Anda di halaman 1dari 8

Penundaan, Pembetulan, dan Pemeriksaan Pajak

1. Pengertian Penundaan, Pembetulan, dan Pemeriksaan Pajak


1.1 Penundaan Pembayaran Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Penundaan berasal dari kata tunda yang
artinya menghentikan dan akan dilangsungkan lain kali (lain waktu); mengundurkan
waktu pelaksanaan; menangguhkan.” Dalam hal ini, penundaan pembayaran pajak ialah
fasilitas yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak bagi Wajib Pajak yang
mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak mampu membayar tagihannya sampai
akhir tahun.
Adapun jenis-jenis pembayaran pajak yang dapat diangsur adalah sebagai berikut:
a. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29: Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Pada umumnya
batas penyampaian SPT Tahunan Badan adalah 30 April dan 31 Maret untuk SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi.
b. Pajak yang masih harus dibayarkan dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan atas Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Masa pengangsuran dan
penundaan pembayaran pajak paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya Surat
Keputusan Penundaan atau Angsuran Pembayaran Pajak.
Dalam pelaksanaannya ada tata cara yang harus dilakukan ketika ingin melakukan
penundaan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas.
Adapun tata caranya sebagai berikut:
a. Pengajuan permohonan harus secara tertulis paling lama 9 hari kerja sebelum jatuh
tempo, disertai dengan alasan dan bukti pendukung permohonan serta permohonan
jumlah pembayaran pajak untuk ditunda dan diberi jangka waktu penundaan.
b. Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I PER – 38/PJ/2008.
c. Wajib Pajak memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala KPP,
kecuali apabila Kepala KPP menganggap tidak diperlukan. Jaminan dapat berupa
garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, sertifikat tanah,
penanggungan utang oleh pihak ketiga, atau sertifikat deposito.
d. Wajib pajak yang mengajukan permohonan melebihi 9 hari kerja sebelum jatuh
tempo, wajib memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang
dapat dicairkan sesuai jangka waktu penundaan.

1.2 Pembetulan Pajak


Menurut Pasal 16 ayat (1) UU KUP, “Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan
dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat
kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana
mestinya.” Pembetulan dilakukan apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang
sifatnya tidak mengandung persengketaan dan dapat mengajukan pembetulan kepada
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. Adapun
kesalahan atau kekeliruan yang dapat dibetulkan menurut ketentuan pajak antara lain:
a. Kesalahan tulis, antara lain kesalahan dalam penulisan nama, alamat, NPWP, nomor
surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo.
b. Kesalahan hitung, antara lain kesalahan dalam penjumlahan dan/atau pengurangan
dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan.
c. Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan seperti penerapan tarif, penerapan persentase Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak.
Selain itu terdapat ketetapan pajak yang dapat dibetulkan apabila terjadi kekeliruan
antara lain:
a. Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
b. Surat Tagihan Pajak (STP).
c. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
d. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
e. Surat Keputusan Pembetulan.
f. Surat Keputusan Keberatan.
g. Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi.
h. Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak.
Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan pembetulan yang diajukan oleh
Wajib Pajak harus diputuskan paling lama 6 bulan setelah permohonan diterima. Apabila
dalam batas waktu 6 bulan tersebut Direktur Jenderal Pajak belum memberikan tanggapan
maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan. Dengan dianggapnya terkabul
permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Pembetulan sesuai
dengan permohonan Wajib Pajak.

1.3 Pemeriksaan Pajak


Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban
perpajakannya apakah telah sesuai dengan perundang-undangan perpajakan atukah
belum. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan.” Tujuan pemeriksaan
dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan
lain. Tujuan pemeriksaan terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
 Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan, baik berdasarkan data konkret maupun hasil analisis risiko.
 Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan
pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
b) Pemeriksaan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan
perpajakan
 Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pencabutan NPWP.
 Pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan pengukuhan
atau pencabutan NPPKP.
 Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib
Pajak Baru.
 Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.
 Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan.
 Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
 Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah tertentu.
 Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 21.
 Pelaksanaan ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain
huruf a sampai dengan huruf h.

2. Dasar Hukum Penundaan, Pembetulan, dan Pemeriksaan Pajak


Dalam pelaksanaannya terdapat dasar hukum yang mengatur jalannya penundaan,
pembetulan, dan pemeriksaan pajak. Pelaksanaan pengangsuran dan penundaan pembayaran
pajak didasari oleh beberapa peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut:
a. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah melalui perubahan keempat
dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
b. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa.
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh
Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak dan
Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak serta Tata Cara Pengangsuran
dan Penundaan Pembayaran Pajak.
Adapun dasar hukum yang mengatur pembetulan pajak diatur dalam Pasal 16 UU KUP,
dengan isi sebagai berikut:
a. Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat
membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat permohonan pembetulan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan
pembetulan yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
c. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat, tetapi Direktur
Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
d. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan
secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan
sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam menjalankan pemeriksaan pajak, terdapat perundang-undangan yang mengaturnya
antara lain sebagai berikut:
a. Pasal 31 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 (peraturan disempurnakan di 184/PMK.03/2015).
 Pada UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 pasal 31 dikatakan bahwa Tata cara
pemeriksaan pajak dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku.
 PMK yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan adalah PMK Nomor
17/PMK.03/2013 dimana PMK tersebut telah disempurnakan di PMK Nomor
184/PMK.03/2015. Dalam PMK ini dibahas mengenai ketentuan umum pemeriksaan,
tujuan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan ketentuan lain mengenai
pemeriksaan pajak.
b. Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007
 Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 membahas mengenai penyegelan tempat
atau ruangan tertentu apabila Wajib Pajak tidak memberikan kesempatan kepada
Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan/atau
memberi penjelasan terkait hal-hal yang perlu diperiksa. Tata cara penyegelan tersebut
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.
 Petunjuk pelaksanaan penyegelan diatur dalam bagian kesepuluh PMK
17/PMK.03/2013 yang telah disempurnakan di PMK Nomor 184/PMK.03/2015.
Dalam bagian tersebut, diatur mengenai ketentuan pelaksanaan penyegelan dalam
rangka pemeriksaan pajak.
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 28/PJ/2013
 SE – 28/PJ/2013 mengatur mengenai kebijakan pemeriksaan. Dalam Surat Edaran
Dirjen Pajak ini diatur antara lain kebijakan umum pemeriksaan, ruang lingkup
pemeriksaan, kriteria pemeriksaan, jenis pemeriksaan, pembatalan hasil pemeriksaan,
dan kebijakan lainnya dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak.

3. Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan sederhana dapat dilakukan di lapangan dan di kantor. Pemeriksaan di
kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya
yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan
kedalaman yang sederhana. Dalam pemeriksaan kantor, hasil pemeriksaan akan diserahkan
langsung setelah pemeriksaan selesai tanpa menunggu tanggapan Wajib Pajak. Pemeriksaan
berpedoman pada norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksa, pemeriksaan dan
Wajib Pajak. Adapun norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan kantor adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksa Pajak, dengan menggunakan surat panggilan yang ditandatangani oleh Kepala
Kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan.
b. Pemeriksa Pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak
yang akan diperiksa.
c. Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak.
d. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil
pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil
pemeriksaan.
e. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai
penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan
kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan
agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Pemeriksa wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung
lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lambat tujuh hari sejak selesainya
pemeriksaan.
g. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak berwenang:
a. Meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya
termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya.
b. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya
termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya.
c. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa.
d. Meminta keterangan dan/atau bukti-bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.
DAFTAR PUSTAKA

Astrid. 2021. Ternyata Surat Ketetapan Pajak Bisa Dibetulin!. Diakses pada 25 Agustus 2023.
https://konsultanku.co.id/blog/ternyata-surat-ketetapan-pajak-bisa-dibetulin
Direktorat Jenderal Pajak. 2022. Pemeriksaan. Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak.
Jakarta. Diakses pada 26 Agustus 2023. https://pajak.go.id/id/pemeriksaan
Menteri Keuangan. 1994. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
625/KMK.04/1994 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan. Jakarta. Diakses
pada 24 Agustus 2023. https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/578?
aturan_status=271#:~:text=Dalam%20rangka%20pelaksanaan%20pemeriksaan%2C
%20Wajib,undang%20Nomor%209%20Tahun%201994.
Prabandaru, Ageng. 2019. Ketentuan Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. Diakses pada
26 Agustus 2023. https://klikpajak.id/blog/ketentuan-angsuran-dan-penundaan-pembayaran-
pajak/
P. H. 2015. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak. Diakses pada 26 Agustus 2023.
https://pemeriksaanpajak.com/2015/11/06/dasar-hukum-pemeriksaan-pajak/
Rama. Makalah Penundaan, Pembetulan, dan Pemeriksaan Pajak. Diakses pada 25 Agustus
2023. https://dokumen.tips/documents/makalah-penundaan-pembetulan-dan-pemeriksaan-

Anda mungkin juga menyukai