed Jihad Q. (205030407111023)
Ardi Aryo W. (205030400111058)
Widad Azhar A. (205030407111050)
Navika Sakti A (205030401111008)
Kesalahan Pemotongan, Pembayaran dan

Pelaporan withholding tax


Pada praktik pemotongan, pembayaran dan pelaporan withholding tax tidak menutup kemungkinan bagi pemotong atau pemungut pajak

melakukan kesalahan
Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan
Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan

pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak


merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagaimana


huruf d dapat berupa:
dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dapat berupa: pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang

pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang


seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut;
mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau
pemungutan Pajak Pertainbahan Nilai yang seharusnya

dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang


tidak dipungut; atau
seharusnya dipotong atau dipungut; pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas


seharusnya tidak dipungut.
penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak;

pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan

Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang

seharusnya dipungut; atau


pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang lebih

besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.


Kesalahan

Pemotongan,
Ruang lingkup ketentuan PMK 187/2015 pasal 2 mengatur

Pembayaran
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya

tidak terutang terkait hal-hal berikut:


·Terdapat Pembyaran yang bukan merupakan objek pajak yang

dan Pelaporan
terutang yang seharusnya tidak terutang.
·Terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh wajib pajak yang

terkait dengan pajak dalam rangka impor


withholding tax ·Terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang

mengakibatkan pajak yang di potong atau di pungut lebih besar

daripada pajak yang seharusnya dipotong atau di pungut


·Terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan

merupakan objek pajak.


·Terdapat kelebihan pemotongan atau pemungutan pajak

penghasilan terkait penerapan P3B bagi subjek Pajak Luar

Negeri.
contoh kesalahan dalam pembuatan

bukti potong PPh 23.


Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) PMK-187/PMK.03/2015:
Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait dengan

Pajak Penghasilan, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut

tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut

dengan mengajukan permohonan.


Maka sesuai dengan kondisi di atas, WP yang dipotong (Penyedia Jasa) dapat

mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang

seharusnya tidak terutang. Selanjutnya, WP Pemotong (Penerima Jasa) dapat

melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dengan membuat bukti potong

baru dan menyetorkan PPh Pasal 23 dengan Kode AP-JS yang benar (411124 –

100).
Penerapan
Witholding
Tax
Berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat.
Pihak Pemotong Pihak yang dipotong
Pihak
Memotong
pihak yang bertanggung jawab untuk memotong sebagian atau
seluruh pajak yang seharusnya dibayar oleh pihak yang menerima
penghasilan atau pembayaran. Pihak pemotong pajak berbeda-
beda tergantung pada jenis penghasilan atau pembayaran yang
diterima. Contohnya, dalam kasus penghasilan dari pekerjaan,
pihak pemotong pajak adalah pemberi kerja atau pemberi tugas.
Sedangkan dalam kasus pembayaran bunga, pihak pemotong
pajak adalah bank atau lembaga keuangan.

Dalam penerapan witholding tax, pihak pemotong pajak


diwajibkan untuk menghitung, memotong, dan menyetor pajak
yang telah dipotong kepada pemerintah. Pihak pemotong pajak
harus menghitung besarnya pajak yang harus dipotong
berdasarkan tarif pajak yang berlaku dan harus menyetor pajak
tersebut ke kas negara pada saat yang ditentukan.
Pihak
Dipotong
Pihak yang menerima penghasilan atau pembayaran dan langsung

dikenakan pajak oleh pihak pemotong pajak. Pihak yang dipotong

pajak tergantung pada jenis penghasilan atau pembayaran yang

diterima. Contohnya, dalam kasus penghasilan dari pekerjaan,

pihak yang dipotong pajak adalah karyawan atau pekerja lepas.

Sedangkan dalam kasus pembayaran bunga, pihak yang dipotong

pajak adalah nasabah atau investor.

Dalam penerapan witholding tax, Pihak yang dipotong pajak dapat

memanfaatkan bukti potong sebagai dasar untuk mengajukan

pengembalian pajak atau sebagai kredit pajak yang dapat dipotong

dari pajak yang harus dibayar pada periode berikutnya. Bukti

potong adalah bukti bahwa pajak telah dipotong dari penghasilan

atau pembayaran yang diterima. Pihak yang dipotong pajak dapat

menggunakan bukti potong untuk mengajukan pengembalian pajak

jika jumlah pajak yang dipotong lebih besar daripada jumlah pajak

yang seharusnya dibayar. Sedangkan jika jumlah pajak yang

dipotong lebih kecil daripada jumlah pajak yang seharusnya

dibayar, pihak yang dipotong pajak harus membayar sisa pajak yang

masih harus dibayar.


Sistem withholding tax (di Indonesia dikenal dengan sistem
Pemotongan atau Pemungutan/pot put) merupakan sistem

Tax Planning perpajakan dimana pihak ketiga baik Wajib Pajak Orang Pribadi
maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan oleh
peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan kewajiban

Pada Witholding memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan
kepada penerima penghasilan. Dalam sistem ini pihak ketiga tersebut

Tax
memiliki peran aktif untuk melaksanakan kewajiban memotong atau
memungut, menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut
tersebut ke Kas Negara dan melaporkan pajak yang telah
dipotong/dipungut, dan disetorkan tersebut ke Kantor Pelayanan
Pajak dimana pihak pemotong/ pemungut tersebut terdaftar.

PPh 22 PPh 23 Penerapan withholding tax system dalam pemotongan pajak


penghasilan telah menguntungkan dari segi efisiensi waktu,
akuntabilitas data, biaya, serta kinerja terhadap diri wajib pajak (WP)
dan fiskus. Dalam hal ini withholding tax system memberikan
PPh 26 PPh 15 manfaat untuk pemerintah (Ditjen Pajak) antara lain, dapat
meningkatkan kepatuhan secara sukarela karena pembayar pajak
secara tidak langsung telah membayar pajaknya, pengumpulan pajak
secara otomatis bagi pemerintah tanpa mengeluarkan biaya
PPh 4 ayat 2 PPh 25 administrasi pemungutan, meningkatkan penerimaan pajak
(optimalisasi perluasan objek pajak), merupakan penerapan azas
kemudahan (convenience of tax system), serta meningkatkan
penerimaan pajak (optimalisasi perluasan objek pajak)..
PPh 22
Pada dasarnya istilah pemotongan dan pemungutan di sini tidak memiliki arti

yang sama. Jika pemotongan lebih berfokus pada nilai netto, untuk

pemungutan lebih berfokus pada nilai bruto.


Withholding tax adalah salah satu jenis sistem pemotongan maupun

pemungutan pajak yang bisa dilakukan oleh setiap wajib pajak yang

memenuhi kriterianya dengan baik. Sementara untuk pemungutan PPh pasal

22 itu sendiri memiliki pengertian yang berbeda.

Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh

negara kepada pihak perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan

ekspor, impor, maupun impor ulang dan kegiatan lain yang memperoleh

pembayaran dari APBN/APBD. Tidak hanya itu, perusahaan yang bergerak di

bidang penjualan barang mewah juga meliputi di dalamnya.


Umumnya, pemungutan PPh pasal 22 akan meliputi beberapa hal yang ada di

dalamnya, yaitu:
Bendahara pemerintah yang bertugas untuk melakukan potongan ketika

terjadi pembayaran atas penyerahan barang tertentu.


Beberapa lembaga tertentu yang akan berkaitan dengan penghasilan dari

aktivitas impor yang sedang dilakukan.


Wajib pajak badan terkait pembayaran dari pembeli atas penjualan barang

mewah.
PPh 23
Dalam penerapan PPh 23, pihak yang membayar penghasilan

harus membuat Surat Setoran Pajak (SSP) dan membayar pajak

yang telah dipotong kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

pada tanggal 15 bulan berikutnya kepada kas negara, setelah

pembayaran atau penerimaan pembayaran dilakukan.

Kemudian, pihak yang menerima pembayaran akan

memperoleh SSP tersebut sebagai bukti pemotongan pajak

yang dilakukan oleh pihak yang membayar penghasilan.

Dalam buku Manajemen Pajak karya Chairil Anwar Pohan,

dijelaskan bahwa penerapan PPh 23 berbeda dengan PPh 21

atau PPh 22 yang dikenakan pada penghasilan dari pekerjaan

atau usaha. PPh 23 hanya dikenakan pada penghasilan

tertentu yang bersifat pasif, sehingga memungkinkan adanya

penghasilan yang tidak dilaporkan secara tepat oleh pihak

yang menerima penghasilan. Oleh karena itu, PPh 23 menjadi

salah satu instrumen yang efektif untuk meningkatkan

penerimaan pajak dari sumber-sumber penghasilan non-usaha.


Terdapat beberapa jenis pajak yang dapat dikenakan
witholding tax (PPh Pasal 23) yaitu:

PPh Pasal 23 atas PPh Pasal 23 atas PPh Pasal 23 atas PPh Pasal 23 atas
penghasilan dari jasa penghasilan dari penghasilan dari sewa penghasilan dari
teknik, jasa royalty PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 juga bunga obligasi dan
manajemen, jasa juga dikenakan atas sukuk PPh Pasal 23
dikenakan atas
konsultan, dan jasa
pembayaran royalty (hak pembayaran sewa juga dikenakan atas
lainnya PPh Pasal 23
atas hasil produksi) kepada pihak ketiga. pembayaran bunga
dikenakan atas
kepada pihak ketiga. Tarif PPh Pasal 23 obligasi dan sukuk yang
pembayaran kepada
Tarif PPh Pasal 23 untuk untuk jenis ini adalah dilakukan oleh pihak
pihak ketiga yang berupa
penghasilan dari jasa jenis ini adalah sebesar sebesar 2% dari jumlah ketiga. Tarif PPh Pasal
teknik, jasa manajemen, 4% dari jumlah bruto bruto pembayaran. 23 untuk jenis ini adalah
jasa konsultan, dan jasa pembayaran. sebesar 15% dari
lainnya. Tarif PPh Pasal jumlah bruto
23 untuk jenis ini adalah pembayaran.
sebesar 2% dari jumlah
bruto pembayaran.
Contoh PPh 23
jika seseorang memiliki deposito di bank dan menerima bunga
dari deposito tersebut, maka bank yang membayar bunga
tersebut wajib memotong PPh 23 sebesar 15% dari jumlah bruto
bunga yang diterima.

Sedangkan jika seseorang menyewakan sebuah gedung kepada


pihak lain, maka pihak yang membayar sewa tersebut wajib
memotong PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto sewa yang
diterima, atau 10% jika sewa gedung.
PPh 26
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Subjek pajak pemotong PPh pasal 26 wajib

Tahun 2008, PPh Pasal 26 merupakan dilakukan oleh:


pajak yang dikenakan atas penghasilan 1. Badan pemerintah.
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak 2. Subjek pajak dalam negeri.
luar negeri dari Indonesia selain bentuk 3. Penyelenggara kegiatan.
usaha tetap (BUT) yang berada di 4. BUT.
Indonesia. 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

yang melakukan pembayaran kepada Wajib

Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.


PPh 26
Jenis-jenis penghasilan atau objek pajak
yang wajib dipotong PPh Pasal 26 adalah:
1. Deviden.
Tarif yang dikenakan sesuai dengan Persetujuan
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara
imbalan sehubungan dengan jaminan
(tax treaty), yaitu sebesar 20 persen untuk setiap
pengembalian utang.
pengenaan jenis PPh Pasal 26. Ketentuan dasar
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain
pengenaan pajak adalah sebagai berikut:
sehubungan dengan penggunaan harta.
– Tarif 20 persen dari penghasilan bruto.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa,
– Tarif 20 persen dari penghasilan neto.
pekerjaan, dan kegiatan.
– Tarif 20 persen dari penghasilan setelah pajak
5. Hadiah dan penghargaan.
(penghasilan kena pajak dikurangi dengan PPh).
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7. Premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya.
8. Keuntungan karena pembebasan utang.
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
PPh Pasal 26
1. PPh Pasal 26 dipotong pada akhir bulan pada saat dilakukannya pembayaran penghasilan, disediakan
untuk dibayarkan penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan bersangkutan tergantung
peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 26 saat terutang dipotong pada saat pembayaran, disediakan untuk dibayarkan (deviden) dan
jatuh tempo (bunga dan sewa), atau saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur
(royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
3. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan rangkap tiga. Lembar pertama untuk Wajib
Pajak luar negeri, lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP), lembar ketiga untuk arsip pemotong.
4. Pembayaran PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemotong dan disetorkan ke bank persepsi atau kantor
pos yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
5. SPT masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan
daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir.
6. Apabila jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh pasal 26 bertepatan dengan hari libur,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
PPh 15

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipungut atau dikenakan pajak
dengan menggunakan norma perhitungan khusus penghasilan neto Wajib Pajak. Dimana hal ini untuk
Wajib Pajak yang bergerak atau beraktivitas di dalam industri pelayaran, penerbangan, hingga perusahaan
asing.
Dalam withholding tax PPh pasal 15 ada beberapa poin yg perlu diperhatikan, yaitu:
1.pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar: 1,2% x Peredaran Bruto;
2.meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 yang bersifat final;
3.melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan PPh,
dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah dipotong final;
4.dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong Pajak,
maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang sesuai dengan cara hitung di
atas, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya;
5.Anda tidak perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulannya
PPh Pasal 4 Ayat (2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) merupakan pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa dan sumber tertentu, seperti
jasa konstruksi, sewa tanah dan/atau bangunan,
hadiah undian, dan lain sebagainya. PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan
tertentu yang bersifat final dan tidak bisa dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Maka dari itu,
PPh Pasal 4 ayat (2) ini dikenal juga sebagai PPh Final.
Adapun, menurut IBFD International Tax Glossary (2009), PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final digunakan
untuk menggambarkan penghasilan yang dikenai withholding tax dan bukan termasuk penghasilan yang
menggunakan perhitungan pajak dengan tarif progresif. PPh Pasal 4 ayat (2) memiliki skema tarif khusus
atas setiap jenis penghasilan, serta biaya yang terkait atas penghasilan tersebut tidak bisa menjadi
pengurang penghasilan bruto. Pembayaran dan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) bukan
merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan menjadi pelunasan. Dengan demikian,
Wajib Pajak yang telah dipotong atau menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) terutangnya, maka sudah
dianggap melunasi pajaknya.
PPh 25

PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan yang dibayarkan secara angsuran tiap bulannya
dengan tujuan untuk meringkankan beban Wajib Pajak yang kesulitan untuk melunasi pajak terutang
dalam rentang waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. jadi

PPh pasal 25 bukan termasuk ke dalam withholding tax sendiri.


Optimalisasi Penghematan Pajak
A. Optimalisasi Pengkreditan PPh
PPh yang dapat dikreditkan :
PPh 21 dari pekerjaan (sbg kredit pajak di SPT PPh WPOP)
PPh 22 atas impor, PPh 22 atas pembelian BBM dr Pertamina untuk selain penyalur, dan lain-lain.
PPh 23 atas bunga non bank, royalti, jasa profesional, dan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya.
PPh 24 yang dipotong di luar negri
PPh fiskal luar negri karyawan (setoran atas nama karyawan qq perusahaan berikut NPWP Perusahaan)
PPh atas pengalihantanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate
Optimalisasi kredit pajak dapat dilakukan dgn langkah-langkah sbg berikut :
a. penyelengaraan administrasi harus tertata dgn baik dan tertib
b. untuk memenuhi kelengkapan forma;, terutama pada saat pemeriksaan berlangsung, setiap kali dilakukan pemotongan/pemungutan

pajak oleh pihak lain sebaiknyalangsung diminta Bukti Pemotongan/Pemungutan.

B. Penurunan angsuran PPh


Sesuai Keputusan Dirjen Pajak No. 537/PJ/2000 WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 secara tertulis kpd

Kepala KPP tempat WP terdaftar disertai dgn proyeksi laba akhir tahun dan alasan terjadinya penurunan laba, dgn memenuhi syarat :
a. Apabila sesudah 3 bulan/lebih berjalannya tahun pajak, WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang tahun pajak tersebut

kurang dari 75% dari PPh yang terutang yg menjadi dasar penghitungan besarnya PPh 25
b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 disertai dgn perhitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan

perkiraan penghasilan yang akan diterima/ diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan
Optimalisasi Penghematan Pajak
C. Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak
Berdasarkan Pasal 9 ayat 4 UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran
pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
Surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau dilampiri kuasa apabila ditandatangani oleh selain
Wajib Pajak.
b. Surat permohonan mencantumkan:
1. Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran
2. Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
c. Disertai dengan alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak berupa:
1. laporan keuangan interim,
2. laporan keuangan, atau
3. catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
d. Disampaikan secara elektronik atau tertulis (secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
melalui jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat)
e. Dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, SKP PBB, atau STP PBB yang dimohonkan pengangsuran atau
penundaan bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan
Optimalisasi Penghematan Pajak
C. Surat Keterangan Bebas Pajak PPh 22 & 23
SKB pajak adalah surat keterangan bebas pajak, salah satu jenis dokumen pajak yang dapat membebaskan wajib
pajak penerima penghasilan dari potongan pajak. Fasilitas surat ini diberikan oleh pemerintah pada saat kebijakan
tax amnesty berlangsung.

Berikut ini persyaratan dan dokumen yang diperlukan :


Surat permohonan Surat Keterangan Bebas PPh yang telah diisi lengkap
Menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan
Penghitungan PPh yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan, yang paling
sedikit mencantumkan informasi untuk syarat pengajuan skb atau surat keterangan bebas pajak pph pasal 23
berikut:
1) Peredaran usaha dan luar usaha tahun berjalan serta perkiraan peredaran usaha dan luar usaha dalam satu
tahun pajak
2) Biaya fiskal tahun berjalan dan perkiraan biaya fiskal dalam satu tahun pajak, kecuali bagi Sobat Klikpajak yang
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
3) Perkiraan PPh yang akan terutang dalam satu tahun pajak
4) PPh yang telah dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam tahun berjalan
5) Perkiraan PPh yang akan dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam tahun berjalan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai