Anda di halaman 1dari 3

Nama : Novia Reka

NPM : 20602060022
Prodi : Ekonomi Syariah (B)
Dosen : Ruslaini, M.Esy
Matakuliah : Perpajakan
Tugas : Rangkuman Materi

12. PPH PRIBADI DAN PPH BADAN


 Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan
dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak (Pasal 1 UU PPh No. 7 Tahun 1983)
 Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap kumpulan orang atau kelompok yang
tergabung dan bekerjasama dalam bentuk modal yang melakukan kegiatan usaha maupun tidak melakukan usaha
yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.
 Wajib pajak orang pribadi, baik yang berstatus karyawan ataupun melakukan pekerjaan bebas, wajib melakukan
penghitungan pajak terutang di akhir tahun untuk mengetahui posisi saldo pajak yang masih harus dibayar, pajak
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan.
 PPh Badan ini terbagi menjadi 2 berdasarkan sifatnya, yakni:
1. Pajak Penghasilan atau PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh WP Badan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.
2. Pajak Penghasilan atau PPh Tidak Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
oleh WP Badan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
 Hak dan kewajiban wajib pajak badan sebagai berikut:
• Hak mengajukan restitusi kelebihan pembayaran pajak
• Hak mendapat perlindungan kerahasiaan data
• Hak memperoleh pengembalian pendahuluan kebijakan pembayaran pajak
• Hak mendapatkan fasilitas pajak Ditanggung Pemerintah (DTP)
• Hak peroleh insentif perpajakan
• Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
• Wajib membayar kewajiban pajaknya
• Kewajiban melaporkan pajaknya
• Kewajiban berlaku kooperatif apabila dilakukan pemeriksaan pajak
 Cara Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet, yaitu:
1. Wajib Pajak Badan dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar
2. WP Badan memperoleh pengurangan sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang dikalikan dengan
penghasilan kena pajak.
3. Wajib Pajak dengan omzet lebih dari Rp50 miliar

13. PENGANSURAN DAN PENUNDAAN PAJAK


 Berdasarkan Pasal 9 ayat 4 UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran
pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
 Berdasarkan Pasal 21 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 stdd PMK Nomor 18/PMK.03/2021, permohonan Wajib Pajak
harus diajukan menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan
penundaan pembayaran pajak.
 Persyaratan
a. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau dilampiri kuasa apabila ditandatangani oleh selain
Wajib Pajak.
b. Surat permohonan mencantumkan:
 Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya
angsuran
 Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
c. Disertai dengan alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak berupa:
• laporan keuangan interim,
• laporan keuangan, atau
• catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
e. Disampaikan secara elektronik atau tertulis (secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
melalui jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat)
f. Dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, SKP PBB, atau STP PBB yang dimohonkan pengangsuran atau
penundaan bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan PBB yang masih
harus dibayar.
 Batas waktu penyampaian surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah paling
lambat pada saat SPT Tahunan disampaikan untuk pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh dan/atau sebelum.
 Ketentuan penjaminan aset, Wajib Pajak harus memberikan jaminan aset berwujud milik penanggung pajak yang
tidak sedang dijadikan jaminan atas utang Penanggung Pajak pemohon. Hal tersebut dibuktikan dengan bukti
kepemilikan atas aset berwujud tersebut. Besarnya jumlah jaminan yang diberikan adalah sebesar utang pajak yang
diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan
pengangsuran pembayaran pajak melampaui batas waktu yang ditentukan.
 Pemberian keputusan oleh DJP
• DJP akan menerbitkan keputusan dalam jangka 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan.
Keputusan tersebut dapat berupa menyetujui seluruh atau sebagian jumlah angsuran pajak dan/atau masa
angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak atau bahkan menolak
permohonan Wajib Pajak.
• Apabila dalam jangka waktu 7 hari kerja telah terlampaui dan DJP tidak menerbitkan suatu keputusan,
permohonan disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran
pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus diterbitkan paling lama 5
hari kerja setelah jangka waktu 7 hari kerja tersebut berakhir.
 Jangka waktu pengansuran/penundaan pembayaran pajak, pajak terutang, atau pajak yang masih harus dibayar
diberikan paling lama 24 bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak,
dengan angsuran paling banyak 1 kali dalam 1 bulan dan besar angsuran yang sama tiap bulannya. Khusus untuk
pengangsuran atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan PPh, angsuran diberikan paling lama
sampai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak berikutnya, dengan angsuran paling
banyak 1 kali dalam 1 bulan dan besar angsuran yang sama tiap bulannya.
 Sanksi Administrasi, Bagi Wajib Pajak yang melakukan pengangsuran atau penundaan atas kekurangan pembayaran
pajak dikenai sanksi berupa bunga yang dihitung berdasarkan saldo utang pajak. Sanksi bunga tersebut ditagih
melalui penerbitan Surat Tagihan Pajak pada setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau
pada tanggal pembayaran. Namun terhadap angsuran atau penundaan atas pembayaran Surat Tagihan Pajak tidak
dikenai sanksi administrasi berupa bunga.
 Dalam persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak diberikan tidak berkaitan dengan STP,
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, SKP PBB dan STP PBB, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga
sesuai Pasal 19 ayat (2) UU KUP. Namun apabila persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
tersebut berkaitan maka sanksi yang dikenakan adalah denda administrasi sebesar 2% sebulan yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sesuai Pasal 11 ayat (2) UU
PBB.
 Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan SK, maka kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan
bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan sisa utang pajak yang belum diangsur atau yang
ditunda pembayarannya.
 Tetapi jika kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan lebih kecil daripada utang pajak yang belum
diangsur, besarnya angsuran dari sisa utang pajak ditetapkan kembali dengan ketentuan:
1. Jumlah pokok dan bunga setiap angsuran dibawah jumlah setiap angsuran yang telah disetujui
2. Masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disetujui
 Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan (kecuali untuk utang pajak PBB), maka seluruh pajak yang masih harus
dibayar yang telah disetujui dalam pembahasan hasil akhir pemeriksaan harus dilunasi sebelum keberatan diajukan.
Dengan demikian, keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak menjadi tidak berlaku.
MATERI 14-15. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
 PPN merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa
kena pajak (JKP).
 Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang
dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Yang
berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang
berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen Akhir.
 Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
b. Impor Barang Kena Pajak
c. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
d. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
e. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP)
 Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No. 42 tahun 2009 pasal 7, yang kemudian diubah dengan Undang-
Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) pada bab IV pasal 7 ayat (1) :
1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 11% (sepuluh persen).
2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12% paling lambat 1 januari 2025
3. Perubahan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) diatur dalam PP (bersama DPR dalam RAPBN)
 Rumus menghitung PPN : tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 11% x DPP.

Anda mungkin juga menyukai