Anda di halaman 1dari 14

Fungsi, macam-macam SKP, pelunasan Pajak serta kedaluwarsa penetapan

Terkait dengan tagihan pajak, Ditjen Pajak menggunakan surat tagihan yang disebut SKP atau Surat
Ketetapan Pajak.

Menurut laman resmi Ditjen Pajak, penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada WP
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan)
atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.

Fungsi Surat Ketetapan Pajak

a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi
ketentuan perpajakan.

b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.

c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.

d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar

e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Jenis-Jenis Ketetapan Pajak

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

e. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal:

- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan atau salah
hitung;

- WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;

- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

- Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak;

- Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat
waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum
yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan
Surat Paksa;

- Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
dikeani sanksi;

- Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
diwajibkan membayar kembali;

Daluwarsa Penetapan Pajak

Dasar hukum tentang daluwarsa pajak atau daluwarsa Surat Tagihan Pajak tidak diungkapkan secara
tersurat dalam Undang-Undang KUP.

Tetapi disebutkan pada Pasal 14 Ayat 2 bahwa STP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat
Ketetapan Pajak.

Itu artinya ketentuan daluwarsa apajak atau STP ditetapkan sama dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Berdasarkan surat penegasan yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pajak yaitu S-411/PJ.02/2016 pada
tanggal 2 Mei 2016 menjelaskan bahwa:

Asas hukum yang menyatakan apabila gugur perkara pokok, maka gugur pula perkara assessor-nya atau
perkara yang menumpanginya. Dalam hukum pajak, apabila pokok pajak telah dihapus, seharusnya atas
sanksi administrasi yang mengikuti juga ikut dihapus.

Asas hukum Litis Finiri Oportet dengan inti pesan yang menyatakan bahwa setiap perkara harus ada
akhirnya.

Dari penjelasan tersebut, daluwarsa pajak atau daluwarsa penetapan pajak berarti dipahami sesuai
dengan daluwarsa penerbitan SKP dan STP.

Sehingga, daluwarsa penerbitan Surat Tagihan Pajak untuk Tahun Pajak 2008 dan setelahnya adalah
sebagai berikut:

STP Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 14 diterbitkan paling lama 5 tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhir Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

STP Pasal 19 diterbitkan paling lama 5 tahun sejak SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, kecuali ada kondisi yang menyebabkan tertangguh.

Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang KUP berbunyi:

“Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo
pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.”

Sementara kondisi yang menyebabkan tertangguhnya daluwarsa penagihan pajak diatur dalam Pasal 22
Ayat 2 Undang-Undang KUP sebagai berikut:
Diterbitkan Surat Paksa.

Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (5), atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (4).

Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Apabila Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Paksa, maka masa surat 5 tahun dimulai kembali
sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa.

Permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo dapat
diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyatakan pengakuan utang pajak.

Sehingga dalam kasus ini daluwarsa penagihan pajak akan dihitung mulai dari tanggal dimana surat
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diajukan dan diterima Direktorat
Jenderal Pajak (DJP).

Pembetulan Ketetapan Pajak

Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara
jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.

Angsuran, penundaan pembayaran pajak serta penghapusan piutang pajak


Syarat Pembuatan Permohonan

Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 jo.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 9 Ayat (4) , Pasal 10 Ayat 2 Juncto Kep. Men. Nomor
606/KMK.04/1994 Jo KEP – 53/PJ.4/1995 tgl 23 Juni 1995, 251/KMK.04/1995

Permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak harus dibuat,

1. Secara tertulis dengan menggunakan formulir bentuk

2. Satu permohonan untuk setiap STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding

3. Sebeum saat jatuh tempo dari STP / SKPKB / SKPKBT / SK Pembetulan / SK Keberatan / Putusan
Banding. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sesudah jatuh tempo apabila mengalami hal di
luar kekuasaan Wajib Pajak, a.l:

4. Wajib Pajak dengan cukup bukti menerima STP, SKPKB dan SKPKBT sesudah tanggal jatuh tempo

5. Wajib Pajak dengan cukup bukti tidak dapat memenuhi batas waktu permohonan karena mengalami
hal di luar kekuasaannya.

Alasan Permohonan

– Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas

– Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan

Bentuk Jaminan

Bentuk jaminan permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak dapat berupa:

1. Bank Garansi
2. Perhiasan
3. Gadai barang bergerak yang bisa dijadikan jaminan seperti surat efek, perhiasan, dsb.
4. Penyerahan hak secara kepercayaan (fiduciaire eigendoms overdracht) yaitu semacam gadai
barang bergerak , tetapi barang itu tidak diserahkan kepada KPP, melainkan dapat terus dipakai
atau disimpan oleh yang memberi gadai.
5. Hipotik
6. Penanggungan utang oleh pihak ketiga
Keputusan mengangsur atau menunda pembayaran pajak dapat berupa menerima seluruhnya ,
menerima sebagian atau menolak. Bagi Wajib Pajak yang surat permohonan mengangsur/
menunda pembayaran pajaknya disetujui seluruhnya atau sebagian oleh Kepala KPP, tetap
dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung sejak jatuh tempo sampai saat
pembayaran.

Dasar penghitungan bunga penagihan tidak termasuk bunga dan atau denda sebagaimana yang
tercantum dalam STP/SKPKB/ SKPKBT/SK. Pembetulan /SK. Keberatan dan Banding / Pajak Banding.
Bunga yang dihitung tersebut ditagih dengan STP :

–Bagi Wajib Pajak yang mengangsur pembayaran pajak, STP dikeluarkan setiap tangggal jatuh tempo
angsuran.

–Bagi Wajib Pajak yang menunda pembayaran, STP dikeluarkan pada saat jatuh tempo pembayaran
penundaan.

–Untuk sementara STP atas bunga penagihan hanya diterbitkan apabila bunga penagihan berjumlah Rp
1000,00 (seribu rupiah ) atau lebih.

Wan Prestatif

Menurut pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-53/PJ.4/1995 tindakan penagihan
dengan surat paksa dapat dilakukan apabila Wajib Pajak yang telah mendapat keputusan Kepala KPP
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, tidak melaksanakan keputusan tersebut (ingkar).

Ketentuan memperhitungkan bunga penagihan tetap harus diikuti Pasal 19 Undang-Undang KUP, yaitu
bunga 2% per bulan .

Penghapusan Piutang Pajak

–Piutang yang dapat dihapuskan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Piutang pajak tersebut tercantum dalam surat Tagihan Pajak, SKPKB atau SKPKBT, SK. Pembetulan, SK.
Keberatan, Putusan Banding yang diperkirakan atau tidak mungkin lagi dapat ditagih. Piutang pajak yang
tercantum tersebut adalah untuk menjamin bahwa piutang pajak telah benar-benar ditatausahakan
sebagai piutang pajak berdasarkan peraturan yang ada.

Piutang Pajak Tidak Dapat atau Tidak Mungkin Ditagih Lagi

Jika Wajib Pajak telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai
ahli waris maka diperlukan dokumen-dokumen yang perlu untuk mendukung alasan penghapusan
piutang pajak tersebut, misalnya: Surat keterangan meninggal dunia dari pejabat daerah setempat, atau
rumah sakit, Surat keterangan dari pejabat daerah setempat yang menyatakan bahwa Wajib
Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai ahli waris serta keterangan / petunjuk bahwa
WP/Penanggung Pajak tidak meninggalkan harta warisan. Apabila WP meninggal dunia meninggalkan
warisan, maka penagihan (dengan Surat Paksa) ditujukan kepada ahli warisnya atau kepada pelaksana
Surat Wasiat.

Bila WP/Penanggung Pajak tidak dapat diketemukan lagi karena:

1.Wajib Pajak/ Penanggung Pajak pindah alamat dan tidak memberitahukan alamat barunya, diperlukan
Surat keterangan dari Pejabat Daerah Setempat (minimal Lurah) tentang hal tersebut.

2.WP/Penanggung Pajak meninggalkan Indonesia, diperlukan keterangan yang menyatakan hal itu dari :

–Pejabat daerah setempat yang menyatakan ketidak beradaannya pada alamat yang dimaksud

–Pejabat imigrasi yang memberikan izin meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya

Kepada kedua golongan di atas, usul penghapusan baru dapat dibuat setelah memenuhi persyaratan
daluwarsa.

Wajib Pajak Tidak Mempunyai Kekayaan Lagi

1.WP/Penanggung Pajak Badan dapat dikatakan tidak mempunyai harta kekayaan lagi (aktivanya telah
habis terjual namun masih memiliki utang termasuk utang pajak ) apabila ada dokumen-dokumen yang
mendukung kebenarannya, antara lain: akte pembubaran, neraca likuidasi, pernyataan kepailitan. Utang
pajak yang masih tersisa tersebut ditagih terus kepada wakilnya ( Pasal 32 Ayat (1) KUP). Pengecualian
terhadap wakil yang dapat meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya
benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
2.Bagi WP/ Penanggung Pajak Perseorangan, untuk menghapuskan pajaknya diperlukan :

–Surat Keterangan dari Pejabat Daerah setempat yang menyatakan hal itu.

–Surat Keterangan dari pemberi kerja apabila WP/Penanggung Pajak menjadi karyawan, tentang
besarnya penghasilan yang diterima.

Keterangan tersebut nantinya akan menjadi bahan pertimbangan fiskus untuk meneliti WP.

Sesuai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 JO Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 JO
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP, piutang pajak yang tercantum dalam STP / SKPKB,
SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan dan Permohonan banding dapat dihapuskan apabila hak untuk
melakukan penagihan sudah daluwarsa.

Pengertian, dasar hukum dan tata cara restitusi pajak (pasal 17, 17B ;17C)

Restitusi pajak menurut UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada negara. Kelebihan
pembayaran pajak tersebut merupakan hak bagi Wajib Pajak. Dengan kata lain, negara membayar
kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak.

Restitusi akan timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

Kelebihan pembayaran pajak yang dimaksud dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu kredit pajak lebih
besar daripada pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT, dan terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.
Ketentuan Pasal-Pasal atas Restitusi Pajak

Berdasarkan UU KUP, kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan /atau PPnBM dapat dikembalikan (restitusi),
yakni pada pasal:

1. Pasal 17 Ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB) apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang.

SKPLB diterbitkan untuk:

PPh apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

PPN apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak
yang dipungut oleh Pemungut PPN, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak
Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut.

PPnBM apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

2. Pasal 17 Ayat (2)

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran
pajak, menerbitkan SKPLB apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

3. Pasal 17B

a. Ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak,
harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.
b. Ayat (1a)

Ketentuan ini tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan, yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

c. Ayat (2)

Apabila dalam jangka waktu 12 bulan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan,
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus
diterbitkan paling lambat satu bulan setelah jangka waktu pengambilan keputusan berakhir.

d. Ayat (3)

Apabila dalam kurun waktu satu bulan SKPLB terlambat/belum diterbitkan, Wajib Pajak berhak untuk
menerima imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya masa satu bulan, sampai
dengan diterbitkannya SKPLB.

e. Ayat (4)

Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1a) tidak dilanjutkan dengan penyidikan ataupun dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak
dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan
dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan
dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan SKPLB, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar
2% per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.

.Pasal 17C UU KUP:


(1) “Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama tiga bulan sejak permohonan diterima secara
lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
untuk Pajak Pertambahan Nilai.

(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.

tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut.

tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.

(3) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

(4) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak.

(5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

(6) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak apabila:

terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu dua Masa Pajak
berturut-turut.

terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu tiga Masa Pajak
dalam satu tahun kalender.

terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

(7) Tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.”

Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan melalui proses penelitian
untuk pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, verifikasi untuk pengembalian pajak
yang seharusnya tidak terutang, atau pemeriksaan dengan ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib
Pajak mempunyai utang pajak, restitusi tersebut langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut.

Syarat-syarat pengajuan restitusi pajak dan Pengembalian Pendahuluan

Anda berhak untuk mengajukan pengembalian atas pajak yang lebih dibayarkan. Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak atau restitusi dapat dilakukan atas dua kondisi:

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (kondisi ini terjadi dimana
Wajib Pajak membayar pajak padahal seharusnya tidak terutang pajak), dan

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM (kondisi ini terjadi dimana Wajib
Pajak membayar pajak lebih besar dari yang semestinya).

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak atau yang disebut Pengembalian Pendahuluan
adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang
PPN.
Pengembalian Pendahuluan dapat diberikan kepada:

Wajib Pajak Kriteria Tertentu (tautan),

Wajib Pajak Persyaratan Tertentu (tautan), dan

Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah (tautan).

MEKANISME PENGEMBALIAN

Mekanisme pengajuan Pengembalian Pendahuluan adalah sebagai berikut:

JANGKA WAKTU

-Penerbitan SKPPKP atau Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan:

1. WP Kriteria Tertentu:

a. PPh : 3 bulan

b. PPN : 1 bulan

sejak tanggal diterimanya permohonan.

2. WP Persyaratan Tertentu:

a. PPh OP : 15 hari kerja

b. PPh Badan : 1 bulan

c. PPN : 1 bulan

sejak tanggal diterimanya permohonan.

3. PKP Berisiko Rendah : 1 bulan sejak tanggal diterimanya permohonan

-SKPPKP sampai dengan SKPKPP: 1 bulan sejak SKPPKP diterbitkan

-SKPKPP sampai dengan SPMKP: 5 hari kerja sejak SKPKPP diterbitkan

-Transfer ke rekening WP: kurang lebih 2 hari kerja sejak SPMKP diterbitkan
KETENTUAN LAIN

Jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP tidak sama dengan jumlah dalam permohonan, Anda
dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisihnya melalui surat
tersendiri. Namun jika Anda tidak meminta pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang
belum dikembalikan, Anda dapat melakukan pembetulan SPT.

Jika Anda menyampaikan SPT Tahunan PPh maupun SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar tetapi
tidak disertai permohonan Pengembalian Pendahuluan, sehingga tidak diterbitkan SKPPKP, maka akan
ditindaklanjuti dengan prosedur pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai