Anda di halaman 1dari 13

1. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.

28 Tahun 2007
Pajak merupakan kontribusi atau iuran Wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan (Wajib Pajak) yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang , dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi:
a) Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak merupakan salah satu sumber dana bagi pemerintah yang dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin
maupun pengenluaran untuk pembangunan.
b) Fungsi Mengatur (Reguler)
Sebagai fungsi mengatur, pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan
melaksanakan kebijakan dibidang ekonomi dan sosial. Contohnya seperti
kebijakan ekspor 0% untuk mendukung pengusaha melakukan ekspor.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Siti Resmi (2019:10) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga)
yaitu, Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System.
Berikut penjelasan dari masing-masing sistem pemungutan pajak:
a) Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi Kewenangan aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif
serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para
aparatur perpajakan.
b) Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif
serta kegiatan menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang
sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta arti pentingnya
membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:
1) Menghitung sendiri pajak yang terutang;
2) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
3) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
4) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang
c) With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai
dengan peraturan perundang-undang perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak
ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,
keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak,
menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.
4. NPWP
Berdasarkan pasal 1 Nomor 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas atau tanda pengenal yang diberikan Ditjen
Pajak kepada wajib pajak.yang kemudian NPWP menjadi identitas wajib pajak yang
diperlukan untuk dalam pengurusan administrasi perpajakan. Layaknya sebuah KTP,
setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP.
NPWP tersebut terdiri dari 15 digit angka sebagai kode unik. 9 digit pertama pada
NPWP merupakan kode unik dari identitas Wajib Pajak.3 digit selanjutnya adalah
kode unik dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Jika terdaftar sebagai Wajib Pajak
baru, kode tersebut merupakan kode tempat Wajib Pajak melakukan pendaftaran.
Sedangkan bila statusnya sebagai Wajib Pajak lama, maka itu adalah kode tempat
wajib pajak saat ini. 3 digit terakhir menandakan status Wajib Pajak. 000 berarti pusat
atau tunggal. 00x (001,002) berarti cabang dengan nomor terakhir menunjukkan
urutan cabang.
Untuk membuat NPWP dapat langsung ke KPP atau dengan cara mendaftar online
dengan di ereg.pajak.go.id.
Namun NPWP akan digantikan dengan NIK pada 1 januari 2024
 Penghapusan NPWP
1. Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
2. Penghapusan NPWP dilakukan, antara lain dalam hal:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan
warisan;
b. Wajib Pajak badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau
penggabungan usaha;
c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia;
d. Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran;
e. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya;
f. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk menentukan NPWP
yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan;
g. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang
saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi
kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak;
h. warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai
dibagi;
i. wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak
dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya;
Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan
penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan untuk Wajib
Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal
permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap.Apabila jangka waktu telah
terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan,
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
- Penghapusan NPWP secara jabatan dilakukan dalam hal berdasarkan data dan/atau
informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak diketahui
bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif.
- Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan
berdasarkan hasil Pemeriksaan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak melakukan penghapusan NPWP dalam hal Wajib Pajak tidak sedang
mengajukan upaya hukum dan memenuhi ketentuan:
 tidak mempunyai utang pajak
 mempunyai utang pajak namun penagihannya sudah daluwarsa;
 mempunyai utang pajak namun WP OP meninggal dunia dengan tidak
meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris, pelaksana wasiat,
pengurus harta peninggalan, atau ahli waris tidak dapat ditemukan
5. Pembayaran Pajak
Pembayaran Pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1) Membayar sendiri Pajak terutang:
 Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
pembayaran pajak penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan wajib pajak dalam melunasi pajak yang terhutang dalam satu tahun
pajak. Wajib pajak diwajibkan unuk mengangsur pajak yang akan terhutang pada
akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
 Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun
Yaitu pelunasan pajak penghasilan yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak pada akhir
tahun pajak apabila pajak terhutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah
total pajak yang dibayar sendiri dalam pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain
sebagai kredit pajak.
2) Melalui Pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (pph pasal 4(2), PPh Pasal
15, PPh Pasal 21, 22, dan 23 serta pasal 26). Pihak lain yang dimaksud adalah
Pemberi penghasilan, Pemberi kerja, dan Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan
oleh pemerintah.
3) Pemungutan PPN oleh Pihak Penjual.
4) Pembayaran Pajak- Pajak Lainnya:
o Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan ATM di bank-bank tertentu.
o Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
o Pembayaran bea materai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dpat
dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa materai tempel
atau kertas bermaterai.
6. Pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan saran bagi Wajib Pajak untuk melaporkan
hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar,
lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan
angka arab, satuan mata uangg rupiah dan manandatanganu, serta menyampaikan ke
Kantor Pelayan Pajak (KPP).
Bagi pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai saran
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang:
a) Pengkreditan Pajak Masukan Terhadap Pajak Keluaran, dan
b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha
kena Pajak atau melalui pihak dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pemotong atau pemunngut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan sebagai saran
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong arau
disetorkannya.
1) SPT Masa terdiri atas :
-. SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26
-. SPR Masa PPh Pasal 22
-. SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26
-. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
-. SPTT Masa PPh Pasal 15
-. SPT Masa PPN dan PPnBM
-. SPT Masa PPN dan PPnBM bagi Pemungut
2) Surat Pemberitahuan Tahunan, digunakan untuk pelaporan yang terdiri atas :
a) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
b) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan
pembukuan dalam bahsa inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
c) SPT Tahunan PPh Wajib Pajk Orang Pribadi yang mempunyai enghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma
penghitungan penghasilan neto, dari satu atau lebih pemberi kerja; yang
dikenakan PPh final dan bersifat final, dan dari penghasilan lain.
d) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang Pribadi yang mempunyai penghasilan
dari satu atau lebih pemberi kerja, dalam negeri lainnya dan yang diknakan
PPh final atau berfinal final.
e) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan
dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan lainnya kecualu
bunga bank atau bunga koperasi.
SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a) Surat Pemberitahuan tidak ditandantangani.
b) Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri ketrangan dan/atau
dokumen yang ditetapkan
c) Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan
setalah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak atau Tahan Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis
d) Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak
melakukan Pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
7. Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara tertatur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perlohan dan penyerahan barang atau jasa
yang ditutup dengan menyususun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba
rugi pada setiap Tahun Pajak Terakhir. Wajib Pajak yang Wajib menyelenggarakan
pembukuan adalah:
a) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas di Indonesia
b) Wajib pajak badan di Indonesia.
Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tapi wajib melakukan
pencatatan adalah:
a) Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dibolehkan menghitung penghasilan neto dengan mengguakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.
b) Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
Berikut ini beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan
pembukuan atau pencatatan:
a) Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
b) Pembukuan atau pecatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengen
mengunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun
dalam bahsa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan
c) Pembukua diselenggarakan dengan taat asas dan sengan stelses akrual dan
stelsel kas. Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
d) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
e) Pembukuan dengan menggunakan bahsa asing dan amata uang selain rupiah
dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat isin dari Menteri
Keuangan.
Jika Wajib pajak dikecualikan dari kewajiban pembukuan dan diwajibkan
melakukan pencatatan, pencatatan harus mencakup sluruh data yang
dikumpulkam secara teratur tentenag peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan yang bukan Objek Pajak atau yang bersifat final.
8. Sanksi Pajak
Pengenaan sanksi pajak diatur dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sanksi pajak ada karena entitas wajib pajak baik
pribadi maupun badan melanggar aturan perpajakan sesuai dengan ketentuan umum
perpajakan yang tertuang dalam Undang-Undang.
Jenis-Jenis Sanksi Pajak
1.) Sanksi Pajak administrative
sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan dengan melakukan pembayaran
kerugian kepada negara yang diakibatkan dari pelanggaran oleh Wajib Pajak. Seperti
yang sebelumnya telah dijelaskan, sanksi pajak administratif meliputi sanksi denda,
bunga, dan kenaikan.
 Denda
Sanksi denda biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan
pelanggaran dalam hal pelaporan pajak. Misalnya, SPT tidak dilaporkan,
adanya pengungkapan ketidakbenaran dalam SPT, hingga tidak membuat
faktur pajak.

Jenis Pelanggaran Sanksi


SPT Masa PPN tidak disampaikan Rp 500.000
lebih dari 20 hari setelah akhir masa
pajak
SPT Masa lainnya tidak disampaikan Rp100.000
lebih dari 20 hari setelah akhir masa
pajak
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Rp 1.000.000
tidak disampaikan lebih dari 4 bulan
setelah akhir tahun pajak
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Rp 100.000
Pribadi tidak disampaikan lebih dari 3
bulan setelah akhir tahun pajak
Pengungkapan ketidakbenaran 150% x Jumlah Pajak Kurang Bayar
dan/atau pelunasan sebelum
penyidikan

 Bunga
Jenis sanksi ini biasanya berkaitan dengan ketidakdisiplinan Wajib Pajak
dalam melakukan pembayaran pajak. Misalnya, terlambat atau menunda
pembayaran pajak, gagal bayar pajak karena gagal berproduksi, atau kurang
bayar.

Jenis Pelanggaran Sanksi


Terlambat bayar/setor pajak masa dan 2% per bulan dari jumlah pajak
tahunan kurang bayar dihitung sejak jatuh
tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran.
Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak 48% dari jumlah pajak yang
Kurang Bayar (SKPKB) setelah tidak/kurang bayar
melewati 5 tahun dengan alasan
dipidana
PPh tahun berjalan kurang bayar 2% per bulan dari jumlah pajak
dengan diterbitkannya Surat Tagihan tidak/kurang bayar maksimal 24
Pajak bulan
Pengusaha Kena Pajak gagal 2% dari pajak yang ditagih.
berproduksi
Adanya Surat Ketetapan Pajak, 2% per bulan dari jumlah pajak
Putusan banding, atau Peninjauan tidak/kurang bayar dihitung dari
Kembali yang menyebabkan jumlah tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pajak yang harus dibayar bertambah pelunasan atau STP diterbitkan.
pada saat jatuh tempo tidak atau
kurang bayar

 Kenaikan
Sanksi administratif berupa kenaikan biasanya diberikan kepada Wajib Pajak
yang melanggar aturan perpajakan dari segi materiil. Misalnya memberikan
informasi yang salah dalam hitungan pembayaran pajak.
Berbeda dengan sanksi bunga atau denda, sanksi kenaikan merupakan sanksi
pembayaran pajak yang berlipat sesuai dengan pajak tidak/kurang bayar.
Oleh karena itu, sanksi kenaikan dinilai memiliki konsekuensi yang lebih
besar dibanding sanksi administratif lainnya di mata Wajib Pajak.
2.) Sanksi Pajak Pidana
Dalam ranah perpajakan, sanksi pidana juga ditetapkan kepada Wajib Pajak yang
terindikasi melakukan pelanggaran baik yang sengaja maupun tidak disengaja dalam
hal menjalankannya sebagai Wajib Pajak yang dapat menimbulkan tuntutan pidana.
Tindakan pelanggaran tersebut dapat berupa manipulasi data seperti memalsukan dan
menyembunyikan data perpajakan.Berikut jenis pelanggaran dan sanksi pidana yang
berlaku di Indonesia.
 Setiap orang yang dengan sengaja (alpa) tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT namun isinya tidak benar sehingga dapat merugikan
negara maka sanksi pidana berupa kurungan paling sedikit 3 bulan dan paling
lama 1 tahun dengan denda paling sedikit satu kali dan paling banyak dua kali
dari pajak terutang.
 Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 25 juta, jika
wajib pajak dengan sengaja memberikan keterangan palsu saat pemeriksaan
pajak.
 Dua kali sanksi pidana paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali
dan paling banyak 4 kali dari jumlah pajak terutang. Ini diberikan, apabila
wajib pajak melakukan kembali tindakan pidana perpajakan sebelum lewat
satu tahun terhitung sejak selesainya masa pidana.

9. Surat Ketetapan Pajak


Surat Ketetapan Pajak ialah ketika Wajib Pajak akan melaksanakann
kewajibannya akan tetapi terdapat kekeliruan pada pengisian SPT (Surat
Pemberitahuan Tahunan) serta ditemukannya data pajak yang tidak dilaporkan, maka
Direktur Jendral Pajak pun akan mengeluarkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007, Pasal 1 Nomor 15, Surat
Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN).
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
145/PMK.03/2012 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumah kekurangan pembayaran pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB).
 Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau
kewajiban material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh
atau dimiliki oleb Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi
faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan.
 Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar.
 Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
 Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah termyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai
tarif 0% (nol persen).
 Fungsi SKPKB
 Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPTnya.
 Sarana untuk mengenakan sanksi.
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. SKPBT diterbitkan apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan
tindakan pemenksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan.
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
 Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumiah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
 Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang.
 Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara
jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
 Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yahg terutang.
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumilah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
10. Surat Tagihan Pajak
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), definisi Surat Tagihan Pajak
atau biasa disebut STP merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat
Tagihan Pajak diatur dalam Pasal 14 UU KUP. Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak jika terjadi hal berikut:
1) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
Sebagaimana diketahui bahwa setiap Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk
membayar pajak yang terutang. Oleh karena itu, jika Wajib Pajak tidak melakukan
pembayaran pajak atau pajak yang terutang kurang dibayar, maka Direktur Jenderal
Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang berisi perhitungan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar yang telah ditentukan Menteri Keuangan, bunga
tersebut dikenakan per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
2) Terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah
hitung
Setelah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), fiskus akan melakukan penelitian.
Jika ditemukan kesalahan tulis atau hitung yang menyebabkan kekurangan
pembayaran pajak yang harus dibayar maka Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang berisi perhitungan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar yang telah ditentukan Menteri Keuangan, bunga tersebut dikenakan
per bulan untuk paling lama 24 bulan. Sanksi tersebut dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
3) Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga
Ketika Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga,
maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang berisi
denda dan/bunga yang harus dibayar
4) Pengusaha Kena Pajak
 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu.
 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap, selain:
o Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
o Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dan Nama beserta tanda tangan
Faktur Pajak. dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak pedagang eceran.
 Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
Maka atas kejadian tersebut, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Tagihan Pajak yang berisi Wajib Pajak diwajibkan menyetor pajak yang terutang
beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar yang telah ditentukan Menteri
Keuangan, bunga tersebut dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak.

Anda mungkin juga menyukai