Anda di halaman 1dari 7

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. Pajak Penghasilan Pasal 24


Adalah Pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri. Pajak
yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam
negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama,
sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan
pajak yang terutang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari batas
maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan
atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri. Hal ini sesuai
dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :

1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut (accrual basis).
2. Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut ( 650/KMK.04/1994 Jo SE - 22/PJ.4/1995 Jo SE - 35/PJ.4/1995
3. Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
(cash basis).

Penghasilan yang boleh diperhitungkan/ dikreditkan tersebut antara lain penghasilan dari luar
negeri berupa :

a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya;
b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak;
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak;
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Penghasilan BUT luar negeri;
f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta
dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap;
h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap.

B. Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga
unsur berikut:
1. Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri.
2. (Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tariff pasal 17.
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena
pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
Catatan:
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata
dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut undang-undang ini harus ditambah
dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa negara maka jumlah maksimum KPLN
dihitung untuk masing-masing negara.
3. Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-tahun berikutnya dapat
dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang diperkenankan
(PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:
 Diminta Kembali.
 Di Kompensasikan.
 Sebagai Pengurang Penghasilan.

C. Cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN(Penghasilan Netto Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan Netto Luar Negeri).
Catatan:
 Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP.
 Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung
PKP (diabaikan).
2. Cari Pajak Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
3. Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (%Pjk yang dikenakan di Luar Negeri x
Besarnya penghasilan di Luar Negeri).
4. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN):
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang Penghasilan Kena Pajak.
5. Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3) dengan kredit Pajak
Luar Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6. Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.
Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus:
PT. Seventeen yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009 memperoleh penghasilan baik dari
usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri.
Penghasilan Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri,
seperti Jepang memperoleh penghasilan Rp 300.000.000 dan di Korea memperoleh
penghasilan Rp 400.000.000 sedangkan di China mengalami rugi Rp 100.000.000. Pajak yang
telah dibayar diluar negeri sebesar 25% untuk Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China.
Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang
harus dibayar di dalam negeri?

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.


1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP):
Penghasilan Neto Dalan Negeri Rp 150.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri:
- Jepang Rp 300.000.000
- Korea Rp 400.000.000
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri Rp 700.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 850.000.000
2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari jumlah PKP Sebesar Rp 850.000.000:
28% x Rp 850.000.000 = Rp 238.000.000
3. Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan Di Luar Negeri:
- Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp 75.000.000
- Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000
4. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN):
- KPLN Jepang : 300.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 84.000.000
- KPLN Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000
5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Jepang sebesar:
Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Korea sebesar:
Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri:


Rp 75.000.000 + Rp 112.000.000 = Rp 187.000.000
Contoh Kasus :
Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
Contoh 1:
1 Penghasilan Luar negeri :
.
a. laba di negara X = Rp. 100.000.000,00
b. laba di negara Y = Rp. 750.000.000,00
c. Jumlah penghasilan = Rp. 850.000.000,00
luar negeri

2 Penghasilan dalam negeri = Rp. 400.000.000,00


.
3 Jumlah penghasilan neto adalah :
.
Rp. 850.000.000,00 + Rp. 400.000.000,00 = Rp. 1.250.000.000,00
4 PPh terutang (menurut tarif Pasal 17 dengan fasilitas ) = 28% x Rp 1.250.000.000,00
. = Rp. 350.000.000,00
5 Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :
.
a. Untuk negara X =
X Rp.
Rp.100.000.000,00 156.250.000,0
Rp.1.250.000.000,00 0 = Rp.
12.500.000,00
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 40.000.000,00, namun maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 12.500.000,00.

b Untuk negara Y =
.
Rp. 750.000.000,00
X Rp. 156.250.000,00 = Rp.93.750.000
Rp.1.250.000.000,00

Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp. 75.000.000,00, maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.75.000.000,00.
Jumlah PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp. 12.500.000,00 + Rp. 75.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00

Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri


Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar
di LN, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil
daripada kredit pajak LN semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang
terutang atas seluruh penghasilan WP dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau
pengembalian tersebut.

Perubahan besarnya penghasilan luar negeri


Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan
melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1. Jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang
mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada
yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di LN menjadi kurang
bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai
dengan pasal 8 UU No. 16 tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan,
apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih
besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran
karena pembetulan SPT tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam
SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak
penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan
menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib
pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Hal yang paling mendasar PPh Pasal 24 ini adalah adanya batas maksimum yang boleh
dikreditkan seperti yang tercantum dalam ayat 2 Pasal 24 UU PPH seperti tersebut di atas.
1. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
2. Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri (164/KMK.03/2002)
3. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
4. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
5. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah
di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau
maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di
dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan
Kena Pajak).
6. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh
Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
7. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat
(1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000) tidak dapat digabungkan dengan
penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
8. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang
dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak
boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
9. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan
permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan:
 Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
 Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
 Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian
lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
10. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak
harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
11. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas
kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
12. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai