Anda di halaman 1dari 6

Nama : Iqbal Rafikhul F

NRP : 1951103

Mata Kuliah : Perpajakan

2.7. Ketepatan menjelaskan mengenai sanksi-sanksi di perpajakan.

1. Denda
Sanksi denda biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran dalam
hal pelaporan pajak. Misalnya, SPT tidak dilaporkan, adanya pengungkapan
ketidakbenaran dalam SPT, hingga tidak membuat faktur pajak.
Adapun rincian sanksi denda atas pelanggaran pajak adalah sebagai berikut.

Jenis Pelanggaran Sanksi Denda


SPT Masa PPN tidak disampaikan Rp500.000
lebih dari 20 hari setelah akhir masa
pajak
SPT Masa lainnya tidak disampaikan Rp100.000
lebih dari 20 hari setelah akhir masa
pajak
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Rp1.000.000
tidak disampaikan lebih dari 4 bulan
setelah akhir tahun pajak
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Rp100.000
Pribadi tidak disampaikan lebih dari 3
bulan setelah akhir tahun pajak
Pengungkapan ketidakbenaran 150% x Jumlah Pajak Kurang Bayar
dan/atau pelunasan sebelum
penyidikan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak 2% dari Dasar 
membuat faktur pajak
PKP tidak mengisi formulir pajak Pengenaan Pajak
secara lengkap
PKP melaporkan faktur tidak sesuai
masa terbit
PKP gagal produksi dan telah
diberikan restitusi (pengembalian)
pajak
Pengajuan keberatan atas Surat 50% x Jumlah pajak berdasarkan keputusan
Ketetapan Pajak ditolak/dikabulkan keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar
sebagian sebelum mengajukan keberatan
Permohonan banding 100% x jumlah pajak berdasarkan putusan
ditolak/dikabulkan sebagian banding dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan

2. Bunga
Sanksi administratif berikutnya adalah sanksi bunga. Jenis sanksi ini biasanya berkaitan
dengan ketidakdisiplinan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak.
Misalnya, terlambat atau menunda pembayaran pajak, gagal bayar pajak karena gagal
berproduksi, atau kurang bayar.
Lantas apa saja jenis sanksi bunga pajak yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan?

Jenis Pelanggaran Jenis Sanksi


Pembetulan sendiri SPT Tahunan dalam 2 2% per bulan dari jumlah pajak
tahun kurang bayar dihitung sejak jatuh
Pembetulan sendiri SPT Masa dalam 2 tahun tempo pembayaran sampai dengan
Terlambat bayar/setor pajak masa dan tahunan tanggal pembayaran.
Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang 48% dari jumlah pajak yang
Bayar (SKPKB) setelah melewati 5 tahun tidak/kurang bayar
dengan alasan dipidana  
PPh tahun berjalan kurang bayar dengan 2% per bulan dari jumlah pajak
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak tidak/kurang bayar maksimal 24 bulan
Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi 2% dari pajak yang ditagih.
Adanya Surat Ketetapan Pajak, Putusan 2% per bulan dari jumlah pajak
banding, atau Peninjauan Kembali yang tidak/kurang bayar dihitung dari
menyebabkan jumlah pajak yang harus tanggal jatuh tempo hingga tanggal
dibayar bertambah pada saat jatuh tempo tidak pelunasan atau STP diterbitkan.
atau kurang bayar
Wajib pajak melakukan pembayaran  pajak
dengan mengangsur atau menunda
Wajib Pajak diperbolehkan menunda 2% per bulan dari kekurangan bayar
menyampaikan SPT karena terdapat pajak dihitung dari batas akhir penyampaian
kurang bayar SPT hingga tanggal dibayarnya
kekurangan tersebut.

3. Kenaikan
Sanksi administratif berupa kenaikan biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang
melanggar aturan perpajakan dari segi materiil. Misalnya memberikan informasi yang
salah dalam hitungan pembayaran pajak.
Berbeda dengan sanksi bunga atau denda, sanksi kenaikan merupakan sanksi pembayaran
pajak yang berlipat sesuai dengan pajak tidak/kurang bayar.

Oleh karena itu, sanksi kenaikan dinilai memiliki konsekuensi yang lebih besar dibanding
sanksi administratif lainnya di mata Wajib Pajak.

Jenis Pelanggaran Sanksi


Terbukti adanya ketidakbenaran dalam isian SPT 50% dari pajak kurang bayar.
setelah melewati 2 tahun
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak akibat Surat 50% dari PPh tidak/kurang
Pemberitahuan tidak disampaikan melewati waktu bayar dalam setahun
yang ditentukan.

