Anda di halaman 1dari 10

Pembayaran Pajak dan Surat Pemberitahuan (SPT)

A. Jatuh Tempo Pembayaran Pajak


1. Jatuh Tempo Pembayaran untuk SPT Tahunan
 Kekurangan pembayaran pajak yang terutang dalam SPT Tahunan harus dibayar lunas
paling lambat sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
 Jatuh tempo pembayaran SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi paling lama 3 (tiga)
bulan setelah Tahun Pajak berakhir.
 Jatuh tempo pembayaran SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan paling lama 4 (empat)
bulan setelah Tahun Pajak berakhir.
 Apabila pembayaran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT
Tahunan, atas keterlambatan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
 Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (2b) UU KUP.

2. Jatuh Tempo Pembayaran untuk SPT Masa


 Kekurangan pembayaran pajak yang terutang dalam SPT Masa harus dibayar sebelum SPT
Masa disampaikan.
 Jatuh tempo pembayaran diatur untuk setiap jenis SPT Masa.
 Apabila pembayaran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau
penyetoran pajak, atas keterlambatan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
 Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2a) UU KUP.

3. Jatuh Tempo Pembayaran Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah.
 Harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal surat diterbitkan. Hal ini diatur
dalam Pasal 9 ayat (3) UU KUP.
 Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dapat
diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan yang ketentuannya diatur dalam PMK. Hal ini
diatur dalam Pasal 9 ayat (3a) UU KUP.
 Apabila pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per
bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU KUP.

B. Angsuran dan Penundaan


 WP dapat diberikan kemudahan berupa penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak
atas:
a. Kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Pajak Penghasilan.
b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
 Penundaan atau pengangsuran diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
WP dan dapat diberikan untuk paling lama 12 bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (4) UU
KUP.
 Kelonggaran tersebut diberikan terbatas kepada WP yang benar-benar sedang mengalami
kesulitan likuiditas.
 Dalam hal pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, WP juga dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang masih harus
dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (2)
UU KUP.

C. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)


 SPT adalah surat yang digunakan WP untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 SPT merupakan sarana komunikasi utama antara WP dengan Fiskus.
 Apabila terdapat kekeliruan dalam perhitungan atau pelaporan dalam SPT maka WP
membetulkan SPT tersebut.
 SPT dalam sistem self-assessment pada hakikatnya merupakan penetapan oleh WP sendiri,
penetapan oleh Fiskus hanya dilakukan apabila SPT tidak benar.
 Jenis SPT dilihat dari periode pelaporan terdiri dari SPT Tahunan dan SPT Masa.

D. Kewajiban Menyampaikan SPT


 Pasal 3 ayat (1) UU KUP mengatur, bahwa setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap,
dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
 Dalam mengisi SPT harus:
a. Benar, yaitu benar dalam perhitungan, penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
b. Lengkap, yaitu memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-
unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
c. Jelas, yaitu melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang
harus dilaporkan dalam SPT.
 Kewajiban penyampaian SPT oleh pemotong atau pemungut pajak dilakukan untuk setiap
Masa Pajak.
 Pasal 3 Ayat (1a) UU KUP mengatur, bahwa bagi WP yang telah mendapat izin Menteri
Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata
uang selain Rupiah, WP yang bersangkutan wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan. Saat ini izin yang
diberikan oleh Menteri Keuangan terbatas pada mata uang Dolar Amerika Serikat.

E. Tempat dan Cara Lain Pengambilan SPT


 Pasal 3 ayat (2) UU KUP mengatur, bahwa WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(1a) mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau
mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
 WP harus mengambil sendiri formulir SPT dan Direktur Jenderal Pajak tidak mempunyai
kewajiban untuk mengirimkan formulir SPT kepada WP. Apabila Direktur Jenderal Pajak
mengirimkan formulir SPT maka hal tersebut dilaksanakan dalam rangka pelayanan kepada
WP.
 Tempat pengambilan SPT diatur sebagai berikut:
a. Untuk SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy):
1) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
yaitu Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan.
2) format SPT dapat diunduh dari situs DJP.
b. Untuk SPT berbentuk e-SPT:
1) dapat diambil secara langsung oleh WP pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan.
2) aplikasi e-SPT dapat diunduh dari situs DJP.

F. Penandatanganan SPT
 WP wajib menandatangani SPT sebelum disampaikan kepada DJP.
 Ketentuan mengenai penandatanganan SPT diatur sebagai berikut:
1. Ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP
2. Penandatanganan SPT dilakukan dengan cara:
a. tanda tangan biasa;
b. tanda tangan stempel; atau
c. tanda tangan elektronik atau digital.
3. Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan tanda tangan biasa.

G. SPT Dianggap Tidak Disampaikan


 Pasal 3 Ayat (7) UU KUP  SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a. SPT tidak ditandatangani;
b. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang diatur dalam PMK;
c. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis;
atau
d. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau
menerbitkan surat ketetapan pajak.
H. SPT Tidak Lengkap/Tidak Jelas atau Dianggap Tidak Disampaikan
 SPT dan Lampiran adalah satu kesatuan  lampiran berupa keterangan dan dokumen  antara
lain surat kuasa, surat keterangan tentang perkawinan dengan pisah harta dan penghasilan,
dokumen yang berkenaan dengan impor atau ekspor dan Surat Setoran Pajak.
 SPT Pajak Penghasilan harus memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah
Penghasilan Kena Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
atau kelebihan pajak, serta harta dan kewajiban diluar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi
Wajib Pajak orang pribadi.
 SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilengkapi
dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang
diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
 SPT Masa PPN harus memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
 Apabila tidak terpenuhi maka SPT dianggap tidak disampaikan

I. Sanksi Tidak Memenuhi Kewajiban Penyampaian SPT


 WP yang tidak memenuhi kewajiban menyampaikan SPT maka WP dapat dikenai sanksi
administrasi ataupun sanksi pidana.
 Sanksi administrasi dapat berupa:
1. Sanksi Administrasi Berupa Denda Pasal 7 UU KUP
 Apabila WP terlambat menyampaikan SPT sehingga melewati jangka waktu
penyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, maka akan
dikenai sanksi berupa denda yaitu:
a. Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN.
b. Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya.
c. Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WP badan.
d. Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WPOP.
 Sanksi berupa denda tidak dilakukan terhadap:
1. WPOP yang telah meninggal dunia;
2. WPOP yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
3. WPOP yang berstatus sebagai WNA yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5. WP Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan; atau
8. WP lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan Pasal 13 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 ayat (3) UU
KUP.
 Terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT, dilakukan pemeriksaan dan
berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kekurangan pembayaran pajak.
 Sehingga terhadap WP diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, WP dikenai
sanksi administrasi berupa kenaikan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
 Sanksi kenaikan tersebut dapat dikenakan apabila terhadap WP telah diterbitkan
Surat Teguran, namun SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
dalam Surat Teguran.
 Besar sanksi administrasi berupa kenaikan yaitu:
a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut,
tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang
disetor.
c. 100% (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau
kurang dibayar.

 Sanksi pidana dapat berupa:


1. Sanksi Pidana Kealpaan (tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati)
 Tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan WP.
Tetapi, WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah
pajak yang kurang dibayar. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UU KUP.
 Dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut merupakan perbuatan setelah
perbuatan yang pertama kali. Didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan
atau paling lama 1 tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 38 UU KUP.
2. Sanksi Pidana Kesengajaan.
 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun
dan denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar. Hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP.
 Pidana sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas ditambahkan 1 kali menjadi 2
kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan. Hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c UU KUP.

J. Dikecualikan dari Kewajiban Penyampaian SPT


 Pasal 3 Ayat (8) UU KUP  Pasal 2 dan 3 PMK NOMOR 183/PMK.03/2007
 WPOP yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak
melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Perubahan Ketiga Pajak
Penghasilan 1984  dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan
Pasal 25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
 WPOP yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.

K. SPT Untuk Beberapa Masa


 Pasal 3 Ayat (3a) UU KUP Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa
Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.
 PMK NOMOR 182/PMK.03/2007  Kriteria WP yang dimaksud yaitu:
a. Wajib Pajak usaha kecil, terdiri dari:
1. WPOP yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas; atau
2. WP Badan

Syarat:

a) WPOP dalam negeri;dan


b) Penerimaan bruto dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari
Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

b. Wajib Pajak di daerah tertentu, dengan syarat:


a) Modal WP 100% dimiliki oleh Warga Negara Indonesia;
b) Menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak
lebih dari Rp 900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah).
 WP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaiakan
pemberitahuan tertulis paling lambat 2 bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang
oleh Wp akan disampaikan dalam SPT Masa.

L. Cara Penyampaian SPT Kepada DJP


a. Secara langsung ke KPP atau KP2KP tempat WP terdaftar, atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak antara lain Mobil Pajak, Pojok Pajak, Drop Box.
b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
c. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
d. Melalui e-Filing, yaitu secara online dan real time pada jaringan internet.

Cara a, b, dan c dapat dilakukan untuk SPT yang berbentuk formulir kertas maupun berbentuk e-
SPT. Jika menggunakan e-SPT maka WP tetap harus menyerahkan formulir induk SPTdalam bentuk
tercetak yang telah ditandatangani ditambah dengan data elektronik yang disimpan dalam media
elektronik. Atas penyampaian SPT secara langsung diberikan tanda penerimaan surat.

Cara d hanya dapat dilakukan untuk SPT yang berbentuk e-SPT. Atas penyampaian SPT melalui e-
Filing diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.

M. Sanksi Tidak/Terlambat Menyampaikan SPT


1. Sanksi Administrasi Berupa Denda Pasal 7 UU KUP
 Apabila WP terlambat menyampaikan SPT sehingga melewati jangka waktu penyampaian
SPT atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, maka akan dikenai sanksi berupa
denda yaitu:
a. Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN.
b. Rp100.000,00 SPT Masa lainnya.
c. Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WP badan.
d. Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WPOP.
 Sanksi berupa denda tidak dilakukan terhadap:
a. WPOP yang telah meninggal dunia;
b. WPOP yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WPOP yang berstatus sebagai WNA yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan; atau
h. WP lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan Pasal 13 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 ayat (3) UU KUP.
 Terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT, dilakukan pemeriksaan dan berdasarkan hasil
pemeriksaan terdapat kekurangan pembayaran pajak.
 Sehingga terhadap WP diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, WP dikenai sanksi
administrasi berupa kenaikan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
 Sanksi kenaikan tersebut dapat dikenakan apabila terhadap WP telah diterbitkan Surat
Teguran, namun SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat
Teguran.
 Besar sanksi administrasi berupa kenaikan yaitu:
a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau
kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.
c. 100% (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang
dibayar.

N. Hak WP Setelah Menyampaikan SPT


WP memiliki beberapa hak sehubungan dengan penyampaian SPT, yaitu:
1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan.
2. Membetulkan SPT.
3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT.

Namun demikian, setiap penggunaan hak tersebut oleh WP memiliki konsekuensi tersendiri.
1. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
 Pasal 3 ayat (4) UU KUP  WP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 bulan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak yang
ketentuannya berdasarkan PMK.
 Pasal 3 ayat (5) UU KUP  Syarat: menyampaikan pemberitahuan penghitungan
sementara pajak yang terutang dalam 1 Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai
bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya
berdasarkan PMK.  bertujuan untuk mencegah usaha penghindaran dan/atau
perpanjangan waktu pembayaran pajak yang terutang dalam 1 Tahun Pajak yang harus
dibayar sebelum batas waktu penyampaian SPT.  berakibat pengenaan sanksi
administrasi berupa bunga bagi WP yang ingin memperpanjang waktu penyampaian
SPT Pajak Penghasilan.
 Pasal 19 ayat (3) UU KUP  Apabila Surat Pemberitahuan yang disampaikan melalui
perpajangan tersebut menyatakan kurang bayar maka atas kekurangan pembayaran
tersebut dikenai sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung mulai dari
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal dibayarnya
kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
 Pasal 3 ayat (3) UU KUP  batas waktu penyampaian SPT:
a. SPT Masa  paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak
b. SPT Tahunan PPh WPOP  paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak
c. SPT Tahunan PPh WP badan  paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak
2. Pembetulan SPT
 Pasal 8 ayat (1) UU KUP  WP berhak membetulkan SPT yang telah disampaikan
apabila terdapat kekeliruan pengisisan sebelumnya, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
 Pasal 8 ayat (1a) UU KUP  WP berhak membetulkan SPT yang telah disampaikan
apabila terdapat rugi atau lebih bayar, dengan syarat pembetulan harus disampaikan
paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa penetapan.
 Pasal 8 Ayat (6) UU KUP  WP berhak membetulkan SPT yang telah disampaikan
apabila terdapat perubahan jumlah kerugian akibat diterbitkannya surat ketetapan
pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjauan Kembali, dalam jangka waktu 3 bulan setelah surat keputusan
tersebut diterima dan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan
tindakan pemeriksaan.
 Apabila dalam pembetulan SPT menyatakan kurang bayar maka atas kekurangan
pembayaran tersebut dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (2a) UU
KUP.
o Pasal 8 ayat (2) UU KUP  sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan
atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT
berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 bulan.
o Pasal 8 ayat (2a) UU KUP  sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per
bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 bulan.
3. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
 Pasal 8 ayat (4) UU KUP  WP dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri
tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan walaupun Direktur
Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum menerbitkan surat ketetapan pajak.  dilakukan dalam laporan tersendiri dan
harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak
yang sesungguhnya terutang.  Proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai
untuk membuktika kebenaran laporan WP.  Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti
adanya ketiddaksesuaian pengungkapan tersebut dengan keadaan aslinya, maka dapat
diterbitkan surat ketetapan pajak.
 Pasal 8 ayat (5) UU KUP  sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak
yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh WP sebelum laporan tersendiri disampaikan.
4. Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
 Pasal 8 ayat (3) UU KUP  WP berhak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 walaupun telah
dilakukan tindak pemeriksaan, dengan syarat belum dilakukan tindak penyidikan. 
Terhadap WP tersebut tidak akan dilakukan penyidikan  apabila pengungkapan
tersebut disertai dengan pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi  denda sebesar 150% dari jumlah
pajak yang kurang dibayar.

O. Sunset Policy
 Sunset Policy aturan tentang pengampunan pajak penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar Pasal 37A UU Nomor 28 Tahun
2007  Pemberian penghapusan sanksi berlaku kepada:
a. Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan SPT Pajak Penghasilan sebelum Tahun
Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar
dan dilakukan paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009, dapat diberikan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
b. WPOP yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1
tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi
administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum
diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali
terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT yang disampaikan Wajib
Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
 Kebijakan ini memberikan peluang kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pembetulan
SPT.
 Masa berlaku pelaksanaan pasal 37A UU KUP dibatasi, yaitu paling lambat 29 Februari 2009
bagi WPOP yang telah memiliki NPWP dan 31 Maret 2009 bagi WPOP yang tidak memiliki
NPWP.
 WP yang tidak memanfaatkan kebijakan ini dalam kurun waktu yang sebentar tersebut,
maka ketentuan pengenaan sanksi administrasi berupa bunga akan berlaku sepenuhnya.

P. Pembetulan SPT
 Pasal 8 ayat (1) UU KUP  WP berhak membetulkan SPT yang telah disampaikan apabila
terdapat kekeliruan pengisisan sebelumnya, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
 Pasal 8 ayat (1a) UU KUP  WP berhak membetulkan SPT yang telah disampaikan apabila
terdapat rugi atau lebih bayar, dengan syarat pembetulan harus disampaikan paling lama 2
tahun sebelum daluwarsa penetapan.
 Pasal 8 Ayat (6) UU KUP  WP berhak membetulkan SPT yang telah disampaikan apabila
terdapat perubahan jumlah kerugian akibat diterbitkannya surat ketetapan pajak, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali, dalam jangka waktu 3 bulan setelah surat keputusan tersebut diterima
dan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
 Apabila dalam pembetulan SPT menyatakan kurang bayar maka atas kekurangan
pembayaran tersebut dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (2a) UU KUP.
o Pasal 8 ayat (2) UU KUP  sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas
jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
o Pasal 8 ayat (2a) UU KUP  sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan
atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Q. Pengungkapan Ketidakbenaran
1. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
 Pasal 8 ayat (4) UU KUP  WP dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri
tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan walaupun Direktur
Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum menerbitkan surat ketetapan pajak.  dilakukan dalam laporan tersendiri dan
harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak
yang sesungguhnya terutang.  Proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai
untuk membuktika kebenaran laporan WP.  Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti
adanya ketiddaksesuaian pengungkapan tersebut dengan keadaan aslinya, maka dapat
diterbitkan surat ketetapan pajak.
 Pasal 8 ayat (5) UU KUP  sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak
yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh WP sebelum laporan tersendiri disampaikan.
2. Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
 Pasal 8 ayat (3) UU KUP  WP berhak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 walaupun telah
dilakukan tindak pemeriksaan, dengan syarat belum dilakukan tindak penyidikan. 
Terhadap WP tersebut tidak akan dilakukan penyidikan  apabila pengungkapan
tersebut disertai dengan pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi  denda sebesar 150% dari jumlah
pajak yang kurang dibayar.

Anda mungkin juga menyukai