Anda di halaman 1dari 17

NAMA : Mega Dwi Rahayu

NIM : 201950501
1. Jelaskan dengan singkat apa perbedaan antara Pajak dengan pungutan lainnya seperti
Retribusi dan Sumbangan ?
Jawab:
Perbedaan Pajak, Retribusi, dan Sumbangan ialah:
Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Adapun ciri pajak sebagai berikut :
• Dipungut berdasarkan UU serta aturan pelaksanaannya
• Sifatnya dapat dipaksakan
• Tidak ada kontraprestasi secara langsung
• Dipungut oleh negara (pusat atau daerah)
• Digunakan untuk pengeluaran pemerintah
Retribusi adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang –Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan mendapatkan jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan oleh
pemerintah.
Adapun ciri retribusi sebagai berikut :
• Dipungut berdasarkan UU
• Jasa tibal balik dapat ditunjukkan secara langsung
• Dipungut oleh pemerintah pusat maupun daerah
• Pembayaran tersebut memang untuk mendapatkan prestasi dari pemerintah
• Dapat dipaksakan
Sumbangan adalah iuran yang dibayar dikenakan hanya kepada glongan masyarakat
terentu saja, kontraprestasi dapat dinikmati oleh golongan tersebut. Contoh sumbangan
wajib untuk perawatan dan pemeliharaan jalan, hanya dikenakan terhadap pemilik
kendaraan.
2. Jelaskan dengan singkat perbedaan tentang Azas azas pemungutan pajak menurut Adam
Smith dengan pendapat dari Jhon F Due ?.
Jawab:
Azas –azas pemungutan pajak menurut Adam Smith adalah
1. Azas Equality (azas Keadilan) : Pemungutan pajak dilakukan harus dengan adil
dan merata,pemungutan pajak dikenakan berdasarkan kemampuan wajb pajak
dalam membayarnya.
2. Azas Certainty (azas kepastian) : pemungutan pajak harus bersifat jelas dan diatur
dalam ketentuan perundang-undangan yang jelas , sehingga jelas tentang objek ,
subjek , tarif , ketentuan yang mengatur serta wajib pajak harus tahu kapan
pembayaran pajak harus dilakukan dan batas waktupembayaran pajak.
3. Azas Convenience of payment : pemungutan pajak harus dilakukan pada saat yg
sesuai/tepat,disaat yg tidak membebankan wajib pajak, contohnya pada saat
menerima gaji atau pada saatmenerima hadiah.

1
4. Azas Economic of collection : pemungutan pajak harus dilakukan secara
ekonomis artinya besarnyabiaya penagihan/pemungutan pajak tidak melebihi hasil
pemungutan / penagihan pajak.
Azas –azas pemungkutan pajak menurut John F. Due adalah
1. Azas falsafah hukum : undang-undang perpajakan harus mengabdi kepada
keadilan, baik dalam arti perundang-undangannya maupun pelaksanaannya. Untuk
menyatakan keadilan kepada hak negara untuk memungut pajak, munculah
beberapa teori dasar dalam pajak
2. Azas yuridis : hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu
untuk menyatakan keadilan bagi negara dan warganya. Oleh karena itu
pemungutan pajak di negara hukum haruslah berdasarkan undang-undang, agar
tercapai kepastian hokum. Yang harus diperhatikan :
a. Hak-hak aparatur perpajakan harus dijamin dapat melaksanakan dengan
lancar
b. Wajib pajak harus mendapat jaminan hukum agar tidak diperlakukan
dengan semena-mena oleh aparatur perpajakan, wajib pajak tidak hanya
dituntut memenuhi kewajibannya, tetapi hak wajib pajak juga
diperhatikan.
c. Adanya jaminan terhadap kerahasiaan diri wajib pajak maupun
perusahaannya
3. Azas ekonomi : kebijakan pemungutan pajak harus diusahakan agar jangan
sampai menghambat lancarnya perekonomian, sehingga kehidupan ekonomi tidak
terganggu.
4. Azas finansial : sesuai dengan fungsi budgetair, maka biaya untuk pemungutan
pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pemungutan pajak hendaknya cukup
untuk menutupi pengeluaran negara. Hendaknya juga diperhatikan saat pengenaan
pajak hendaknya sedekat mungkin dengan terjadinya perbuatan, peristiwa,
keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak
3. Jelaskan dengan singkat Fungsi, Sistim dan Azas pengenaan pajak ?.
Jawab:
Terdapat 2 fungsi pajak yaitu
a. Fungsi Budgetair/ Sumber Keuangan Negara
Pajak mempunyai fungsi budgetair yang artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Contoh jenis pajaknya seperti PPh, PPN, Pajak atas Penjualan Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b. Fungsi Regularend/ Pengatur


Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapi
tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Salah satu contoh penerapan pajak
sebagai fungsi pengatur yaitu pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah, PPnBM dikenakan saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin
mewah barangnya maka semakin tinggi pajak sehingga barang tersebut juga jadi

2
mahal. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar masyarakat tidak berlomba-lomba
untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak yaitu


a. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. (peranan dominan ada pada
aparatur perpajakan dan wajib pajak bersifat pasif)
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk
memperhitungakan sendiri pajak yang terutang, membayar sendiri jumlah pajak yang
terutang, melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, dan
mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Terdapat tiga asas pengenaan pajak yaitu


a. Asas Domisili ( asas tempat tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap
orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan
yang diperolehnya.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing
yang bukan berkebangsaan indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia.
4. Jelaskan dengan singkat pengelompokan pajak menurut : instansi pengelola pajak,
jenis/macam hukum pajak, sifat pemungutan pajak, dari sudut pembebanan pajak ?
Jawab:
Menurut instasi pengelola pajak, pajak dikelompokan menjadi 2 yaitu
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Contohnya seperti PPh, PPN, PBB, PPnBM serta Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB)
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah
tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupaten/Kota)
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh
Pajak daerah provinsi dalam UU 28/2009 seperti Pajak Kendaraan Bermotor,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, dll. Contoh Pajak daerah
Kabupaten/Kota dalam UU 28/2009 seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir, dll.

3
Menurut jenis/hukum pajak, pajak di bagi dalam 2 bagian yaitu
a. Hukum Pajak Materiil
Hukum pajak materiil merupakan norma-norma yang menjelaskan keadaan,
perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus
dikenakan pajak dan berapa besar pajaknya. Hukum pajak yang mengatur
tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak beserta hubungan
hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contohnya seperti UU PPH, PPN
dan PPnBM, PBB, bea meterai, dll
b. Hukum Pajak Formil
Hukum pajak formil adalah hukum pajak yang memuat bentuk/tata cara untuk
mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan. Hukum pajak formal
memuat tata cara penetapan utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengawasi
wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan, peristiwa, yang dapat menimbulkan
utang pajak, kewajiban perpajakan seperti penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan dan hak hak pajak seperti mengajukan keberatan dan
banding. Contohnya seperti UU KUP
Menurut sifat pemungutan pajak, pajak dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan
pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan
subjeknya. (melihat tanggungan dan penghasilan). Contohnya pengenaan PPh
untuk orang pribadi memerhatikan keadaan pribadi wajib pajak (status
perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi
wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menetukan besarnya
penghasilan tidak kena pajak.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaanya memerhatikan objeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi
Wajib Pajak maupun tempat tinggal. Contohnya seperti PPN, PPnBM, PBB
Menurut dari sudut pembebanan pajak, pajak dikelompokan menjadi 2 yaitu
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain
atau pihak lain sehingga pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang
bersangkutan. Contohnya seperti PPh
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang terjadi jika terdapat suatu kegiatan,
peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak misalnya
terjadi penyerahan barang atau jasa dan pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contohnya
seperti PPN rokok. Terdapat 3 pihak yaitu penanggungjawab pajak (pabrik),
penanggung pajak (agen), pemikul pajak (konsumen)

4
5. Sebutkan nama jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi,
dan Pemerintah Kabupaten/kota ?
Jawab:

6. Sebutkan ada berapa macam tarif, dan memberikan contoh jenis pajak yang menggunakan
tarif tersebut ?.
7. Jelaskan siapa yang diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, serta
melaporkan usahanya untuk mendapatkan NPPKP, serta apa yang dimaksud dengan
penetapan NPWP dan PKP secara jabatan !
Jawab:
Yang diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, serta melaporkan
usahanya untuk mendapatkan NPPKP menurut Pasal 2 Ayat 1 dan 2 UU KUP ialah.
(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Maka kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP ialah:
1. Orang Pribadi
• Yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
• Yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan besab, memperoleh
penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun (PER.
16/PL/2007)
• Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah
berdasarkan keputusan hakimatau dikehendaki secara tertulis berdasarkan
perjanjian pemisahan penghasilan dan harta
2. Semua Badan
• Pengusaha yang talh melampaui Batasan pengusaha kecil pada suatu masa
dalam suatu tahun buku
• Pengusaha kecil yang memilih menjadpi PKP

Menerbitkan NPWP Secara Jabatan Apabila WP Tidak Melaksanakan Kewajiban


mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Penerbitan
NPWP dan/atau pengukuhan PKP oleh Direktur Jenderal Pajak Secara Jabatan Ini
dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi. Apabila
badan , pengusaha atau orang pribadi tersebut telah memenuhi syarat (subjektif dan
objektif) dapat dilakukan penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan.
Kewajiban perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai

5
PKP secara Jabatan dimulai sejak saat WP memenhi syarat subjekti dan objektif paling
lama 5 tahun sebelum diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.

8. Jelaskan Pengertian dari NPWP serta fungsi dari NPWP tersebut!


Jawab:
Pengertian dari NPWP berdasarkan pasal 1 Nomor 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas atau tanda pengenal yang
diberikan Ditjen Pajak kepada wajib pajak.

Fungsi dari NPWP, yaitu:


1. Sebagai kode unik yang selalu digunakan dalam setiap urusan perpajakan yang
membuat data perpajakan Anda tidak akan tertukar dengan wajib pajak lainnya.

2. Apa jadinya bila biaya pajak yang Anda bayar ternyata lebih bayar? Sudah pasti
Anda berharap uang tersebut bisa kembali bukan? Secara sederhana, inilah yang
disebut dengan restitusi pajak. Untuk mengurus proses restitusi tersebut, syarat
utamanya adalah menunjukkan NPWP.

3. Ada perbedaan besaran tarif pajak bagi mereka yang memiliki NPWP dan tidak
memiliki NPWP. Contohnya pada jenis pajak PPh pasal 21. Jika Anda tidak punya
NPWP, maka tarif pajak yang dikenakan 20% lebih besar daripada wajib pajak yang
memiliki NPWP.
4. NPWP dijadikan syarat dokumen dakam pembuatan katu kerdit
5. NPWP digunakan dalam pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
9. Jelaskan mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) dan jenis-jenis SPT! Serta Sanksi dibidang
Perpajakan apabila Wajib Pajak telat melakukan Penyetoran Pajak dan Pelaporan SPT?
Jawab:

10. Jelaskan mengenai kriteria Pembukuan dan Pencatatan (UU KUP Pasal 28)!
11. Dalam system pemungutan Pajak “Self Assessment” Wajib Pajak diberikan kepercayaan
untuk menetapkan, membayarkan dan melaporkan sendiri besarnya Pajak terutang. DJP
dalam hal ini berfungsi sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan “Self Assessment
System” tersebut, salah satu fungsi pengawasan yang dilakukan DJP adalah melalui
Pemeriksaan Pajak.
a. Apakah dasar hukum Pemeriksaan Pajak serta Pengertian Pemeriksaan Pajak?
b. Jelaskan ruang lingkup serta Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak lamanya jangka waktu
pemeriksaan pajak
Jawab:
a. Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia telah diatur Pasal 23 A UUD 1945 yang
menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
Negara diatur dengan undang-undang.
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan mencari,mengumpulkan, mengolah
data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

