1. Definisi pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat ( Pasal 1 UU No. 28 Th. 2007).
Pajak : a. Kontribusi wajib pada negara
b. tidak mendapat imbalan secara langsug
c. digunakan untuk keperluan negara
2. Fungsi pajak
1. Fungsi Anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaranya
2. Fungsi Mengatur (cregulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang social dan ekonomi
Contoh: Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras, Pajak yang tinggi dikenakan terhadap baarang-barang mewah
untuk mengurangi gaya hidup konsumtif
4. Pengelompokan pajak
1. Menurut Golongannya
a. Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak setelah muncul atau
terbit Surat Pemberitahuan / SPT Pajak atau Kohir yang dikenakan berulang-ulang kali
dalam jangka waktu tertentu. Contoh dari pajak langsung adalah Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan
Bermotor, dan lain sebagainya.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak pada saat
tertentu / terjadi suatu peristiwa kena pajak seperti misalnya Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan lain-lain.
2. Menurut Sifatnya
Pajak Subjektif pajak yang berdasarkan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan
Pajak Objektif pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh: PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
6. Timbul dan hapusnya utang pajak. Ada 2 ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil 2. Ajaran materil
utang pajak timbul karena utang pajak timbul karena berlakunya
dikeluarkannya surat ketetapan pajak undang-undang. Seseorang dikenai pajak
oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada karena suatu keadaan dan perbuatan.
officila assessment system. Ajaran ini diterapkan pada Self
Assessment System.
PERTEMUAN 2
2. Administrasi perpajakan
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi SPT: pelaporan dan
pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak terutang, pembayaran sendiri, pemotongan.
SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Fungsi SSP: sebagai bukti pembayaran pajak
apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila
telah mendapatkan validasi.
SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar. Fungsi SKP: Alat koreksi, sarana mengenakan sanksi, dan alat menagih
pajak.
STP merupakan surat untuk menagih pajak dan sanksi administrasi. Fungsi STP: Alat
koreksi pajak terutang, sarana mengenakan sanksi, dan alat menagih pajak.
PERTEMUAN 3
1. Pemeriksaan dan penyidikan pajak
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh fiskus.
Landasan dari pemeriksaan pajak diatur dalam (Pasal 1 angka (25) UU KUP No. 16/2009)
sebagai berikut :
"Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. "
Pemeriksaan Lapangan :
Dilakukan di tempat Wajib Pajak. Jangka waktu pemeriksaan 4 bulan sejak SP2 terbit,
dan dapat diperpanjang 8 bulan.
Pemeriksaan Kantor :
Dilakukan di Kantor Direktorat Jendral Pajak. Jangka waktu pemeriksaan 3 bulan sejak
SP2 terbit, dan dapat diperpanjang 6 bulan.
SASARAN PEMERIKSAAN :
1. Interpretasi Undang-undang yang 4. Pemotongan dan pengurangan tidak
tidak benar. sesungguhnya, yang dilakukan Wajib
2. Kesalahan hitung Pajak dalam melaksanakan
3. Penggelapan secara khusus dari kewajiban perpajakannya.
penghasilan.
Tujuan pemeriksaan:
A. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan
kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak, yang dapat dilakukan
dalam hal :
1. Surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak.
2. Surat pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi.
3. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah
ditetapkan.
4. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur
Jendral Pajak.
5. Ada indikasi kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi.
.
B. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal :
1. Pemberian Nomor Pokok Wajib 6. Pencocokan data dan atau alat
Pajak (NPWP) secara jabatan. keterangan.
2. Penghapusan NPWP. 7. Penentuan wajib pajak berlokasi
3. Pengukuhan / Pencabutan didaerah terpencil.
pengukuhan kena pajak. 8. Penentuan satu atau lebih tempat
4. WP mengajukan keberatan. terutang PPN.
5. Pengumpulan bahan guna
penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto.
Menurut Undang-Undang no 28 Tahun 2007, pengertian penyidikan adalah sebagai
berikut :
“Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya”.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 44 ayat (2) UU No. 28/2007)
Penyidik Pajak adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak, yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan utama dari dilakukanya proses penyidikan adalah untuk menemukan tersangka yang
melakukan tindak pidana dalam perpajakan. Dengan dilakukanya penyidikan, barang bukti
untuk menemukan tersangka diharapkan dapat ditemukan untuk kemudian segera menjadi
dasar dalam menetapkan tersangka.
Penyidik dapat menghentikan penyidikan dalam hal terjadi peristiwa berikut ini :
1. tidak terdapat cukup bukti;
2. peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan;
3. peristiwanya telah daluwarsa;
4. tersangkanya meninggal dunia;
5. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam
jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut
belum dilimpahkan ke pengadilan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah Wajib
Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya
dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan
1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
2. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) bulan telah lewat dan Direktorat Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap
diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.
Banding Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak.
Tata Cara Pengajuan Banding
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak
atas Surat Keputusan Keberatan
2. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan
tata usaha negara
3. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3
(tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan
tersebut.
4. Apabila diminta oleh WP untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Dirjen Pajak
wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan
Keberatan tersebut
5. Dalam hal WP mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak, atas jumlah pajak
yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan , tertangguh sampai dengan 1 bulan
sejak tanggal penerbitan Putusan Banding
6. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan tidak
termasuk sebagai utang pajak (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat
(1a))
7. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum
merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan
8. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian , WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding
dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan
3. Sanksi perpajakan
Sanksi perpajakan adalah jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ( norma perpajakan ) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar
norma Perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu:
Sanksi Administrasi. Merupakan pembayaran kerugian pada negara, khususnya yang
berupa bunga dan kanaikan. Menurut ketentuan dalam Undang-undang perpajakan ada 3
macam sanksi administrasi, yaitu : denda, bunga, kenaikan.
Sanksi Pidana. Merupakan siksaan atau penderitaan, atau Merupakan suatu alat terakhir atau
benteng hukum yang digunakan fiscus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan
dalam Undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana : denda pidana, kurungan,
dan penjara.
1. Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda 2. Pidana kurungan
administrasi yang hanya diancam atau Pidana kurungan hanya diancam kepada
dikenakan kepada wajib pajak yang tindak pidana yang bersifat pelanggaran.
melanggar ketentuan peraturan Dapat ditujukan kepada wajib pajak,
perpajakan, sanksi berupa denda pidana pihak ketiga.
selain dikenakan kepada wajib pajak ada 3. Pidana penjara
juga yang diancam kepada pejabat pajak Pidana penjara sama halnya dengan
atau kepada pihak ketiga yang Pidana kurungan, merupakan hukuman
melanggar norma. Denda pidana perampasan kemerdekaan. Pidana
dikenakan kepada tindak pidana yang penjara diancam terhadap kejahatan.
bersifat pelanggaran maupun bersifat Ancaman pidana penjara tidak ada yang
kejahatan. ditujukan kepada pihak ketiga, adanya
kepada pejabat dan kepada wajib pajak.
PERTEMUAN 4
PERTEMUAN 6
a. Studi kasus PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap, harian, mingguan, bulanan, borongan
Upah Harian
Upah Mingguan
Upah Borongan
PERTEMUAN 7
a. Subjek Pajak dan Objek Pajak PPh Pasal 22, 23, 26, PPh Final
Atas impor:
Menggunakan Angka Pengenalan Impor (API) sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali
nilai impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor
Tidak menggunakan Angka Pengenalan Impor (API) sebesar 7,5% dari nilai impor
Barang yang tidak di kuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang
Pemungutan PPh pasal 22
Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai
2. Pembelian bahan-bahan Industri
Dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan sebesar 0,25%
Pemungutan PPh Pasal 22
Badan usaha atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan.
3. Penjualan emas
Atas penjualan emas batangan oleh produsen batangan, sebesar 0,45% dari harga jual emas
batangan.
Pemungutan PPh Pasal 22
Badan usaha yang memproduksi emas batangan, atas penjualan emas batangan di dalam
negeri.
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
c. Royalti, dan
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah di potong Pajak
Penghasilan Pasal 21