Anda di halaman 1dari 11

Daftar isi

Latihfa Dina. 2019.online-pajak. https://www.online-pajak.com/seputar-pajakpay/5-jenis-


surat-ketetapan-pajak. 19 October 2019.

Mulida Rani. 2018. Online-pajak. https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/penagihan-


pajak. 13 September 2018.

Online Pajak. 2019. https://www.online-pajak.com/tentang-pajakpay/sanksi-pajak-di-


indonesia. 12 Juli 2019

taxcenter.com. 02 Desember 2020. https://taxcenter.vokasi.unair.ac.id/2020/12/02/artikel-


tax-edu/.

Mulida Rani. 2021. https://www.online-pajak.com/seputar-pajak/tindak-pidana-perpajakan.


16 Agustus 2021
D. Surat Ketetapan Pajak dan Penagihan Pajak

 Surat ketetapan Pajak

Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, Pasal 1
nomor 15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu
berdasarkan keputusan Ditjen Pajak, pihak yang berkuasa mengeluarkan surat tersebut adalah
Kantor Pajak Pratama (KPP) dan dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.

Secara garis besar, SKP berfungsi sebagai sarana untuk menagih kekurangan pajak,
mengembalikan jika ada kelebihan bayar pajak, memberitahukan jumlah pajak terutang,
mengenakan sanksi administrasi perpajakan, serta menagih pajak. Fungsi SKP ini terbagi
sesuai jenisnya yang akan dibahas pada poin selanjutnya.

Jenis-Jenis Surat Ketetapan Pajak

Berikut ini detail penjelasan untuk masing-masing Surat Ketetapan Pajak.  

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2000, surat tagihan
pajak ini akan diterbitkan jika:

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.


2. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
3. Terkena sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya namun tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak namun membuat
faktur pajak.
6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur
pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya secara
lengkap.
Jika wajib pajak mendapat surat tagihan karena alasan 1 dan 2, jumlah kekurangan pajak
terutang yang tercantum dalam surat tersebut ditambah dengan bunga sebesar 2% sebulan
untuk maksimal 24 bulan. Waktu tersebut terhitung sejak terutangnya pajak, atau bagian
tahun pajak, atau tahun pajak sampai terbitnya surat tagihan pajak. . 

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat
ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya masa pajak.
Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang atau tidak membayar
pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya
salah hitung terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang. Selengkapnya
tentang SKPKB dapat Anda baca di artikel berikut.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang. Secara sederhana, SKPLB diterbitkan karena wajib pajak lebih membayar pajak
terutang dari yang seharusnya.

SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari wajib pajak dengan ketentuan:
Jumlah kredit pajak pada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), lebih besar dari jumlah pajak yang terutang,
atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. 

Penerbitan surat ini dilakukan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, paling
lambat 12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan
Ditjen Pajak. Jika terlambat diterbitkan, wajib pajak berhak menerima imbalan bunga 2%
sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan. 

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN
diterbitkan setelah Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan. 

Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN diterbitkan untuk:

1. Pajak Penghasilan jika jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak
yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
2. Pajak Pertambahan Nilai jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara
jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai tersebut;
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak. 

5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan. Menurut Pasal 15 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan
ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.

Dalam pengertian sederhana, SKPKBT merupakan koreksi atas SKP yang diterbitkan
sebelumnya. Ketika wajib pajak telah melaporkan dan membayar pajak terutang sesuai
dengan nominal yang tercantum dalam SKP, petugas pajak akan melakukan pemeriksaan
kembali pada data baru tersebut. Jika masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang
atau tidak dibayar oleh wajib pajak, Ditjen Pajak akan menerbitkan SKPKBT. 

SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun, dengan jumlah pajak terutang yang harus
dibayar ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika sudah melewati jangka waktu
tersebut dan wajib pajak belum membayar kekurangan pajak, akan ada tambahan sanksi
sebesar 48% dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar.

 Surat Penagihan Pajak

Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Sementara,
penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak.
Dasar hukum penagihan pajak tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Jenis Penagihan Pajak

Penagihan pajak ternyata punya banyak jenis. Ada yang sifatnya pasif, aktif bahkan seketika
dan sekaligus.

Penagihan Pasif

Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak
terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya memberitahukan kepada wajib
pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya STP atau
surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan
penagihan aktif.

Penagihan Aktif

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan dari
penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak berperan aktif dalam
tindakan sita dan lelang.

Penagihan seketika dan sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus
atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak,
dan tahun pajak.
Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak bisa
ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak belum membayar,
maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.

Langkah-langkah Penagihan Pajak

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, ada beberapa tindakan atau langkah yang
dilakukan juru sita pajak dalam melakukan penagihan pajak. Berikut ini tahapan dan
penjelasan setiap langkahnya.

1. Surat teguran. Surat teguran atau surat peringatan adalah surat yang diterbitkan untuk
melaksanakan penagihan pajak. Jika dalam waktu tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo
penanggung pajak atau wajib pajak belum melunasi utang pajaknya, maka surat teguran ini
akan sampai ke tangan penanggung pajak. Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada
penanggung pajak agar segera melunasi utang pajak sehingga tidak perlu lagi dilakukan
penagihan secara paksa.

2. Surat paksa. Surat paksa merupakan surat yang akan diterbitkan jika 21 hari setelah jatuh
tempo surat teguran, si penanggung jawab pajak tidak melunasi pajaknya. Setelah datangnya
surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam waktu 2 x 24 jam agar tidak ada
tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri, hingga penyanderaan paksa
badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya dan memiliki utang pajak minimal
Rp100.000.000). Penerbitan surat paksa ini dikenakan biaya senilai Rp25.000.

3. Surat sita. Surat sita adalah surat yang diterbitkan jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak
diterbitkannya surat paksa, penanggung pajak belum membayarkan pajaknya. Ada biaya yang
dikenakan untuk surat sita ini yakni Rp75.000. Biaya ini digunakan untuk pelaksanaan sita.
Penyitaan tidak semata-mata bertujuan untuk menjual barang milik penanggung pajak,
melainkan petugas menggunakan barang-barang tersebut sebagai jaminan agar penanggung
pajak melunasi pajaknya.

Jadi, penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi pajaknya selama 14 hari
terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Jika dalam 14 hari penanggung pajak masih
belum membayarkan utang pajaknya, maka akan diterbitkan pengumuman lelang.

Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh 2 orang yang dianggap
sudah dewasa sebagai saksi, berkewarganegaraan Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, dan
dapat dipercaya.

4. Lelang

Lelang akan dilakukan jika dalam waktu 14 hari setelah diterbitkan pengumuman lelang,
penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.

Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak dibedakan berdasarkan jenis pajaknya. Berikut ini, dasar penagihan
pajak yang perlu Anda tahu:

Dasar penagihan pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, serta bunga penagihan adalah:
 Surat Tagihan Pajak.
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
 Surat Keputusan Pembetulan.
 Surat Keputusan Pemberatan.
 Putusan Banding.
 Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih hakrus
dibayar bertambah.
Dasar penagihan pajak untuk PBB adalah:

 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.


 Surat Ketetapan.
 Surat Tagihan Pajak.

Daluarsa Penagihan Pajak

Penagihan pajak dikatakan daluarsa jika telah melampaui batas waktu penagihan, yaitu 5
tahun terhitung sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Apabila penagihan pajak daluarsa,
maka penagihan pajak tidak bisa lagi dilaksanakan karena hak untuk penagihan atas utang
pajak tersebut sudah dianggap gugur.

E. Sanksi Perpajakan

2 Jenis Sanksi Pajak yang perlu diketahui

1. Sanksi Administrasi Pajak

Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti


denda, bunga dan kenaikan. Adapun perbedaan antara denda, bunga dan kenaikan dapat
dijelaskan sebagai berikut:

A. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan
kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-
undang. Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang
dikenakan senilai Rp 500.000. Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka
nominal denda yang dikenakan senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha dan
Rp100.000 untuk wajib pajak perorangan.

B. Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait
kewajiban membayar pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya,
keterlambatan pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi pajak berupa bunga
senilai 2% per bulan dari jumlah pajak terutang. Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
pun dikenakan sanksi berupa nilai bunga senilai 2% per bulan atas kekurangan pembayaran
pajak. Mengangsur atau menunda pajak juga dikenakan bunga senilai 2% per bulan dengan
ketentuan bagian dari bulan tetap dihitung penuh 1 bulan.

C. Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait dengan
kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang
harus dibayar. Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan
jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Sanksi kenaikan
besarannya adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.

2. Sanksi Pidana Pajak

Sanksi Pidana adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti denda
pidana, pidana kurungan dan pidana penjara. Wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana bila
diketahui dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya
tidak benar. Penyebab lainnya adalah wajib pajak memperlihatkan dokumen palsu serta tidak
menyetor pajak yang telah dipotong. Sanksi akibat tindakan ini adalah pidana penjara selama
6 tahun paling lama dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang.

Agar dapat terhindar dari sanksi pajak yang berat, berikut ini kiat yang bisa Anda lakukan:

 Mengisi SPT dengan jujur dan cermat agar tidak terjadi kesalahan data. Pastikan nilai
nominalnya benar, jelas rinciannya, dan lengkap lampirannya.
 Mengisi faktur pajak dengan lengkap.
 Hindari akitivitas yang menimbulkan tindak pidana perpajakan terutama aktivitas yang
dianggap grey area hanya karena tidak tercantum dengan jelas dalam perundangan pajak.
 Setorkan pajak dan laporkan SPT tepat waktu.
 Hitung, setor, lapor secara cepat dan mudah dengan online.

Seperti disinggung sekilas di atas, salah satu penyebab wajib pajak terkena sanksi pajak
adalah lupa tanggal pembayaran dan pelaporan pajak.

F. Keberatan dan Banding Pajak

Pengertian Keberatan

Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK 9/2013 s.t.d.t.d PMK
202/2015 tidak menjabarkan definisi keberatan secara eksplisit. Namun secara sederhana,
keberatan adalah upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang merasatidak/kurang puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga. Dalam
hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan. keberatan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Dalam hal apa keberatan dapat diajukan? 

Keberatan dapat diajukan atas : 

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); 


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 
3.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); 
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); 
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan
pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau
pemungutan pajak.  Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena Surat
Ketetapan Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya
diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan pajak. Keberatan umumnya didahului dengan
proses pemeriksaan.

Syarat Pengajuan Keberatan

1. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak; 
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
3. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas; 
4. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.
5. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
6. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;

Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan? 

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus; 


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan; 
3. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga; 
4. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.

Jangka waktu pengajuan keberatan: 

1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau sejak
tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya 
2. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu 3
bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. 
3. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan
oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.
Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar
kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Pengajuan
Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pengertian Banding

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak
atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Banding

1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan
pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan  diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri
dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak: 

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus; 


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya; 
3. Kuasa Hukum dari butir diatas.

Pencabutan Banding

Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.


Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

 penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
 putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.

G. Ketentuan Pidana dan Penyidikan

Tindak Pidana Perpajakan di Indonesia

Penerapan tindak pidana perpajakan pada umumnya atau secara khusus perlu dilakukan
secara seksama, cermat, dan hati-hati. Hal tersebut karena dalam pembuatan tindak pidana
pajak kerap berkaitan dan mencakup rumusan tindak pidana lainnya baik secara umum atau
khusus itu sendiri. 

Dasar Hukum 

Dasar hukum yang digunakan dalam penyelesaian tindak pidana dalam bidang perpajakan
adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan perubahannya. Selain itu, norma tindak pidana di bidang perpajakan juga
mencakup ketentuan yang dimuat dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Tentu hal tersebut pun harus sesuai dengan asas-asas hukum pidana dan asas penegakan
hukum pidana.

Alasannya karena sifat dari Undang-Undang tindak pidana khusus di bidang perpajakan dan
kekhususan perbuatan pidana perpajakan, yang mana aturan hukum yang khusus akan
mengesampingkan aturan hukum yang umum. Atas dasar pertimbangan itulah, penggunaan
tindak pidana umum dalam KUHP ditujukan kepada tindak pidana yang tidak termasuk
dalam ranah tindak pidana di bidang perpajakan. 
Hal ini diperkuat pula dalam Pasal 36A ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi: 

“Pegawai Pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).”

Lalu, siapa saja subjek yang dikenakan ancaman pidana di bidang perpajakan? Subjek-subjek
tersebut di antaranya: 

 Wajib pajak
 Petugas pajak
 Pihak ketiga terkait yang dilakukan sebelum, pada saat, dan setelah terjadinya
tindakan pidana perpajakan, sebagai pembuat persiapan, mempermudah, atau
memperlancar, menyembunyikan atau mempertahankan hasil tindak pidana
perpajakan. 

Cara Tahu Telah Terjadi Tindak Pidana Perpajakan? 

Untuk dapat mengetahui adanya suatu tindak pidana perpajakan, perlu dilakukan yang
namanya pemeriksaan pajak. Gunanya untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan
tujuan lainnya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. 

Pemeriksaan pajak akan dilakukan oleh penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di
lingkungan Ditjen Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Ditjen Pajak yang diberi
wewenang dan tanggung jawab. Melalui pemeriksaan pajak ini salah satunya adalah untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian
hukum, keadilan, dan pembinaan terhadap wajib pajak.

Ruang lingkup pemeriksaannya sendiri meliputi pemeriksaan lapangan akan satu atau seluruh
jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di tempat wajib
pajak. Akan ada pemeriksaan kantor Ditjen Pajak juga terhadap suatu jenis pajak tertentu
baik tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya. Setelah adanya pemeriksaan, maka
terbitlah laporan terhutang hasil pemeriksaan yang disusun dalam suatu laporan pemeriksaan
pajak oleh pemeriksa pajak secara ringkas, jelas, dan sesuai dengan ruang lingkup dari tujuan
pemeriksaan. 

Apa Saja yang Akan Dilakukan PPNS Saat Penyidikan?

Dalam melakukan pemeriksaan pajak, PPNS diberikan kewenangan khusus sebagai penyidik
tindak pidana perpajakan. Apa sajakah yang akan dilakukan PPNS pada saat penyidikan?
Simak ulasannya di bawah ini: 

 PPNS akan menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan serta


laporan sesuai dengan tindak pidana perpajakan sejelas mungkin.
 PPNS meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai wajib pajak (orang
pribadi atau badan) tentang kebenaran perbuatan yang dilakuakannya. 
 Meminta keterangan dan barang/bahan bukti dari wajib pajak terkait tindak
pidananya. 
 Memeriksa catatan dan dokumen lainnya terkait tindak pidana pajaknya. 
 Melakukan penggeledahan guna mendapatkan barang bukti pembukuan, catata, dan
dokumen lainnya. Setelahnya, melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut. 
 Meminta bantuan tenaga ahli untuk melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan. 
 Berwenang meminta seseorang untuk tinggal atau tetap berada dalam ruangan
penyidikan pada saat pemeriksaan sedang berlangsung. 
 Memeriksa semua orang yang ada dalam ruangan pemeriksaan, baik identitas, benda,
dan/atau dokumen yang dibawanya. 
 Mengambil gambar seseorang yang dianggap berkaitan dengan tindak pidana
perpajakan. 
 Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
maupun saksi. 
 Menghentikan penyidikan. 
 Melakukan tindakan lainnya yang diperlukan guna kelancaran penyidikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setelah penyidikan usai, PPNS akan memberitahukan hasil dari penyidikan kepada peuntut
umum melalui penyidik Polisi Negara Republik Indonesia atau dapat pula meminta bantuan
kepada aparat penegak hukum lainnya.

Alasan Penghentian Penyidikan

Apakah penyidikan bisa diberhentikan ditengah jalan? Ada beberapa alasan yang membuat
penyidikan akhirnya dihentikan oleh petugas, di antaranya:

1. Tidak terkumpulnya cukup bukti. 


2. Kasus yang tengah diselidiki bukanlah tindak pidana di bidang perpajakan. 
3. Kasus telah kedaluwarsa. 
4. Tersangka telah meninggal dunia. 
5. Penyidikan dapat diberhentikan atas permintaan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung
dengan syarat wajib pajak melunasi utang pajak yang kurang bayar atau tidak
dibayarkan dengan seharusnya, ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 4x
lipat jumlah pajak yang tidak, kurang bayar, atau tidak seharusnya dikembalikan. 

Anda mungkin juga menyukai