6
perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
b. Ruang lingkup :
 Satu, beberapa atau seluruh jenis pajak
 Satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak
 Tahun tahun lalu maupun tahun berjalan
 WP mengajukan permohonan pengembalian kelebhan pembayaran pajak
Jenis jenis pemeriksaan pajak :
 Pemeriksaan lapangan (4-8 Bulan) dilakukan di tempat tinggal,tempat usaha,atau
tempat WP bekerja serta tempat lain yang dianggap perlu.
 Pemeriksaan kantor (3-6 Bulan) dilakukan di kantor direktorat jenderal pajak atau
kantor pelayanan pajak

12. Utang Pajak yang tidak dibayarkan sesuai jatuh tempo sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 9 ayat (3) dan (3a) UU KUP yaitu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya
Ketetapan/Keputusan maka DJP/KPP melakukan kegiatan Penagihan Pajak.
a. Apakah dasar hukum Penagihan Pajak?
b. Buatlah skema prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)
Jawab:
A. Dasar hukum penagihan pajak :
 URINo.16Tahun2009TentangPerubahanKeempatatasUUNo.6Tahun1983tentangK
etentuanUmumdanTataCaraPerpajakan
 PMKNo.80Tahun2007tentangTataCaraPelaksanaanHakdanKewajibanPerpajakan
BerdasarkanUUNo.6Tahun1983tentangKetentuanUmumdanTataCaraPerpajakans
ebagaimanatelahbeberapakalidiubahterakhirdenganUUNo.28Tahun2007
 PMKNo.24/PMK.03/2008tentangTataCaraPelaksanaanPenagihandenganSuratPak
sadanPelaksanaanPenagihanSeketikadanSekaligussebagaimanatelahdiubahterakhir
denganPMKNo.85/PMK.03/2010
B. Skema penagihan pajak

13. Jelaskan Mengenai istilah-istilah dibawah ini:


a. SKPKB

7
b. SKPKBT
c. SKPLB
d. SKP NIHIL, dan
e. Keberatan, Gugatan dan Banding
Jawab:
a. SKPKB
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut.
1. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
2. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
3. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
4. apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 atau Pasal 29) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang; atau
5. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.Jumlah kekurangan
pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar.
b. SKPKBT
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan
data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan
sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru
termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak
yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
Apabila masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum terungkap
pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau

8
data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh
Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat
diterbitkan lagi.

c. SKPLB
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
1. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang dibayar)
lebih besardaripada jumlah pajak yang terutang;
2. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajakyang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut
Pajak Pertambahan
Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran
dikurangi
dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
atau
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.

Prosedur penerbitan SKPLB adalah sebagai berikut.


1. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Pajak. Permohonan dapat disampaikan dengan mengisi kolom dalam SPT atau dengan
surat
tersendiri.
2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembaliankelebihan pembayaran pajak, harus menerbitkan SKPLB paling lambat
12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Ketentuan ini tidak berlaku
terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak
pidana di bidang perpajakan.
3. Apabila dalam jangka waktu tersebut (12 bulan sejak surat permohonan
diterima),Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu surat keputusan, permohonan
pengembalian kelebihan pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
4. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
setelah jangkawaktu tersebut berakhir, maka Wjib Pajak diberikan imbalan bunga
sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut sampai dengan saat
diterbitkan SKPLB.
Apabila pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
paja dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan tinds pidana di bidang perpajakan (huruf b), tetapi tidak dilanjutkan
dengan penyidikan, ate dilanjutkan dengan penyidikan tetapi tidak dilanjutkan dengan
penuntutan tindak pidar di bidang perpajakan, atau dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan tindak pidana < bidang perpajakan tetapi diputus bebas atau lepas dari

