Oleh :
Agus Kuswanto
Cara Mengisi SSP Surat Setoran Pajak Orang Pribadi
Dikecualikan dari ketentuan ini, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
beberapa Masa Pajak dalam satu SSP. Kriteria WP yang demikian ini diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.03/2007.
Dibawah ini adalah bentuk Surat Setoran Pajak Lembar 1 sesuai dengan Lampiran Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009:
Setiap Wajib Pajak dapat membuat sendiri formulir Surat Setoran Pajak tersebut asalkan bentuk
dan isi tetap sesuai dengan bentuk formulir yang disertakan dalam Lampiran I Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak
sebagaimana dicontohkan diatas.
Selain mengatur tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak, Peraturan Direktorat Jenderal
Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak juga mengatur
tentang Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak. Berikut ini akan kita bahas mengenai
bagaimana cara mengisi Surat Setoran Pajak sesuai dengan petunjuk pengisian dalam peraturan
tersebut.
3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan
Terdaftar (SKT).
1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak untuk setiap jenis pajak
yang akan dibayar atau disetor yang tertera di Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran
yang terdapat pada lampiran Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009
sebagaimana diubah dengan PER-23/PJ/2010 dan terakhir diubah dengan PER-
31/PJ/2013 .
2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran”
untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada Tabel Kode Akun Pajak dan
Jenis Setoran yang sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan” pada Tabel
Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan
yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis
Setoran sering disebut dengan istilah Kode MAP.
Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan Kode Akun
Pajak dan Kode Jenis Setoran pada Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran. Khusus PPh Final
Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan
nama pembeli dan lokasi objek pajak. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah
dan Bangunan yang disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan
lokasi objek sewa.
Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar
atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan
menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak.
Tahun Pajak
Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada Surat Ketetapan Pajak yaitu Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau
Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak
yang kurang dibayar/disetor berdasarkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak ketika
wajib pajak telah menerima surat tersebut.
Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran
pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan
melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap
sampai dengan sen.
Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib
Pajak/Penyetor serta stempel usaha.
Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau
Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan
kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Setoran Pajak untuk Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.5/1995 tentang Saat Dimulainya
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean,
Perhitungan, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, apabila suatu Wajib
Pajak Orang Pribadi atau Badan memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
dipungut oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di
Indonesia yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar
Daerah Pabean.
Dalam mengisi Surat Setoran Pajak untuk melakukan penyetoran PPN yang dipungut oleh Wajib
Pajak sebagai pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pada kolom identitas "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat
orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah
Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke
dalam Daerah Pabean.
2. Pada kolom "NPWP" yang terdiri dari 15 kolom untuk diisi dengan 15 digit angka
itu, diisi dengan angka 0 (nol) pada sembilan digit pertama dan juga diisi dengan angka 0
(nol) pada 3 digit terakhir Jadi hanya diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari
Wajib Pajak sebagai pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
Jasa Kena Pajak yaitu 3 digit pada kolom 10-12.
3. Pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP
dari Wajib Pajak selaku pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak tersebut.
4. Pada Kolom Uraian pembayaran selain dicantumkan jenis setoran pajak yang
dibayarkan (yaitu Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean) dicantumkan pula Dasar
Pengenaan Pajak dan Jumlah Pajak Pertambahan Nilai terutang.
Hal-hal sebagaimana disebutkan diatas juga diatur dalam Surat Edaran Nomor SE-02/PJ.52/1995
tentang Faktur Pajak (Seri PPN-95).
Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak
terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha
yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
selama memenuhi kriteria dalam ketentuan yang mengatur tentang dokumen tertentu yang
dipersamakan dengan faktur pajak. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut
diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambaha