Anda di halaman 1dari 9

NAMA : LAILATUL PRATAMA PUTRI

NIM : 042011333093

KELAS/MATKUL : N / PERPAJAKAN I

RINGKASAN MATERI KULIAH TM 8

Surat Ketetapan Pajak

Latar Belakang
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa
Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar
sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan
pada WP sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Pengertian Surat Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan Pajak adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan
pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja
perusahaan tersebut. Surat Ketetapan Pajak ini akan dikeluarkan Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) dalam hal pemeriksaan pajak atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan/Masa Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dasar hukum yang mengatur SKP yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kemudian untuk
perubahan aturan yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak
1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata a atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau
kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Macam Surat Ketetapan Pajak
Dalam Pasal 1 nomor 15 UU 28 Tahun 2008 disebutkan, SKP atau Surat Ketetapan
Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi:
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Merupakan surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga maupun denda.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
tidak seharusnya terutang.
5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Merupakan bentuk surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) terkait pajak yang terutang selama satu tahun pajak.
Penjelasan
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda. STP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
Surat Ketetapan Pajak. Sesuai dalam peraturan UU Nomor 16 Tahun 2000 KUP,
Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan STP apabila terjadi :
1) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2) Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah
tulis dan/atau salah hitung;
3) Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
4) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
5) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap, selain:
a. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak) atau
b. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak) serta nama dan tandatangan (Nama,
jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak) dalam
hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
6) Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
7) Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan.
Sanksi Administrasi :
Penerbitan STP ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% dalam satu bulan dengan ketentuan paling lama 24 bulan dihitung sejak
waktu terutangnya pajak, atau bagian Tahun atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya STP.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Adalah Surat Ketetapan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk menetapkan
besaran nominal pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besaran sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus
dibayarkan.
Dalam Pasal 13 UU KUP diatur tentang SKPKB yang dapat diterbitkan dalam
jangka waktu sepuluh tahun setelah waktu terutangnya pajak, berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam ketentuan-ketentuan yang
dipaparkan sebagai berikut :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar.
2) Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti
ditentukan dalam surat teguran.
3) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0%.
4) Jika Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak
memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
Sanksi Administrasi :
Penerbitan SKPKB akan diikuti dengan sanksi administrasi dalam bentuk
denda maupun kenaikan. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2%
dalam satu bulan akan dikenakan, jika berdasarkan hasil pemeriksaan
diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar besarnya pajak
yang terutang.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan dengan tujuan untuk
menetapkan tambahan atas besaran pajak yang akan ditetapkan.
Dalam Pasal 13 UU KUP mengatur SKPKBT yang diterbitkan dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar.
2) Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti
ditentukan dalam surat teguran.
3) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0%.
4) Jika Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak
memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Adalah STP yang diterbitkan dengan tujuan untuk menetapkan jumlah
kelebihan pembayaran pajak. Hal ini disebabkan karena jumlah kredit pajak lebih
besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Penerbitan SKPLB
akan dilakukan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak.
Dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP mengatur tentang SKPLB yang
diterbitkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar.
2) Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti
ditentukan dalam surat teguran.
3) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0%.
4) Jika Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak
memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Adalah STP yang diterbitkan dengan tujuan untuk menetapkan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak.
Dalam Pasal 17A Undang-Undang KUP mengatur tentang SKPN dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar.
2) Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti
ditentukan dalam surat teguran.
3) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0%.
4) Jika Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak
memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Adalah surat yang diterbitkan oleh DJP dengan tujuan memberitahukan
jumlah pajak yang terutang kepada Wajib Pajak terkait. Isi pemberitahuan dalam surat
ini adalah berupa dokumen yang memuat jumlah atau besaran utang atas Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) yang wajib dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang
ditetapkan. Dalam Pasal 10 Ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 1994 mengatur tentang
SPPT terkait Pajak Bumi dan Bangunan.
Penerbitan SPPT akan dilakukan berdasarkan pada Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) yang sudah disampaikan oleh Wajib Pajak, atau berdasarkan data
objek pajak yang sudah tersimpan di Kantor Pelayanan PBB.
Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan Pajak
Hal tersebut diatur di dalam UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan, yang kemudian diubah pada UU nomor 16 tahun 2009, yang
disebutkan bahwa WP dapat mengajukan permohonan pembetulan SKP jika terdapat
kesalahan.
Namun, jenis kesalahan yang dimaksud pun dibatasi hanya pada kondisi
berikut:
1. Salah tulis pada nama, alamat, nomor pokok wajib pajak, nomor surat
ketetapan pajak, jenis pajak, masa pajak atau tahun pajak, dan tanggal
jatuh tempo
2. Salah hitung yang berasal dari penjumlahan atau pengurangan atau
perkalian atau pembagian suatu bilangan
3. Salah penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan

Selain itu, terdapat juga kesalahan penerapan ketentuan tertentu dalam


persaturan perundang-undangan perpajakan contohnya:

1. Kekeliruan dalam penerapan tarif.


2. Kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto
(NPPN).
3. Salah dalam penerapan sanksi administrasi.
4. Salah dalam perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
5. Salah penghitungan dalam Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.
6. Salah saat pengkreditan pajak.
Pelunasan Penetapan Pajak
 Jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, dan
Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterbitkan. (Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN
2007).
 Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir
Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar
dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan
pajak. (Pasal 48 ayat (3) PP 74 Tahun 2011)
 Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan
permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar
dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan. (Pasal 48 ayat (1) PP 74 Tahun 2011)
 Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas
jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan Putusan Banding. (Pasal 48 ayat (2) PP 74 Tahun 2011)
 Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka
waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(Pasal 9 ayat (3a) UU Nomor 28 TAHUN 2007), kemudian di atur lebih lanjut
pada PMK-187/PMK.03/2007.
 Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu
menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan
atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua)
bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak. (Pasal 48 ayat (4) PP 74
Tahun 2011)
Kedaluwarsa Penetapan Pajak
Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau tahun
Pajak.
Restitusi Pajak
Adalah pengembalian atas pembayaran berlebih yang dilakukan oleh Wajib
Pajak atau pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Tujuan adanya restitusi
pajak ialah untuk memberikan dan melindungi hak kepada Wajib Pajak dan
memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak. Istilah restitusi pajak tercantum dalam
UU KUP, khususnya Pasal 17.

Beberapa pihak yang pantas untuk mendapatkan restitusi pajak

Berdasarkan pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia


No. 39/PMK.03/2018, setidaknya ada tiga jenis Wajib Pajak yang mendapatkan
haknya untuk restitusi pajak, antara lain:

1) Wajib Pajak Kriteria Tertentu


Wajib Pajak Kriteria tertentu memiliki beberapa kriteria khusus yang ditentukan
oleh DJP melalui Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
39/PMK.03/2018,
1. tepat waktu dalam menyampaikan SPT
2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak
3. laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
2) Wajib Pajak Persyaratan Tertentu
Wajib Pajak Persyaratan Tertentu ialah yang memiliki persyaratan seperti yang
tercantum pada Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
39/PMK.03/2018,
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha yang menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekejaan bebas yang
menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan
jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
3. Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan
lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3) Pengusaha Kena Pajak Beresiko Rendah
Pengusaha Kena Pajak Beresiko Rendah juga mendapatkan hak untuk restitusi
pajak dengan ketentuan :
1. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek.
2. Perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
3. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama
Kepabeanan.
4. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi
Bersertifikat (Authorized Economic Operator).
5. Pabrikan atau produsen yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan
produksi.

Tiga kelompok tersebut berhak mendapatkan pengembalian pendahuluan pembayaran


lebih pajak dengan tata cara sebagai berikut:

1. Mengisi kolom pengembalian pendahuluan pada SPT


2. DJP akan melakukan penelitian untuk hal tersebut
3. DJP akan mengeluarkan keputusan berupa terbit atau SKPPKP
4. Jangka waktu :
a. Tiga bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN bagi Wajib Pajak Kriteria
Tertentu
b. 15 hari untuk PPh OP, 1 bulan untuk PPh badan dan untuk PPN bagi Wajib
Pajak Persyaratan tertentu
c. Satu bulan sejak permohonan diterima bagi Pengusaha Kena Pajak Beresiko
Rendah

Anda mungkin juga menyukai