9
segala tuntutan hukum berdasarka putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepac Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberika imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empa bulan dihitung
sejakberakhirnya jangka waktu 12 (duabelas) bulan sejak surat permohona diterima
sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

d. SKP NIHIL
Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan,
ditemukan adanya jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau
tidak ada pembayaran pajak. Untuk masing-masing jenis pajak, Surat Ketetapan Pajak
Nihil diterbitkan untuk:
a. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang
terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
b. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah
pajakyang
terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar sama
dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran
pajak.

e. Keberatan
Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan
atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, dapat mengajukan keberatan.
Keberatan hanya ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan tersebut
diajukan atas suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Tata cara pengajuan keberatan adalah sebagai berikut.
1. Satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu masa pajak
atau tahun
pajak. Misalnya, keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan tahun 2007 dan tahun
2008, maka harus diajukan dua buah surat keberatan untuk dua tahun tersebut.

10
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan
jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi
menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar
penghitungan.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal dikirim
surat
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali
apabila
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya.
4. Wajib Pajak yang masih mempunyai utang pajak, wajib melunasi pajak yang
masih harus
dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai
Surat
Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
6. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima,
Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Atas
keberatan yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak dapat mengabulkan seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besar.
7. Apabila dalam jangka waktu tersebut nomor 6 telah terlampaui dan Direktur
Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan.
8. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar
pada
saat pengajuan keberatan, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
9. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali,
yang dialami oleh Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1

11
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
10.Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan,
selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak
dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain,
dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.

Gugatan
Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, Wajib Pajak
masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
permohonan Peninjauan Kembali diterima.
Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding kepada
Badan Peradilan Pajak.
Tata cara pengajuan permohonan banding adalah sebagai berikut.
1. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
alasanyang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima
dandilampiri dengan Salinan Surat Keputusan Keberatan.
2. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
KetetapanPajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat
KeputusanPembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkanjumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangkawaktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada
saat pengajuankeberatan, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejaktanggal penerbitan Putusan Banding.
3. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
KetetapanPajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat
KeputusanPembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
dialami olehWajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, yang
menyebabkan jumlahpajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangka waktu
2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak

12
tanggal penerbitan Putusan Banding.
4. Jumlah Pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan
padanomor 3 tidak termasuk sebagai utang pajak.
5. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding
belummerupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding.
Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan. Apabila putusan Pengadilan Pajak
mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

1. Berikut ini adalah data penyetoran dan pelaporan pajak dari PT Tata Sejahtera Mandiri
(TSM) untuk masa Juli dan Agustus 2019 :
a. PPh Pasal 21 Masa Juli kurang bayar sebesar Rp 36.450.000 disetorkan pada hari
Senin tanggal 12 Agustus 2019 dan dilaporkan pada tanggal 22 Agustus 2019 (hari
kamis)
PPh Pasal 21 Masa Agustus kurang bayar sebesar Rp 37.860.000 disetorkan pada
tanggal 16 September 2019 (15 September jatuh pada hari Minggu) dan dilaporkan
pada tanggal 23 September 2019 (20 September jatuh pada hari Jumat)
b. PPh Pasal 25 Masa Juli dan Agustus masing-masing sebesar Rp 25.500.000 baru
disetorkan pada hari Senin tanggal 16 September 2019
c. PPh Pasal 23 Masa Juli sebesar Rp 1.678.000 dibayarkan pada tanggal 26 September
2019 dan dilaporkan pada tanggal 27 September 2019 (hari Jumat). PPh Pasal 23
Masa Agustus nihil dan tidak dilaporkan ke KPP.
d. PPh Pasal 4 ayat 2 Masa Agustus atas sewa yang dipotong oleh PT. UMN sebesar Rp
12.000.000 disetor tanggal 16 September 2019 dan dilaporkan pada hari yang sama
e. PPN Masa Juli kurang bayar sebesar Rp 256.000.000 disetorkan pada tanggal 2
September 2019 (31 Agustus jatuh pada hari Sabtu) dan dilaporkan pada tanggal 4
September 2019.
PPN Masa Agustus kurang bayar sebesar Rp 124.500.000 disetorkan pada tanggal 30
September 2019 dan dilaporkan pada tanggal 01 Oktober 2019.
Berdasarkan data di atas:
1. Tentukan batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak untuk setiap jenis pajak diatas!
Dan jelaskan jawaban Anda apakah penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan
oleh PT. TSM sudah tepat waktu atau belum!
Jawab:
a. Batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak menurut PPh pasal 21 ialah batas
waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya.

13
Sedangkan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal
20 bulan berikutnya.

Jadi dalam kasus (a) seharusnya PT. TSM Membayar pajak masa Juli pada paling
lambat pada tanggal 10 Agustus 2019 dan melaporkan pada tanggal 20 Agustus
2019. Sedangkan untuk masa Agustus seharusnya PT. TSM membayar paling
lambat tanggal 10 September 2019 dan melaporkan pada tanggal 20 September
2019.

Sehingga menurut PPh Pasal 21 PT. TSM belum tepat waktu dalam membayar
dan malaporkan pajak.

b. Pada PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP OP dan Badan, maka batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan
untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masanya adalah tanggal 20
bulan berikutnya.

Jadi dalam kasus (b) seharusnya PT. TSM membayar atau menyetorkan pajak
paling lambat pada tanggal 15 Agustus 2019 untuk masa Juli dan membayar atau
menyetorkan pajak paling lambat pada tanggal 15 September untuk masa Agustus.

Sehingga menurut PPh Pasal 25 PT. TSM belum tepat waktu dalam pembayaran
atau penyetoran pajak

c. PPh Pasal 23/26, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10


bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-
nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Jadi dalam kasus (c) seharusnya PT. TSM membayar atau menyetorkan pajak
paling lambat pada tanggal 10 Agustus 2019 untuk masa Juli dan melaporkannya
pada tanggal 20 Agustus 2019.

Sehinggan menurut PPh pasal 23 PT. TSM belum tepat waktu dalan pembayaran
dan pelaporan pajak.

d. Untuk PPh Pasal 4 ayat (2) batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah
tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Jadi dalam kasus (d) seharusnya PT. TSM membayar atau menyetorkan pajak
paling lambar tanggal 10 September 2019 untuk masa Agustus 2019

14
Sehingga menurut PPh Pasal 4 ayat (2) PT. TSM belum tepat waktu dalam
pembayaran pajak

e. Menurut PPN pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya


setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Jadi dalam kasus (e) PT. TSM harus membayar paling lambat tangal 31 Agutus
2019 untuk masa Juli 2019. Namun dikarenakan tgl 31 Agusus 2019 jatuh pada
hari Sabtu maka Pembayaran dilakukan setelah hari libur.

Sehingga menurut PPN PT. TSM sudah tepat waktu dalam pembayaran pajak

2. Tentukan jenis sanksi yang akan dikenakan dan besarnya sanksi atas setiap
keterlambatan penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT TSM!
Jawab:
Menurut UU KUO 2007 Pasal 8 Ayat (2a) tentang Pembetulan SPT masa dalam 2
tahun. Apabila WP OP atau badan telat membayarkan pajak pada waktu yang
ditentukan maka sanksi yang diberikan adalah 2% per bulan dari jumlah pajak yang
kurang diayar , dihitung sejak jatuh tempo pembayaran s/d tanggal pembayaran.