 SPT Masa, 20 hari setelah akhir masa pajak


 SPT Orang Pribadi, 3 bulan setelah akhir
tahun pajak
 SPT Badan, 4 bulan setelah akhir tahun pajak

Ditemukan setelah penyelidikan ternyata 100% dari PPh yang


PPN/PPnBM tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak/kurang dipotong,
tidak seharusnya dikenai tarif 0% tidak/kurang dipungut, atau
tidak/kurang disetor.
Kewajiban pembukuan tidak dilakukan sehingga tidak 100% dari PPN atau PPNbM
dapat diketahui besaran pajak terutang yang tidak/kurang bayar
Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT 200% dari jumlah pajak yang
namun isinya tidak benar atau lampiran tidak benar kurang bayar
dan pertama kali dilakukan
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 100% dari jumlah kekurangan
Tambahan setelah penyelidikan ternyata ditemukan pajak
data baru yang menyebabkan penambahan jumlah
pajak kurang bayar.
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) setelah penyelidikan atas permohonan
pengembalian kelebihan bayar pajak dengan kriteria
tertentu yang tercantum dalam Pasal 17C ayat (2) UU
KUP
Diterbitkannya SKPKB setelah penyelidikan atas
permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak
dengan persyaratan sesuai dengan Pasal 17D ayat (2)
UU KUP

Sanksi sajak pidana


Dalam ranah perpajakan, sanksi pidana juga ditetapkan kepada Wajib Pajak yang
terindikasi melakukan pelanggaran baik yang sengaja maupun tidak disengaja dalam hal
menjalankannya sebagai Wajib Pajak yang dapat menimbulkan tuntutan pidana.

Tindakan pelanggaran tersebut dapat berupa manipulasi data seperti memalsukan dan
menyembunyikan data perpajakan. OECD menyebutnya sebagai penggelapan pajak atau
tax evasion.

Berikut jenis pelanggaran dan sanksi pidana yang berlaku di Indonesia.

1. Setiap orang yang dengan sengaja (alpa) tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT namun isinya tidak benar sehingga dapat merugikan negara maka sanksi pidana
berupa kurungan paling sedikit 3 bulan dan paling lama 1 tahun dengan denda paling
sedikit satu kali dan paling banyak dua kali dari pajak terutang.
2. Setiap orang dengan sengaja;

 Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau usaha untuk dikukuhkan sebagai
PKP;
 Menyalahgunakan tanpa hak NPWP/PKP;
 Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan namun tidak lengkap
 Menolak dilakukan pemeriksaan;
 Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang dipalsukan;
 Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia;
 Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan/pencatatan;
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga menimbulkan kerugian negara
maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2
kali dan paling banyak 4 kali dari jumlah pajak terutang.

1. Melakukan kembali tindakan pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun terhitung sejak
selesainya masa pidana maka mendapatkan dua kali sanksi pidana seperti yang telah
ditetapkan pada poin nomor 2.
2. Setiap orang dengan sengaja:

 Menerbitkan atau menggunakan faktur pajak, bupot, buset pajak yang tidak berdasarkan
data sebenarnya;
 Menerbitkan faktur pajak namun belum dikukuhkan sebagai PKP maka mendapatkan
sanksi pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2
kali dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak/bupot/buset pajak.

1. Dengan sengaja memberikan keterangan palsu saat pemeriksaan pajak dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25 juta.
2. Dengan sengaja merusak proses penyelidikan atau pemeriksaan dikenakan pidana
kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.
3. Dengan sengaja merahasiakan sesuatu pada saat proses penyelidikan atau pemeriksaan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp1
miliar.
4. Dengan sengaja membocorkan rahasia pada saat proses penyelidikan atau pemeriksaan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 10 bulan dan/atau denda paling banyak
Rp800 juta.
5. Dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta atau
menyalahgunakan data pada saat proses pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan
paling lama kurungan paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp500 juta.

2.8. Ketepatan membandingkan perbedaan UU Cipta Lapangan Kerja dengan UU KUP


dalam bentuk matrik penyandingan cluster perpajakan

Penandatanganan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 pada tanggal 2 November 2020


oleh Presiden Joko Widodo  menandakan berlakunya 186 pasal dalam 1187 halaman isi dan
penjelasan Undang-Undang Cipta Kerja secara bersamaan. Banyaknya aturan yang
ditetapkan sekaligus melalui pengesahan satu undang-undang menuntut masyarakat
bertindak cermat dalam memahami konsekuensi dari pasal-pasal yang berubah dan
bertambah. Pemahaman informasi terbaru atas Undang-Undang Cipta Kerja akan
menghindarkan masyarakat dari kesalahan pengambilan keputusan.

Salah satu klaster yang menjadi perhatian adalah klaster perpajakan. Undang-Undang yang
mengatur mengenai perpajakan sendiri telah diubah beberapa kali sebelumnya. Melalui
Undang-Undang Cipta Kerja ini, sebanyak 21 Pasal mengalami perubahan, 3 Pasal dihapus,
dan 4 Pasal ditambahkan pada keseluruhan 4 Undang-Undang Perpajakan sekaligus, yaitu
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 113, Undang-
Undang Pajak Penghasilan pada Pasal 111, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai pada
Pasal 112, serta Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 114. Klaster
Perpajakan sendiri terdapat dalam Bab IV tentang Kemudahan Berusaha bagian ketujuh.

Pelaksanaan dari beberapa aturan perpajakan dalam Undang-Undang ini membutuhkan


aturan turunan, seperti Peraturan Menteri Keuangan, yang ditujukan untuk menjelaskan isi
Undang-Undang lebih lanjut. Peraturan Menteri Keuangan tersebut direncakan akan
dikeluarkan secepatnya.

Tujuan dari disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja tercantum dalam Pasal 3, yaitu
diantaranya untuk menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja; menjamin setiap warga
negara memperoleh pekerjaan, imbalan dan perlakuan yang adil; penyesuaian aspek
pengaturan bagi koperasi, UMKM, serta industri nasional; dan penyesuaian berbagai aspek
pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan
proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan
pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi
Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai