NPM : 1933121303
Kelas : D8
RINGKASAN MATERI
SKP :
Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak dan kaitannya dengan tagihan pajak, Ditjen Pajak
akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk sanksi administrasi pajak
Fungsi SKP:
- Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap waiib paiak yang nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewaiiban formal dan atau material
dalam memenuhi ketentuan perpaiakan;
- Sarana untUk mengenakan ksi pe ala an•
- Sarana administrasi untuk elakukan penagihan paiak;
- Sarana untuk mengembali n kelebihan paiak dalam hal lebih bayar;
- Sarana untuk memberita kan iumlah paiak yang terutang.
2. Penetapan dan Ketetapan Pajak
Prinsip self assesment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa WP
diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan
pajak yang terhutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang dipercayakan pada WP sendiri
melalui SPT yang disampaikannya.Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya
terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian
SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
3. Macam-Macam SKP
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SPKKBT)
Secara esensi penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak adalah sama yaitu
memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang sedang mengalami kesulitan
likuiditas atau sedang dalam keadaan force majeur sehingga sulit melakukan
pembayaran pajak. Perbedaannya adalah bahwa jika mengangsur itu membayar pajak
dengan beberapa kali pembayaran, maka menunda adalah hanya mengundurkan
tanggal jatuh tempo saja, sementara jumlah pembayaran pajaknya tetap sekali saja.
Sedangkan untuk pengangsuran, pembayaran pajak sebenarnya dimungkinkan untuk
diangsur. Pasal 10 ayat (2) Undang-undang KUP mengindikasikan hal tersebut di
mana dinyatakan bahwa tata cara mengangsur pajak diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan. Ketentuan pelaksanaan pengangsuran pajak ini memang diatur oleh
Peraturan Menteri Keuangan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.03/2007. Secara lebih teknis lagi, tatacara pengangsuran pajak ini diatur
dengan Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.
Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran utang pajak berakhir disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung
pennohonan. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau
penundaan pembayaran pajak harus memberikan jamrnan yang dapat berupa garansi
bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh
pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
Surat keputusan diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui
dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, pemohonan disetujui
sesuai dengan permohonan wajib pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran
pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus
diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
tersebut berakhir.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (3) UU KUP, bahwa: "Hak mendahulu
untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan".
Berdasarkan ketentuan ini maka kedudukan utang pajak merupakan sesuatu yang
istimewa, dimana sesuatu tersebut merupakan hak yang hanya dimiliki oleh Negara.
Dengan hak tersebut negara mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Wajib
Pajak/Penanggung Pajak.
Selanjutnya di dalam Pasal 21 ayat (4) UU KUP memperjelas lagi posisi negara terkait
utang pajak tersebut dimana: "Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau
dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut." Bahkan
posisi negara terkait utang pajak lebih dipertegas lagi dalam Pasal 21 ayat (1) UU KUP
yaitu: "Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan
mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan
dilelang di muka umum. Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang
pajak dilunasi".
Termasuk dalam hal ini penjelasan yang ada di dalam Pasal 19 ayat (6) UU PPSP yang
menyatakan sebagai berikut: "Ayat ini menetapkan kedudukan Negara sebagai kreditur
preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik
Penanggung Pajak yang akan dijual kecuali terhadap biaya perkara yang semata-mata
disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau
barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
dimaksud, atau biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan barang-barang milik Penanggung Pajak
terlebih dahulu untuk membayar biaya-biaya tersebut di atas dan sisanya dipergunakan
untuk melunasi utang pajak".
Melihat uraian peraturan tersebut diatas, konteks negara sebagai kreditur preferen ini
muncul ketika utang pajak dihadapkan pada barang-barang milik Penanggung Pajak yang
akan dijual di muka umum. Pilihannya adalah untuk melunasi utang pajak terlebih dahulu
ataukah melunasi kreditur lainnya yang juga memiliki hak atas penjualan barang-barang
milik Penanggung Pajak.
- Piutang pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang menurut data administrasi Kantor
Pelayanan Pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan
karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak
mempunyai harta warisan atau kekayaan
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan
c. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa
d. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah
dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan atau
e. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat
dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya
perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Piutang pajak Wajib Pajak Badan yang menurut data administrasi Kantor
Pelayanan Pajak tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena:
a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak
dapat ditemukan
b. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa
c. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah
dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan atau
d. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan
karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan
dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri b
Surat Keberatan oleh Wajib Pajak dapat disampaikan secara langsung, pos maupun
online (e-Filing) melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak atau Penyedia Jasa
Aplikasi Perpajakan resmi.Tanda bukti telah diterimanya Surat Keberatan berupa
tanda penerimaan surat dari petugas pajak, bukti pengiriman surat melalui pos dan
bukti penerimaan elektronik.
Banding
Upaya hukum selanjutnya yang dimiliki Wajib Pajak sesuai peraturan perundangan atas
ketidakpuasannya terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak adalah permohonan
banding kepada pengadilan pajak.
- Ruang Lingkup Banding
Apabila Wajib Pajak tetap tidak setuju dengan materi nilai pajak dalam Surat Keputusan
Keberatan, wajib pak hanya dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
pengadilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan yang berlaku.
Gugatan
Gugatan merupakan upaya hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
dilakukan Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan pajak yang ditagih
atau terhadap keputusan yang dapat diajukan.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak
masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
SYARAT PENGAJUAN
- Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum
acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam
UU Pengadilan Pajak.
2 Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting diajukan paling lambat 3 (tiga)
dan bersifat menentukan, yang apabila diketahuibulan terhitung sejak ditemukan surat-
pada tahap persidangan di pengadilan pajaksurat bukti yang hari dan tanggal
akan menghasilkan putusan yang berbeda. ditemukannya harus dinyatakan dibawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang.
3 Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidakdiajukan paling lambat 3 (tiga)
dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,bulan sejak putusan dikirim.
kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat
(1) huruf b dan c.
Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c:
1.
1. Putusan Pengadilan Pajak dapat
berupa:
a. mengabulkan sebagian
atau seluruhnya;
b. menambah Pajak yang
harus dibayar;
Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
PENCABUTAN PERMOHONAN
Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan jika sudah dicabut,
maka permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.
Surat Penyitaan
Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat Paksa. Surat
Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasidalam jangka waktu
2×24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan
tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak.
Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak berwenang melakukan
penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak. Untuk melaksanakan penyitaan
barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang
mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai serta tempat
penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap
memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib
Pajak.
Lelang
Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya
penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita
tetap dapat dilakukan.
Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan no.13/KMK.01/2002,
yaitu lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara
langsung maupun media elektronik dengan carapenawaran harga secara lisan dan
tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib
Pajak atau penanggung pajak tidak melunasi kewajiban perpajakannya dan
terhadap fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib Pajak atau
penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan
menyampaikan Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, maka barang-barang milik Wajib Pajak atau
penanggung pajak dapat dilelang oleh Kantor Lelang Negara.
Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan barang
dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui
pengumpulan calon pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
https://news.ddtc.co.id/lima-fungsi-surat-ketetapan-pajak-24457?page_y=575
https://lifepal.co.id/media/surat-tagihan-pajak/
https://www.pajak.go.id/id/artikel/menunda-pembayaran-pajak-mungkinkah
https://www.pajak.go.id/id/artikel/mengangsur-pajak-mengapa-tidak
https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-pajak-kreditur-preferen-dalam-pajak-
apakah-sama-dalam-versi-kepailitan-2019-11-05-57ba62b2/#:~:text=Hak%20Mendahulu
%20adalah%20hak%20khusus,untuk%20pelunasan%20utang%20kepada
%20kreditur.&text=Pembayaran%20kepada%20kreditur%20lain%20diselesaikan,dan%20biaya
%2Dbiaya%20penagihan%20dilunasi
https://nusahati.com/2017/06/daluwarsa-penetapan-pajak-penagihan-pajak/#:~:text=Daluwarsa
%20penagihan%20pajak%20sebagaimana%20dijelaskan,dan%20surat%20ketetapan%20pajak
%20diterbitkan.&text=Dalam%20hal%20seperti%20itu%2C%20daluwarsa,tanggal
%20pemberitahuan%20Surat%20Paksa%20tersebut.
https://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=152#:~:text=Menteri%20Keuangan
%20mengatur%20tata%20cara,syarat%20lagi%20sebagai%20subjek%20pajak.
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prosedur-penyelesaian-sengketa-pajak/
https://www.pajak.go.id/id/peninjauan-kembali
http://satvika.co.id/news/penagihan-pajak-dengan-surat-paksa-ppsp.html
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prosedur-penyelesaian-sengketa-pajak/