Anda di halaman 1dari 4

Resume Materi 6 : DALUWARSA PENAGIHAN DAN PENGHASPUSAN PIUTANG

PAJAK

Kelompok 7 :

1. Nuzula Umma Taqwa (205030400111011) – 04


2. Chatarina Oktaviani Cahyaningtyas (205030401111003) – 15
3. Restika Syafa Ambariza (205030401111006) – 17

A. Dasar Hukum
Dasar hukum daluwarsa penagihan dan penghapusan piutang terdapat dalam UU KUP
Pasal 22 ayat (1), UU KUP Pasal 22 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), UU KUP Nomor 28
Tahun 2007, Pasal 13 ayat (1) dan 15 ayat (1) UU KUP.
Beberapa ketentuan perundangan perpajakan sebagai dasar hukum daluarsa pajak
atau yang mengatur tentang tata cara pemeriksaan, penetapan maupun penagihan
pajak:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaiamana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28
Tahun 2007 —> (Diubah).
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.3/1989 tentang Daluarsa
Penagihan Pajak —> (Dicabut).
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak —> (Dicabut)
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
Seketika dan Sekaligus —> (Dicabut)
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas
PMK No. 24/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan
Surat Pajak dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus —> (Dicabut)
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan (Diubah)
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Tata Cara
Pemeriksaan —> (Diubah)
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas
PMK No. 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak dan Surat Tagihan Pajak —> (Diubah)
9. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-2/PJ.02/2017 tentang Penegasan Terkait
Penerbitan Ketetapan Pajak Hasil Pemeriksaan yang Terdapat Masa Pajak yang
Sudah Daluwarsa —> (Berlaku)
10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja —> (Diubah)
11. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (HPP) —> (Berlaku)
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar —>
(Berlaku)
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan —> (Berlaku)

B. Saat Daluwarsa Penagihan


Penagihan pajak disebut daluwarsa apabila telah melewati batas waktu penagihan,
yakni 5 (lima) tahun setelah diterbitkannya Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan
Pajak. Hal ini sesuai dengan penjelasan mengenai pengertian dari daluwarsa
penagihan pajak pada Pasal 22 UU KUP.
Ada lima jangka waktu daluwarsa dalam Undang-Undang KUP yaitu tiga tahun untuk
daluwarsa pembetulan SPT menjadi rugi dan lebih bayar, lima tahun untuk penetapan
SKPKB atau SKPKBT dan penagihan pajak, lebih lima tahun untuk penerbitan
SKPKB atau SKPKBT karena Wajib Pajak terbukti melakukan tindak pidana
perpajakan, sepuluh tahun untuk penuntutan pidana perpajakan, dan tidak diatur
daluwarsanya untuk pembetulan SPT menjadi lebih bayar atau ruginya menjadi lebih
kecil, penerbitan STP, serta pemeriksaan.Untuk keadilan dan kepastian hukum
sebaiknya Undang-Undang KUP mengatur daluwarsa pemeriksaan, penerbitan STP,
SKPN, atau SKPLB.
C. Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan pajak
Adapun daluwarsa penagihan pajak dapat ditangguhkan apabila terjadi beberapa
kondisi sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 22 Ayat 2 Undang-Undang KUP,
yang meliputi:

1. Ditjen Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada Penanggung


Pajak yang tidak melakukan pembayaran hutang pajak sampai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran. Dalam hal ini, masa surat 5 tahun dimulai kembali sejak
tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
2. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal
jatuh tempo pembayaran. Dalam hal ini, daluwarsa penagihan pajak akan dihitung
mulai dari tanggal dimana surat permohonan angsuran dan penundaan
pembayaran utang pajak diajukan dan diterima DJP.
3. Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) yang diterbitkan terhadap Wajib
Pajak karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan
tindak pidana lain yang dapat merugikan pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
4. Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

D. Piutang Pajak yang Dapat Dihapuskan


Piutang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hanya dapat diusulkan untuk
dihapuskan setelah adanya Laporan Hasil Penelitian.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setiap akhir tahun takwim
menysun Daftar Piutang Pajak berdasarkan laporan hasil Penelitian. Daftar usullan
Penghapusan Piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap awal tahun
berikutnya disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral pajak.
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) kepada Menteri Keuangan.
Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak
mungkin ditaguh lagi harus dilakukan penelitian stempat atau penelitian administrasi
oleh KPP atau KPPBM. Apabila alasan-alsan penghapusan piutang pajak adalah
selain wajib pajak mennggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan
tidak mepunyai harta kekayaan lagi, atau karena hak untuk melakukan penagihan
sudah daluwarsa, maka laporan hasil penelitian oleh KPP atau KPPBB haru
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Kantor Wilayah Jenderal pajak.

E. Prosedur Penghapusan Piutang Pajak


Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan,
yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena Wajib Pajak
meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli
waris, tidak dapat diketemukan, tidak mempunyai harta kekayaan lagi, atau karena
hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa.
Prosedur yang dapat dilakukan :
- Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat
ditagih lagi wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi
oleh Kantor Pelayanan Pajak dan menghasilkan laporan hasil penelitian .
- Laporan hasil penelitian harus menguraikan keadaan Wajib Pajak dan piutang
pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang
pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapuskan.
- Kepala kantor Pelayanan Pajak Menyusun daftar usulan penghapusan piutang
pajak dan akan dilakukan penelitian kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kemudian DJP mengusulkan penghapusanpiutang pajak kepada Menteri
Keuangan
- Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak, Direktur
Jenderal Pajak melakukan:
1. Penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang pajak
2. Hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku
- Inspektor Jenderal Kementerian Keuangan atas penugasan dari Menteri
Keuangan melakukan reviu atas usulan penghapisan piutang pajak.
Tata cara ini terdapat pada peraturan PMK RI NOMOR 68/PMK.03/2012 Tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan

Anda mungkin juga menyukai