Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak dan kaitannya dengan tagihan pajak, Ditjen Pajak akan
menerbitkan suatu surat yang disebut Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang dapat mengakibatkan
pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk sanksi administrasi
pajak.
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP), SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Ketentuan surat ini diatur dalam pasal 17 UU KUP. Melansir dari Kementerian Keuangan, isi
Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar
kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila
terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan
hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih
1. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang;
2. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi
dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas
Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau
lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak.
Apabila Wajib Pajak setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan menghendaki
a. Secara langsung;
c. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Wajib Pajak harus melunasi tagihan pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
B. Jenis Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dibagi menjadi 4 (empat) jenis, meliputi :
Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Pengertian Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
Pengertian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
DASAR HUKUM
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei
1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
PENGERTIAN
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penagihan) di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan penagihan
yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu
jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak
dan tahun pajak.
Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu Penagihan pajak adalah perbuatan
yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-
undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.
Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar
Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat
paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan
menjual barang yang telah disita.
Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajakmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya
sehubungan dengan penagihan pajak.
Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah
Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak.
Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Tugas Jurusita Pajak:
Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:
1. Surat Teguran
Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk
memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan
penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Surat teguran adalah surat
yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya. Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam
SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu hari dari batas waktu jatuh
tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya.
2. Surat Paksa
Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang bayar
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan
pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak lalai
melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak.
Pengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang no. 19 tahun 2000
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang berbunyi: Surat paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sedangkan menurut Rusdji (2005:25), yaitu
surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan
tanggal jatuh tempo.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak
melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.
Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung Pajak tidak memenuhi
ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya.
Sebagai surat yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu memiliki cirri-ciri dan kriteria
tersendiri. Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang-undang
no.19 tahun 1997 Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian
kepalanya bertuliskan “Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnyaharus memuat:
1) Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2) Dasar penagihan
3) Besarnya utang pajak
4) Perintah untuk membayar
Selain kriteria di atas, surat paksa juga mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Surat paksa langsung dapat digunakan tanpa bantuan putusan peradilan dan tidak dapat
digunakan untuk mengajukan banding
2) Mempunyai kedudukan hukum yangsama dengan grosse akte, yaitu putusan peradilan
perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihannya
4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penagihan penyanderaan
Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain
sejenis yang diterbitkan oleh pejabat. Pasal 8 ayat 1 menerangkan tentang sebab-sebab
penerbitan surat paksa, yaitu:
1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telahditerbitkan surat teguran
atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketikadan sekaligus
3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
1. Penanggung pajak
2. Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung
pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai
3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi
4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah
dibagi.
Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 2×24 jam setelah surat
paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat
Paksa dan apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator,
Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan
bubar atau dalam likuidasi,Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani
untukmelakukan pemberesan atau likuidator.
3. Surat Penyitaan
Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat Paksa. Surat Penyitaan
diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasidalam jangka waktu 2×24 jam setelah Surat
Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang
Wajib Pajak. Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak berwenang melakukan
penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak. Untuk melaksanakan penyitaan barang milik
Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan
tegas yang meliputi status, nilai serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik
Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun
masyarakat Wajib Pajak.
Menurut Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Dengan Surat Paksa, Penyitaan
adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang dengan penanggungan pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Sedangkan penyitaan menurut Hadi (2001:4), yaitu serangkaian tindakan dari juru sita pajak
yang dibantu oleh 2 orang saksi untuk menguasai barang-barang dari Wajib Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan.
Undang-undang no.19 tahun 2000 Pasal 14 ayat 1 menjelaskan bahwa penyitaan dapat
dilaksanakan terhadap milik Wajib Pajak yang berada di tempat tinggal, di tempat usaha, di
tempat kedudukan atau di tempat lain termasuk penguasaannya yang berada di tangan pihak
lain yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berupa:
1) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu
2) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran ataupun bentuk lainnya.
Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
a) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak
dan keluarga yang menjadi tanggungannya
b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak
yang berada di rumah
c) Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperbolehkan dari Negara
d) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat
yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan
e) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000 (dua puluh juta
rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau
Keputusan Kepala Daerah
f) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungan. Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita
oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita
tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan SuratPaksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain
yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang tersebut
sebagai jaminan pelunasan utang pajak.Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang
menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak
mendahului Negara untuk tagihan pajak.
Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali
terhadap:
1) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan atau barang tidak bergerak
2) Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut
3) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan
1) Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak
2) Hasil pelelangan barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak
dan utang pajak.
Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dengan
didampingi oleh 2 orang saksi, penduduk Indonesia yang telah dewasa, yang dikenal juru sita
pajak dan dapat dipercaya(undang-undang No 19 tahun 2000 tentang Penagihan dengan Surat
Paksa). Tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang
pajak dari penanggung pajak.
Setiap pelaksanaan penyitaan, juru sita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang
ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi.Jika penanggung pajak
adalah badan maka berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus, kepala
perwakilan, kepala cabang, penanggung pajak, pemilik modal atau pegawai tetap
perusahaan.Salinan berita acara pelaksanaan sita dapat ditempelkan di tempat umum dan
berlaku sebagai pemberitahuan maksud tindakan juru sita pajak pada penanggung pajak atas
barang yang disita atau diberi segel sita.
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.Hal lainnya yang dapat disita diatur dengan
peraturan pemerintah.Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi
biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan
Peradilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan
Kepala Daerah.
4. Lelang
Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya penagihan pajak
maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita tetap dapat dilakukan.
Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan no.13/KMK.01/2002, yaitu lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun media
elektronik dengan carapenawaran harga secara lisan dan tertulis melalui usaha pengumpulan
peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak tidak melunasi
kewajiban perpajakannya dan terhadap fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib
Pajak atau penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan menyampaikan
Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat dilelang oleh Kantor
Lelang Negara.
Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan barang dimuka umum
dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui pengumpulan calon pembeli.
1) Syarat-syarat lelang
Pejabat pemerintah yang diangkat oleh menteri keuangan,khusus untuk petugas lelang.
Penerima uang kas negara, yang kepadanya ditugaskansebagai juru lelang.
Pejabat negara, pejabat lelang menjadi saksi terjadinyalelang, baik bagi penjual pemiliki
maupun pemegang yang menjabat pekerjaan yang dikaitkan dengan jabatan juru lelang.
Orang-orang yang khusus diangkat untuk jabatan ini.
3) Persiapan lelang
Sebelum dilaksanakan lelang, pejabat terlebih dahulu melakukan pengumuman mass
media.Pengumuman lelang ini diumumkan sekurang-kurangnya 14 hari setelah penyitaan.
4) Pelaksanaan Lelang
Juru sita pajak datang ketempat dimana barang-barang sitaan ituakan dilelang untuk
mendampingi juru lelang. Sesaat sebelumpelelangan dimulai sebaiknya juru sita pajak
menanyakan kepada wajibpajak apakah utang pajaknya telah dilunasi, maka pelelangan
dibatalkandan apabila tidak maka pelelangan segera dilakukan. Juru lelangmengumumkan
kepada para calon pembeli tentang syarat-syarat apayang harus dipenuhi serta cara-cara
penawarannya. Wajib pajak berhakmenentukan urutan nama barang-barang yang disita akan
dilelang. Jikahasil penjualan barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambahdengan biaya
penagihannya maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa
barang dikembalikan dengan segera dengan wajib pajak.Setelah selesai pelelangan, maka
kantor lelang, juru sita atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan
melaporkan kepada atasannya dengan membuat laporan hasil pelaksanaan lelang maka
pengumuman lelang dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam media masa,
media cetak, atau media elektronik yang bersangkutan.
5) Pembatalan Lelang
Apabila wajib pajak melunasi utang pajak serta biaya penagihannya sesudah pengumuman
lelang dimuat dimedia masa, media cetak atau media elektronik tetapi sebelum pembatalan
wajib pajak yang bersangkutan harus menunjukan bukti pembayaran utang pajak dan
penagihannya.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Pencegahan dapat
dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas
permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka waktu pencegahan paling
lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6bulan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan
menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan hanya
dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat
setelah mendapat ijin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi.
Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang slama-lamanya 6 bulan.
Gugatan
Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. Dalam hal
gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama
baik dang anti rugi kepada Pejabat paling banyak Rp 5.000.000,00. Perubahan besarnya ganti
rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah. Gugatan
diajukan dalam jangka waktu 14 hari.
Ketentuan Pidana
Penanggung pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling laam 4
tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan maka akan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu, dan denda paling banyak Rp
10.000.000,00.
1. Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan
diberi nomor register perkara kasasi.
2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya
telah diregistrasi.
3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim
Agung yang akan memeriksa perkara PK.
4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang
menangani perkara PK tersebut.
5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing
(pembaca 1,2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
6. Majelis hakim agung memutuskan perkara
7. Mahkamah agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat
pertama yang menerima permohonan PK
Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali
2) Permohonan peninjauan kembali tersebut di atas didaftarkan kepada petugas Meja I
di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.
a) Jika putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang
diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh
Hakim pidana dinyatakan palsu.
b) Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang
pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
c) Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.
d) Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab- sebabnya.
e) Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama
oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan
satu dengan yang lain.
f) Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.
5) Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan
sebagaimana dimaksudkan dalam point (4) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
a) Yang disebut pada angka (4) huruf (a) sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat
atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
b) Yang disebut pada angka (4) huruf (b) sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta
tanggal ditemukankanya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat
yang berwenang.
c) Yang disebut pada angka (4) huruf (c), (d), dan (f) sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
d) Yang tersebut pada angka (4) huruf (e) sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara.
6) Novum adalah surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan
termasuk novum.
a) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah atau Hakim yang ditunjuk mempelajari
surat bukti yang diajukan oleh Pemohon peninjauan kembali, apakah surat bukti tersebut
memenuhi persyaratan novum atau tidak.
b) Setelah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan novum, ketua atau Hakim yang ditunjuk
melakukan sidang untuk mengambil sumpah tersebut terhadap Pemohon peninjauan kembali
yang mengajukan novum.
c) Lafal sumpahnya adalah “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya telah menemukan surat
bukti berupa …………… pada hari ……, tanggal…….., bulan…….., tahun …… di …………. dan belum
pernah diajukan di persidangan”.
8) Petugas Meja I menentukan besarnya panjar biaya peninjauan kembali yang dituangkan
dalam SKUM, yang terdiri dari :
a) Biaya perkara peninjauan kembali yang dikirimkan ke Mahkamah Agung yang besarnya
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (b) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.
c) Biaya pengiriman biaya perkara peninjauan kembali melalui bank/kantor pos.
9) Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam
rangkap empat, masing-masing :
b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir
10) Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan peninjauan kembali yang dilengkapi
dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar biaya yang tercantum dalam
SKUM kepada bank.
11) Kasir menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM setelah menerima
pembayaran biaya tersebut.
12) Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar biaya perkara yang
ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.
13) Kasir membukukan uang panjar biaya perkara yang tercantum pada SKUM dalam Buku
Jurnal Permohonan Peninjauan Kembali.
14) Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas, pada hari itu juga panitera membuat akta
permohonan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat
permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku
Register Peninjauan Kembali.
16) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali diterima,
jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah untuk disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2) Undang-
undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang- undangNomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2009)
17) Jawaban atas permohonan dan alasan peninjauan kembali yang diterima di
kepaniteraan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah harus dibubuhi hari dan tanggal
penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang-undang
Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009).
18) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima jawaban tersebut, berkas
permohonan peninjauan kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah
Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5
Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).
19) Biaya permohonan peninjauan kembali untuk Mahkamah Agung dikirim oleh
Bendaharawan Penerima melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah
Agung Jl. Medan Merdeka Utara No. 9 – 13 Jakarta Pusat, No. Rekening : 179179175 atas nama
Kepaniteraan Mahkamah Agung dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara
yang bersangkutan.
20) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan peninjauan
kembali dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.
22) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang ditandatangani oleh Pemohon
peninjauan kembali. Jika pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan oleh
kuasanya, maka pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal.