Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN

Dosen Pengampu : Endang Winarsih, S.E., M.Ak

DI SUSUN OLEH:
BASO RISAL
105731123320

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSSAR
MAKASSAR
2023
LATAR BELAKANG

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)


Hasil dari dilakukannya verifikasi adalah dengan keluarnya Surat Tagihan Pajak
(STP). Berdasarkan pasal 1 angka (20) UU No. 16 Tahun 2009, definisi STP
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda. Berikutnya, pada pasal 14 ayat (1) disebutkan bahwa
DJP dapat menerbitkan STP apabila:
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
3. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5)
Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,
selain:
a) Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat 5 huruf (b)
Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
b) Identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat 5 huruf (b) dan huruf (g) Undang – Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan
dilakukan oleh PKP pedagang eceran.
6. Pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak, atau
7. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian pajak masukan. (UU no. 16 tahun 2009 pasal 14 ayat 2).
Di sisi lain, pada pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
dan Surat Tagihan Pajak disebutkan bahwa DJP dapat menerbitkan STP setelah
meneliti data administrasi perpajakan atau setelah melakukan verifikasi,
pemeriksaan, pemeriksaan ulang, atau pemeriksaan bukti permulaan dalam
rangka penerbitan surat ketetapan pajak. STP PPN adalah variabel independen
yang akan digunakan dalam penelitian ini.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
SURAT KETETAPAN PAJAK
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada WP tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.Surat ketetapan pajak
berfungsi sebagai :
1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang
nyatanyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan
perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Ada beberapa jenis ketetapan pajak, sebagai berikut :
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan sebelumnya.
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlahkredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang.
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak
mengandung persengetaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh
Direktur Jendral Pajak secara jabatan atau permohoan Wajib Pajak.
SURAT PAKSA
UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(PPSP) Menurut Fidel (2010;47) UU
PPSP yaitu :
1. Falsafah UU PPSP No.19/2000
a) Menampung perkembangan sistem hukum nasional perlunya
dipertegaskan perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang
merupakan objek pajak
b) Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

PAGE \* MERGEFORMAT 2
c) Adanya kepastian hukum dan menegakkan keadilan
2. Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000
a) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah
yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan
pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa
b) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi
strategis dalam peningkatan penerimaan pajak
c) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk
meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib
Pajak
d) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak
maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan.
3. Hal – hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000
a. Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan
menambahkan ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan
dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa dilaksanakan
b. Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif
c. Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris,
pemegang saham, pemilik modal
d. Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam
rangka menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak
e. Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang
f. Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas
prosentase tertentu dari hasil penjualan
g. Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding
oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan
pajak
h. Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi Batasan
nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka
efisiensi
i. Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan
permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan
j. Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja
mencegah, menghalang – halangi atau menggagalkan pelaksanaan
penagihan pajak
Pelaksanaan Surat Paksa
Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak
yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau
sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran,
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak.
Penerbitan Surat Paksa

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran
atau nSurat Peringatan atau surat lain yang sejenis
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika
dan sekaligus
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak
2.5.4 Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP
yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan dan
penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam
berita acara.
2.5.5 Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi
a. Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain
yang memungkinkan
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus
harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta
warisan belumdibagi
d. Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia
dan harta warisan telah dibagi
Pembukan, Pemeriksaan dan Penyidikan
Upaya hukum Dalam Sengketa PajakKompetensi absolut Pengadilan Pajak
antara lain adalah memeriksa dan memutus banding dan gugatan pajak.
Disamping itu kewenangan lainnya adalah melakukan pengawasan terhadap
kuasa hukum yang memeberikan bantuan terhadap para pihak yang
bersengketa di Pengadilan Pajak.
Berdasarkan praktek di lapangan, upaya-upaya hukum dalam sengketa
pajak saat ini meliputi :
a. Keberatan
Salah satu upaya hukum yang dimiliki oleh wajib pajak apabila
diperlakukan tidak adil oleh fiscus adalah “Keberatan”. Upaya hukum keberatan
ini dapat dilakukan oleh wajib pajak apabila wajib pajak merasa kurang/tidak
puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Pada hakekatnya keberatan merupakan upaya hukum biasa yang
berada di luar Pengadilan Pajak yang diperuntukan untuk memohonkan
keadilan terhadap kerugian bagi wajib pajak.
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak/Bea Cukai/Gubernur/Bupati/Walikota yang telah mengeluarkan Surat
Ketetapan Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak / Bea Cukai/ Dinas
Pendapatan Daerah setempat, dengan syarat-syarat antara lain : keberatan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, memuat jumlah pajak
yang terutang, ditujukan kepada pejabat pajak dengan alasan yang jelas,
dalam janka waktu maksimal 3 bulan, dan sebagainya.
b. Banding
Apabila wajib pajak telah menerima keputusan fiskus atas keberatan yang
diajukannya (dalam arti wajib pajak menganggap sudah tepat keputusan
fiskus) dan tidak melakukan upaya hukum lebih lanjut, maka selesailah
sengketa pajak tersebut. Namun sebaliknya apabila wajib pajak merasa
kurang/tidak puas terhadap keputusan fiskus atas keberatan yang
diajukannya, maka undang-undang memberikan saluran hukum lebih
lanjut yaitu dengan mengajukan permohonan banding.
Upaya hukum Banding dalam Pengadilan Pajak, merupakan upaya hukum
lanjutan yang dapat ditempuhWajib Pajak/Penanggung Pajak apabila tidak
puas terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang
diajukannya.
c. Gugatan
Upaya hukum lainya disamping upaya hukum banding dalam sengketa
pajak , wajib pajak juga diberikan upaya hukum pengajuangugatan. Berbeda
dengan banding yang merupakan upaya , merupakan upaya hukum lanjutan
yang dapat ditempuh Wajib Pajak/Penanggung Pajak apabila tidak puas
terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukannya
Gugatan adalah upaya hukumyang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau
penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap
keputusan yang dapat diajukan gugatan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
Perbedaan antara gugatan dan banding adalah mengenai hal-hal yang
menjadi obyek sengketanya.
d. Peninjauan Kembali
Upaya hukum lainnya yang diberikan UU Pengadilan Pajak dalam sengketa
pajak adalah upaya hukum Peninjauan Kembali.Permohonan peninjauan
kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan apabila putusan
Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu,apabila

PAGE \* MERGEFORMAT 2
terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang
apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan
menghasilkan putusan yang berbeda,apabila telah dikabulkan suatu hal
yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus
berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan huruf c,apabila mengenai suatu
bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
atau apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 91 UU
Pengadilan Pajak).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa upaya-upaya hukum yang dapat
dilakukan wajib pajak atau penanggung pajak dalam sengketa pajak yaitu
keberatan, banding, gugatan dan Peninjauan Kembali. Hal ini berbeda dengan
upaya hukum di lembaga peradilan lainnya, karena 201814di lembaga
peradilan lainnya misalnya di Pengadilan Umum, upaya hukumnya adalah
gugatan, banding, kasasi dan Peninjauan Kembali.
Pembukuan, Pemeriksaan Dan Penyidikan

a. Pengertian Pembukuan atau Pencatatan


Menurut Siti Resmi (2019:57) dalam bukunya dijelaskan bahwa
pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak
berakhir. Sedangkan untuk pengertian pencatatan sendiri menurut ahli
perpajakan yaitu Mardiasmo (2018:61) disebutkan bahwa pencatatan
terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur dengan peredaran atau
penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang
bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Wajib
Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:
 Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas di Indonesia;
 Wajib Pajak badan di Indonesia.
Sedangkan Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi mengaji melakukan pencatatan

PAGE \* MERGEFORMAT 2
adalah:
 Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
 Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
b. Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:61) dalam bukunya
dijelaskan bahwa sebagai Wajib Pajak yang baik ada beberapa
ketentuan/kewajiban yang harus diperhatikan dalam melakukan
pembukuan atau pencatatan yaitu:
1. Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf
Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
Bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan
stelsel akrual atau stelsel kas. Perubahan terhadap metode
pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak.
4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
5. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah
mendapat izin Menteri Keuangan.
6. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau

PAGE \* MERGEFORMAT 2
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak
orang pribadi atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
c. Sanksi Tidak Menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:62) dalam bukunya
disebutkan bahwa sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajiban pembukaan adalah sebagai berikut:
 Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang
ditetapkan dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% dan khusus untuk PPh pasal 29 ditambah
kenaikan sebesar 50%.
 Setiap orang dengan sengaja:
1) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar atau tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
2) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di
Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku,
catatan, atau dokumen lain; dan
3) Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk
hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online
Indonesia
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang didibayar. Pidana menjadi 2
(dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di

PAGE \* MERGEFORMAT 2
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Pemeriksaan Pajak

a. Pengertian Pemeriksaan Pajak


Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:56) dalam bukunya
disebutkan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Sasaran Pemeriksaan Pajak
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:57) dalam bukunya
dijelaskan bahwa yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun
penyelidikan untuk mencari adanya:
 Interpretasi Undang-Undang yang tidak benar.
 Kesalahan hitung.
 Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
 Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
c. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Menurut ahli perpajakan Siti Resmi (2019:58) dalam bukunya
dijelaskan mengenai tujuan dari pemeriksaan yaitu untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan
lain, antara lain:
 Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
 Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
 Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
 Wajib Pajak mengajukan keberatan;

PAGE \* MERGEFORMAT 2
 Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
 Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
 Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
 Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
 Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
 Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas
perpajakan; dan/atau
 Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
d. Prosedur Pemeriksaan Pajak
Menurut ahli perpajakan (dalam Wirmie Eka Putra dan Kamadie
Sumanda S 2016:53) prosedur pemeriksaan pajak yaitu sebagai berikut:
1) Petugas harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan dan
harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
2) Wajib pajakyang diperiksa harus:
 Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperolehnya.
 Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dipandang perlu guna kelancaran pemeriksaan.
 Memberi keterangan yang diperlukan.
 Kewajiban untuk merahasiakan sesuatu tidak berlaku untuk
pemeriksaan pajak.
 Dirjen Pajak berwenang untuk melakuakan penyegelan tempat
atau ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku

2. Penyidikan Pajak
a. Pengertian Penyidikan
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:58-59) dalam bukunya

PAGE \* MERGEFORMAT 2
dijelaskan bahwa penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8/1981 tentang KUHAP. Sedangkan pengertian penyidik sendiri
dalam tindak pidana perpajakan adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Wewenang Penyidik
Menurut ahli perpajakan Siti Resmi (2019:60) dalam bukunya
disebutkan bahwa wewenang penyidik adalah sebagai berikut:
 Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
 Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
 Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
 Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;

PAGE \* MERGEFORMAT 2
 Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;
 Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
 Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
 Menghentikan penyidikan; dan/atau
 Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Penghentian Penyidik
Dengan mengacu pada UU KUP Pasal 44A, menyatakan bahwa
penyidikan dapat dihentikan prosesnya apabila tidak ditemukan cukup
bukti atau peristiwa yang menjamin hal tersebut termasuk kedalam
tindak pidana dibidang perpajakan. Selain itu, apabila peristiwa tersebut
sudah kadaluwarsa atau tersangkanya dinyatakan meninggal dunia,
maka proses penyidikan dapat diberhentikan.
Berdasarkan dengan Pasal 44B ayat (1) UU KUP, menyatakan bahwa
Jaksa Agung dapat mengehentikan proses penyidikan tindak pidana
dibidang perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan paling lama 6
bulan terhitung sejak tanggal surat permintaan atas penghentian
penyidikan. Dan berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 55/PMK.03/2016, Pasal 6, 7, dan 8 menyatakan bahwa Menteri
Keuangan dapat menyusun surat permintaan penghentian penyidikan
apabila Menteri Keuangan menyetujui permohonan penghentian atas
proses penyidikan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Namun, untuk
penghentian proses penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan tidak
dapat dilakukan oleh Jaksa Agung apabila perkara pidana tersebut telah
dilimpahkan kepada pengadilan. Dan penghentian atas tindak pidana

PAGE \* MERGEFORMAT 2
hanya dapat dilakukan apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak
yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.
Selain itu, penghentian proses penyidikan juga dapat dilakukan
apabila Wajib Pajak telah membayar sanksi administrasi berupa denda 4
kali lipat dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayarkan, atau yang
tidak seharusnya dikembalikan. Untuk ketentuan lebih lanjut yang
mengatur mengenai penghentian penyidikan atas tindak pidana dibidang
perpajakan untuk kepentingan penerimaan dapat dilihat pada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016.

3. Sanksi Perpajakan
a. Pengertian Sanksi Perpajakan
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:62) dalam bukunya
disebutkan bahwa sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma
perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak
melanggar norma perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan dikenal
dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang
diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan
sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi
administrasi dan sanksi pidana.
b. Sanksi Administrasi
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:63) dalam bukunya
dijelaskan bahwa sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian
kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.
 Sanksi Bunga
Merujuk pada UU KUP, secara sederhana sanksi administrasi
berupa bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap
pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Secara lebih terperinci, sanksi ini dikenakan terhadap wajib pajak
yang terlambat dalam melunasi kewajiban pajaknya.
Selain itu, sanksi administrasi berupa bunga juga dapat
dikenakan terhadap wajib pajak yang mengalami kurang bayar
pajak karena pembetulan SPT, penelitian, pemeriksaan, penerbitan
NPWP atau pengukuhan PKP secara jabatan, atau mendapat
persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Besarnya sanksi administrasi berupa bunga dihitung
berdasarkaan persentase tertentu yang bersifat tetap dari pokok
pajak yang tidak atau kurang dibayar. Sanksi ini dihitung mulai
sejak saat terutangnya pajak atau sejak saat tanggal jatuh tempo
sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Lebih lanjut, secara umum sanksi administrasi berupa bunga
dari suatu bulan akan dianggap atau dihitung 1 bulan penuh.
Dengan kata lain, pada dasarnya sanksi administrasi berupa bunga
tidak dihitung secara harian. Berikut adalah sanksi bunga yang
tecantum dalam UU KUP :

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan


1. 8 (2 Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2% Per bulan, dari jumlah
dan 2a) pajak yang kurang
dibayar
2. 9 (2a Keterlambatan pembayaran pajak masa 2% Per bulan, dari jumlah
dan dan tahunan pajak terutang
2b)
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam 2% Per bulan, dari jumlah
SKPKB kurang dibayar, max 24
bulan
4. 13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 48% Dari jumlah paak yang
5 tahun karena adanya tindak pidana tidak mau atau kurang
perpajakan maupun tindak pidana dibayar.
lainnya
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang 2% Per bulan, dari jumlah
bayar pajak tidak/ kurang
dibayr, max 24 bulan
b. SPT kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah
pajak tidak/ kurang
dibayr, max 24 bulan

PAGE \* MERGEFORMAT 2
14 (5) PKP yang gagal berproduksi dan telah 2% Per bulan, dari jumlah
diberikan pengembalian Pajak Masukan pajak tidak/ kurang
dibayr, max 24 bulan
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat 48% Dari jumlah pajak yang
waktu 5 tahun karena adanya tindak tidak atau kurang
pidana perpajakan maupun tindak dibayar
pidana lainnya
7. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK 2% Per bulan, atas jumlah
Keberatan, Putusan Banding yang pajak yang tidak atau
menyebabkan kurang bayar terlambat kurang dibayar
dibayar
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari
bulan dihitung penuh 1
bulan

9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan 2% Atas kekurangan


SPT pembayaran pajak

 Sanksi Denda
Merujuk pada UU KUP, secara sederhana sanksi administrasi
berupa denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap
pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan. Secara
umum, sanksi ini dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu yang
bersifat tetap, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka
perkalian dari jumlah tertentu.
Secara lebih terperinci, sanksi ini dikenakan terhadap
pelanggaran yang berkaitan dengan ketentuan jangka waktu
pelaporan SPT, kewajiban pembuatan faktur, dan keberatan atau
permohonan banding yang ditolak atau diterima/dikabulkan
sebagian. Adapun pada sejumlah pelanggaran, sanksi administrasi
berupa denda dapat ditambah dengan sanksi pidana. Namun,
pelanggaran yang dikenai sanksi pidana adalah pelanggaran yang
sifatnya alpa atau disengaja. Berikut adalah sanksi denda yang
tecantum dalam UU KUP:

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan

PAGE \* MERGEFORMAT 2
1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan:
a. Masa Rp. 100.000 atau Per SPT
b. Tahunan Rp. 500.000
Rp. 100.000 atau Per SPT
Rp. 1.000.000
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan 150% yang kurang Dari jumlah pajak
belum disidik pengusaha yang dibayar
telah dikukuhkan sebagai
3 14 (4) tetapi tidak membuat faktur 2% dari DPP
pajak atau membuat faktur pajak,
tetapi tidak tepat waktu;
pengusaha yang telah dikukuhkan 2% dari DPP
sebagai PKP yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap
PKP melaporkan faktur pajak 2% dari DPP
tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak

 Sanksi Kenaikan
Merujuk pada UU KUP, secara sederhana sanksi administrasi
berupa kenaikan adalah sanksi administrsi yang berupa kenaikan
jumlah pajak yang harus dibayar. Secara lebih terperinci, sanksi ini
dikenakan terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan
kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.
Misalnya, memberikan data yang tidak benar dalam SPT
setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP atau tidak memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak
terutang. Adanya sanksi ini membuat jumlah pajak yang harus
dibayar bisa menjadi berlipat ganda.
Adapun sanksi administrasi berupa kenaikan pada dasarnya
dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang

PAGE \* MERGEFORMAT 2
tidak atau kurang dibayar. Guna memberikan gambaran yang lebih
terperinci, contoh dari sanksi administrasi berupa kenaikan yang
tercantum dalam UU KUP dapat dilihat pada tabel berikut:

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan


1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum 50% Dari pajak yang
terbitnya SKP kurang dibayar
2. 13 Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana
(3) disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang
tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif
0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50% Dari PPh yang
tidak/ kurang
dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% Dari PPh yang
tidak/ kurang
dipotong/
dipungut
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% Dari PPN/
PPnBM yang
tidak atau kurang
dibayar
3. 15 Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% Dari jumlah
(2) kekurangan pajak
tersebut

c. Sanksi Pidana
Menurut ahli perpajakan Mardiasmo (2018:63) dalam bukunya
disebutkan bahwa sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan.
Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan
fiskus agar norma pajak dipatuhi. Menurut ketentuan dalam undang-
undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana yaitu denda pidana,
kurungan, dan penjara.
 Denda Pidana
Menurut Mardiasmo (2018:63) dalam bukunya disebutkan
bahwa denda pidana berbeda dengan sanksi berupa denda
administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada wajib pajak
yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa

PAGE \* MERGEFORMAT 2
denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang
diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang
melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana
yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
 Pidana Kurungan
Menurut Mardiasmo (2018:63) dalam bukunya disebutkan
bahwa pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana
yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak dan
pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si
pelanggar norma itu, ketentuannya sama dengan yang diancamkan
dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai
denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-
lamanya sekian.
 Pidana Penjara
Menurut Mardiasmo (2018:64) dalam bukunya disebutkan
bahwa pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan
hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan
terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang
ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada
Wajib Pajak.

Ketentuan Bagi Petugas Pajak

Sikap Fiskus Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar


pajak tergantung pada bagaimana sikap petugas pajak memberikan suatu
pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan fiskus
memiliki lebih banyak peran sebagai seorang pemeriksa. Padahal untuk
menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya
dibutuhkan peran lebih dari sekedar pemeriksa. Selain mengatur hak dan
kewajiban bagi Wajib Pajak, ketentuan umum dan tata cara perpajakan juga
mengatur ketentuan bagi petugas pajak (Supramono dan Damayanti,

PAGE \* MERGEFORMAT 2
2009:18), antara lain :

1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya, dengan sengaja menghitung, atau


menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan
akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan.