Sehinga karena PT. TSM sebagai WP membayar kewajiban pajak lewat dari tanggal-
tanggal yang telah ditentukan, maka PT. TSM harus membayar bunga sebesar 2% dari
jumlah pajak yang terhutang.

3. Bagaimana tata cara penagihan atas sanksi tersebut?


Jawab:
a.
Pajak yang masih harus dibayar Rp 36.450.000
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan RP 36.450.000
Bunga 1 bulan (1*2%*36.450.000) Rp 729.000

Pajak yang masih harus dibayar Rp 37.860.000


Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Rp 37.860.000
Bunga 1 bulan (1*2%*37.860.000) RP 757.200

b.
Pajak yang masih harus dibayar Rp 25.500.000
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Rp 25.500.000
Bunga 1 bulan (1*2%* 25.500.000) Rp 510.000

15
c.
Pajak yang masih harus dibayar Rp 1.678.000
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Rp 1.678.000
Bunga 1 bulan (1*2%*1.678.000) Rp 33.560
d.
Pajak yang harus dibayar Rp 12.000.000
Dibayar setelah jatuh tempo Rp 12.000.000
Bunga 1 bulan (1*2%*12.000.000) Rp 240.000

2. PT Damai Sejahtera sudah menyampaikan SPT Tahunan 2018 dengan perhitungan


angsuran PPh Pasal 25 tahun 2019 sebesar Rp 84.000.000. PPh Pasal 25 bulan Juni 2019
dibayar tepat waktu, namun hanya sebesar Rp 40.000.000, dikarenakan perusahaan
sedang mengalami penurunan omzet dan kesulitan cash flows.
Pertanyaan:
a. Tindakan apa yang dapat dilakukan oleh KPP atas kekurangan pembayaran pajak
tersebut?
b. Apa jenis surat tagihan yang akan diterbitkan oleh KPP atas kekurangan pembayaran
tersebut?
c. Berapa jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh PT Damai Sejahtera apabila Surat
tagihan diterbitkan oleh KPP pada tanggal 27 September 2019?

3. PT. Makmur Sentosa menyetorkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2018
tepat waktu. Perhitungan PPh terutang adalah sebagai berikut :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 2.200.000.000
PPh Terutang (tarif 25%) Rp 550.000.000
Jumlah Kredit Pajak Rp 350.000.000
PPh Kurang Bayar Rp 200.000.000
Jumlah PPh Kurang Bayar disetor tanggal 28 April 2019 dan dilaporkan tanggal 30 April
2019.
KPP melakukan pemeriksaan karena ada indikasi kesalahan pengisian SPT, dan
menemukan adanya penghasilan terutang pajak sebesar Rp 700.000.000 yang belum
dilaporkan dalam SPT tersebut. Atas hasil pemeriksaan tersebut, KPP menerbitkan SKP
pada tanggal 5 Oktober 2019.
Pertanyaan:
a. Apa jenis SKP yang diterbitkan oleh KPP untuk kasus tersebut?
b. Apa jenis sanksi yang akan dikenakan kepada PT Makmur Sentosa?
c. Berapa jumlah tagihan pajak yang harus dilunasi oleh PT. Makmur Sentosa
berdasarkan SKP tersebut?
d. Apabila kemudian ditemukan data baru setelah pemeriksaan pertama, yang
menunjukkan jumlah PPh terutang PT Damai Sejahtera tahun 2018 seharusnya
sebesar Rp 1.000.0000.000, hitunglah jumlah kekurangan pembayaran pajak dan
sanksi yang akan dikenakan kepada PT. Makmur Sentosa, serta tentukan sarana
penagihannya!

16
SELAMAT MENGERJAKAN

NB: silakan boleh bekerja sama mengerjakan soal ini, Tugas ini sekaligus dijadikan nilai
KUIS, saya tidak lagi mengadakan KUIS. Dikumpulkan paling lambat minggu depan tanggal
13 OKTOBER 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai