Anda di halaman 1dari 16

Nama ; Lidya Octavia Nahak

NPM : 1933121303

Kelas : D8

RINGKASAN MATERI

1. Fungsi STP dan SKP


 STP :
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Surat Tagihan Pajak
(STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga
atau denda dan berfungsi sebagai koreksi pajak terutang, sarana mengenakan sanksi
kepada Wajib Pajak, serta sarana menagih pajak. STP ini memiliki kekuatan hukum yang
sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
Dari pasal di atas, bisa kita simpulkan bahwa STP berfungsi:
- Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut STP Wajib Pajak.
- Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
- Sarana untuk menagih pajak.

 SKP :
Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak dan kaitannya dengan tagihan pajak, Ditjen Pajak
akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk sanksi administrasi pajak
Fungsi SKP:
- Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap waiib paiak yang nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewaiiban formal dan atau material
dalam memenuhi ketentuan perpaiakan;
- Sarana untUk mengenakan ksi pe ala an•
- Sarana administrasi untuk elakukan penagihan paiak;
- Sarana untuk mengembali n kelebihan paiak dalam hal lebih bayar;
- Sarana untuk memberita kan iumlah paiak yang terutang.
2. Penetapan dan Ketetapan Pajak
Prinsip self assesment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa WP
diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan
pajak yang terhutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang dipercayakan pada WP sendiri
melalui SPT yang disampaikannya.Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya
terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian
SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.

 Jenis- Jenis Ketetapan Pajak


a. Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.

3. Macam-Macam SKP
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SPKKBT)

4. Penagihan dan Pembayaran Utang Pajak


Dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan
disita hartanya. Sebagai wajib pajak, ada baiknya untuk memahami hal ini. Tujuannya
agar wajib pajak dapat mengantisipasi risiko yang timbul dari penagihan pajak.

 Jenis-Jenis Penagihan Pajak


1. Penagihan pajak ternyata punya banyak jenis. Ada yang sifatnya pasif, aktif
bahkan seketika dan sekaligus. Apa bedanya dan apa konsekuensinya bagi wajib
pajak? Penjelasannya akan Anda peroleh pada poin di bawah ini.
2. Penagihan Pasif
Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya
memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu
satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi
utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.
3. Penagihan Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan dari
penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak berperan aktif
dalam tindakan sita dan lelang.
4. Penagihan seketika dan sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dilakukan oleh
fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang
tidak bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak
belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo

5. Pengangsuran dan Penundanan Pembayarann Pajak


Ketentuan tentang penundaan pembayaran pajak sebenarnya sama dengan ketentuan
tentang pengangsuran pembayaran pajak. Pengangsuran dan penundaan pembayaran
pajak selalu disebut bersamaan dalam peraturan yang sama yaitu Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-38/PJ/2008 tentang Tatacara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran
Pajak.

Secara esensi penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak adalah sama yaitu
memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang sedang mengalami kesulitan
likuiditas atau sedang dalam keadaan force majeur sehingga sulit melakukan
pembayaran pajak. Perbedaannya adalah bahwa jika mengangsur itu membayar pajak
dengan beberapa kali pembayaran, maka menunda adalah hanya mengundurkan
tanggal jatuh tempo saja, sementara jumlah pembayaran pajaknya tetap sekali saja.
Sedangkan untuk pengangsuran, pembayaran pajak sebenarnya dimungkinkan untuk
diangsur. Pasal 10 ayat (2) Undang-undang KUP mengindikasikan hal tersebut di
mana dinyatakan bahwa tata cara mengangsur pajak diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan. Ketentuan pelaksanaan pengangsuran pajak ini memang diatur oleh
Peraturan Menteri Keuangan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.03/2007. Secara lebih teknis lagi, tatacara pengangsuran pajak ini diatur
dengan Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008.

Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran


pajak ini terutama ditujukan kepada Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas
atau Wajib Pajak yang berada dalam kondisi di luar kekuasaannya (force majeur)
sehingga tidak dapat melunasi pajak sesuai dengan jangka waktunya.
 Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
terutang bertambah, setta Pajak Penghasilan Pasal 29 kepada Direktur Jenderal Pajak

Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran utang pajak berakhir disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung
pennohonan. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau
penundaan pembayaran pajak harus memberikan jamrnan yang dapat berupa garansi
bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh
pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah


melampaui batas waktu harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar
utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan tersebut
berupa menerima seluruhnya, menenma sebagian, atau menolak.

Surat keputusan diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui
dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, pemohonan disetujui
sesuai dengan permohonan wajib pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran
pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus
diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
tersebut berakhir.

6. Pembayaran Seketika dan Sekaligus


7. Hak Mendahulu
Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik
Penanggung Pajak. Hak Mendahulu adalah hak khusus yang dimiliki negara terhadap
hasil lelang barang-barang milik penanggung pajak untuk pelunasan utang kepada
kreditur. Jika penanggung pajak tersebut mempunyai tunggakan berupa utang pajak,
maka dengan hak mendahulu ini negara mempunyai hak atas barang-barang milik
Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Hak mendahulu tidak
mensyaratkan bahwa barang milik Penanggung pajak yang dilelang di muka umum
tersebut telah dilakukan penyitaan dalam rangka penagihan pajak.
Jadi dalam hal terjadi lelang barang milik penanggung pajak, maka pihak yang
melakukan pelelangan wajib mendahulukan hasil lelang tersebut untuk pelunasan utang
pajak dan biaya-biaya penagihan pajak terlebih dahulu. Pembayaran kepada kreditur lain
diselesaikan setelah utang pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan dan
biaya-biaya penagihan dilunasi.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (3) UU KUP, bahwa: "Hak mendahulu
untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan".

Berdasarkan ketentuan ini maka kedudukan utang pajak merupakan sesuatu yang
istimewa, dimana sesuatu tersebut merupakan hak yang hanya dimiliki oleh Negara.
Dengan hak tersebut negara mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Wajib
Pajak/Penanggung Pajak.

Selanjutnya di dalam Pasal 21 ayat (4) UU KUP memperjelas lagi posisi negara terkait
utang pajak tersebut dimana: "Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau
dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut." Bahkan
posisi negara terkait utang pajak lebih dipertegas lagi dalam Pasal 21 ayat (1) UU KUP
yaitu: "Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan
mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan
dilelang di muka umum. Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang
pajak dilunasi".

Termasuk dalam hal ini penjelasan yang ada di dalam Pasal 19 ayat (6) UU PPSP yang
menyatakan sebagai berikut: "Ayat ini menetapkan kedudukan Negara sebagai kreditur
preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik
Penanggung Pajak yang akan dijual kecuali terhadap biaya perkara yang semata-mata
disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau
barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
dimaksud, atau biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan barang-barang milik Penanggung Pajak
terlebih dahulu untuk membayar biaya-biaya tersebut di atas dan sisanya dipergunakan
untuk melunasi utang pajak".

Melihat uraian peraturan tersebut diatas, konteks negara sebagai kreditur preferen ini
muncul ketika utang pajak dihadapkan pada barang-barang milik Penanggung Pajak yang
akan dijual di muka umum. Pilihannya adalah untuk melunasi utang pajak terlebih dahulu
ataukah melunasi kreditur lainnya yang juga memiliki hak atas penjualan barang-barang
milik Penanggung Pajak.

8. Pengertian Daluwarsa Penagihan Pajak


Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 UU KUP adalah
5 (lima) tahun sejak Surat Tagihan Pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan. Dalam
hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau
Peninjauan Kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun apabila :


 Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada
Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran hutang pajak sampai
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa
penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
 Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
 Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat  Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib
Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain
yang dapat merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan
pajak tersebut.
 Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan
Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

9. Penghapusan Piutang Pajak


Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah
piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, salah satunya karena Wajib Pajak telah
meninggal dunia atau atau Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai
subjek pajak.Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang
pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan
Kriteria piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah :
- Pajak yang tercantum dalam:

a. Surat Tagihan Pajak (STP)


b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
d. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
e. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT)
g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar bertambah.

- Piutang pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang menurut data administrasi Kantor
Pelayanan Pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan
karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak
mempunyai harta warisan atau kekayaan
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan
c. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa
d. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah
dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan atau
e. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat
dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya
perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Piutang pajak Wajib Pajak Badan yang menurut data administrasi Kantor
Pelayanan Pajak tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena:

a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak
dapat ditemukan
b. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa
c. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah
dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan atau
d. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan
karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan
dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri b

10. Sengketa pajak ( keberatan ,banding , gugatan dll )


 Keberatan
Dikategorikan keberatan apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa ketetapan jumlah
rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana
mestinya. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal
Pajak atas suatu penerimaan:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
e. Pemotongan pajak oleh pihak ketiga sesuai peraturan

Surat Keberatan oleh Wajib Pajak dapat disampaikan secara langsung, pos maupun
online (e-Filing) melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak atau Penyedia Jasa
Aplikasi Perpajakan resmi.Tanda bukti telah diterimanya Surat Keberatan berupa
tanda penerimaan surat dari petugas pajak, bukti pengiriman surat melalui pos dan
bukti penerimaan elektronik.

 Banding
Upaya hukum selanjutnya yang dimiliki Wajib Pajak sesuai peraturan perundangan atas
ketidakpuasannya terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak adalah permohonan
banding kepada pengadilan pajak.
- Ruang Lingkup Banding
Apabila Wajib Pajak tetap tidak setuju dengan materi nilai pajak dalam Surat Keputusan
Keberatan, wajib pak hanya dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
pengadilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan yang berlaku.

 Gugatan
Gugatan merupakan upaya hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
dilakukan Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan pajak yang ditagih
atau terhadap keputusan yang dapat diajukan.

Berbeda dengan prosedur keberatan, Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Pajak


yaitu Badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagian Wajib Pajak
pencari keadilan terhadap sengketa pajak. Pengadilan pajak merupakan pengadilan
tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutuskan perkara sengketa
pajak. Maka dari itu putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan Peradilan lain. Kecuali
putusan yang berupa “tidak dapat diterima” menyangkut kewenangan.
- Ruang Lingkup Gugatan
Wajib pajak dapat mengajukan gugatan terhadap:
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan

11. Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak
masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.

SYARAT PENGAJUAN

- Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada


Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
- Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.

- Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum
acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam
UU Pengadilan Pajak.

JANGKA WAKTU PENGAJUAN

Jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali, dibedakan berdasarkan alasan


diajukannya Peninjauan Kembali.

No Peninjauan Kembali hanya dapat diajukanJangka Waktu untuk pengajuan


berdasarkan alasan: Peninjauan Kembali:

1 Bila putusan pengadilan pajak didasarkan padadiajukan paling lambat 3 (tiga)


kebohongan atau tipu muslihat pihak lawanbulan terhitung sejak diketahuinya
yang diketahui setelah perkaranya diputus ataukebohongan atau tipu muslihat atau sejak
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudianPutusan Hakim pengadilan pidana
oleh hakim pidana dinyatakan berlaku. memperoleh kekuatan hukum tetap.

2 Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting diajukan paling lambat 3 (tiga)
dan bersifat menentukan, yang apabila diketahuibulan terhitung sejak ditemukan surat-
pada tahap persidangan di pengadilan pajaksurat bukti yang hari dan tanggal
akan menghasilkan putusan yang berbeda. ditemukannya harus dinyatakan dibawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang.

3 Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidakdiajukan paling lambat 3 (tiga)
dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,bulan sejak putusan dikirim.
kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat
(1) huruf b dan c.
Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c:

1.
1. Putusan Pengadilan Pajak dapat
berupa:
a. mengabulkan sebagian
atau seluruhnya;
b. menambah Pajak yang
harus dibayar;

4 Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutandiajukan paling lambat 3 (tiga)


belum diputus tanpa mempertimbangkan sebab-bulan sejak putusan dikirim.
sebabnya.

5 Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyatadiajukan paling lambat 3 (tiga)


tidak sesuai dengan ketentuan peraturanbulan sejak putusan dikirim.
perundang-undangan yang berlaku.

JANGKA WAKTU KEPUTUSAN

Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan


ketentuan:

 Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
 Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
 Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
  PENCABUTAN PERMOHONAN

Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan jika sudah dicabut,
maka permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

12. Surat Paksa, Surat sita, Surat lelang


 Surat Paksa
Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau
kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai
dengan jatuh tempo penundaan pembayaran atau tidak memenuhi angsuran
pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar
pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran maka penagihan
selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak

 Surat Penyitaan
Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat Paksa. Surat
Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasidalam jangka waktu
2×24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan
tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak.
Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak berwenang melakukan
penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak. Untuk melaksanakan penyitaan
barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang
mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai serta tempat
penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap
memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib
Pajak.
 Lelang
Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya
penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita
tetap dapat dilakukan.
Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan no.13/KMK.01/2002,
yaitu lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara
langsung maupun media elektronik dengan carapenawaran harga secara lisan dan
tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib
Pajak atau penanggung pajak tidak melunasi kewajiban perpajakannya dan
terhadap fiskus telah melakukan segala upaya hukum agar Wajib Pajak atau
penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan jalan
menyampaikan Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, maka barang-barang milik Wajib Pajak atau
penanggung pajak dapat dilelang oleh Kantor Lelang Negara.
Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan barang
dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui
pengumpulan calon pembeli.
DAFTAR PUSTAKA

https://news.ddtc.co.id/lima-fungsi-surat-ketetapan-pajak-24457?page_y=575

https://lifepal.co.id/media/surat-tagihan-pajak/

https://www.pajak.go.id/id/artikel/menunda-pembayaran-pajak-mungkinkah

https://www.pajak.go.id/id/artikel/mengangsur-pajak-mengapa-tidak

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-pajak-kreditur-preferen-dalam-pajak-
apakah-sama-dalam-versi-kepailitan-2019-11-05-57ba62b2/#:~:text=Hak%20Mendahulu
%20adalah%20hak%20khusus,untuk%20pelunasan%20utang%20kepada
%20kreditur.&text=Pembayaran%20kepada%20kreditur%20lain%20diselesaikan,dan%20biaya
%2Dbiaya%20penagihan%20dilunasi

https://nusahati.com/2017/06/daluwarsa-penetapan-pajak-penagihan-pajak/#:~:text=Daluwarsa
%20penagihan%20pajak%20sebagaimana%20dijelaskan,dan%20surat%20ketetapan%20pajak
%20diterbitkan.&text=Dalam%20hal%20seperti%20itu%2C%20daluwarsa,tanggal
%20pemberitahuan%20Surat%20Paksa%20tersebut.

https://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=152#:~:text=Menteri%20Keuangan
%20mengatur%20tata%20cara,syarat%20lagi%20sebagai%20subjek%20pajak.

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prosedur-penyelesaian-sengketa-pajak/

https://www.pajak.go.id/id/peninjauan-kembali

http://satvika.co.id/news/penagihan-pajak-dengan-surat-paksa-ppsp.html

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prosedur-penyelesaian-sengketa-pajak/

Anda mungkin juga menyukai