2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertidak di


luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dapat diajukan ke unit internal Departemen Keuangan
yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi. Apabila terbukti
melakukannya maka pegawai pajak tersebut akan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undanga.

3. Pegawai pajak yang dalam tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan


pengancaman kepada Wajib Pajak agar menguntungkan diri sendiri secara
melawan hukum akan diancam denagn pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 368 KUH Pidana.

4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara


melawan hokum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, dan menerima
pembayaran, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri akan diancam
dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 31 tahun 1999
tentang tindak Pidana Korupsi dan Perubahannya.

5. Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana
apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan itikad baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi dan Sanksi Administrasi Surat Tagihan Pajak


Keuangan Surat Tagihan Pajak (STP) berfungsi sebagai koreksi atas jumlah
pajak yang terutang surat pemberitahuan wajib pajak, sarana untu mengenakan
sanksi atas jumlah pajak yang terutang dan sebagai alat untuk penagihan pajak.

PAGE \* MERGEFORMAT 2
Sanksi administrasi atas surat tagihan pajak yang diterbitkan diatur dalam
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) berupa denda dan bunga.
a. Denda Pajak
Denda pajak diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP)
Pasal 7 ayat 1. Wajib pajak mendapatkan denda, apabila Surat Pemberitahuan
(SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Rp100.000,00
(serratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa lainnya, dan
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) badan serta sebesar Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SP) Tahunan Pajak
Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) orang pribadi.
b. Bunga Pajak
Sanksi berupa bunga, bunga pajak untuk surat tagihan pajak diatur dalam
beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP)
diantaranya:
1. Pasal 8 ayat 2 dan ayat (2a) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan
(KUP), yang menjelaskan mengenai bunga pajak dalam hal Wajib Pajak (WP)
yang membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan Masa yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka akan dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan
(SPT) berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah
pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi
berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan. Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak
tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Dengan adanya pembetulan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan atas kemauan sendiri membawa akibat
penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran
pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan. Bunga yang terutang atas kekurangan
pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang
dimaksud dengan 1 (satu) bulan adalah jumlah hari dalam 17 bulan kalender
yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 (dua puluh dua) Juni sampai

PAGE \* MERGEFORMAT 2
dengan 21 (dua puluh satu) Juli, sedangkan yang dimaksud dengan bagian dari
bulan adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22
(dua puluh dua) Juni sampai dengan 5 (lima) Juli. Pasal 9 ayat 2a dan (2b)
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), pasal 9 ayat (2a)
menjelaskan mengenai bunga pajak dalam hal Wajib Pajak (WP) yang telat
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang saat atau masa
pajak bagi masing-masing jenis pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
2. Pasal 9 ayat (2b) menjelaskan mengenai kekurangan pembayaran pajak yang
terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
(PPh) atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung
mulai dari berakhirnya batas waktu. Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas
keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya cara
penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut: Angsuran masa
Pajak Penghasilan Pasal 25 PT. A tahun 2018 sejumlah Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) per bulan. Angsuran masa Mei tahun 2018 dibayar tanggal
18 (delapan belas) Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 (sembilan belas) Juni
2008. Apabila pada tanggal 15 (lima belas) Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan
Pajak (STP), sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak (STP) dihitung 1 (satu)
bulan sebagai berikut: 1 (satu) x 2% (dua persen) x Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) = Rp 200.000.00 (dua ratus juta rupiah).
3. Pasal 14 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang
menjelaskan mengenai kekurangan pajak dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak
(STP).
4. Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP)
mengatur bunga pajak yang dikenakan kepada wajib pajak yang memperpanjang
jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan (PPh) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan disertai dengan
perhitungan sementara pajak yang terutang selama 1 (satu) tahun pajak. Maka
dalam hal Wajib Pajak (WP) diperbolehkan menunda penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang
terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan
pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.

PAGE \* MERGEFORMAT 2

Anda mungkin juga menyukai