Anda di halaman 1dari 24

Pengertian dari SKP

Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak dan kaitannya dengan tagihan pajak, Ditjen Pajak akan
menerbitkan suatu surat yang disebut Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang dapat mengakibatkan
pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk sanksi administrasi
pajak.

Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP), SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

SKP berfungsi sebagai:


1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau material dalam memenuhi ketentuan
perpajakan;
2. Sarana untuk mengenakan sanksi perpajakan;
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak;
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar;
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Ketentuan surat ini diatur dalam pasal 17 UU KUP. Melansir dari Kementerian Keuangan, isi

pasal 17 adalah sebagai berikut:

1. Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan

Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar

daripada jumlah pajak yang terutang.

2. Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti

kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila

terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan

hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih

besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan. 


Menurut ketentuan ini, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:

1. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang

terutang; 

2. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak

yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan

Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi

dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau 

3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar

daripada jumlah pajak yang terutang.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas

Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau

lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak.

Apabila Wajib Pajak setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan menghendaki

pengembalian kelebihan pembayaran pajak, wajib mengajukan permohonan tertulis yang

diatur dalam Pasal 11 ayat (2).

Pengiriman surat ketetapan pajak (SKP) tersebut, dapat dilakukan:

a. Secara langsung;

b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

c. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Wajib Pajak harus melunasi  tagihan pajak  yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar  (SKPKB)  dan  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
B. Jenis Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dibagi menjadi 4 (empat) jenis, meliputi :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  (SKPKB) 

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

DASAR HUKUM

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei
1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

PENGERTIAN
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penagihan) di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan penagihan
yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu
jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak
dan tahun pajak.

Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu Penagihan pajak adalah perbuatan
yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-
undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.

Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar
Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat
paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan
menjual barang yang telah disita.

Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajakmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya
sehubungan dengan penagihan pajak.

PEJABAT DAN JURU SITA PAJAK

Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah
Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak.

Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Tugas Jurusita Pajak:

 Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus


 Memberitahukan Surat Paksa
 Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan
 Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

PROSEDUR PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA


Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui juru sita pajak Negara
menyampaikan atau memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan
pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan
surat paksa ini dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law-
Enforcement di bidang perpajakan. Namun langkah ini merupakan langkahterakhir yang
dilakukan oleh fiskus apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. 

Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:

1. Surat Teguran

Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk
memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan
penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Surat teguran adalah surat
yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya. Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam
SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu hari dari batas waktu jatuh
tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya.

Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000 Pasal 5 ayat 2 menyatakan


bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggungpajak yang disetujui untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

2. Surat Paksa

Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang bayar
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan
pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak lalai
melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak.

Pengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang no. 19 tahun 2000
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang berbunyi: Surat paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sedangkan menurut Rusdji (2005:25), yaitu
surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan
tanggal jatuh tempo.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak
melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.
Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung Pajak tidak memenuhi
ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya.
Sebagai surat yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu memiliki cirri-ciri dan kriteria
tersendiri. Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang-undang
no.19 tahun 1997 Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian
kepalanya bertuliskan “Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnyaharus memuat:

1) Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2) Dasar penagihan
3) Besarnya utang pajak
4) Perintah untuk membayar

Selain kriteria di atas, surat paksa juga mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Surat paksa langsung dapat digunakan tanpa bantuan putusan peradilan dan tidak dapat
digunakan untuk mengajukan banding
2) Mempunyai kedudukan hukum yangsama dengan grosse akte, yaitu putusan peradilan
perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihannya
4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penagihan penyanderaan

Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain
sejenis yang diterbitkan oleh pejabat. Pasal 8 ayat 1 menerangkan tentang sebab-sebab
penerbitan surat paksa, yaitu:

1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telahditerbitkan surat teguran
atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketikadan sekaligus
3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1. Penanggung pajak
2. Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung
pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai
3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi
4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah
dibagi.
Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal


2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak
tidak dapat menjumpai salah seorang.

Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 2×24 jam setelah surat
paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat
Paksa dan apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator,
Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan
bubar atau dalam likuidasi,Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani
untukmelakukan pemberesan atau likuidator.

3. Surat Penyitaan

Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat Paksa. Surat Penyitaan
diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasidalam jangka waktu 2×24 jam setelah Surat
Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang
Wajib Pajak. Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak berwenang melakukan
penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak. Untuk melaksanakan penyitaan barang milik
Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan
tegas yang meliputi status, nilai serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik
Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun
masyarakat Wajib Pajak.

Menurut Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Dengan Surat Paksa, Penyitaan
adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang dengan penanggungan pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Sedangkan penyitaan menurut Hadi (2001:4), yaitu serangkaian tindakan dari juru sita pajak
yang dibantu oleh 2 orang saksi untuk menguasai barang-barang dari Wajib Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan.

Undang-undang no.19 tahun 2000 Pasal 14 ayat 1 menjelaskan bahwa penyitaan dapat
dilaksanakan terhadap milik Wajib Pajak yang berada di tempat tinggal, di tempat usaha, di
tempat kedudukan atau di tempat lain termasuk penguasaannya yang berada di tangan pihak
lain yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berupa:

1) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu
2) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran ataupun bentuk lainnya.
Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
a) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak
dan keluarga yang menjadi tanggungannya
b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak
yang berada di rumah
c) Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperbolehkan dari Negara
d) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat
yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan
e) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000 (dua puluh juta
rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau
Keputusan Kepala Daerah
f) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungan. Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita
oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita
tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan SuratPaksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain
yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang tersebut
sebagai jaminan pelunasan utang pajak.Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang
menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak
mendahului Negara untuk tagihan pajak.

Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali
terhadap:

1) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan atau barang tidak bergerak
2) Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut
3) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan

Penyitaan tambahan dapat dilaksakan apabila:

1) Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak
2) Hasil pelelangan barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak
dan utang pajak.

Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dengan
didampingi oleh 2 orang saksi, penduduk Indonesia yang telah dewasa, yang dikenal juru sita
pajak dan dapat dipercaya(undang-undang No 19 tahun 2000 tentang Penagihan dengan Surat
Paksa). Tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang
pajak dari penanggung pajak.
Setiap pelaksanaan penyitaan, juru sita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang
ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi.Jika penanggung pajak
adalah badan maka berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus, kepala
perwakilan, kepala cabang, penanggung pajak, pemilik modal atau pegawai tetap
perusahaan.Salinan berita acara pelaksanaan sita dapat ditempelkan di tempat umum dan
berlaku sebagai pemberitahuan maksud tindakan juru sita pajak pada penanggung pajak atas
barang yang disita atau diberi segel sita.
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.Hal lainnya yang dapat disita diatur dengan
peraturan pemerintah.Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi
biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan
Peradilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan
Kepala Daerah.

4. Lelang

Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya penagihan pajak
maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita tetap dapat dilakukan.
Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan no.13/KMK.01/2002, yaitu lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun media
elektronik dengan carapenawaran harga secara lisan dan tertulis melalui usaha pengumpulan
peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak tidak melunasi
kewajiban perpajakannya dan terhadap fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib
Pajak atau penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan menyampaikan
Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat dilelang oleh Kantor
Lelang Negara.
Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan barang dimuka umum
dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui pengumpulan calon pembeli.

1) Syarat-syarat lelang

Syarat yang terkandung dalam pengertian lelang adalah:


a) Lelang dilakukan dimuka umum
b) Lelang dilakukan berdasarkan hukum
c) Lelang dilakukan dihadapan pejabat
d) Lelang dilakukan dengan penawaran harga
e) Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat
f) Lelang ditutup dengan berita acara

2) Pejabat lelang dan fungsinya

a) Pejabat lelang atau juru lelang terdiri atas:


(1) Juru lelang juru kelas 1

 Pejabat pemerintah yang diangkat oleh menteri keuangan,khusus untuk petugas lelang.
 Penerima uang kas negara, yang kepadanya ditugaskansebagai juru lelang.

