Anda di halaman 1dari 10

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

DASAR HUKUM PENAGIHAN PAJAK

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

2. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang
dikecualikan dari penjualan secara lelang.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata cara penyanderaan,
rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak dan ganti rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007.

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan


Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita.

8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan


Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.

9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Surat
Paksa di luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa.

10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan
Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan.

11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2003 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan
Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.03/2002 dan Perubahan Nomor


565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya
Penghapusan.

13. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Nomor
M-02.UM.09.01 dan Nomor 294/KMK.03/2003

14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008.


PENAGIHAN PAJAK.

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan :

-menegur atau memperingatkan

-melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus,

-memberitahukan Surat Paksa,

-mengusulkan pencegahan,

-melaksanakan penyitaan,

-melaksanakan penyanderaan,

-dan menjual barang yang telah disita.

DASAR PENAGIHAN PAJAK

Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak sebagaimana dimaksud dalam :

- Surat Tagihan Pajak (STP}

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

- Keputusan Pembetulan,

- Keputusan Keberatan,

- Putusan Pengadilan Pajak atas permohonan banding dan

- Putusan Mahkamah Agung atas permohonan Peninjauan Kembali

Yang pajak terutangnya menjadi bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (sau) bulan
sejak tanggal diterbitkan atau jangka waktu yang ditentukan lain.

Utang pajak sebagaimana tersebut diatas jika belum dilunasi sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran, ditagih dengan Surat Paksa.

Pasal 20 ayat (3) UU KUP mengatur bahwa penagihan pajak dengan Surat Paksa diatur dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.

PEJABAT PENAGIHAN DAN JURUSITA PAJAK

Pejabat penagihan pajak adalah Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang untuk :
- Mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak

- Menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

- Menerbitkan Surat Paksa

- Menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

- Menerbitkan Surat Pencabutan Sita

- Menerbitkan Pengumuman Lelang

- Menerbitkan Surat Penentuan Harga Limit

- Menerbitkan Pembatalan Lelang

- Menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan, dan

- Menerbitkan Surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak,

Sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

PEJABAT

Yang dimaksud dengan Pejabat adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak dilingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak untuk Penagihan Pajak Pusat atau Kepala Dinas Pendapatan
Daerah TkI /Tk.II untuk Penagihan Pajak Daerah.

JURUSITA PAJAK.

Jurusita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang diangkat dan diberhentikan oleh
Pejabat sebagimana dimaksud diatas yang bertugas untuk :

a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

b. Memberitahukan Surat Paksa,

c. Melaksanakan penyitaan atas barang-barang milik Penanggung Pajak berdasarkan Surat


Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan

d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

PENANGGUNG PAJAK

Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban wajib pajak menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK

1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan

2. Penyampaian Surat Paksa

3. Pelaksanaan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekali Gus

4. Penyampaian Surat Paksa

5. Pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

6. Pemblokiran

7. Pencegahan

8. Pengumuman Lelang

9. Pelaksanaan Lelang

10. Penyanderaan.

PENAGIHAN PAJAK AKTIF PERSUASF DAN DENGAN SURAT PAKSA

1.Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

Pasal 1 angka 2 UUKUP menyebut Wajib Pajak (WP) sebagai orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar/pemotong/pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Sebagai subyek hukum, WP merupakan
subyek yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif untuk dikenakan
pajak.Walaupun sebagai pemangku hak dan kewajiban perpajakan (yang berkewajiban
melunasi utang pajak), untuk mengamankan arus masuk penerimaan negara, UU Perpajakan
memperluas pihak yang berkewajiban melunasi utang pajak dengan istilah Penanggung Pajak.

Pasal 1 angka 28 UUKUP, jo Pasal 1 angka 3 UUPPSP, menyebutkan Penanggung Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban WP sesuai ketentuan perpajakan. Jika WP
tidak mampu menunaikan kewajibannya, pelaksanaan perbuatan hukumnya dapat dilakukan
Penanggung Pajak tanpa memerlukan surat kuasa khusus. Yang dianggap menjadi Penanggung
Pajak adalah: (a) Orang pribadi, (b) badan, dan (c) termasuk wakil WP.

Dalam praktek, untuk kemudahan dan simplisitas administrasi pajak dan efektifitas
pelaksanaan penagihan, hampir semua kegiatan penagihan, seperti penyampaian Surat Paksa,
penyitaan dan pelelangan barang, pemblokiran rekening, pencegahan dan penyanderaan lebih
mengarah kepada WP.Sementara Penanggung Pajak lebih mengarah kepada wakil badan
berupa direksi, dewan komisaris, pengurus atau pengawas perusahaan.
2. Penagihan Aktif Persuasif.

Penagihan Aktif Persuasif ada jika Jurusita (penagih pajak) melakukan suatu kegiatan sebelum
jatuh tempo utang pajak (misalnya menghimbau dengan surat) atau setelah jatuh tempo
memperingatkan atau menugur sebelum mengeluarkan Surat Paksa.Surat Teguran diterbitkan
jika WP menyetujui seluruh/ sebagian pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan
pemeriksaan namun 7 hari setelah SKP jatuh tempo belum dibayar.

3. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Berdasrkan Pasal 20 ayat (1) UUKUP, jika utang pajak yang tidak atau kurang dibayar sampai
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau jattuh tempo angsuran/ penundaan, maka 7
hari setelah jatuh tempo akan diterbitka Surat Teguran. Dengan mencantumkan tanggal paling
lambat pembayarannya. Jika sampai tanggal jatuh tempo saat pembayaran seperti tersebut
dalam Surat Teguran, utang pajak juga belum dibayar, akan diterbitkan Surat Paksa (SP).Namun,
dalam keadaan tertentu dapat dilakukan penagihan Seketika dan Sekaligus, tanpa melalui
tahapan penagihan normal tersebut.

Penagihan Seketika dan Sekaligus merupakan tindakan penagihan luar biasa yang dapat
dilakukan kepada WP yang meninggalkan Indonesia selamanya, memindahkan atau terjadi
penyitaan hartanya, mentransformasikan usahanya dengan berbagai cara, atau terjadi
pembubaran usaha oleh yang berwajib. Penagihan Seketika dan Sekaligus ini merupakan
tindakan penagihan yang dilakukan Jurusita Pajak kepada WP /Penanggung Pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, masa pajak, dan tahun pajak.Penagihan Seketika dan Sekaligus dilakukan segera tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran untuk seluruh jenis pajak termasuk biaya
penagihan, seperti biaya penyampaian SP. Penagihan ini dilakukan terhadap STP,SKPKB,
SKPKBT,SK.Pembetulan, SK.Keberatan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali yang
menyebabkan utang pajak bertambah.

4. Penagihan dengan Surat Paksa.

Pasal 1 angka 21 UUKUP jo.Pasal 1 angka 12 UUPPSP menyebut Surat Paksa (SP) adalah Surat
Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Biaya penagihan pajak meliputi
biaya pelaksanaan SP, Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP), Pengumuman Lelang dan
pembatalannya, jasa penilai dan biaya lainnya terkait penagihan pajak. Surat Paksa berkepala
kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Surat Paksa
mempunya kekuatan eksekutorial dan kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. SP berisi antara lain:(a) Nama WP atau PP, (b)
besarnya utang pajak dan (c) perintah membayar. Surat Paksa dapat diterbitkan setelah lewat 21
hari Surat Teguran dikirimkan kepada WP/PP namun WP/PP tetap masih belum melunasi utasng
pajaknya. SP berisi Perintah untuk membayar pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam. UUPPSP
memberi kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu
putusan Pengadilan Perdata yang telah mempunyai kekuatan huku m tetap. Karenanya
pemberitahuan kepada WP/PP dilakukan dengan pembacaan Surat Paksa seperti putusan sidang
pengadilan dan kedua pihak menandatangani Berita Acara sebagai pernyataan bahwa SP telah
diberitahukan. Untuk menjaga eksistensi fisik formal SP jika terjadi keadaan darurat atau sebab
lain (SP hilang atau tidak dapat diketemukan), karena begitu relevannya, atas kuasa Pasal 9
UUPPSP, Kepala Kantor Pelayanan Psajak dapat menerbitkan Surat Paksa Pengganti yang
mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa yang
semula.

Apabila WP/PP menolak menerima SP, Jurusita Pajak meninggalkan SP dan mencatatnya dalam
Berita Acara tentang kejadian tersebut. Demi melindungi hak keuangan umum dalam penagihan
pajak, UU memberi legitimasi atas tindakan meninggalkan SP dan pencatatannya dalam Berita
Acara sah sebagai pengganti pemberitahuan SP dan tindakan tersebut memberi kekuatan
eksekutorial penagihan pajak seolah-olah SP sudah diberitahukan. Akibatnya, jika WP/PP tidak

memenuhi kewajibannya tersebut dalam SP, kepadanya dapat diterbitkan Surat Perintah
Melakukan Penyitaan (SPMP) dan tindakan seterusnya.

Apabila karena sesuatu hal pemberitahuan SP tidak dapat dilaksanakan, untuk kemudahan
prosedural dan kepastian hukum tahapan penagihan, maka SP disampaikan melalui pemerintah
daerah setempat, setingkat Sekretaris Kelurahan/ Desa, mencatat dalam Berita Acara, dan
meninggalkan salinan SP untuk disampaikan kepada WP/PP.

Jika WP/PP tidak diketahui tempat tinggal/usaha, atau tempat kedudukannya, demi efisiensi
tindakan penagihan atas kuasa Pasal 10 ayat (8) UUPPSP, maka penyampaian SP dapat
dilaksanakan dengan menempelkan salinan SP pada papan pengumuman di kantor KPP penerbit,
mengumumkan melalui mas media, atau dengan cara lain.

5. Surat Perintah Melakukan Penyitaan.

Apabila WP/PP tidak melunasi utang pajak setelah lewat waktu 2 x 24 jam sebagaimana
tercantum dalam Surat Paksa yang telah diberitahukan itu, maka Kepala KPP dapat menerbitkan
Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).Selanjutnya Jurusita Pajak dapat melaksanakan
penyitaan berdasarkan SPMP yang diterbitkan oleh Kepala KPP terkait.

Prosedur panyitaan antara lain sebagai berikut :

a) Penyitaan dilakukan Jurusita Pajak dengan saksi minimal 2 orang dewasa,penduduk


Indonesia, dikenal dan dapat dipercaya Jurusita.

b) Pelaksanaan penyitaan dibuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dengan ditandatangani
Jurusita, Saksi dan WP/PP. BAPS merupakan pemberitahuan kepada WP/PP dan masyarakat
bahwa telah terjadi pemindahan penguasaan harta WP/PP kepada Kepala KPP.
Penandatanganan BAPS dipihak WP/PP prinsipnya sama dengan penerima SP.Mereka turut
tanggung jawab atas kewajiban badan tersebut, sehingga harta mereka juga dapat dijadikan
jaminan utang pajak dan disita.
c) Dalam hal WP/PP tidak hadir, penyitaan tetap dapat berjalan terus dengan seorang saksi dari
Pemda setempat setingkat Sekretaris Kelurahan.

d) Atas harta yang disita dapat ditempeli kertas segel, sedang salinan BAPS dapat ditempel
pada harta sitaan, ditempat harta atau tempat umum sebagai pengumuman telah terjadi
penyitaan harta WP/PP.

e) Penyitaan dapat dilakukan atas milik WP/PP yang ada ditempat tinggal/usaha/kedudukan,
atau tempat lain, termasuk dalam penguasaan pihak lain atau yang dibebani dengan hak
tanggungan sebagi jaminan pelunasan utang tertentu.

f) Dalam hal obyek sita berada di luar wilayah kerja KPP penerbit SP, dapat minta bantuan KPP
lain yang wilayah kerjanya meliputi tempat obyek sita berada untuk menerbitkan SPMP.

BAB VII TENTANG GUGATAN

Pasal 37. GUGATAN

(1) Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak.

(1a) Dalam hal gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan,
Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat.

(1b) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1a) paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima
juta rupiah).

(1c) Perubahan besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayau (1b) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

(2) Gugatan Penanggung Pajak sebaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam jangka waktu 14
(empat belas ) hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, atau Pengumuman Lel (1)
memang dilaksanakan.

Pasal 38. SANGGAHAN


(1). Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita hanya dapat diajukan kepada
Pengadilan Negeri.

(2) Pengadilan Negeri yang menerima surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat.

(3) Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya terhadap barang yang disanggah
kepemilikannya sejak menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat diajukan setelah
lelang dilaksanakan.

BAB VII. KETENTUAN KHUSUS

Pasal 39.

(1) Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada Pejabat
terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain sejenis, Surat Perintah Penagihan
Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Perintah
Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan atau kekeliruan.

(1a) Pejabat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.

(1b) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dalam ayat (1a) Pejabat tidak memberikan keputusan,
permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu.

(2) Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain
yang sejenis, Surat Penagihan Seketika dan sekaligus, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat
Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga Limit yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan.

(3) Tindakan Penagihan Pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak, tindakan penagihan pajak
dilanjutkan sesuai jangka waktu semula.

Pasal 40.

(1) Apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak memperoleh keputusan keberatan atau putusan
banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan
kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak berhak menuntut
pengembalian barang yang telah dilelang.

(2) Pejabat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam
bentuk uang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 41.

(1) Penagihan Pajak tidak dilaksanakan apabila telah daluarsa sebagaimana diatur dalam undang-
undang dan peraturan daerah.

(2) Pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.

(3) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dan Pasal 37 ayat (1) tidak menunda
pelaksanaan penagihan pajak.

BAB VIIA KETENTUAN PIDANA

Pasal 41A.

(1) Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam Pasal 23 ayat (1) dipidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000,- (dua belas juta rupiah)

(2) Apabila pihak-pihak sebaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f tidak melaksanakan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak
Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 42.

(1) Tindakan pelaksanaan penagihan pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) yang belum dapat diselesaikan pada saat
berlakunya Undang-undang ini ditetapkan sebagai berikut :

a. Dalam hal Surat Paksa sudah diterbitkan tetapi belum diberitahukan kepada Penanggung
Pajak yang bersangkutan, Surat Paksa dimaksud dinyatakan batal demi hukum.
b. Dalam hal Surat Paksa sudah diberitahukan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan,
pelaksanaan sita yang belum diproses diselesaikan berdasarkan Undang-undang ini.

c. Dalam hal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sudah diterbitkan tetapi belum
dilaksanakan , Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dimaksud dinyatakan batal demi
hukum.

d. Dalam hal lelang sudah diproses tetapi belum diselesai , tetap diselesaikan berdasarkan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat
Paksa ( Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850).

(2) Gugatan Penanggung Pajak terhadap tindakan pelaksanaan penagihan pajak sebelum 1
Januari 1998 diajukan kepada badan peradilan yang 1 Januari 1998 diajukan kepada badan
peradilan yang bersangkutan.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43

(1) Dengan berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan
Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1850 ) dinatakan tidak berlaku lagi.

(2) Dengan berlakunya undang-undang ini,semua peraturan pelaksanaan di bidang penagihan pajak
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini atau belum diganti dengan
peraturan pelaksanaan yang baru.

Pasal II

Undang-undang ini disebut Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Pasal III

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundang undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Repulik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai