Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga
negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam
pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya
diatur dalam undang-undang perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara
dalam pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang
pelaksanaannya diatur dalam undang-undang perpajakan untuk tujuan kesejahteraan
bangsa dan negara. Dengan demikian berkembangnya kondisi usaha bisnis baik
ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak
badan dalam negri juga meningkat.
Pajak penghasilan pasal 24 adalah pajak yang dipungut diluar negeri atas
penghasilan wajib pajak luar negeri . pajak yang dibayar diluar negeri atas penghasilan
luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri ( WPDN ) boleh dikreditkan
dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang
dibayarkan diluar negeri tersebut tapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan UU no 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari balas maksimum
kredit pajak luar negeri (KPLN)
1.2 Rumusan Masalah
Pada umumnya permasalahan ini tidak jauh dari kehidupan di sekitar kita. Banyak
wajib pajak yang tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak, karena ada
sesuatu yang membuat mereka tidak melaksanakan kewajibannya itu. Ada beberapa hal
yang tidak memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak yaitu objek pajak yang di
miliki wajib pajak salah satunya adalah tertimpa musibah. Tetapi juga wajib pajak
sengaja lalai dengan kewajiban sebagai wajib pajak.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah membantu para pembaca untuk
mengetahui lebih dalam lagi tentang Pajak Penghasilan pasal 24, sehingga para

1
pembaca tidak hanya membaca saja tetapi berharap untuk lebih mengetahui lagi apa itu
yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan pasal 24, dan apa saja aturan-aturan atau
kewajiban-kewajiban yang ada di Pajak Penghasilan pasal 24. Dan mengetahui
bagaimana cara bekerja Pajak Penghasilan di Indonesia, dan bagaimana hasil Pajak
Penghasilan pasal 24 tersebut harus digunakan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PPh Pasal 24
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat
diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar
negeri.  Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh  :
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1), PPh pasal 24 adalah pajak
yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan
berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan  diluar negeri dan pajak
tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan dari  penghasilan yang ada didalam negeri
sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.

2.2 Subjek dan Objek PPh Pasal 24


Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang
pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
luar negeri. Sedangkan, yang menjadi Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang
berasal dari luar negeri.

3
2.3 Penentuan Sumber Penghasilan PPh pasal 24
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan
sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham
dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau
sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan  dengan penggunaan harta tak gerak adalah
negara  tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut
serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah
Negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu
berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha
tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.
2.4 Penggabungan Penghasilan yang berasal dari luar negeri
Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:
1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut;
2. Untuk penghasilan lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya dilakukan
dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
3. Untuk penghasilan berupa deviden untuk mengurangi kemungkinan penghindaran
pajak, maka terhadap penanaman modal diluar negri selain pada badan usaha yang

4
menjual sahamnya dibursa efek, Menteri Keuangan berhak untuk menentukan saat
diperolehnya deviden.
Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung
berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik
penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam
menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam
tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pajak.
Contoh Soal :
a. Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005 sebesar Rp. 600.000.000,-
b. Dividen atas pemilikan saham di Chicago Ltd di USA sebesar Rp. 400.000.000,-
yaitu berasal dari keuntungan tahun 2004 yang ditetapkan dalam RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) dan dibayar tahun 2005
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada Smith Corporation di Australia
yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp. 80.000.000,- yaitu
berasal dari keuntungan saham 2004 yang berdasarkan Kepmenkeu ditetapkan diperoleh
tahun 2005.
d. Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp. 200.000.000,- dari Malaysia yang baru
akan diterima  bulan Mei Tahun 2005.
Jawaban :
Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka penghasilan yang
digabungkan dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004 adalah butir a s/d c,
sedangkan butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun 2005.

2.5 Besarnya Kredit Pajak Luar Negeri yang boleh dikreditkan

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri,
dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar
negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara
penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak
yang terutang  atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak
yang terutang atas penghasilan Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih
kecil dari penghasilan luar negeri.

5
Maksimum Kredit Pajak  =  Penghasilan LN     x   Pajak terhutang tahun berjalan
                                                     PKP

*Bandingkan antara “Maksimum Kredit Pajak dan  Pajak Yang Terutang/Dibayar di


luar negeri” (pilih yang  terkecil).
Contoh :
PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari Indonesia
sebesar Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang sebesar Rp.
70.000.000,-. Hitunglah kredit pajak jika tarif yang berlaku di Jepang 10%.
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10%     x Rp.   50.000.000,-    =     5.000.000,-
15%     x Rp.   50.000.000,-    =     7.500.000,-
30%     x Rp. 100.000.000,-    =   30.000.000,-
PPh                                               42.000.000,-
PPh yang dibayar di Jepang  10% x 70.000.000,-  = Rp. 7.000.000,-
Bagian penghasilan di Korea :
( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,-   = Rp. 14.875.000,-
Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar negeri dengan
bagian penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp. 7.000.000,-

2.6 Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri

Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002) :


1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan
dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun
pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih
rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang
dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh
Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh

6
Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan
dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
4. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
5. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri
(Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat
digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri
maupun dari Luar Negeri.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal
24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib
menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan
PPh, dilampiri dengan ;
i. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
ii. Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
iii. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
8. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib
pajak.
9. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri,
wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
10. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka
atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
11. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas
kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan
dengan utang pajak lainnya.

7
2.7 Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang
dibayar di Luar Negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia
menjadi lebih kecil daripada kredit pajak Luar Negeri semula, maka selisihnya
ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib
pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.

2.8 Perubahan besarnya penghasilan luar negeri

Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan
melampirkan dikumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1. Jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang
mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar
daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di Luar
Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di
Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan
Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang
mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan
bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat
penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT
tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan
dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan
mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil,
sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut
dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.

2.9 Contoh kasus PPh pasal 24

1.      PT ABC pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

8
Penghasilan beruba laba usaha di dalam negeri Rp300.000.000. Penghasilan berupa laba
usaha dari negara A Rp200.000.000. Penghasilan berupa laba usaha dari negara B
Rp400.000.000 dan rugi usaha dari negara C Rp250.000.000. Jika tarif pajak yang
berlaku di negara A, B dan C masing-masing 20%, 30% dan 40%. Hitung PPh pasal 24
yang dapat dikreditkan di Indonesia!
menghitung total penghasilan kena pajak:
penghasilan dari DN                     Rp300.000.000
penghasilan dari neg A                Rp200.000.000
penghasilan dari negara B            Rp400.000.000
total penghasilan kena pajak        Rp900.000.000
menghitung total pajak terutang
10% x Rp50.000.000                   Rp    5.000.000
15% x Rp50.000.000                   Rp    7.500.000
30% x Rp800.000.000                 Rp240.000.000
Total pajak terutang                     Rp252.500.000
menhitung maksimal kredit pajak yang diperbolehkan:
di neg A = (200.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp  56.111.106
di neg B = (400.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp112.222.212
pajak yang dibayarkan atau terutang di LN:
di Negara A     20% x Rp200.000.000 =  Rp  40.000.000
di Negara B      30% x Rp400.000.000  =   Rp120.000.000
dari perhitungan di atas maka kredit pajak (PPh pasal 24) adalah:
dari Neg A           Rp  40.000.000
dari Neg B           Rp112.222.212
total                      Rp 152.222.212
2.      PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
dari laba usaha di dalam negeri                       Rp500.000.000
dari negara A berupa laba usaha                     Rp250.000.000
dari negara B rugi                                           (Rp400.000.000)
dari negara C berupa laba usaha                     Rp300.000.000
Hitung PPh pasal 24 jika tarif pajak di negara A, B dan C masng-masing 20%, 25% dan
35%

9
menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan dari dalam negeri                  Rp   500.000.000
penghasilan dari negara A                        Rp   250.000.000
penghasilan dari negara C                        Rp   300.000.000 (+)
total penghasilan kena pajak                      Rp1.050.000.00
menghitung total pajak terutang
10% x Rp50.000.000                               Rp    5.000.000
15% x Rp50.000.000                               Rp    7.500.000
30% x Rp950.000.000                             Rp285.000.000 (+)
Total pajak terutang                                 Rp297.500.000
menghitung maksimal pajak yang dapat dikreditkan
dari negara A = (250.000.000 : 1.050.000.000) x Rp297.500.000 = Rp70.833.332
dari negara C = (300.000.000 : 1050.000.000) x Rp297.500.000 = Rp85.000.000
menghitung pajak yang dipotong atau dibayar di luar negeri
dari neg A        20% x Rp250.000.000     =  Rp50.000.000
dari negara C    35% x Rp300.000.000     =    Rp105.000.000
dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan
di Indonesia adalah
dari negara A                                           Rp  50.000.000
dari negara C                                            Rp  85.000.000 (+)
total                                                          Rp. 135.000.000

3.      PT Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun
2009 sebagai berikut :
a.       di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan tarif pajak
sebesar 40% (Rp 400.000.000)
b.      di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak
sebesar 25% (Rp 750.000.000)
c.       di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000
d.      penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000
Penghasilan luar negeri :
Laba di Negara X                                                Rp. 1.000.000.000

10
Laba di Negara Y                                                Rp. 3.000.000.000
Laba di Negara Z                                      Rp. NIHIL
Jumlah penghasilan dalam negeri  Rp. 4.000.000.000 (+)
Total Penghasilan                                      Rp. 8.000.000.000
PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari 2009 28% dan 2010 25%)
= 28 % x total penghasilan =          Rp.  2.240.000.000

Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:


Untuk Negara X =
Rp. 1.000.000.000   x  Rp. 2.240.000.000 = Rp. 280.000.000
RP. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari batas
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di
perkenankan hanya Rp. 280.000.000
Untuk Negara Y =
Rp. 3.000.000.000  x  Rp. 2.240.000.000 = Rp. 840.000.000
Rp. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil dari batas
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat di
perkenankan adalah Rp. 750.000.000
Untuk Negara Z
mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT
DIKOMPENSASIKAN)

Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp. 750.000.000 =
Rp. 1.030.000.000.
4.      PT.A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X.
dalam tahun 2009 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.- pajak penghasilan
yang berlaku dinegara X addalah 48% dan pajak dividen adalah 38%. Penghitungan
pajak atas dividen terrsebut adalah sebagai berikut:
            Keuntungan Z Inc                                       US$ 100,000
            Pajak penghasilan (corporate income tax)

11
            atas Z Inc (48%)                                        US$   48,000 (-)
                                                                               US$   52,000
            Pajak atas dividen (38%)                            US$   19,750 (-)
            Dividen yang dikirim ke Indonesia            US$   32,420
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak penghasilan yang
terutang atas PT.A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh diluar negeri. Dalam contoh diatas itu sebesar US$  19,750.
Pajak penghasilan atas Z Inc, sebesar US$48,000 tidak dapat dikerditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas PT.A, karena pajak sebesar US$  48,000 tersebut tidak
dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT.A dari luar
negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc, di Negara X.

3.      PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut :
a.       di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 100.000.000,00, dengan tarif
pajak sebesar 40% (Rp. 40.000.000,00);
b.      di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 750.000.000,00, dengan tarif
pajak sebesar 10% (Rp. 75.000.000,00);
c.       Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 400.000.000,00.

    Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut

Penghasilan Luar negeri :


laba di negara X                                  Rp. 100.000.000,00
laba di negara Y                                  Rp. 750.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                    Rp. 400.000.000,00
Jumlah penghasilan neto adalah :          Rp. 1.250.000.000,00

PPh terutang (menurut tarif Pasal 17 dengan fasilitas ) = Rp. 156.250.000,00


Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :

Untuk negara X =

12
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 40.000.000,00, namun maksimum
kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 12.500.000,00.

Untuk negara Y =
Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp. 75.000.000,00, maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.75.000.000,00.

Jumlah PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp. 12.500.000,00 + Rp. 75.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00

Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara


Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah maksimum
kredit pajak luar negeri dihitung sama dengan perhitungan tersebut di atas.
Contoh :
PT Buana berkedudukan di Semarang, mempunyai Penghasilan Kena Pajak dari
Indonesia                                Rp. 200.000.000,-
Brunei Darussalam                  Rp. 200.000.000,-  ( tarif yang berlaku 10%)
Filipina                                    Rp. 100.000.000,-  ( tarif yang berlaku 20%)
Singapura                                Rp. 200.000.000,-  ( tarif yang berlaku 30%
  Diminta, carilah ...
  Berapa kredit pajak masing-masing negara ?
  Berapa PPh yang harus dibayar di Indonesia ?
Jumlah Penghasilan                                                 Rp.   700.000.000,-
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10% x Rp.  50.000.000,-                                 Rp.     5.000.000,-
15% x Rp.  50.000.000,-                                 Rp.     7.500.000,-
30% x Rp.600.000.000,-                                 Rp.  180.000.000,-
Jumlah                                                           Rp.  192.500.000,-

Brunei darussalam :
PPh yang dibayar 10% x Rp. 200.000.000,-     = 20.000.000,-

13
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-
Kredit Pajak  =  Rp.  20.000.000,-

Filipina :
PPh yang dibayar 20% x Rp. 100.000.000  =  Rp. 20.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 100.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 27.500.000,-
Kredit Pajak  =  Rp.  20.000.000

Singapura :
PPh yang dibayar 30% x Rp. 200.000.000  =  Rp. 60.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-
Kredit Pajak  =  Rp.  55.000.000,-

Indonesia :
Rp. 192.500.000,- – Rp. 20.000.000,- – Rp. 55.000.000,- = Rp. 97.500.000,

Kompensasi Kerugian di Luar Negeri dan di Dalam Negeri


Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri tidak
boleh digabungkan atau dikompensasikan  dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di Indonesia.
Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri boleh digabungkan atau
dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri.
Contoh :
PT ABC mempunyai penghasilan dari :
Indonesia                            = Rp. 200.000.000,-
Inggris                                = Rp. 300.000.000,- (tarif berlaku 25%)
Belanda                              = Rp. 200.000.000,- rugi (tarif berlaku 10%)
Swedia                               = Rp. 200.000.000,- (tarif berlaku 10%)
PPh pasal 17 :

14
10% x Rp. 50.000.000,-          = Rp.    5.000.000,
15% x Rp. 50.000.000,-          = Rp.    7.500.000,-
30% x Rp. 600.000.000,-        = Rp. 180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-
PT MA berkedudukan di Jakarta, mempunyai PKP dari :
Indonesia                            = Rp. 200.000.000,- Rugi
Singapura                           = Rp. 300.000.000,-    ( Tarif yang berlaku 20%)
Malaysia                             = Rp. 200.000.000,- ( Tarif yang berlaku 10%)
Hongkong                          = Rp. 400.000.000,- ( Tarif yang berlaku 15%)
PPh Pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,-          = Rp.    5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,-          = Rp.    7.500.000,-
30% x Rp. 600.000.000,-        = Rp. 180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-

Perhitungan Kredit pajak Luar negeri (PPh pasal 24)


PT Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai
berikut:
Penghasilan Dalam Negeri                     Rp400.000.000
Penghasilan dari LN (tarif pajak 20%)   Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
Q         0\
menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan dari dalam negeri               Rp400.000.000
penghasilan dari luar negeri                   Rp200.000.000
Penghasilan neto                                   Rp600.000.000

menghitung total PPh terhutang


10% x Rp  50.000.000 = Rp    5.000.000
15% x Rp  50.000.000 = Rp    7.500.000
30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000
Pajak terhutang             =  Rp162.500.000

15
menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(penghasilan LN : total penghasilan) x total PPh terutang
(Rp200.000.000 : Rp600.000.000) x Rp162.500.000 = Rp54.166.666,61

menghitung PPh yang terutang atau dipotong di LN:


20% x Rp200.000.000 = Rp40.000.000

Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini diperoleh
dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan
PPh yang terutang atau dibayar di LN, kemudian dipilih jumlah yang terendah

7.      Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri


PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006
sebagai berikut:
Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif
pajak yang berlaku adalah 30%)
Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

menghitung total penghasilan kena pajak


penghasilan kena pajak dari negara A                  Rp600.000.000
kerugian usaha dalam negeri                              (   200.000.000)
jumlah penghasilan neto             Rp400.000.000

menghitung total PPh terutang:


10% x Rp   50.000.000  =                               Rp    5.000.000
15% x Rp   50.000.000  =                               Rp    7.500.000
30% x Rp 300.000.000  =                               Rp  90.000.000
Jumlah pajak terutang                                 Rp102.500.000

16
menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(Rp600.000.000 : Rp400.000.000) x  Rp102.500.000 = Rp153.750.000

menghitung PPh yang dipotong/dibayar di LN


30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000

Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat dikreditkan
dengan PPh yang sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total pajak yang
terutang

8.      Perhitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di LN


PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
di negara X memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 40%)
di negara Y menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang berlaku) 25%.
Di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp500.000.000
Perhitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:

menghitung penghasilan total kena pajak


penghasilan dari negara X berupa laba usaha                   Rp300.000.000
penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha            Rp500.000.000
jumlah penghasilan neto                                                 Rp800.000.000

menghitung total PPh terutang


10% x Rp50.000.000 =                                              Rp    5.000.000
15% x Rp50.000.000 =                                              Rp    7.500.000
30% x Rp700.000.000 =                                            Rp210.000.000
Jumlah total PPh yang terutang                                     Rp222.500.000

menghitung PPh maksimal yang bisa dikreditkan


(Rp300.000.000 : Rp800.000.000) x Rp222.500.000 = Rp83.437.500

17
menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN
40% x Rp300.000.000 = Rp120.000.000

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan
adalah Rp83.437.500.

9.      Perhitungan PPh pasal 24 jika penghasilan LN berasal dari beberapa negara


PT Kartika berkedudukan di Jakarta pada tahun pajak 2006 memperoleh penghasilan
bersih sebagai berikut
di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp200.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 25%)
di negara B memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 30%)
di negara C memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp400.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 40%)
di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp100.000.000

menghitung total penghasilan kena pajak:


penghasilan dari ne                                            Rp   200.000.000
penghasilan dari negara                                     Rp   300.000.000
penghasilan dari negara C                                  Rp   400.000.000
penghasilan dari dalam negeri                            Rp   100.000.000
total penghasilan kena pajak                              Rp1.000.000.000

menghitung total PPh terutang


10% x Rp50.000.000 =                                               Rp    5.000.000
15% x Rp50.000.000 =                                               Rp    7.500.000
30% x Rp900.000.000 =                                             Rp270.000.000
Total pajak terutang                                                     Rp282.500.000

menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

18
dari negara A =(Rp200.000.000:Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 = Rp56.500.000
dari negara B =(Rp300.000.000:Rp1.000.000.000)xRp282.500.000 = Rp84.750.000*
dari negara C = (Rp400.000.000:Rp1.000.000.000)xRp282.500.000= Rp113.000.000

menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN


PPh terutang di negara A = 20% x Rp200.000.000 = Rp  40.000.000*
PPh terutang di negara B = 30% x Rp300.000.000 = Rp  90.000.000
PPh terutang di negara C = 40% x Rp400.000.000 = Rp160.000.000

Dari perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
Dari negara A                           Rp  40.000.000
Dari negara B                           Rp  84.750.000
Dari negara C                           Rp113.000.000
Total kredit pajak LN               Rp237.750.000

19
BAB III
Kesimpulan
3.1 Kesimpulan

Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri merupakan pajak yang
sudah dibayarkan diluar negeri dan dapat dikreditkan atau dikurangkan dengan
penghasilan yang ada di dalam negeri sehingga menghindari wajib pajak dari pengenaan
pajak berganda. Maka dari itu, para wajib pajak dalam negeri yang memiliki
penghasilan selain didalam negeri hendaknya dapat melaporkan penghasilan mereka
diluar negeri tersebut agar dapat dikurangi dari penghasilan didalam negeri sehingga
mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu sendiri.
Tetapi untuk melakukan kredit pajak luar negeri ini, wajib pajak juga harus melalui
berbagai tahap atau persyaratan dalam mengajukan kredit pajak luar negeri ini sebagai
pengurang dari penghasilan dalam negeri. Ini dilakukan agar tidak merugikan negara.
Bagaimanapun juga pajak merupakan penerimaan negara yang harus selalu diawasi baik
penerimaannya maupun penggunaannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

 Mardiasmo.1995.Perpajakan.Yogyakarta:ANDI Yogyakarta
 Rismawati sudirman dan Antong amiruddin (2009). Perpajakan. Palopo
:Empat dua media
 Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983Tentang Pajak
Penghasilan

21

Anda mungkin juga menyukai