(2) Juru lelang yang kedua

 Pejabat negara, pejabat lelang menjadi saksi terjadinyalelang, baik bagi penjual pemiliki
maupun pemegang yang menjabat pekerjaan yang dikaitkan dengan jabatan juru lelang.
 Orang-orang yang khusus diangkat untuk jabatan ini.

b) Fungsi pejabat lelang atau juru lelang adalah :

(1) Sebagai pemimpin lelang


Pejabat lelang merupakan pejabat yang berwenangmelaksanakan lelang. Kepala Kantor
Pelayanan Pajak atauwakilnya yang ditujukan untuk menghadiri lelang hanya mendampingi
pejabat lelang

(2) Sebagai hakim juri dalam lelang.


Jika dalam pelaksanaan lelang terjadi kesalahpahaman atau ketidakjelasan atau terjadi
kericuhan, pejabat lelang harus bias mengatasi itu.

(3) Sebagai saksi dalam lelang


Pejabat lelang menjadi saksi terjadinya lelang, baik bagi penjual, pemilik maupun pemegang
kuasa atau pembeli.

(4) Sebagai comtable lelang.


Pejabat lelang melaksanakan tugas pemungutan uang untuk kasnegara berupa bea lelang untuk
penerimaan pajak tidak langsung lainnya dan uang miskin untuk penerimaan Departemen
Sosial.

3) Persiapan lelang
Sebelum dilaksanakan lelang, pejabat terlebih dahulu melakukan pengumuman mass
media.Pengumuman lelang ini diumumkan sekurang-kurangnya 14 hari setelah penyitaan.

a) Permintaan jadwal waktu dan tempat lelang


Jika setelah 14 hari sejak tanggal surat perintah pelaksanaan penyitaan wajib pajak atau
penanggung pajak belum juga melunasi hutang pajaknya maka pejabat mengajukan permintaan
penetapantanggal dan tempat pelelangan kepada Kantor Lelang Negarasetempat.

b) Pengeluaran Surat Pemberitahuan


Pengeluaran Surat Pemberitahuan akan dilakukan pelelangansetelah mendapat kepastian
tentang tanggal dan tempat akandiselenggarakan pelelangan, maka juru sita pajak
segeramemberitahuan hal tersebut kepada wajib pajak atau penanggungpajak secara tertulis
dengan menyampaikan Surat Pemberitahuankapan dilaksanakan pelelangan atau kesempatan
terakhir kepadawajib pajak.

4) Pelaksanaan Lelang

Juru sita pajak datang ketempat dimana barang-barang sitaan ituakan dilelang untuk
mendampingi juru lelang. Sesaat sebelumpelelangan dimulai sebaiknya juru sita pajak
menanyakan kepada wajibpajak apakah utang pajaknya telah dilunasi, maka pelelangan
dibatalkandan apabila tidak maka pelelangan segera dilakukan. Juru lelangmengumumkan
kepada para calon pembeli tentang syarat-syarat apayang harus dipenuhi serta cara-cara
penawarannya. Wajib pajak berhakmenentukan urutan nama barang-barang yang disita akan
dilelang. Jikahasil penjualan barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambahdengan biaya
penagihannya maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa
barang dikembalikan dengan segera dengan wajib pajak.Setelah selesai pelelangan, maka
kantor lelang, juru sita atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan
melaporkan kepada atasannya dengan membuat laporan hasil pelaksanaan lelang maka
pengumuman lelang dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam media masa,
media cetak, atau media elektronik yang bersangkutan.

5) Pembatalan Lelang

Apabila wajib pajak melunasi utang pajak serta biaya penagihannya sesudah pengumuman
lelang dimuat dimedia masa, media cetak atau media elektronik tetapi sebelum pembatalan
wajib pajak yang bersangkutan harus menunjukan bukti pembayaran utang pajak dan
penagihannya.

Tata Cara dan Waktu Penagihan Pajak


Menurut keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.04/2000 menguraikan hal-hal yang
berkaitan dengan tata cara dan waktu penagihan pajak sebagai berikut:

 a. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan suratteguran


setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap
penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajaknya.
 b. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi olehpenanggung
pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya surat teguran, makaakan diterbitkan Surat
paksa
 c. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar dilunasi olehpenanggung pajak
seteelah lewat waktu 2×24 jam sejak Surat Paksadiberitahukan, maka segera akan
diterbitkan Surat Perintah MelaksanakanPenyitaan (SPMP)
 d. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasioleh
penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejaktanggal pelaksanaan
penyitaan, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang
 e. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasioleh
penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejakpengumuman lelang,
akan segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.

Pencegahan dan Penyanderaan

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Pencegahan dapat
dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas
permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka waktu pencegahan paling
lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6bulan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan
menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan hanya
dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat
setelah mendapat ijin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi.
Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang slama-lamanya 6 bulan.

Gugatan

Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. Dalam hal
gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama
baik dang anti rugi kepada Pejabat paling banyak Rp 5.000.000,00. Perubahan besarnya ganti
rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah. Gugatan
diajukan dalam jangka waktu 14 hari.

Permohonan Pembetulan Atau Penggantian

Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada


Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga
Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan. Dalam jangka waktu 7 hari
sejak tanggal diterima permohonan tersebut, Pejabat harus memberi keputusan atas
permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu tersebut Pejabat tidak memberikan
keputusan, maka permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda
untuk sementara waktu.

Ketentuan Pidana

Penanggung Pajak dilarang:

Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan,


menghilangkan, atau merusak barang yangtelah disita
Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan
utang tertentu
Membebani barang bergerak yangtelah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk pelunasan
utang tertentu
Merusak, mencabut, atau menghilakngkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita
yang telah ditempel pada barang sitaan.

Penanggung pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling laam 4
tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan maka akan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu, dan denda paling banyak Rp
10.000.000,00.

Prosedur Peninjauan Kembali


1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang
merupakan putusan pemidanaan, terpidana. atau ahli warisnya dapat mengajukan
permohonan Peninjauan Kembali, dan dapat dikuasakan kepada Penasihat Hukumnya.
2. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Panitera Pengadilan yang telah
memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
3. Permohonan Peninjauan Kembali tidak dibatasi jangka waktu.
4. Petugas menerima berkas perkara pidana permohonan Peninjauan Kembali, lengkap
dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan memberikan tanda
terima.
5. Permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya atau Penasihat
Hukumnya beserta alasan¬-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat
keterangan yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon.
6. Dalam hal terpidana selaku pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami hukum,
Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas dengan membuatkan
Surat Permohonan Peninjauan Kembali.
7. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan Peninjauan Kembali, wajib
memberitahukan permintaan permohonan Peninjauan Kembali tersebut kepada Penuntut
Umum.
8. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan Peninjauan Kembali
diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim yang tidak
memeriksa perkara semula, untuk memeriksa dan memberikan pendapat apakah alasan
permohonan Peninjauan Kembali telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
9. Dalam pemeriksaan tersebut, terpidana atau ahli warisnya dapat didampingi oleh
Penasehat Hukum dan Jaksa yang dalam hal ini bukan dalam kapasitasnya sebagai
Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
10. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh terpidana yang sedang
menjalani pidananya, Hakim menerbitkan penetapan yang memerintahkan kepada Kepala
Lembaga Pemasyarakatan dimana terpidana menjalani pidana untuk menghadirkan
terpidana ke persidangan Pengadilan Negeri.
11. Panitera wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan Peninjauan Kembali yang
ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan Panitera. Berdasarkan berita acara
pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh Majelis
Hakim dan Panitera.
12. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan maupun menghentikan
pelaksanaan putusan.
13. Permohonan Peninjauan Kembali yang terpidananya berada di luar wilayah Pengadilan
yang telah memutus dalam tingkat pertama:
1. Diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama;
2. Hakim dari Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama dengan penetapan dapat
meminta bantuan pemeriksaan, kepada Pengadilan Negeri tempat pemohon
Peninjauan Kembali berada;
3. Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Pengadilan yang meminta bantuan pemeriksaan;
4. Berita Acara Pendapat dibuat oleh Pengadilan yang telah memutus pada tingkat
pertama;
14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat¬-surat dan saksi-saksi yang
sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan Pengadilan di tingkat pertama.
15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan selesai, Panitera harus
segera mengirimkan berkas perkara tersebut ke Mahkamah Agung. Tembusan surat
pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan Jaksa.
16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali adalah putusan Pengadilan
Banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan Berita Acara
Pemeriksaan serta Berita Acara pendapat dan disampaikan kepada Pengadilan Banding
yang bersangkutan.
17. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah disahkan oleh
Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung.
18. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja (pasal 268 ayat 3
KUHAP).

B.    PROSES PENYELESAIAN PERKARA :

1. Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan
diberi nomor register perkara kasasi.
2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya
telah diregistrasi.
3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim
Agung yang akan memeriksa perkara PK.
4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang
menangani perkara PK tersebut.
5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing
(pembaca 1,2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
6. Majelis hakim agung memutuskan perkara
7. Mahkamah agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat
pertama yang menerima permohonan PK
Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali

1) Permohonan peninjauan kembali diajukan secara tertulis bersama-sama dengan risalah


peninjauan kembali yang menyebutkan alasan  permohonan peninjauan kembali yang jelas dan
rinci.

2) Permohonan  peninjauan  kembali  tersebut  di  atas  didaftarkan  kepada   petugas   Meja   I 
di   Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.

3)  Panitera  membuat  akta  permohonan  peninjauan kembali.

4) Permohonan  peninjauan   kembali   putusan   perkara perdata yang telah memperoleh


kekuatan hukum tetap dapat    diajukan   hanya    berdasarkan   alasan-alasan sebagai berikut:

a)  Jika  putusan  didasarkan pada  suatu  kebohongan atau  tipu  muslihat  pihak  lawan  yang 
diketahui setelah perkaranya diputus atau  didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh
Hakim pidana dinyatakan palsu.

b)   Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang
pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.

c)    Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.

d)   Apabila  mengenai  sesuatu  bagian  dari  tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab- sebabnya.

e)   Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama
oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan
satu dengan yang lain.

f)    Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.

5) Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan
sebagaimana dimaksudkan dalam point (4) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :

a) Yang  disebut  pada  angka  (4)  huruf  (a)  sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat
atau sejak putusan   Hakim   pidana   memperoleh   kekuatan hukum tetap, dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

b) Yang disebut pada angka (4) huruf (b) sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta
tanggal ditemukankanya  harus  dinyatakan  di  bawah sumpah  dan  disahkan  oleh  pejabat
yang berwenang.
c)   Yang disebut pada angka (4) huruf (c), (d), dan (f) sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan  telah  diberitahukan kepada  para  pihak  yang berperkara.

d)   Yang  tersebut  pada  angka  (4)  huruf  (e)  sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara.

6)  Novum  adalah  surat-surat  bukti  yang  bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan
termasuk novum.

7)   Tata cara penyumpahan novum adalah sebagai berikut :

a)  Ketua  Pengadilan  Agama/  Mahkamah Syar’iyah atau Hakim yang ditunjuk mempelajari
surat bukti yang diajukan oleh Pemohon peninjauan kembali, apakah surat bukti tersebut
memenuhi persyaratan novum atau tidak.

b)   Setelah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan novum, ketua atau Hakim yang ditunjuk
melakukan sidang untuk mengambil sumpah tersebut terhadap Pemohon peninjauan kembali
yang mengajukan novum.

c)  Lafal  sumpahnya  adalah  “Demi  Allah  saya bersumpah bahwa saya telah menemukan surat
bukti berupa …………… pada hari ……, tanggal…….., bulan…….., tahun …… di …………. dan belum
pernah diajukan di persidangan”.

d)  Penyumpahan   penemuan   novum   dibuat dalam berita acara sidang


penyumpahan novum dan ditandatangani oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk dan Panitera
sidang.

8)  Petugas Meja I menentukan besarnya panjar biaya peninjauan kembali yang dituangkan
dalam SKUM, yang terdiri dari :

a)  Biaya perkara peninjauan kembali yang dikirimkan ke Mahkamah Agung yang besarnya
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (b) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.

b)   Biaya pendaftaran

c)   Biaya pengiriman biaya perkara peninjauan kembali melalui bank/kantor pos.

d)   Biaya pemberitahuan pernyataan dan alasan peninjauan kembali.

e) Biaya  pemberitahuan  jawaban  atas  permohonan dan alasan peninjauan kembali.


f)    Biaya fotokopi/penggandaan dan pemberkasan.

g)   Biaya pengiriman berkasa perkara peninjauan kembali.

h) Biaya  transportasi  petugas  pengiriman  dan pemberitahuan.

i)  Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Pemohon peninjauan


kembal.

j) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Termohon peninjauan


kembali.

9) Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam
rangkap empat, masing-masing :

a)   Lembar  pertama warna hijau untuk bank yang bersangkutan.

b)   Lembar kedua warna putih untuk Pemohon c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir

d)   Lembar keempat warna kuning  untuk  dilampirkan dalam berkas.

10) Petugas   Meja   I   menyerahkan   berkas   permohonan peninjauan kembali yang dilengkapi
dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar biaya yang tercantum dalam
SKUM kepada bank.

11) Kasir  menandatangani  dan  membubuhkan  cap lunas pada   SKUM   setelah   menerima 
pembayaran   biaya tersebut.

12) Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar biaya perkara yang
ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.

13) Kasir  membukukan  uang  panjar  biaya  perkara yang tercantum pada SKUM dalam Buku
Jurnal Permohonan Peninjauan Kembali.

14) Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas, pada hari itu juga panitera membuat akta
permohonan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat
permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku
Register Peninjauan Kembali.

15) Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, Panitera memberitahukan


permohonan peninjauan kembali kepada para pihak lawan dengan memberikan salinan
permohonan peninjauan kembali besarta alasan- alasannya (Pasal 72 ayat (1) Undang-undang
Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009).

16)  Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali diterima,
jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah untuk disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2) Undang-
undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang- undangNomor  5   Tahun   2004   dan   Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2009)

17) Jawaban  atas  permohonan  dan  alasan  peninjauan kembali   yang   diterima   di 
kepaniteraan   Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah harus dibubuhi hari dan tanggal
penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang-undang
Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009).

18) Dalam  waktu  30  (tiga  puluh)  hari  setelah  menerima jawaban tersebut, berkas
permohonan peninjauan kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah
Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5
Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).

19) Biaya     permohonan     peninjauan     kembali     untuk Mahkamah Agung dikirim oleh
Bendaharawan Penerima melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah
Agung Jl. Medan Merdeka Utara No. 9 – 13 Jakarta Pusat, No. Rekening : 179179175 atas nama
Kepaniteraan  Mahkamah  Agung  dan  bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara
yang bersangkutan.

20) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan peninjauan
kembali dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.

21) Fotokopi     relaas     pemberitahuan     amar     putusan peninjauan   kembali   supaya 


dikirim   ke   Mahkamah Agung.

22) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang ditandatangani oleh Pemohon
peninjauan kembali. Jika pencabutan permohonan  peninjauan  kembali  diajukan  oleh
kuasanya, maka pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal.

23) Panitera   Pengadilan   Agama/   Mahkamah   Syar’iyah segera mengirim pencabutan


tersebut ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan peninjauan kembali yang
ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.

PROSEDUR PERKARA PIDANA BANDING


1. Membuat :
a)      Akta permohonan piker-pikir bagi terdakwa dan penasihat hukum.
b)      Akta permintaan banding.
c)       Akta terlambat mengajukan permintaan banding.
d)      Akta pencabutan banding. 
2. Permintaan banding yang diajukan, dicatat dalam register induk perkara pidana dan register
banding oleh masing-masing perugas register.
3. Permintaan banding diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan
dijatuhkan, atau 7 (tujuh) hari setelah putusan  diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir
dalam pengucapan putusan.
4. Permintaan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut diatas tetap dapat
diterima dan dicatat dengan membuat surat keteranga panitera bahwa permintaan banding
telah lewat tenggang waktu dan harus dilampirkan dalam berkas perkara  dan berkas perkara
segera diterima.
5. Dalam hal permohonan tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh panitera dengan
disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara.
6. Panitera wajib memberitahukan permintan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
7. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding dicatat dalam registrasi dan salinan
memori serta kontra memori disampaikan kepada pihak yang lain, dengan relaas
pemberitahuan.
8. Dalam hal permohonan belum mengajukan memori banding sedangkan berkas perkara telah
dapat mengajukannya langsung ke pengadilan tinggi, sedangkan salinannya disampaikan ke
pengadilan negeri untuk disampaikan kepada pihak lain.
9. Selama 7(tujuh) hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan tinggi , pemohon
wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri.
10. Jika kesempatan mempelajiri berkas diminta oleh pemohon dilakukan dipengadilan tinggi, maka
pemohon harus mengajukan secara tegas dan tertulis kepada ketua pengadilan negeri.
11. Berkas perkara banding berupa bundle “A” dan bundle “B” dalam waktu selambat-lambatnya
14 hari sejak permintaan banding diajukan sesuai dengan pasal 236 ayat 1 KUHAP, harus sudah
dikirim ke pengadilan tinggi.
12. Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, pemohon banding dapat dicabut
sewaktu-waktu, untuk itu panitera membuat akta pencabutan banding  yang ditandatangani
oleh panitera, pihak yang mencabut dan diketahui oleh ketua pengadilan negeri. Akta tersebut
dikirim ke pengadilan tinggi.
13. Salinan putusan pengadilan tinggi yang telah diterima oleh pengadilan negeri, harus
diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum dengan membuat akta pemberitahuan
putusan.
14. Petugas register harus mencatat semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara banding, dan
pelaksanaan putusan kedalam buku register terkait.
15. Pelaksanaan tugas pada meja kedua, dilakukan oleh panitera muda pidana dan berada langsung
dibawah koordinasi wakil panitera.
 
PROSEDUR PERKARA PERDATA BANDING 
Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Pidana / Perdata sebagai petugas pada meja/
loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan banding
Permohonan banding diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender
terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak
yang tidak hadir dalam pembacaan putusan.Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu,Minggu
atau Hari Libur,maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.
Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu  tersebut di atas
tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa
permohonan banding telah lampau.
Panjar biaya banding dituangkan dalam  SKUM,dengan peruntukan :
4.1 Biaya pencatatan pernyataan banding.
4.2 Biaya banding yang ditetapkan oleh ketua pengadilan tinggi  ditambah biaya  pengiriman ke
Rekening pengadilan
4.3 Ongkos pengiriman berkas.
4.4 Biaya pemberitahuan (BP)
1. BP akta banding.
2. BP memori banding.
3. BP kontra memori banding.
4. BP untuk memeriksa berkas bagi pembanding.
5. BP untuk memeriksa berkas bagi terbanding.
6. BP putusan bagi  pembanding.
7. BP putusan bagi terbanding.
SKUM (Surat  Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangka tiga :
5.1 lembar pertama untuk pemohon
5.2 lembar kedua untuk kasir
5.3 lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.
Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada yang pihak
bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas
pengadilan negeri.
Pemegang kas  setelah menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel
lunas pada SKUM
Pemegang  kas  kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum
dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.
Pernyataan banding dapat diterima panjar biaya perkara banding yang ditentukan dalam SKUM
lunas oleh meja pertama telah dibayar lunas
Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar lunas maka Pengadilan wajib membuat akta
pernyataan banding dan mencatat permohonan bending tersebut dalam register induk perkara
perdata dan register permohonan banding.
Permohonan banding dalam waktu tujuh hari kalender harus telah disampaikan kepada
lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding.
Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat dalam buku register
induk perkara perdata dan register permohonan banding, kemudian salinannya disampaikan
kepada masing-masing lawannya dengan membuat relaas pemberitahuan atau penyerahannya.
Sebelum berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi harus diberikan kesempatan
kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan
dalam relaas.
Dalam waktu tiga puluh hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa
berkas A dan B harus sudah dikirim kepengadilan tinggi.
Biaya perkara banding untuk pengadilan tinggi harus disampaikan melalui bank pemerintah
kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman
berkas yang bersangkutan.
Pencabutan permohonan banding diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang
ditandatangani oleh pembanding (harus diketahui oleh principal apabila permohonan banding
diajukan oleh kuasanya) dengan menyetakan akta Panitera.
Pencabutan permohonanbanding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi
disertai akta pencabutan  yang ditandatangani oleh Panitera.

Anda mungkin juga menyukai