Anda di halaman 1dari 195

BAB 1.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN hal 1-16

DEFINISI

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H: Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan
menjadi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan "surplus"-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investmerit. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I.
Djajadiningrat: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk
memelihara kesejahteraan secara umum.

CIRI-CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK

Dari beberapa definisi tersebuit dapat ditarik kesimpulan berikut

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan


pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukinnya


masih terdapat surplun, digunukan untuk membiayai pubilic imvestment.

PUNGUTAN LAIN SELAIN PAJAK


Đi samping pajuk, ada bebetrapa pungutan lain yang serupa dengun pajak, tetapi mempunyai
perlakuan dan sifat yang berbeda dengan pajak yang dilakukan oleh negara terhadap rakyutnya
Pungutan tersebut antara lain:

1. Bea meterai, yaitu pungutan yang đikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda
meterai ataupun benda lain, barang-barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean
berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan.

2. Bea keluar adalah pungutan yang dilakukun atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean
berdasarkan tarif yang sudah ditentukan

3. Cukal, yaitu pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan
untuk maning mating jenis tbarang tertentu. Contohe tembakau, gula, bensin. minuman keran,
dan sebagainya.

4. Retribusi, yaita pungutan yang dikeriakan sehubungan dengan suatu jasa atau faxilitas yang
diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar. Contole parkir, pasar,
jalan tol, dan sebagainya

5. Turan, yaitu pungutan yang dikenakan schubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok.

KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Menurutnya yang termasuk hukum publik antara lain hukum tata negara. ari hakum
administratif. Narmun, tdak herarti bahwa hukum pajak berdiri sendiri dan hukum pajak yang
lain (seperti hukum perdata dan lukum pidana. R. Santoito Bronodiharjo juga menyatakan bahwa
hukum pajak berkaitan erat dengan nukum perdata. Hukum perdata merupakan bagian dari
keseluruhan hukum yang mengatur habungan antara orang-orang pribumii. Kebanyakan hukum
pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan keadaan, dan
perbuatan perbuatan fuikum yang tercakup dalam lingkungan perdata, seperti pendapatan,
kekayaan, perjanjian penyeruhan, pemindahan hak warisan, dan lain sebagainya. Adanya kaitan
antaria hukum pajäk dan hukum perdata ditunjukkan dengan banyaknya istilah-latilah hukum
perdata yung dipunakan dalam perundang-undangan perpajakan.
Sebaliknya, hukum pajak juga mempunyai pengaruh besar terhadap hukum perdata. Sebagai
contoh, dalam hukum pajak terdapat ketentuan bahwa lex sperialis (peraturan yang istimewa)
harus diberi tempat yang lehih utamia dari les generalis (peraturan yang umum), Ketentuan ini
diberlakukan pula dalam undang undang atau peraturan yang lain, bahwasanyi dalam Netiap
penafiirannya, yang pertama tama dianut adalah lex speicialis. Hukam pajak juga berkaitan
dengan hukum pidana.

Hukum pidana, seperti yang telah tercantum dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP), merupakan diuratkan di luar KUHP Hak untuk menyimpang dari peraturan peraturan
yang tercantum dalam KUHP di lIndenesia telah diperoleh pembuat ordonansi semenjak 16 Mei
1927 dan kesemputan ini banyak digunakan karena kenyataan bahwa peraturan administratif pun
satigat memerlukan sanksi yang menjamin untuk ditaati oleh khalayak umum

PEMBAGIAN HUKUM PAJAK

Hukum pajak dibagi menjadi dua, yaitu hukumi pajak materiil dan hukum pajak formil Hukum
Pajak Materiil Hukum pajak materil merupaian norma-norma yang menjelaskan keadaan,
perbuatan, dan peristiwa lukum yang harus dikenakan pajak, siaps yang harus dikenakan pajak.
besarnya, harusnya utanig pajuk. beserta bubungsn hukui untira pemerimah dan Wajils Pajak:
FHal hal yang termusuk dalam hukuni pajak materil aisara lain peratutan yarg memuat kenaikan,
denda, sankai atauhakuman, cara-carapmbetiasan dan pengembalian pajak, serta ketrntuan yang
memberi hak tagihan utama kepada akus.

Contohnya. Undang-Undang Pajak Penghanilan dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nidai


Hukum Pajak Formil Hukum pajak formil merupakan peraturan-peraturan mengenal berbagai
cara untu mewujudkan hukum materiil menjadi suatu kenyataan. Bagian lukum ini memuat carz
cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah lerhadap
penyelenggaranya, kewajiban para Wajib Pajak(scbelum dan sesudah menerima Rurat ketetupan
pajak), kewajibau pihak ketiga, dan prosedur dalum pemungutannya Hukum pajak formil
dinaksudkan untuk melindungi fiskiss dan Wajib Pajak serta memberi jaminan bahwa hukum
materiinya dapar diselenggarakan setepat mungkin. Hubungan hukum antara fiskus dan Wajils

TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK


1. Teori Asuransi kepentingannya

2. Teari Kepentingan nasib penduduk Petaian

3. Teor daya Pikul

4. Teori Kewaliban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

5. Teori asas beli

JENIS-JENIS PAJAK
Menurut golongan
1. Pajak langsung
2. Pajak tak langsung
Menuurut sifatnya
1. Subjektif
2. Objektif
Menurut lembaga
1. Pajak negara
2. Pajak daerah

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK


1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada
akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis tapi baru
dapat dikenakan di akhir periode.
b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang. Tanpa
menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung
berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili
Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak diwilayahnya baik
dari dalam negeri maupun dari luar negeri. asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan Pajak


a. Official Assesment system
adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c. With Holding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan
fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.

TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK


ada 2 ajaran yang mengatur tmbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini
diterapkan pada officila assessment system.
2. Ajaran materil
utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu
keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. daluarsa
4. pembebasan dan penghapusan.

BAB 2. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN hal 17-32

Peraturan perundang-undangan perpajakan terus disempurnakan seiring dengan Sosial, dan


politik. Perubahan perundang-undangan perpajakan, khususnya Undang-Undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan,
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum,
serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material
di bidang perpajakan. Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan
profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan, dan
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.- Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan undang-undang
ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan
dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga
masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban mbangan ekonomi, teknologi
informasi, perpajakannya dengan lebih baik. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian
hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan undang-undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok berikut ini:

1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara.

2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hakum, dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan
daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha
kecil dan menengah.

3. Menyesuaikan tuntutan perkenbangan sosialekonomi masyarakat serta perkembangan di


bidang teknologi informasi.
4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajihan.

5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakain.

6. Meningkatkan penerapan prinsip self'assessinent secara akuntabel dan konsisten.

7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.

Upaya pemerintah tersebut seiring dengan semakiri dominannya penerimaain dari sektor pajak
dalam RAPBN dan APBN negara kita beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dilakukan mengingat
sumber penerimaan migas tidak dapat diandalkan lagi karena jumlahnya semakin menipis dan
tidak dapat diperbarui. Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan
meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha. Bab ini membahas tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku di Indonesia, yang di dalanınya tertuang
ketentuan yang menjunjung tinggi hubungan warga negara dan menempatkan kewajiban
perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9
Tahun 1994. dan UU No. 16 Tahun 2000 disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung
sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan
kebijaksanaan pemerintah. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terscbut terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun
2007.

PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA


PERPAJAKAN

Berikut ini beberapa istilah atan pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai Pasal
1 UU No, 28 Tahun 2007.

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau Pa badan
yang bersifat memiksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untukkeperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotone pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sisuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakuikan usaha, yang termasuk perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha daerah
dengan nama dan bentuk dalam apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persckutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Pengusaha adalah örang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengirimkan barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan / atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang
Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatiu jangka waktu tertentu
ditentukan dalam undang-undang ini. Masa Pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau
jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan
kalender.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak Yang Terutang adalah pajak yang dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam
Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan-undangan
perpajakan.

11. Surat pemberitahuan adalah surat yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan / atau
pembayaran pajak, Objek Pajak dan / atau bukan Objek Pajak, dan / atau harta kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan- undangan perpajakan.

12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak alau Bagian
Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang mencakup Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan hesarnya
jumlah pokok pajak jumlah kredit, jumlah pembayaran pokok Pajak, kewajiban administrasi,
dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kuran Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah äitetapkan.

18. 18 Surat Ketetapan Pajak Nihit adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar pajak yang terutang atau yang
seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau administrasi
berupa bunga dan / atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat utang pajak pajak dan penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas gaji yang dibayar atau terutang di luar
negeri, dikurangi deugan kelebihan pendahuluan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.

23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
setelah dikurangi dengan pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi pajak yang
telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

24. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian
khusus sebagai usaha pribadi untuk mencapai tahapan yang tidak terikat oleh suatu hubungan
kerja.

25. Pemeriksaan adalah memeriksa kegiatan yang menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan / atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kebenaran kewajiban perpajakan dan / atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan undangan perpajakan,

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan bukti berupa keterangan, tulisan. atau
benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa suatu tindak pidana di
bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.

27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalahpemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan u


permulaan tentang dugaan dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab dalam
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalarkan hak dan memenuhi kewaji Wajib Pajak
sesuai dengan peraturan peraturan-undangan perpajakan.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatalan yang dilakukan secara teratur dan mengumpulkan
data dan informasi keuangan termasuk harta, kewajiban, modal.

30. Tahap biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang disusun
dengan menyusun laporan keuangan berupa laporan keuangan (neraca) dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.

31. Penelitian adalah penelitian yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat dan
laporannya termasuk yang didasarkan pada laporan dan penghitungannya.

32. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah melakukan tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang menunjukkan bukti tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

33. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan-undangan.

34. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan / atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
peraturan-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan
Pemberian Imbalan Bunga.

35. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas persetujuan terhadap surat ketetapan
pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh
Wajib Pajak.
36. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

37. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal- hal yang
berdasarkan ketentuan peraturan-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

38. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan
kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan
Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

39. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

40. Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah bunga yang
diberikan kepada Wajib Pajak.

41. Tanggal Dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal
disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan
disampaikan secara langsung.

42. Tanggal Diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal
diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima
secara langsung.

KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK

Kewajiban Wajib Pajak Beriku ini kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007.

1. Mendaftarkan diri pada kantor Direkterat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya termasuk
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak,
telah memenuhi persyarátan subjektif dan objektit. 2.

2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya termasuk
tempat tinggal atau tempat kerja Pengusaha dan tempat kegiatan dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
3. Mengisi Surat pemberitahuan dengan benar, lenakap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta
menyampaikan dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib
Pajak yang terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.

4. Menyampaikan Surat pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan


mata uang selain rupiah yang pelaksanaannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan-undangan perpajakan,


dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang yang melakukan kegiatan atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,

8. a.Memperlihatkan dan / atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
kenyataan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan tahap yang diperoleh, kegiatan,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

b.Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan / atau

c.Memberikan surat keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa

Hak-Hak Wajib Pajak

Berikut ini hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa

2. Mengajukan surat persetujuan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan Pernyataan tertulis
atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

4. Membetulkan Surat pemberitahuan yang telah menyampaikan dengan menyampaikan


pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan.

5. Mengajukan permohonan pembayaran pajak.

6. Mengajukan persetujuan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;

d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau

e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan


peraturan peraturan-undangan perpajakan.

7. Mengajukan permohonan banding ke badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan-undangan perpajakan.

9. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak
yang datang pelunasan kekurangan pembayaran pajak hal Wajib Pajak menyampaikan
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007,
yang mengakibatkan pajak yang dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK


Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu
sarana administrasi dalam perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP. Nomor Pokok Wajib
Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan. Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh
beberapa manfaat langsung lainnya seperti pembayaran pajak di muka (angsuran / kredit pajak)
atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, sebagai
persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). dan sebagai
salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank. Terhadap Wajib Pajak yang tidak
dikenakan pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan-undangan perpajakan. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain
digunakan untuk melihat identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk
melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang

Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap pengusaha yang untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai ketentuan telah memenuhi
syarat sebagal Penưusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya peraturan undang-
undangan perpajakan. terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban diri dan / atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak
dan / atau pengukuhan Pengusaha Pajak secara jabatan. i mi dapat dilakukan berdasarkan data
vang diperoleh atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau
pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan /
atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang
diterbitkan NPWP dan / atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan,
dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan-
undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan / atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. NPWP terdiri atas 15 digit, termasuk 9 digit
pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan Kode Administrasi
Perpajakan.

Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP


Setiap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan undang-undangan perpajakan wajib diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Tempat pendaftaran NPWP adalah:

1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, adalah pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya termasuk tempat tinggal atau tempat berdiri Wajib Pajak.

2. Bagi Wajib Pajak badan, adalah tempat duduk / kegiatan usaha Wajib Pajak.

Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Tempat pelaporan usaha dan pengukuhan
sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:

1. Bagi Pengusaha orang pribadi, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya termasuk tempat Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan

2. Bagi Pengusaha badan, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya termasuk tempat kerja Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.

3. Bagi Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan di
beberapa wilayah kantor Direktorat Jenderal Pajak, adalah baik di Kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya termasuk tempat tinggal atau tempat kerja
Pengusaha atau di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya termasuk
tempat kegiatan usaha dilakukan.

4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu (yaitu Wajib Pajak orang pribadi
yang mempunyai tempat usaha yang terkenal di beberapa tempat, misalnya pedagang
elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat pajak), kewajiban melaporkan
usahanya di samping pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
termasuk tempat tinggal Wajib Pajak juga pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya termasuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
5. Bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan
kantor Direktorat Jenderal Pajak sebagai tempat pendaftaran pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak.

Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP

Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau
melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut.

1. Untuk WP Orang Pribadi Nonusahawan Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau
fotokopi paspor, ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang dijual minimal
Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan

a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor, ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang memiliki Lurah atau Kepala Desa bagi
orang asing

b. Surat Keterangan tempat usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berada
dalam kondisi minimal Lurah atau Kepala Desa.

3. Untuk WP Badan

a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari
kantor pusat bagi BUT.

b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah dengan
keterangan tempat tinggal dari instansi yang memiliki minimal Lurah atau Kep Desa bagi
orang asing, dari salah seorang pengurus aktif.

c. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang sangat minim Lurah atau
Kepala Desa.

4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut / Pemotong


a. Fotokopi KTP bendaharawan.

b. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.

5. Untuk operasi bersama sebagai Wajib Pajak Pemotong / pemungut.

a. a.Fotokopi berjanji kerja sama sebagai operasi bersama.

b. Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation.

c. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor, ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang memiliki minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang
asing, dari salah seorang pengurus joint operation.

6. Wajib Pajak dengan status cabang, pribadi orang pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak
pisah harta harus melek fotokopi surat keterangan yang terdaftar.

7. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.

Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik

Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik, yaitu melalui
Internet di Situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id dengan
memeriksa e-pendaftaran (pendaftaran Wajib Pajak melalui Internet) ; Wajib Pajak cukup
memasukkan data-data pribadi (KTP / SIM / Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP.
Selanjutnya dapat mengirimkan melalui pos fotokopi data pribadi tersebut ke KPP yang wilayah
kerjanya termasuk tempat tinggal atau kantor Wajib Pajak. Berikut langkah- langkah untuk
mendapatkan NPWP melalui Internet (registrasi elektronik).

1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id.

2. Selanjutnya Anda memilih menu e-reg (pendaftaran elektronik).

3. Pilih menu "buat akun baru" dan isilah kolom sesuai yang berhubungan.

4. Kemudian Anda akan masuk ke menu "Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang
Pribadi". Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Anda.
5. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) selama 30 (tiga puluh)
hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir
Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai bukti Anda sudah tercatat sebagai
Wajib Pajak.

6. Tandatangani formulir registrasi, kemudian kirimkan / sampaikan SKT


langsungbersama sementara persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak
seperti yang tertera pada SKT sementara Anda. Setelah itu, Anda akan menerima
kartu NPWP dan SKT asli.

Wajib Pajak Pindah

Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP wajib melaporkan diri ke
KPP lama atau KPP baru dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan

Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan atau pekerjaan bebas, adalah surat keterangan
tempat tinggal baru atau tempat kegiatan atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi
yang diberi pekerjaan (Lurah atau Kepala Desa).

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Nonusaha


Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah atau Kepala Desa, atau surat keteranwan
dari instansi perusahaannya.
3. Wajib Pajak Badan
Pindah tempat duduk atau tempat kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat tinggal
atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.

Penghapusan NPWP

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Pajak:

1. Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan / atau ahli
warisnya. Wajib Pajak sudah tidak mementuhi persyaratan subjektif dan / atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan Jenderal-undangan perpajakan:
2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;

3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap kegiatan usahanya di Indonesia;

4. Wajib Pajak orang pribadi wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak
sendiri;

5. Wajib Pajak yang piutangnya dihapuskan karena tidak memiliki kekayaan atau
meninggal tanpa warisan;

6. Dianggap oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak
dari Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan / atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan-undangan perpajakan.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas
permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang
pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima
secara lengkap.

Pencabutan Pengukuhan PKP

Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Pajak:

1. pengusaha kena pajak pindah alamat ke naungan KPP lain;

2. pengusaha kena pajak menyalahgunakan pengukuhan;

3. peredaran bruto pengusaha kena pajak tidak melebihi batasan batasan pengusaha
kecil:

4. kewajiban PPN pengusaha kena pajak dipusatkan di tempat lain.

Pencabutan pengukuhan PKP harus berlabel dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal
diterimanya permahonan secara lengkap.

Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan
NPPKP dengan Sistem e-Registration
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan täta cara Pendaftaran dan Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta Pengukuhan dan Pencabutan Nomor Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) (sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-173 / PJ. / 2004)
diatur sebagai berikut.

1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk diri sendiri dan / atau melaporkan
kegiatan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak melalui sistem e-Registration
akan mendapatkan Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar
Sementara dengan cara Wajib Pajak mencetak sendiri melalui sistem e-Registration.

2. Surat Keterangan Terdaftar Sementara hanya selama 30 (tiga puluh) hari sejak
pendaftaran dilakukan dan hanya tersedia untuk pembayaran, pemotongan, dan
pemungutan pajak oleh pihak lain, serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan
kegiatan di luar bidang perpajakan.

3. Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta syaratnya


disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tercatat paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan.

4. Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya belum
diterima öleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tercatat dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sejak permohonan dilakukan, maka proses permohonan akan dibatalkan
secara sistem. 5. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama 1 (satu) hari sejak Formulir Registrasi Wajib
Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya diterima secara lengkap.

5. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pendaftaran melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menerbitkan
secara bersamaan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar dan
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja berikutnya
setelah Formulir Registrasi Wajib Pajak beserta persyaratannya diterima secara lengkap.

6. Berdasarkan proses persetujuan melalui e-Registration, Kantor Pelayanan Pajak tempat


Wajib Pajak terdaftar akan mengirimkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDEPA.4-
00) dan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP4.2-00), dan / atau Surat Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP4.3-00) melalui pos ke alamat Wajib Pajak, berdasarkan
Notifikasi yang dikirimkan melalui sistem e-Registration, Wajib Pajak atau Kuasanya
dapat mengambil sendiri dokumen tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak

7. Wajib Pajak yang telah tercatat dan belum mempunyai akses ke sistem e-Registration,
dapat mengajukan permohonan untuk dapat mengakses sistem e-Registration atas Nomor
Pokok Wajib Pajak yang melaporkan Kantor Pelayanan Pajak temine Waib Pajak telah
mencatat bukti pendaftaran yang terdaftar.

PEMBAYARAN, PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN (17-32)

Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment
wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

Cara Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut,

1. Membayar sendiri pajak yang terutang.

a. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25), yaitu pembayaran pajak secara
angsuran. Hal ini beban untuk meringankan beban beban Wajib Pajak dalam melunasi
pajak yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk
mengangsur pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

b. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan pajak tahap yang
dilakukan sendiri Wajib Pajak pada akhir tahun pajak pajak terutang untuk suatu tahun
pajak lebih besar dari total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau
dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.

2. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh
Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain yang dimaksud adalah pemberi kerja, dan
pihak lain yang ditunjuk oleh pemerintah.

3. Melalui pembayaran pajak di luar negeri (PPh Pasal 24).


4. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah (misalnya,
bendaharawan pemerintah).

5. Pembayaran pajak-pajak lainnya.

a. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangungan (PBB), yaitu pelunasan berdasarkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah
dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di bank-bank tertentu.

b. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yaitu pelunasan
pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan

c. Pembayaran Bea Meterai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan
dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai
atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Tempat dan Sarana Pembayaran Pajak ( Hal 31 49)

Pelaksanaan pembayarn /penyetoran pajak dilakukan ke kas negara melalui :

1. Layanan pada loket /tellet,dan /atau


2. Layanan dengan menggunakan sistem elektronik lainnya pada bank persepsi/pos persepsi
/bank devisa persepsi /bank persepsi mata uang asing.

Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak (spp) atau
sarana administrasi yang disamakan dengan Spp pembayaran dan penyetoran pajak meliputi
PPH, PPN,PPnBM ,bea material dan PBB.

Surat Setoran Pajak (Spp)


SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh menteri keuangan .

Formulir Spp dibuat dalam rangkap 4 dengan peruntukan :

a) Lembar ke 1untuk arsip wajib pajak


b) Lembar ke 2 untuk kantor pelayanan perbendaharaan negara( KPPNS)
c) Lembar ke 3 untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke kantor pelayanan pajak
d) Lembar ke 4 untuk arsip kantor penerima pembayaran

Satu Formulir SPP hanya dapat digunakan untuk pembayaran

a) Satu jenis Pajak


b) Satu masa atau tahun pajak atau bagian tahun pajak
c) Satu surat ketetapan pajak,surat tagihan pajak ,surat keterangan PBB atau surat tagihan
pajak PBB.

Jika diperluas SPP dapat dibuat dalam rangkap 5(lima )dengan peruntukan lembar ke 5 untuk
arsip wajib pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku .

Pemotongan / Pemungutan

Adapun Jenis Pajak penghasilan yang pembayarannya adalah pemotongan /pemungutan


adalah PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 26,dan PPNdan PpnBm

1. PPh pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai
dipotong oleh perusahaan tempat pegawai tersebut bekerja.
2. PPh pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan
dengan pembayaran atau penyerahaan barang , impor barang ,dan kegiatan usaha
dibidang bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekaman kepada bendahrawan
pemerintah ).
3. PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pajak ketiga sehubungan
dengan penghasilan tertentu seperti deviden ,bunga, royalty, sewa,dan jasa yang diterima
oleh wajib pajak badan dalam negeri ,dan bentuk usaha tetap (BUT)
4. PPh pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan
dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri
5. PPN (Pajak pertambahan nilai ) adalah pajak yang dikenakan atau nilai tambah suatu
barang dan jasa .
6. Pajak penjualan atau barang mewah (PPnBM) adalah pajak khusus untuk barang –barang
mewah .

Pelaporan

Surat pemberitahuan(Spt ) merupakan semua wajib pajak untuk melaporkan hal –hal Yang
berkaitan dengan kewajiban perpajakan Spt harus di isi dengan benar ,lengkap ,dan jelas
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latih dan angka ,satuan mata uang
rupiah dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak(KPP) atau
tempat lain yang ditetapkan oleh directorial jenderal pajak.

Fungsi Spt bagi wajib pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk mendapatkan dan
mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang .

 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan modal
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau dengan tahun
pajak .
 Penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak
 Harta dam kewajiban
 Pembayaran dari pemotongan atau pemungutan tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang probadi badan lain dalam 1 mata pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang –undangan perpajakan yang berlaku

Surat Ketetapan Pajak


Surat ketetapan Pajak (Skp) adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang
bayar ,surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan ,surat ketetapan pajak Nihl ,atau surat
ketetapan pajak lebih bayar ,wajib pajak membayar pajak terutang tanpa menggembangkan diri
terhadap keberadaan Skp.

Surat Ketetapan Pajak kurang bayar tambahan (Skpkbt )

Direktur jenderal pajak dapat menerbitkan surat keterangan pajak kurang bayar tambahan dalam
jangka waktu 5 tahun setelah saat terutanganya pajak atau berakhirnya masa pajak ,bagian
tahun pajak ,atau tahun pajak apabila ditemukan data baru mengakibatkan penambahan jumlah
pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat
keterangan pajak kurang bayar tambahan.

Surat ketetapan Pajak pajak kurang bayar (Skpkb)

Surat ketetapan pajak kurang bayar (skpkb) diterbitkan oleh direktur jenderal pajak dalam
jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun
pajak atau tahun pajak apabila terjadi hal hal sebagai berikut.

 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar
 Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dn setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran

Surat Keteapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat ketetapan pajak nihil diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan adanya
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang
atau pajak tidak terutang dn tidak ada pembayaran pajak.untuk masing –masing jenis pajak surat
ketetapan pajak nihil diterbitkan untuk :

 Pajak penghasilan ,apabila jumlah kredit pada sama dengan pajak yang terutang atau
pajak tidak terutang dan tidak kredit pajak
 Pajak penjualan atau barang mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutangg dan tidak ada pembayaran pajak

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat ketetapan pajak lebih bayar diterbitkan untuk :

1. Pajak penghasilan apabila jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang dibayar )lebih besar
dari pada jumlah pajak yang terutang
2. Pajak penjualan atau barang mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari
pada jumlah pajak yang terutang
3. Pajak pertambahan nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang
terutang jika terdapat pajak yang dipungut oleh pemungutan pajak pertambahan nilai
jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah pajak keluaran dikurangi dengan
pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pertambahan nilai tersebut

Kelebihan Pembayaran Pajak

Kelebihan Pembayaran pajak sebagai akibat adanya surat keputusan keberatan surat keputusan
pembetulan, surat keputusan pengurangan sanksi administrasi ,surat keputusan penghapusan
sanksi administrasi ,surat keputusan pengurangan sanksi administrasi ,surat pajak,surat
keputusan pembekalan ketetapan pajak,dan putusan banding atau putusan peminjaman kembali
serta surat keputusan pemberian imbalan bunga dikembalikan kepada wajib pajak.

Batas waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditetapkan paling lama satu bulan untuk

 Surat ketetapan pajak lebih bayar dihitung sejak tanggal diterimannya permohonan
tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak
 Surat keputusan pajak lebih bayar dihitung sejak tanggal penerbitan
 Surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak,dihitung sejak tanggal
penerbitan
 Putusan banding dihitung sejak diterimanya putusan banding oleh kantor direktorat
jenderal pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan

Kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu


Wajib pajak dengan kriteria tertentu adalah wajib pajak yang

1. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan


2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak ,kecuali tunggakan pajak
yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
3. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 bulan berturut- turut
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5
lima tahun terakhir

Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu

Wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu adalah

 Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
 Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha pekerjaan beban dengan jumlah
peredaraan usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu
 Wajib pajak badan dengan jumlah peredaraan usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu atau
 Pengusaha kena pajak yang menyampaikan surat pemberitahun masa paka
pertambahan nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih besar bayar sampai
dengan jumlah tertentu

Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Orang Pribadi Bukan Subjek Pajak Dalam Negeri

Orang pribadi yang bukan Subjek Pajak dalam negeri yang melakukan pembelian Barang Kena
Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan
pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Tata Cara Pembayaran Kelebihan Pajak

Tata cara pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak diatur sebagai berikut.
1) Pengembalian pembayaran pajak yang masih tersisa tersebut dilakukan dengan
menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
2) Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas
nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP).
3) Atas dasar SKPKPP tersebut, Kantor Pelayanan Pajak atas nama Menteri Keuangan
menerbitkan SPMKP per jenis pajak dan per masa/tahun pajak.
4) SPMKP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut. a. Lembar
ke-1 dan lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerja Kantor
Pelayanan Pajak yang menerbitkan SPMKP. b. Lembar ke-3 untuk Wajib Pajak yang
bersangkutan. C. Lembar ke-4 untuk Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan 5 PMKP.
5) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) lembar ke-2 kepada penerbit SPMKP setelah
dibubuhi cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D.
6) SPMKP beserta SKPKPP wajib disampaikan Kantor Pelayanan Pajak ke Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum jangka waktu
1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terlampaui.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menyampaikan spesimen tanda tangannya ke Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara. Dalam hal pejabat berhalangan, maka pejabat yang ditunjuk
wajib menyampaikan spesimen tanda tangannya ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila:

1) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


2) Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
3) Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga:
4) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
5) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagal Pengusaha Kena Pijak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap, selain: a. Identitas pembeli; atau b. identitas oleh Pengusaha
Kena Pajak pedagang eceran:
6) Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak; atau
7) Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
Pengenaan sanksi berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak diuraikan sebagal berikut.

1) Sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak atas
Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan
tidak atau kurang dibayar, atau dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan yang
menunjukkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan/atau salah hitung.
2) Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari dasar pengenaan pajak
dikenakan terhadap pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
ATA pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap: atau. Pengusaha Kena Pajak melaporkanbukti pajak
tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
3) Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dari jumlah pajakyang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak terhadap
Pengusaha Kepa Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan.

Surat Tagihan Pajak juga dapat diterbitkan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertambah, dan pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar.
Atas pajak yang tidak atau kurang dibayar, maka dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa pajak yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

SURAT PAKSA

Surat Paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Surat Paksa diterbitkan karena jumlah
pajak yang masih harus dibayar ternyata belum dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan. Hal tersebut diproses berdasarkan Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan
Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jangka waktu
yang dimaksud adalah 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali,
atau 3 (tiga) bulan bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu. Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997.

KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI

Keberatan

Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau
pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya maka dapat mengajukan keberatan. Keberatan
hanya ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan tersebut diajukan atas suatu:

1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;


2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3) Surat Ketetapan Pajak Nihil;
4) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
5) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Tata cara pengajuan keberatan adalah sebagai berikut.


1) Satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu masa pajak atau tahun
pajak. Misalnya, keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan tahun 2010 dan tahun 2011,
maka harus diajukan dua buah surat keberatan untuk dua tahun tersebut.
2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi
menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar
penghitungan.
3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal dikirim sural
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecualiapabila
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwajangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
4) Wajib Pajak yang masih mempunyai utang pajak, wajib melunasi pajak yang masih harus
dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
5) Keberatan yang tidak memenuhipersyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat
Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
6) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. Direktur
Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Atas keberatan
yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak dapat mengabulkan seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besar.
7) Apabila dalam jangka waktu tersebut nomor 6 telah terlampaui dan Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan.
8) Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan, maka jangká waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
9) Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
dialami oleh Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan tapi belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan I
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
10) Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan
lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan
informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga,
pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain, dimaksud tidak
dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.

Banding

Tata cara pengajuan permohonan banding adalah:

1) Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri
dengan Salinan Surat Keputusan Keberatan.
2) Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan. Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan tapi belum dibayar pada saut pengajuan
keberatan, maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
3) Terhadap Surat Tagihan Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembatalan. Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang dialami oleh
Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 2
(dua) bulan sejak tanggal diterbitkan tapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding.
4) Jumlah Pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan pada
nomor 3 tidak termasuk sebagai utang pajak.
5) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum
merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding.

Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan
Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Peninjauan Kembali (PK)

Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas, permohonan peninjauan
kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan
Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak. Apabila Wajib Pajak masih belum
puas dengan Putusan Banding, Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1
(satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan
peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak
diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak Putusan Hakim Pengadilan pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya buktitertulis baru atau sejak putusan
banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak permohonan Peninjauan Kembali diterima.

Kelebihan Pembayaran Pajak karena Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali

Kelebihan pembayaran pajak ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan diberikan kepada Wajib Pajak apabila:
1) Pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali
dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar
(sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar) telah dibayar dan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
2) Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYIDIKAN

Pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak
yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:

1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di
Indonesia;
2) Wajib Pajak badan di Indonesia.

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tapi wajib melakukan pencatatan
adalah:

1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pembukuan atau pencatatan:

1) Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia
atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3) Pembukuan diselenggarakan dengan taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak.
4) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya
pajak yang terutang.
5) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan.

Jika Wajib Pajak dikecualikan dari kewajiban pembukuan dan diwajibkan melakukan
pencatatan, pencatatan harus mencakup seluruh data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan Objek Pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.

Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang elektronik atau secara aplikasi online
wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib
Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

Pemeriksaan

Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan


pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain. Berikut ini hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam rangka pemeriksaan.

1) Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak
(Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis
pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu
maupun untuk tahun berjalan.
2) Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi
pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.
3) Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau
pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan
atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak.
4) Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan
Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
5) Wajib Pajak yang diperiksa wajib:a. Memperlihatkan dan/ataumeminjamkan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek
yang terutang pajak; b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaranpemeriksaan; dan/atau c.
Memberikan keterangan lain yang diperlukan baik secara tertulis dan/atau lisan. Misalnya
surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, keterangan bahwa fotokopi
dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya, surat pernyataan tentang kepemilikan
harta, surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup, wawancara tentang proses
pembukuan Wajib Pajak, wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak, wawancara
dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat khusus.
6) Buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain yang diminta oleh
Pemeriksa dalam rangka pemeriksaan wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama satu
bulan sejak permintaan disampaikan.

Terhadap Wajib Pajak badan yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan
efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan
dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian, di mana Surat Pemberitahuan Wajib Pajak menyatakan lebih bayar atau
terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko, dapat dilakukan pemeriksaan melalui
Pemeriksaan Kantor.

Penyidikan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik
tindak pidana di bidang perpajakan.

Wewenang penyidik tersebut adalah:

1) Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan


dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lebih lengkap dan jelas;
2) Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
4) Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
5) Melakukanpenggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, n
dokumenlain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan
7) Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda. dan/atau
dokumen yang dibawa;
8) Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9) Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi:
10) Menghentikan penyidikan; dan/atau
11) Melakukan tindakan laini yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindak pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak. Kealpaan adalah Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan
tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya.

KETENTUAN BAGI PETUGAS PAJAK

Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan pegawai pajak diatur sebagai berikut.

1) Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau
menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenal
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. kewenangannya yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
2) Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar
melakukan pemeriksaan dan investigasi, dan apabila terbukti melakukannya sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada Wajib Pajak agar menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.
4) Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.
5) Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam
melaksanakan tugasnya didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

SANKSI PAJAK

Sanksi Administrasi Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat
tagihan pajak berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
BAB 3

PAJAK PENGHASILAN

Semakin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional


globalisasi dan reformasi di berbagai bidang perlu dilakukan pengetahuan undang-undang
tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan
pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. undang-undang nomor 7 tahun 1983
tentang pajak penghasilan telah beberapa kali diubah dan disempurnakan yaitu dengan undang-
undang nomor 7 tahun 1991 undang-undang nomor 10 tahun 1994, undang-undang nomor 17
tahun 2000, dan yang terakhir undang-undang nomor 36 tahun 2008.

Perubahan undang-undang pajak penghasilan tersebut dilakukan dengan tetap berpegang pada
prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan kemudahan atau efisiensi
administrasi dan produktivitas penerimaan negara serta tetap mempertahankan sistem self
assessment. oleh karena itu tujuan dan arah penyempurnaan undang-undang pajak penghasilan
tersebut adalah

1. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak


2. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak
3. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan
4. Lebih memberikan kepastian hukum konsistensi dan transparansi
5. lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam
menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri di bidang bidang usaha tertentu dan daerah-daerah
tertentu yang mendapat prioritas.

Pokok-pokok perubahan dari undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
menjadi undang-undang nomor 17 tahun 2000 adalah

1. dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perbuatan subjek
dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan
pajak dalam hal lainnya
2. dalam rangka meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain mengedepankan
prinsip keadilan dan netralitas dalam penetapan tarif dan memberikan dorongan bagi
berkembangnya usaha-usaha kecil maka struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu
diubah dan disederhanakan di mana meliputi penurunan tarif secara bertahap terencana
pembeda antara peserta penyederhanaan lapisan yang dimaksudkan untuk memberikan
beban pajak yang lebih proporsional bagi tiap-tiap golongan wajib pajak tersebut.
3. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak sistem self assessment tetap
dipertahankan dan diperbaiki. perbaikan terutama dilakukan pada sistem pelaporan dan
tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas wajib
pajak dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang akan terutang. bagi wajib pajak orang
pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas kemudahan yang diberikan berupa
peningkatan batas peredaran bruto untuk dapat menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto peningkatan batas peredaran bruto untuk menggunakan norma ini
sejalan dengan realitas dunia usaha saat ini yang makin berkembang tanpa merupakan
usaha dan pembinaan wajib pajak agar dapat melaksanakan pembukuan dengan tata tertib
dan saat asas.

Defenisi
pajak penghasilan atau PPH adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh nya dalam satu tahun pajak.

Dasar Hukum

Peraturan perundang-undangan yang mengatur pajak penghasilan di Indonesia adalah UU nomor


7 tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU nomor 7 tahun 1991 UU nomor 10 tahun
1994 UU nomor 17 tahun 2000 UU nomor 36 tahun 2008 peraturan pemerintah keputusan
presiden keputusan menteri keuangan keputusan direktur jenderal pajak dan surat edaran direktur
jenderal pajak.

Subjek pajak

penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan
menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. undang-undang pajak penghasilan di
Indonesia mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh nya dalam tahun pajak.

berdasarkan pasal 2 ayat 1 UU nomor 36 tahun 2008 subjek pajak dikelompokkan sebagai
berikut

1. Subjek pajak orang pribadi, orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal
atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia
2. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. penunjukan warisan yang
belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimasukkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Subjek pajak badan, badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas perseroan komanditer perseroan lainnya badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun Irma kongsi koperasi
dana pensiun persekutuan perkumpulan yayasan organisasi massa organisasi sosial
politik atau organisasi lainnya lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Subjek pajak bentuk usaha tetap, bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak boleh dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha yang melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan

Subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri

subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri. Pengelompokan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU nomor 36 tahun 2008

1. Subjek pajak dalam negeri adalah


a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2. Subjek pajak luar negeri adalah
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertemu kedudukan Indonesia yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Kewajiban pajak sukjektif

kewajiban pajak subjektif berarti kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang atau pihak lain. pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di
Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. sedangkan untuk orang yang bertempat tinggal
di luar Indonesia kewajiban pajak subjektif nya ada kalau mempunyai hubungan ekonomi
dengan Indonesia.

apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di
Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak maka bagian tersebut menggantikan tahun
pajak.

Tidak termasuk subjek pajak

tidak termasuk subjek pajak berdasarkan pasal UU nomor 36 tahun 2008 adalah

1) Kantor perwakilan negara asing


2) Pejabat pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat yang bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
bOrganisasi-organisasi
3) organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dan dari Indonesia selalu memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berhasil dari iuran anggota
4) pejabat pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3
dengan syarat bukan warga negara Indonesia yang tidak menjalankan usaha kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
5) organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik atau kebudayaan
dengan cara kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada negara pemerintah
Indonesia dan tidak menjalankan usaha kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia
6) dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian internasional yang
berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam UU PPH perlakuan
perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan
berakhirnya perjanjian dimaksud dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan
UU perjanjian internasional.

pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri

subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau
memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak. terhitung sebagai
wajib pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena
menerima dan memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perbedaanyang penting antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak
dalam pemenuhan kewajiban pajaknya antara lain
1) Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia sedangkan wajib pajak luar negeri dikenal
pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari Sumber penghasilan di Indonesia
2) wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum
sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan
tarif pajak sepadan
3) wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak sedangkan wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.
4) bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan
dengan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak badan dalam negeri sebagaimana
diatur dalam UU PPH dan undang-undang yang mengatur memenuhi ketentuan umum
dan tatacara perpajakan.

Objek pajak ppenghasilan

Objek pajak Pekanbaru pakan segala sesuatu yang dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan
adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dalam
bentuk apapun

dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak penghasilan dapat
dikelompokkan menjadi
1) penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji
honorarium penghasilan dari praktek dokter notaris aktuaris akuntan pengacara dan
sebagainya
2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3) Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga
dan deviden
4) Penghasilan lain-lain seperti pembuatan utang dan hadiah

dari penggunaannya penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk
menumbuh kekayaan wajib pajak

Penghasilan yang termasuk objek pajak

Berdasarkan pasal 24 ayat 1 UU nomor 36 tahun 2008 penghasilan yang termasuk objek pajak
adalah

1) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji upah tunjangan dan uang pensiun
2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan dalam pengertian
hadiah termasuk hadiah dari undian pekerjaan dan kegiatan serta dia undian tabungan dan
hadiah dari pertandingan olahraga dan sebagainya.
3) Laba usaha
4) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta

apabila wajib pajak penjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih
tinggi dari harga atau nilai perolehan maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. dalam
hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya harga jual yang
dipakai sebagai dasar untuk perhitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.

OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAH TETAP


Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap
adalah :

1.Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap;

Penghasilan kantor pusat dari objek di atas berdasarkan pertimbangan logis bahwa transaksi
antara kantor pusat dan perusahaan lain di Indonesia harus ada bantuan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) di Indonesia.Dasar inilah yang sering disebut dengan Force of Attraction Concept,dengan
asumsi hukum apabila barang atau jasa dalam transaksi yang diselenggarakan kantor pusat sama
dengan transaksi yang diselenggarakan BUT.Dengan demikian,transaksi yang dilakukan
langsung oleh kantor pusat BUT dianggap sebagai penghasilan dari BUT.

2.Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,penjualan barang,dan pemberian


jasa di Indonesia yang sejenis dengan dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia;

Penghasilan kantor pusat yag berasal dari usaha atau kegiatan,penjualan barang dan pemberian
jasa,dan sejenis dengan yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap dianggap sebagai penghasilan
Bentuk Usaha Tetap karena pada hakikatnya usaha atau kegiatan tersebut dalam ruang lingkup
usaha atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.Usaha atau kegiatan yang
sejenis dengan usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap,misalnya terjadi apabila sebuah bank di
luar Indonesia yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia memberikan pinjaman secara
langsung tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia memberikan pinjaman secara langsung
tanpa melalui Bentuk Usaha Tetapnya kepada perusahaan di Indonesia.

3.Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh oleh kantor
pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan tersebut.
Sebagai contoh,X Inc.menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan merek
dagang X Inc.Atas penggunaan hak tersebut,X Inc.menerima imbalan berupa royalti dari PT
Y.Sehubungan dengan perjanjian tersebut,X Inc.juga memberikan jasa manajemen kepada PT Y
melalui suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia,dalam rangka pemasaran produk PT
Yvmempergunkaan merek dagang tersebut.Jadi,dianggap sebagai penghasilan BUT asalkan
terdapat hubungan efektif antara BUT dan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
termasuk juga penghasilan yang dikenakan withholding berdasar pada PPh pasal 26.

Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap

Dalam menentukan besarnya laba suatu Bentuk Usaha Tetap,Perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut.

1.Biaya -biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan,penjualan barang,atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yag dijalankan
atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia,serta biaya-biaya yang berkenaan
dengan penghasilan sebgaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat.

2.Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap,yang besarnya ditetapkan oleh
direktur jendral pajak.

3.Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah

a.Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta,paten,atau hak-hak


lainnya;

b.imbalan seubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;

c.bunga,kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

4.Pembayaran sebagaimana tersebut pada nomor 3 yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai Objek Pajak,kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang Ditanamkan kembali di Indonesia

Apabila atas Penghasilan kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4)
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia,atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak,dengan
syarat :

1.Penanaman kembali dilakukan atas seluruh Penghasilan Kenak Pajak setelah dikurangi Pajak
Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri ;

2.Penanaman kembali dilakukan dalam Tahunn Pajak berjalan atau selambat-lambatnya Tahun
Pajak berikutnya dari Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut;

3.Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka
waktu 2 (dua ) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi secara
komersial

PENGURANGAN PENGHASILAN

Pajak penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena pajak.Penghasilan kena
pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi dengan pengurangan atau pengeluaran tertentu.

Pengeluaran/beban/biaya dalam perpajakan tidak sepenuhnya sama dengan menurut akuntasi


komersial.Dalam perpajakan,pengeluaran/beban/biaya dibedakan menjadi dua,yaitu :

Pengeluaran/beban/biaya yang dapat ddikurangkan dari penghasilan bruto dan


pengluaran/beban/biaya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya

Biaya yang Diperkenankan sebagai Pengurangan (Deductible Expense)


Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,menagih,dan memelihra
penghasilan termasuk :

1.Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha

2.penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortiasasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun;

3.iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan;

4.Kerugian karena peenjualan atau pengalihan harta yang dimiliki digunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untuk mendapatkan,menagih,dan memelihara penghasilan;

5.Kerugian selisih kurs mata uang asing;

6.biaya penelitian dna pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

7.biaya beasiswa,magang,dan pelatihan

8.Piutang yang nyata tidak dapat ditagih,dengan syarat :

9.Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan


peraturan pemerintah;

10.sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerinntah

11.biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan


pemerintah;

12.sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

13.sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam peraturan
pemerintah;
Kompensasi kerugian.Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan tersebut didapat
kerugian,kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan lima tahun.

Penghasilan Tidak Kena Pajak.Merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan
pajak.Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak wajib pajak orang pribadi dalam
negeri,penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah penghasilan tidak kena pajak.Penyesuaian
besarnya PTKP terakhir diatur dalam peraturan Menteri Keuangan No.122/PMK.010/2015 yang
diberlakukan efektif tahun pajak 2015.

Penyusutan (Depresiasi).Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang


mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk
mendapatkan,menagih,dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran
tersebut selama masa manfaat harta yang bersangkutan melalui penyesutan(depresiasi).

BIAYA YANG TIDAK DIPERKENAKAN SEBAGAI PENGURANG (NON-


DEDUCTIBLE EKSPENSE)

Biaya nondeduktibel (Non deductible cost).Pada prinsipnya biaya yang boleh


dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak
langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran
atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun 2008, Pengeluaran-
pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh
dibebankan sebagai biaya disebut biaya deductibel (deductible cost) dan pengeluaran yang tidak
boleh dibebankan sebagai biaya disebut meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian
penghasilan atau yang jumlahnya.

saham, sekutu, atau anggotaTidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan
adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi
pemegang Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran
dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan
pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian
dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau
anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar
oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.

Pembentukan Atau Pemupukan Dana

 cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang;
 cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
 cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
 cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
 cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
 cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industri, 

bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di
daerah tersebut dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan
di daerah terpencil;yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.011/2012
menyatakan bahwa Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan
sebagai biaya yaitu:cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang, yang meliputi:

Cadangan Piutang Tak Tertagih Untuk:

1. bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional;


2. bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
3. bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; dan
4. bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
Cadangan Untuk Usaha Asuransi, Yang Meliputi:

cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan
asuransi kerugian;cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa;cadangan penjaminan untuk
Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem
perbankan sesuai dengan kewenangannya;cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan,
yaitu cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya
guna sesuai peruntukannya;cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu
cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman
kembali atas hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan
yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
terpadu; dancadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan bagi
perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan hasil
pengolahan limbah industri.

Besarnya cadangan piutang tak tertagih PT Permodalan Nasional Madani (Persero) ditetapkan


sebagai berikut:

 2,5% (dua setengah persen) dari piutang yang digolongkan dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
 5% (lima persen) dari piutang yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan;
 50% (lima puluh persen) dari piutang yang digolongkan diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
 100% (seratus persen) dari piutang yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:100% (seratus persen) dari nilai
agunan yang bersifat likuid; dan75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau
sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar
untuk membentuk dana cadangan  adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh PT Permodalan
Nasional Madani (Persero). Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Dalam hal jumlah cadangan
piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian , jumlah
kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. Dalam hal jumlah cadangan
piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah
kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Besarnya cadangan piutang tak tertagih Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ditetapkan


sebagai berikut:

 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas lancar;


 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi
nilai agunan;
 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
nilai agunan;
 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai
agunan; dan
 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan.

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling
tinggi adalah:100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan75% (tujuh puluh
lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan
penilai.Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Kerugian yang
berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan
piutang tak tertagih. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian
tidak dipakai untuk menutup kerugian , jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai penghasilan. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup
kerugian  namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai
kerugian.

Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan infrastruktur sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 butir d) ditetapkan sebagai berikut:

 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas lancar;


 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.

Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok
pinjaman yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan infrastruktur. Kerugian yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai
untuk menutup kerugian , jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai
penghasilan.Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian s
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai
kerugian.Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk PT Perusahaan Pengelola Aset ditetapkan
sebagai berikut:

 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
 Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan
spaling tinggi adalah:
 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.

Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sadalah pokok
pinjaman yang diberikan PT Perusahaan Pengelola Aset. Kerugian yang disebabkan piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai
untuk menutup kerugian  jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai
penghasilan. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian ,
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai
kerugian.premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima
penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak.
 

Penggantian Atau Imbalan

pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti
pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam),
antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; danpemberian
atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan.jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi
pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada
dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan
kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh
rupiah).

Pajak Penghasilan;

Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak
Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.biaya yang dibebankan atau
dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya;Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan.gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham;Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada
imbalan sebagai gaji.Dengan demikian gaji yang diterima oleh anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut.sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,
melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.   Sesuai dengan kelaziman usaha,
pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun,
pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan
terhadap penghasilan.   Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan
penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan
sebagai biaya perusahaan sekaligus pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan melalui
penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya.
MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN

Pajak merupakan kewajiban setiap warga negara.Pajak ada macam-macam jenisnya, dan
dibebankan kepada objek pajak tertentu. Salah satu pajak yang umum dibayarkan oleh warga
negara adalah Pajak Penghasilan (PPh).Pajak ini dibebankan kepada seseorang yang sudah
memiliki penghasilan. Dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak, yang terkena pajak PPh
adalah semua bentuk penghasilan, termasuk upah, gaji, tunjangan, honorarium, atau pembayaran
lain yang berhubungan dengan jasa, kegiatan, jabatan atau pekerjaan. PPh dihitung berdasarkan
besaran upah yang diterima.Semakin besar upah, maka semakin tinggi pula pajak yang
dikenakan.Pajak dikenakan pada penghasilan bersih yang diterima dalam satu tahun.Sebelum
menghitung pajak, perlu diketahui terlebih dulu jumlah penghasilan bersih yang diterima dari
pekerjaannya selama setahun. Besaran penghasilan bukan hanya gaji/honor saja, namun
termasuk tunjangan-tunjangan yang diterima.Semua penghasilan seorang pegawai dalam setahun
disebu penghasilan kotor. Untuk menghitung PPh, perlu ditemukan penghasilan
bersih.Penghasilan bersih dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.

HITUNG PENGHASILAN BERSIH SELAMA SETAHUN


Pajak dikenakan pada penghasilan bersih yang diterima dalam satu tahun.Sebelum menghitung
pajak, perlu diketahui terlebih dulu jumlah penghasilan bersih yang diterima dari pekerjaannya
selama setahun. Besaran penghasilan bukan hanya gaji/honor saja, namun termasuk tunjangan-
tunjangan yang diterima.Semua penghasilan seorang pegawai dalam setahun disebut penghasilan
kotor. Untuk menghitung PPh, perlu ditemukan penghasilan bersih.Penghasilan bersih dihitung
dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.

HITUNG PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Pajak penghasilan merupakan kewajiban bagi setiap warga negara.Pajak wajib dibayarkan tepat
waktu setiap tahunnya. Bila wajib pajak telat membayar pajak, maka akan diberikan
denda.Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007, setiap wajib pajak yang membayar pajak setelah
waktu yang ditentukan (terlambat), maka diberlakukan denda sebesar 2 persen per bulan dari
jumlah total PPh.
DefenisiPajakPenghasilanFinal

Pajakpenghasilanfinaladalahpajakpenghasilanyangbersifatfinal,yangberartisetelahmelunaska
npajakyangterutang,makakewajibanpajaktelahterselesaikan.Pajakpenghasilanyangtelahdikena
kanpajakpenghasilanfinaltidakperludigabungkandenganjenispenghasilanlainyangdikenakanpa
jakpenghasilanyangbersifattidakfinal(ThomasSumarsan,2017:215).

Penghasilanyangdikenakanpajakpenghasilanyangbersifatfinaldiaturdalam:

PPhPasal4ayat(2),
PPhPasal15,
PPhPasal19.

MenurutketentuanPPhPasal4ayat(2):

BungaDeposito/Tabungan,DiskontoSBIdanJasaGiro
Depositoadalahdepositodengannamadandalambentukapapun,termasukdepositoberjangka,
sertifikatdepositodan“depositoncall”baikdalammatauangrupiahmaupundalammatauangasi
ngyangditempatkanpadaatauditerbitkanolehbank.

Tabunganadalahsimpanapadabankdengannamaapapun,termasukgiro,yangpenarikannyadil
akukanmenurutsyarat-syarattertentuyangditetapkanolehmasing-masingbank.

Penghasilanberupabungadengannamadandalambentukapapunyangditerimaataudiperolehd
aridepositodantabunagnsertadiskontoSertifikatBankIndonesiadipotongPajakPenghasilan
yangbersifatfinal.PengenaanPajakPengasilanatasbungadepositodantabungansertadiskont
oSertifikatBankIndonesiaadalahsebagaiberikut:
dikenakanPPhfinalsebesar20%
(duapuluhpersen)darijumlahbrutoterhadapWajibPajakdalannegeridanbentukusah
atetap,
dikenakanPPhfinalsebesar20%
(duapuluhpersen)darijumlahbrutoataudengantarifberdasarkanPerjanjianPenghi
ndaranPaajBergandayangberlaku,terhadapWajibPajakluarnegeri.

PemotonganPPhfinaldiatastidakdilakukanterhadap:

bungadepositodantabungansertadiskontoSertifikatBankIndonesiasepanjangjumlahdeposit
odantabungansertaSertifikatBankIndonesiatersebuttidakmelebihiRp.7.500.000,-
(tujuhjutalimaratusriburupiah);
bungadandiskontoyangditerimaataudiperolehbankyangdidirikandiIndonesiaataucabangba
nkluarnegeridiIndonesia;
bungadepositodantabungansertadiskontoSertifikatBankIndonesiayangditerimaataudiperol
ehDanaPensiunyangpendiriannyatelahdisahkanolehMenteriKeuangansepanjangdananyadi
perolehdarisumberpendapatansebagaimanadimaksuddalamPasal29UUNo.11Tahun1992te
ntangDanaPensiun;
bungatabunganpadabankyangditunjukPemerintahdalamrangkapemilikanrumahsederhanad
ansangatsederhana,kavelingsiapbangununtukrumahsederhanadansangatsederhana,atauru
mahsusunsederhanasesuaidenganketentuanyangberlaku,untukdihunisendiri.

Bunga/DiskontoObligasi
BesarnyaPajakPenghasilanyangbersifatfinal:
Atasbungaobligasidengankupon(interestbearingbond)sebesar:
Limabelaspersen(15%),bagiWajibPajakdalamnegeridanbentukusahatetap(BU
T);
Duapuluhpersen(20%)atautarifsesuaiketentuanPersetjuanPenghindaranPajakB
erganda(P3B)yangberlaku,bagiWajibPajakpenduduk/berkedudukandiluarnegr
i,darijumlahbrutobungasesuaidenganmasakepemilikkanobligasi.
Atasdiskontoobligasidengankuponsebesar:
Limabelaspersen(15%),WajibPajakdalamnegeridanbentukusahatetap(BUT);
Duapuluhpersen(20%)atautarifsesuaisesuaiketentuanPersetjuanPenghindaran
PajakBerganda(P3B)yangberlaku,bagiWajibPajakpenduduk/berkedudukandil
uarnegri,dariselisihlebihhargajualpadasaattransaksiataunominalpadasaatjatuht
empoobligasidiatashargaperolehanobligasi,tidaktermasukbungaberjalan(accr
uedinterest).
Atasdiskontoobligasitanpabunga(zerocouponbond)sebesar:
Limabelaspersen(15%),WajibPajakdalamnegeridanbentukusahatetap(BUT);
Duapuluhpersen(20%)atautarifsesuaisesuaiketentuanPersetjuanPenghindaran
PajakBerganda(P3B)yangberlaku,bagiWajibPajakpenduduk/berkedudukandil
uarnegri,dariselisihlebihhargajualpadasaattransaksiataunominalpadasaatjatuht
empoobligasidiatashargaperolehanobligasi.
Bungadan/ataudiskontodariobligasiyangditerimadan/ataudiperolehWajibPajakreksadanayan
gterdaftarpadaBadanPengawasPasarModaldanLembagaKeuangansebesar:
Nolpersen(0%)untuktahun2009sampaidengantahun2010;
Limapersen(5%)tahun2011sampaidengantahun2013;dan
Limabelaspersen(15%)untktahun2014danseterusnya.

BungaSimpananYangDibayarkanOlehKoperasiKepadaAnggotaWajibPajakOrangP
ribadi

Bungasimpananadalahimbalanberupabungasimpananyangditerimaanggotakoperasiorangprib
adidaridananyayangdisimpanpadakoperasitempatnyamenjadianggotayangmerupakanbagiand
arisisahasilusaha(SHU)(BillyIvanTansuria,2011:28).

Anggotakoperasiorangpribadiyangmemperolehpenghasilanberupabungasimpananyangdibay
arkanolehkoperasiyangdidirikandiIndonesiadikenaiPajakPenghasilanyangbersifatfinal.

BesarnyaPajakPenghasilanadalah:
Nolpersen(0%)untukpenghasilanberupabungasimpanansampaidenganRp.240.000,-
(duaratusempatpuluhriburupiah)perbulan;atau
Sepuluhpersen(10%)darijumlahbrutobungauntukpenghasilanberupabungasimpananle
bihdariRp.240.000,-(duaratusempatpuluhriburupiah)perbulan.
PajakPenghasilandiataswajibdipotongolehkoperasiyangmelakukanpembayaranbungasimpan
ankepadaanggotakoperasiorangpribadipadasaatpembayaran(ThomasSumarsan,2017:218).

Contoh:
BungayangdibayarkanpadabulaFebruariadalahRp.240.000,00untukmasaJanuari.Berd
asrkanPphterutang:
0%xRp.240.000,00=Rp0,00
BungadibayarkanpadabulanFebruariRp.245.000,00untukmasaJanuari.BesarnyaPPhterut
ang:
10%xRp.24.000,00=Rp.24.500,00
BungadibayarkanpadabulanAprilsebesarRp.500.000,00denganrincian:
BulanJanuariRp.250.000,00
BulanFebruariRp.150.000,00
BulanMaretRp.100.000,00
JadiyangdikenakanPPh10%adalahbungabulanJanuarisebesar10%xRp.250.0000,00=R
p.25.000,00danuntukbulanFebruaridanMaretRp0,00kaenabesarnyabungatidaklebihda
riRp.240.000,00perbulan(AnastasiaDianaLilisSetiawati,2010:20).

TatacaraPemotongan,Penyetoran,DanPelaporanPajak(BillyIvanTansuria,2011:
29):
PemotonganPPh
PemotonganPPhmenggunakanformulir“BuktiPemotonganPPhFinalPasal4ayat(2)
atasBungaSimpananyangdibayarkanolehKoperasikepadaAnggotaKoperasiOrang
Pribadi”(kodeformulirF.1.1.33.19)yangdiisirangkap3,denganperuntukkansebagai
berikut:lembar-1untukWajibPajak,lembar-2untukKPPdanlembar-
3sebagaiarsippemotongpajak.
Perludiingatbahwauntukbungasimpanankoperasiyangdikenakantarifpemotonganse
besar0%,tetapmharusdibuatkanbuktipemotongannya.
PenyetoranPPh
PPhyangtelahdipotongwajibdisetordenganmenggunakanformulir“SuratSetoranPa
jak(SSP)”yangdiisirangkap4sertamencantumkankodeakunpajak411128dankodeje
nissetoran417.PenyetoranPPhkekasNegaramelaluiBankPersepsiatauKantorPosdan
Girodilakukanpalinglambattanggal10bulanberikutnyaapabilasetelahMasaPajakber
akhirataupadaharikerjaberikutnyaapabilatanggaljatuhtempopenyetoranbertepatand
enganhariliburtermasukhariSabtuatauhariliburnasional.
PelaporanPPh
PPhyangtelahdipotongdandisetorwajibdilaporkankeKantorPelayananPajak(KPP)te
mpatWajibPajakpemotongterdaftarmenggunakanformulir“SPTMasaPPhfinalPasa
l4ayat(2)”(kodeformulirF.1.1.32.04)dengancaramengisipadaangka8“BungaSimpa
nanynagDibayarkanolehKoperasikepadaAnggotaWajibPajakOrangPribadi”.Bata
swaktupelaporanSPTMasatersebutdilakukanpalinglambat20harisetelahMasaPajak
berakhir,ataupadaharikerjaberikutnyaapabilabatasakhirpelaporanbertepatandengan
hariliburtermasukhariSabtuatauhariliburnasional.

SewaTanahdan/atauBangunan
Penghasilanberupasewaatastanahdanataubangunanberupatanah,rumah,rumahsusun,apartemen
,kondominium,gedungperkantoran,gedungpertokoan,ataugedungpertemuantermasukbagianny
a,rumahkantor,toko,rumahtoko,gudangdanbangunanindustri,dikenakanPajakPenghasilanya
ngbersifatfinal.

BesarnyaPajakPenghasilanyangterutangbagiWajibPajakorangpribadimaupunWajibPajakbada
nyangmenerimaataumemperolehpenghasilandaripersewaantanahdanataubangunanadalah10%
(sepuluhpersen)darijumlahbrutonilaipersewaantanahdanataubangunan.

PengalihanHakAtas/Bangunan
PajakpeghasilanyangterutangatasPenghasilanyangditerimaataudiperolehorangpribadiataubada
ndaripenglihatanhakatastanahdan/ataubangunanwajibdibayarsendiriolehpribadiataubadanyan
gbersangkuandenganmenggunakanSuratSetoranPajak(SSP)padabankpersepsiatauKantorPosd
anGiro,sebelumakta,keputusan,perjanjian,kesepakatanataurisalahlelangditandatanganiolehpej
abatyangberwenang.
BesarnyaPajakPenghasilanyangterutangsebagaimanadimaksuddiatasadalahsebesar2,5%
(duakomalimapersen)darijumlahbrutonilaipengalihanhakatastanahda/ataubangunan.

KecualiataspengalihanhakatasRumahSusundanRumahSusunSederhanayangdilakukanolehWa
jibPajakyangusahapokonyamelakukanpengalihanhakatastanahdan/ataubangunandikenaiPajak
Penghasilansebesar1%
(satupersen)darijumlahbrutonilaipengalihan(ThomasSumarsan,2017:219).

TransaksiPenjualanSaham
Pengertiansahampendiriadalah:
Sahamyangdiperolehpendiriyangberasaldarikapitalisasiagioyangdikeluarkansetelahpe
nawaranumumperdana(intialpublicoffering);
Sahamyangberasaldaripemecahansahampendiri.

Ataspenghasilanyangditerimaataudiperolehorangpribadiataubadandaritransaksipenjualansah
amdibursaefekdikenakanPajakPenghasilanyangbersifatfinalsebesar0,1%
(nolkomasatupersen)darijumlahbrutonilaitransaksipenjualansaham.

PemiliksahampendiridikenakantambahanPajakPenghasilandanbersifatfinalsebesar0,5%
(nolkomalimapersen)darinilaisaham(ThomasSumarsan,2017:220).

HadiahUndian
PenghasilanberupahadiahundiandengannamadandalambentukapapundipotongataudipungutPa
jakPenghasilanyangbersifatfinal.
BesarnyapenghasilanPajakPenghasilanyangwajibdipotongataudipungutataspenghasilanadalah
sebesar25%(duapuluhlimapersen)darijumlahbrutohadiahundian(ThomasSumarsan,2017:221).
ContohpemotonganPPhataspenghasilanberupahadiahundian:
JemmymenerimahadiahundianberupauangtunaisebesarRp.10.000.000.Olehpenyelenggara
undian,wajibdipotongPPhyangbersifatfinalsebesarRp.2.500.000(25%xRp.10.000.000).
GideonmenerimahadiahundianberupasatuunitsepedamotorHonda.Nilaiapsaryangberlakuu
ntuksepedamotortersebutadalahsebesarRp.15.000.000.Olehpenyelenggaraundian,wajibdi
potongPPhyangbersifatfinalsebesarRp.3.750.000(25%xRp.15.000.000).

PengenaanPajakAtasHadiahdanPenghargaanLainnya

Hadiahataupenghargaanperlombaan.Merupakanhadiahataupenghargaanyangdiberi
kanmelaluisuatuperlombaanatauaduketangkasan.
Hadiahsehubungandenganpekerjaan,jasadankegiatanlainnya.Merupakanhadiahden
gannamadandalambentukapapunyangdiberikansehubungandenganpekerjaan,jasad
ankegoatanyangdilakukanolehpenerimahadiah.
Penghargaan.Merupakanimbalanyangdiberikansehubungandenganprsetassidalamk
egiatantertentu.

Hadiahataupenghargaanperlombaan,penghargaandanhadiahsehubungandenganpekerjaan,jasa
dankegiatanlainnyadikenakanPPhyangtidakbesifatfinaldenganketentuansebagaiberikut:

BilamanapenerimaanpenghasilanadalahorangpribadiWajibPajakdalamnegeri,diken
akanpemotonganPPhPasa21sebesartarifmenurutPasal17UUPPhxPenghasilanbruto.
BilamanapenerimaanpenghasilanadalahWajibPajakluarnegriselainBUT,dikenakan
pemotonganPPhPasal26sebesar20%xjumlahbrutoatausesuaiketentuandalamP3Bya
ngberlaku.
ApabilapenerimapenghasilanadalahWajibPajakbadantermasukBUT,dikenakanpem
otonganPPhberdasarkanPasal23UUPPh,sebesar15%xpenghasilanbruto(BillyIvanT
ansuria,2011:33).

JasaKonstruksi
JasaKonstruksiadalahlayananjasakonsultasiperencanaanpekerjaankonstruksi,layananjasapela
ksanaanpekerjaankonstruksidanlayananjasakonsultansipengawasanpekerjaankonstruksi.

KualifikasiusahaadalahstratifikasiyangditentukanberdasarkansertifikasiYangdikeluarkanoleh
LembagaPengembanganJasaKonstruksi.DalamhalPenyediaJasaadalahbentukusahatetap,tarifP
ajakPenghasilantersebuttidaktermasukPajakPenghasilanatassisalababentukusahatetapsetelahP
ajakPenghasilanyangbersifatfinal.

SisalabadaribentukusahatetapsetelahPajakpenghasilantersebutdikenakanpajaksesuaidenganke
tentuanmengenaiPajakPenghaislanbagiWajibPajakLuarNegeri(Pasal26UUPPh)yaitusebesar2
0%darijumlahbrutoatausesuaidenganketentuandalamPersetujuanPenghindaranPajakBerganda
(AnastasiaDianaLilisSetiawati,2010:21).

PenghasilandariusahaJasaKonstruksidikenakanPajakPenghasilanyangbersifatfinal.
TarifpajakPenghasilanuntukusahaJasaKonstruksiadalah:
DuapersenuntukPelaksanaanKonstruksiyangdilakukanolehPenyediaJasayangdimiliki
kualifikasiusahakecil;
EmpatpersenuntukPelaksanaanKonstruksiyangdilakukanolehPenyediaJasayangtidakd
imilikikualifikasiusaha;
TigapesrsenuntukPelaksanaanKonstruksiyangdilakukanolehPenyediaJasayangdimilik
ikualifikasiusahamenengahdanbesar;
EmpatpersenuntukPerencanaanKonstruksiyangdilakukanolehPenyediaJasayangdimili
kikualifikasiusaha;
EmpatpersenuntukPengawasanKonstruksiyangdilakukanolehPenyediaJasayangdimili
kikualifikasiusaha;dan
EnampersenuntukPerencanaanKonstruksiyangdilakukanolehPenyediaJasayangtidakd
imilikikualifikasiusaha.

Maksud“kualifikasiusaha”adalahstratifikasiyangditentukanberdasarkansertifikatyangdikeluark
anolehLembagaPengembanganJasaKonstruksi(ThomasSumarsan,2017:221).

BesarnyaPajakPenghasilanyangdipotongataudisetoradalah:

Jumlahpembayaran,tidaktermasukPajakPertambahanNilai,dikalikantarifPajakPenghasilan
untukusahaJasaKonstruksitersebutdiatasatau
Jumlahpenerimaanpembayaran,tidaktermasukPajakPertambahanNilai,dikalikantarifPajak
PenghasilanuntukusahaJasaKonstruksitersebutdiatasdalamhalPajakPenghasilandisetorsen
diriolehPenyediaJasa.
JumlahpembayaranataujumlahpenerimaanpembayarantersebutdiatasmerupakanbagiandariNila
iKontrakJasaKonstruksi.

ApabilaterdapatselisihkekuranganPajakPenghasilanyangterutangberdasarkanNilaiKontrakJasa
KonstruksidenganPajakPenghasilanberdasarkanpembayaranyangtelahdipotongataudisetorsend
iri,selisihkekurangantersebutdisetorsendiriolehPenyediaJasa.

ApabilaNilaiKontrakJasaKonstruksitidakdibayarsepenuhnyaolehPenggunaJasa,atasNilaiKontr
akJasaKontrusksiyangtidakdibayartersebuttidakterutangPajakPenghasilanyangbersifatFinal,de
ngansyaratNilaiKontrakJasaKonstruksiyangtidakdibayartersebutdicatatsebagaipiutangyangtid
akdapatditagih.Piutangyangtidakdapatditagihtersebutmerupakanpiutangyangnyata-
nyatatidakdapatditagihdengansyarat:

Telahdibebankansebagaibiayadalamlaporanlabarugikomersial.
WajibPajakharusmenyerahkandaftarpiutangyangtidakdapatditagihkepadaDirekoratJender
alPajak.
TelahdiserahkanperkarapenagihannyakepadaPengadilanNegeriatauinstansipemerintahyan
gmenanganipiutangnegaraatauadanyaperjanjiantertulismengenaipenghapusanpiutang/pem
bebasanhutangantarakrediturdandebituryangbersangkutanatautelahdipublikasikandalampe
nerbitanumumataukhusus(AnastasiaDianaLilisSetiawati,2010:22).

TransaksiDerivatifBerupaKontrakBerjangkaYangDiperdagangkanBursa

Penghasilanyangberasaldaritransaksiderivatifberupakontrakberjangkayangdiperdagangkandib
ursadikenakanpemungutanPPhyangbersifatfinalberdasarkanketentuanPasal4ayat(2)UUPPh.D
asarhukumnyaadalah“PP-
17Tahun2009tentangPPhatasPenghasilandariTransaksiDerivatifberupaKontrakBerjangkayan
gDiperdagangkandiBursa”.

Transaksiderivatifadalahtransaksiyangdidasaripadakontrakatauperjanjianpembayaranyangnila
inyamerupakanturunandarinilaiinstrumenyangmendasarisepertisukubunga,nilaitukar,komiditi
,ekuitidanindeks,baikyangdiikutidenganpergerakanmaupuntanpapergerakandanaatauinstrume
n(BillyIvanTansuria,2011:41).
Penghasilanyangditerimada/ataudiperolehorangpribadiataubadantransaksiderivatifberupakont
rakberjangkayangdiperdagangkandibursadikenaiPajakPenghasilanyangbersifatfinal.Berdasar
kanPajakPenghasilanadalahsebesar2,5%darimarginawal(ThomasSumarsan,2017:222).

Marginawaladalahsejumlahuangatausuratberhargayangharusditempatkanolehpialangberjangk
aatauanggitabursapadalembagakliringdanpenjaminuntukmenjaminpelaksanaantransaksikontr
akberjangka.
Lembagakliringdanpenjaminadalahbadanusahayangmenyelenggarakandanmenyediakansiste
mdan/atausaranauntukpelaksanaankliringdanpenjaminantransaksidibursa,termasuklembagakl
iringdanpenjaminberjangka.

Lembagakliringdanpenjaminwajib:
Memungut,
MenyetorpajakyangdipungutkekantorposataubankyangditunjukolehMenteriKeuangan,dan
MenyampaikanlaporanpemungutandanpenyetorankepadaKantorPelayananPajak(Anastasi
aDianaLilisSetiawati,2010:20).

DevidenBagiWajibPajakOrangPribadi

PenghasilanberupadevidenyangditerimaataudiperolehWajibPajakorangpribadidalamnegeridik
enaipajak10%(sepuluhpersen)
danbersifatfinal.Pengenaanpajakpenghasilandilakukandenganmeleluipemotonganolehpihakya
ngmembayarataupihakyangditunjukselakupembayardeviden(ThomasSumarsan,2017:222).

Penghasilanyangtelahdikenaipajakdengantarifyangbersifatfinaltidakbolehdigabungkandengan
penghasilanlainyangdikenaitarifumum(AnastasiaDianaLilisSetiawati,2010:24).

PeraturanPemerintahTentangPPhFinalAtasDevidenYangDiterima/DiperolehOlehWaj
ibPajakOrangPribadiDalamNegeri

SebagaipelaksanaanatasPasal4ayat(2)hurufekhususnyaataspenghasilandevidenyangdi
peroleholehWajibPajakOrangPribadidalamnegerimakanditerbitkanPeraturanPemerint
ahNomor19Tahun2009tanggal09Februari2009.Berikutiniisiperaturantersebut(Moha
mmadYamin,2012:136):

Pasal1

PenghasilanberupadevidenyangditerimaataudiperolehWajibPajakorangpribadidalamn
egeridikenaiPajakPenghasilansebesar10%danbersifatfinal.

Pasal2

PengenaanPajakPenghasilansebagaimanadimaksuddalamPasal1dilakukanmelaluipem
otonganolehpihakyangmembayarataupihaklainyangditunjukselakumembayardeviden.

Pasal3

Ketentuanlebihlanjutmengenaitatacarapelaksanaanpemotongan,penyetoran,danpelapo
ranPajakPenghasilanatasdevidenyangditerimaataudiperolehWajibPajakorangpribadid
alamnegeridiaturdenganatauberdasarkanPeratuaranMenteriKeuangan.

Pasal4

Peraturanpemerintahinimulaiberlakupadatanggal1Januari2009.

Contoh:

NovimenerimadevidendariPTKawanuasebesarRp.10.000.000ataspenyertaansahambia
sapadaperusahaantersebut.Ataspembayarandevidentersebut,PTKawanuawajibmemot
ongPPhsebesarRp.1.000.000(10%xRp10.000.000).

TatacaraPemotongan,PenyetoranDanPelaporanPajak:
PemotonganPPh.PemotonganPPhdilakukanpadasaatdividendisediakanuntukdibayar
kandenganmenggunakanformulir“BuktiPemotonganPPhFinalPasal4ayat(2)atasDevi
denyangDiterima/DiperolehWajibPajakOrangPribadiDalamNegeri”(kodeformulirF.
1.1.33.21)yangdiisirangkap3,denganperuntukkansebagaiberikut:lembar-
1untukWajibPajak,lembar-2untukKPPdanlembar-3sebagaiarsippemotongpajak.
PenyetoranPPh
PPhyangtelahdipotongwajibdisetordenganmenggunakanformulir“SuratSetoranPajak
(SSP)”yangdiisirangkap4sertamencantumkankodeakunpajak411128dankodejenisseto
ran417.PenyetoranPPhkekasNegaramelaluiBankPersepsiatauKantorPosdanGirodilak
ukanpalinglambattanggal10bulanberikutnyaapabilasetelahMasaPajakberakhirataupad
aharikerjaberikutnyaapabilatanggaljatuhtempopenyetoranbertepatandenganhariliburte
rmasukhariSabtuatauhariliburnasional.
PelaporanPPh
PPhyangtelahdipotongdandisetorwajibdilaporkankeKantorPelayananPajak(KPP)temp
atWajibPajakpemotongterdaftarmenggunakanformulir“SPTMasaPPhfinalPasal4aya
t(2)”(kodeformulirF.1.1.32.04)dengancaramengisipadaangka10“Devidenyangditeri
ma/diperolehWajibPajakorangpribadidalamnegeri”.BataswaktupelaporanSPTMasat
ersebutdilakukanpalinglambat20harisetelahMasaPajakberakhir,ataupadaharikerjaberi
kutnyaapabilabatasakhirpelaporanbertepatandenganhariliburtermasukhariSabtuatauha
riliburnasional(BillyIvanTansuria,2011:102).
PenghasilanYangDikenakanPajakPenghasilanFinalBerdasarkanPPHPasal15

PenghasilanyangdikenakanPajakPenghasilanFinalberdasarkanPPHPasal15adalahperusaahn
pelayarandan/ataupenerbanganluarnegriyangmempunyaiBentukUsahaTetap(BUT)diIndon
esiadanperusahaanpelayarandalamnegeriuntukmengangkutorangdan/ataubarang.

BerdasarkanPajakPenghasilanbagiWajibPajakperusahaanpelayarandan/ataupenerbanganlua
rnegeriyangmempunyaiBentukUsahaTetap(BUT)diIndonesiaadalahsebesar2,64%daripered
aranbrutoyaitusemuaimbalanataunilaipenggantiberupauangataunilaiuangyangditerimaataud
iperolehWajibPajakperusahaanpelayarandan/ataupenerbanganluarnegridaripengangkutanor
angdan/ataubarangyangdimuatdarisatupelabuahnkepelabuhanlaindiIndonesia.

PenghasilanYangDikenakanPajakPenghasilanFinalBerdasarkanPPHPasal19

Pajakpenghaslanyangdikenakanadalahselisihlebihrevaluasiaktivatetapperusahaandiatasnilai
sisabukufiskalsemuladikenakanPajakPenghasilanyangbersifatfinal.TarifPajakPenghasilanat
asselisihlebihpenilaiankembaliaktivatetapperusahaandiatasnilaisisabukufiskalsemulaadalah
sebesar10%danbersifatfinal.

PenghasilanYangDikenakanPajakPenghasilanFinalBerdasarkanPeraturanPemeri
ntahNomor46Tahun2013

PenghasilandariusahayangditerimaataudiperolehWajibPajakyangmemilikiperedaranbrutotid
aklebihdariRp.4.800.000.000,-
selama1tahunataudisetahunkan,dikenaiPajakPenghasilanyangbersifatfinal.BesarnyapajakPe
nghasilanberdasarkanPeraturanPemerintahNomor46Tahun2013adlahOmsetbrutosetiapbula
ndikalidengan1%,untuksetiaptempatkegiatanusaha.

Penghasilanwajibpajakyangtidaktermasukdalamperaturanpemerintahiniadalahperedaranbru
todari:
Jasasehubungandenganpekerjaanbebas,yaitupengacara,akuntan,arsitek,dokter,konsultan
,notaris,penilai,danaktuaris,pemainmusikdankegiatansejenislainnya.
Penghasilanyangditerimadariluarnegri.
Usahayangataspenghasilannyatelahdikenaipajakpenghasilanyangbersifatfianaldenganke
tentuanperaturanperundang-undanganperpajakantersendiri.
Penghasilanyangdikecualikansebagaiobjekpajak.
WajibPajakbadanyangbelumberoperasisecarakomersial.
WajibPajakbadanyangdalamjaangkawaktu1tahunsetelahberoperasisecarakomersialmem
perolehperedaranbrutomelebihiRp.4.800.000.000,-

WajibPajakyanghanyamenerimaataumemperolehpenghasilanyangdikenaiPajakPenghasilan
yangbersifatfinal,tidakdiwajibkanmelakukanpembayaranangsuranPajakPenghasilanPasal2
5.

WajibPajakwajibmembayarPajakPenghasilanterutangberdasarkanPPNomor46kekantorpos
ataubankyangditunjukolehMenteriKeuangan,denganmenggunakanSuratSetoranPajak,palin
glamatanggal15bulanberikutnyadenganengisiKodeAkunPajk411128KodeJenisSetoran420.
WajibPajakyangtelahmelakukanpenyetoranPajakPenghasilandantelahmendapatvalidasiden
ganNomorTransaksiPenerimaanNegara(NTPN),dianggaptelahmenyampaikanSuratPemberi
tahuanMasaPajakPenghasilan

WajibPajakyangmelakuaknpembayaranPajakPenghasilanyangtidakmemperolehvalidasiden
ganNTPN,wajibmenyampaikanSuratPemberitahuanMasaPajakPenghasilanpalinglama20ha
risetelahMasaPajalberakhir(ThomasSumarsan,2017:221).

Tahapan perhitungan PPh Pasal 21 atau uang rapel yang diterima oleh pegawai tetap

Apabila kepada pegawai tetap disamping dibayar gaji bulananjuga dibayar kenaikan gaji yang
berlaku surut (rapel), misalnya 5 bulan, penghitungan PPh pasal 21 rapel tersebut sebagai
berikut:

a) Rapel dibagi dengan banyaknya bulan peroleh rapel tersebut


b) Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelumadanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakanpemotongan PPh pasal 21
c) PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah kenaikan, dihitung kembali atas dasar
gaji baru setelah ada kenaikan
d) PPh pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih
antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajakyang
telah dipotong sebagimana disebut pada huruf b.

Tahapan penghitungan PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa jasa
produksi, tantiem, grafikasi,tunjangan hari raya atau tahun baru, bonus, premi, dan
penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap pada umumnya diberikan sekali
dalam setahun.

a) Dihitung PPh pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan
penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan lain-lain.
b) Dihitung PPh pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan,
c) Selisih antara PPh pasal 21 menurut perhitungan huruf a dan huruf b merupakan PPh
pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, bunus, grafikasi, dan lain-lain.

Tahapan penghitungan PPh pasal 21 atas penghasilan teratur berupa gaji teratur secara
bulanan, harian, dan mingguan.

a) Untuk menghitung PPh pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu
dihitung penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan yang meliputi
seluruh gaji, segala jenis tunjangan, dan pembayaran teratur lainnya.
b) Untuk perusahaan yang masuk program BPJS Ketenagakerjaan, Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), dan Premi Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK)yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan
bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwigun, dan asuransi beasiswa yang
dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.
Dalam menghitung PPh pasal 21, premi asuransi tersebut digabungkan dengan
penghasilan bruto yang dibayarkan ileh pemberi kerja kepada pegawai.
c) Selanjutnya, dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pension, iuran
jaminan hari tua, dan/atau uiran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai
yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada dana pension yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program
Jamsostek.
d) Selanjutnya, dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12
e) Dalam hal seotrang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektif sebagai wajib
pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan
januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto
sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja
sampai dengan bulan Desember.
f) Selanjutnya, dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar peberapan tarif pasal 17
ayat 1 huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahunpada huruf d atau e
diatas dikurangi dengan PTKP.
g) Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat 1 huruf a UU
PPh terhadap penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f, selanjutkan
dihitung PPh pasal 21 sebulan, yang harus dipotong atau disetor ke kas Negara sebesar:
1) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada
huruf d dibagi dengan 12.
2) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada
huruf e dibagi 12
h) Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan
maka untuk perhitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu
dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan factor perkalian sebagai
berikut:
1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4
2) Gaji untuk masa sehati dikalian dengan 26
i) Selanjutnya, dilakukan perhitunganPPh Pasal 21 sebulan dengan cara seperti dalam
hhuruf d sampai g.
j) PPh pasal 21 atas penghasilan seminggudihutung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan
dalam huruf I dibagi 4, sedangkan PPh pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung
berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf I dibagi 26.

TATA CARA PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21


Hitungan 1

Hitungan 1 diterapkan pada pegawai tetap. Penghitungannya dikelompokan menjadi 2,


yaitu:

1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak
teratur setiap bulan selain bulan Desember atau bulanketika pegawai tetap berhenti
bekerja, terdiri atas:
a. Pegawai tetap menerima gaji bulanan
b. Pegawai tetap menerima gaji mingguan dan harian
c. Pegawai tetap menerima uang rapel
d. Pegawai tetap menerima bonus, grafikasi, jasa produksi, dan lainnya ,
berikut tidak teratur
e. Pegawai tetap dipindahtugaskan dalam tahun berjalan
f. Pegawai tetap berhenti bekerja atau memulai bekerja dalam tahun berjalan:
1) Pegawai tetap baru mulai bekerja pada tahun berjalan
a) Pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek
pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun kalender tapi
baru bekerja pada pertengahan tahun
b) Pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai sunjek
pajak dalam negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak,
dan mulai bekerja pada tahun berjalan.
2) Pegawai tetap berhenti bekerja pada tahun berjalan
a) Pegawai yang masih memiliki kewajiban pajak subjektifnya
berhenti bekerja pada tahun berjalan.
b) Pegawai berhenti bekerja pada tahun berjalan dan sekaligus
kehilangan kewajiban pajak subjektifnya.
g. Pegawai tetap dengan penghasilan sebagian atau seluruhnya diperoleh
dalam mata uang asing
h. Pegawai tetap dengan sebagian atau seluruh PPh Pasal 21 ditanggung oleh
pemberi kerja
i. Pegawai tetap menerima tunjangan pajak
j. Pegawai tetap menerima penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan
lainnyayang diberikan oleh wajib pajak yang pengenaan pajak
penghasilannya bersifatfinal atau berdasarkan norma penghitungan khusus
k. Pegawai tetap yang harus memiliki NPWP pada tahun berjalan.

Penghasilan Yang Tidak Dipotong Pph Pasal 21 (Bukan Objek Pph Pasal 21)

Tidak termasuk penghasilan yang dipotong pph pasal 21 (bukan objek pph pasal 21) adalah;

1. pembayaran manfaat atau santunan asurasi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;

2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan oleh
wajib pajak atau pemerintah (termasuk pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja,
maupun yang ditanggung oleh pemerintah), kecuali penghasilan yang diterima atau diperoleh
penerima secara pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannnya telah disahkan oleh
menteri keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja;

4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak
dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;

5. beasiswa yang diproleh atau diterima oleh warga negara indonesia dari wajib pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi tidak mempunyai

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


Hak Wajib Pajak

Hak-hak wajib pajak adalah:

1. wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan pph pasal 21 kepada pemotong pajak.
Jumlah pph pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pph untuk tahun pajak yang
bersangkutan, kecuali pph pasal 21 yang bersifat final,

2. wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada direktur jenderal pajak jika pph
pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak yang dipotong menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan
yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah
tanggal pemotongan, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan.

3. wajib pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa indonesia
dengan alasan yang jelas kepada badan penyelesaian sengketa pajak terhadap keputusan
mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak. Permohonan banding ini
diajuka secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam
jangka waktu 3(tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan surat keputusan
tersebut. Apabila badan peradilan pajak belum terbentuk maka permohonan banding dapat
diajukan kepada badan penyelesaian sengketa pajak. Putusan badan penyelesaian sengketa
pajak bukan merupakan keputusan tata usaha negara

Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban wajib pajak adalah:

1. wajib pajak (penerima penghasilan) wajib meyerahkan surat pernyataan kepada pemotong
pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun terkirim untuk
mendapatkan pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak (ptkp), penyerahan tersebut
dilakukan pada saat mulai bekerja, awal menjadi subjek pajak dalam negeri, mulai pensiun,
atau dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun
takwim. Wajib pajak berkewajiban untuk menyerahkan bukti pemotongan pph pasal 21
kepada:

a. pemotong pajak kantor cabang baru dalam hal yang berkesangkutan dipindahtugaskan.

b. pemotong pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang bersangkutan pindah kerja.

c. pemotong pajak dana pensiun dalam hal yang bersangkutan mulai menerima pensiun dalam
tahun berjalan.

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 21 (OBJEK PPH PASAL 21)

Penghasilan yang dipotong pph pasal 21 adalah:

1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur;

2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiunan secara teratur berupa yang
pensiunan atau penghasilan sejenisnya;

3. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

4. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

5.imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan
sejenisnya dengan nama apa pun;

6. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun sejak
pegawai berhenti bekerja;

7. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
8. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diproleh mantan pegawai;

9. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan;

10. semua jenis penghasilan no. 1-9 yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:

a. wajib pajak yang dikenakan pph yang bersifat final; atau

b. wajib pajak yang dikenakan pph bersadarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)

dalam hal penghasil tersebut diterima oleh subjek pajak luar negeri merupakan penghasilan
yang dipotong pph pasal 26

Hak Dan Kewajiban Pemotongan Pajak

Hak pemotong pajak

Hak-hak pemotong pajak adalah:

a. pemotong pajak berhak atau kelebihan jumlah penyetoran pph pasal 21 yang terjadi karena
jumlah pph yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwin lebih kecil daripada jumlah pph pasal 21
yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan pph pasal 21 yang
terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan, dan jika masih ada
sisa kelebihan, diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya tahun berikutnya.

b. pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu


penyampaian surat pemberitahuan (spt) pph pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis
selambat-lambatnya tanggal 31 maret tahun takwin berikutnya dengan menggunakan formulir
yang telah ditentukan oleh direktur jenderal pajak disertai dan bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pph pasal 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.

c. pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada direktur jenderal pajak dan
permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
Kewajiban pemotong pajak

Kewajiban pemotong pajak pph pasal 21 adalah:

a. setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat.

b. pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam jangka


pemenuhan kewajiban perpajakannya pada kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan
pajak setempat.

c. pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan pph pasal 21 yang terutang
untuk setiap akhir bulan takwin. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan surat
setoran pajak (ssp) ke kantor pos atau bank badan usaha milik negara atau bank badan usaha
milik daerah (bumd), atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh direktur jenderal anggaran,
selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya.

d. pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran pph pasal 21 meskipun nihil dengan
menggunakan surat pemberitahuan (spt) masa ke kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim
berikutnya.

e. pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan pph pasal 21 baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi buka

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Pajak penghasilan pasal 21 selanjutnya disebut PPh pasal 21 merupakan pajak


yang dilewatkan terhadap wajib pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang
terkait dengan pekerjaan jasa atau kegiatan. Penghasilan yang dimaksud meliputi upah
gaji tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun. Apabila
penghasilan tersebut yang menerima adalah wajib pajak luar negeri maka diatur dalam
pasal 26 undang-undang PPH yang selanjutnya disebut PPh pasal 26
Pembayaran PPH ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh
pihak-pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan
pelaporan PPh pasal 21-26 adalah pemberi kerja bendaharawan pemerintah pensiun
bagian perusahaan dan penyelenggara kegiatan

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotongan PPh pasal 21 adalah wajib pajak orang pribadi atau badan termasuk
bentuk usaha tetap yang mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan. Pajak penghasilan atas
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi

Pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi diatur dalam peraturan pemerintah nomor 15 tahun
2009 dan peraturan Menteri Keuangan nomor 132 tahun 2010

1. Pengertian

Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima
anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada
koperasi sampai orang pribadi tersebut menjadi anggota

2. Wajib pajak dan objek pajak

Wajib pajak di sini adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang mempunyai simpanan
di koperasi dan memperoleh atau menerima bunga atas simpanan nya. Objek pajak di sini
adalah bunga simpanan yang diterima oleh anggotanya titik tidak termasuk dalam bunga
simpanan ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang
merupakan bagian dari sisa hasil usaha bunga simpanan jumlahnya tidak melebihi rp240.000
dalam sebulan.

3. Tarif dan dasar pengenaan pajak

a) Sebesar 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan rp240.000 per
bulan
b) Sebesar 10% dari jumlah bruto bunga untuk menghasilkan berupa bunga simpanan
lebih dari rp240.000 perbulan

4. Pemotongan penyetoran dan pelaporan

a) Koperasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya wajib melakukan


pemotongan PPH sesuai ketentuan yang berlaku

b) Koperasi sebagai pemotong pajak wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh
pasal 4 ayat 2 kepada wajib pajak orang pribadi yang dipotong PPH setiap melakukan
pemotongan

c) Pajak penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi wajib disetor ke kas Negeri
melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal
10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir menggunakan SSP

d) Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran pajak


pengeluaran paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir menggunakan surat
pemberitahuan masa pajak penghasilan final pasal 1 ayat 2

Hal 141

Pajak Penghasilan Atas Dividen Yang Diterima Oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

1. pengertian

Deviden merupakan bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseroan.
Termasuk deviden dalam hal ini adalah dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

2. wajib pajak dan objek pajak

Wajib pajak di sini adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai
pemegang saham suatu perseroan pemegang polis suatu perusahaan asuransi, dan
anggota koperasi yang menerima sisa hasil usaha objek pajak di sini adalah deviden
sebagaimana dijelaskan pada pengertian
3. Tarif dan dasar pengenaan

Besarnya pajak penghasilan atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang
pribadi adalah 10% dasar pengenaan pajak ini adalah Jumlah bruto deviden. PPH
terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.

4. Pemotongan penyetoran dan pelaporan

Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak ini diatur sebagai berikut:

a. Pemotongan PPH atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang
membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku membayar dividen.

b. Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan

c. Pemotongan PPH wajib membentuk bukti tanda pemotongan pajak kepada yang
dipotong PPH setiap melakukan pemotongan

d. Pemotongan PPH wajib menyetor. PPH yang dipotong nya negara paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP

e. Pemotongan PPH wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan disetor ke kantor
pelayanan pajak paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan
surat pemberitahuan masa pajak penghasilan final pasal 4 ayat 2

Surat Pemberitahuan Masa Dan Bukti Pemotongan

Bank Perdana yang beralamat di Jalan Pahlawan Nomor 51 NPWP nomor 163
3.44 5.1.5 42.000 merupakan pemotongan pajak penghasilan. Pada bulan Oktober 2016
melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 atas pembayaran imbalan sebagai berikut:

 07 oktober : membayar bunga deposito kepada Akbar yang beralamat di Jalan c28
Yogyakarta NPWP 04.00 9.99 0.3.5 42 nominal deposito Rp100.000 dengan bunga 6%
setahun
 17 oktober : menyerahkan hadiah undian senilai 200 juta Rp kepada Amelia yang
beralamat di Jalan Magelang nomor 62 Jogjakarta

 24 oktober : membayar imbalan atas jasa perencanaan konstruksi senilai 50 juta Rp


kepada PT Bangun yang beralamat di Jalan Gejayan Nomor 36 Yogyakarta NPWP
01.32 1.1 12.35 42.000

 30 oktober : membayar dividen kepada via Novena sebesar 15 juta. Vivina beralamat
di Jalan Soekarno nomor 27 Semarang NPWP 04.13 3.14 5.1.5 04.00

Tahapan penghitungan pph pasak 21 atas pengasilan atas pengasilan pegawai


dipindahkan tugaskan

Pasa saat pegawai dipindah tugaskan peggawai yang bersangkutan masih tidak berhenti bekerja
dari perusahaan tempat ia kerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada
perusahaan yang sama dan hanya berubah saja. Demikian, dalam penghitungan pph pasal 21
tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

Contoh: pegawai tetap dipindahtugaskan

Agus yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PTN Nusantara Mandiri di Jakarta.
Sejak 1 juni 2016 dipindahtugaskan ke kantor cabang di garut. Gaji agus sebenarnya Rp
3.500.000 dan membanyar uiran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp 100.000.
selama bekerja di Pt Nusantara Mandiri, agus hanya meneri penggasilan berupa gaji saja.

Perhitungan pph pasal 21

Kantor pusat di jakarta

Gaji sebulan 5 x Rp 17.500.000 Rp17.500.00

Pengurangan:

1. Biaya jabatan 5% x Rp 17.500.000 Rp875.000


2. Iuran pensiun 5 x Rp100.000 Rp500.00
Rp 1.375.000

Pengasibulan neto sebulan Rp 16.125.00


Pengasilan neto setahun

12/5 x 16.125.000 Rp 38.700.00

PTKP

- Untuk WP sendiri Rp36.000.00

Pengasilan kena pajak Rp2.700.000

Pph pasal 21 terutang setahun

5% x Rp2.700.000 Rp 135.000

Pph pasal 21 terutang januari s.d Mei 2016

- Rp135.000 x 5/12 Rp56.250

Pph pasal 21 yang sudah dipotong januari s.d mei 2013:

5 x Rp 11.250 Rp 56.250(-)

Pph pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Note: pph pasal 21 yan telah dipotong pada januari s.d Mei untuk setiap bulannya adalah
Rp11.250

Pph pasal 21 terhadap pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak

Apabila pada pegawai tetap diberikan tunjangan pajak maka tunjangan pajak tersebut
merupakan pengasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada pengasilan yang
diterimannya.

Contoh:

Peri irawan (status tidak kawin tanpa tanggungan) bekerja pada PT Kartika Kawashima
Pionrindo dengan memperoleh gaji besar Rp4.000.000 sebulan. Kepada peri irawan diberikan
tunjangan pajak sebesar Rp30.000. iuran pensiun yang dibayar oleh peri irawan adalah sebesar
Rp.25.000 sebulan

Perhitungan pph pasal 21 adalah

Gaji sebulan : Rp4.000.000

Tunjangan pajak Rp30.000

Pengangasilan bruto sebulan Rp4.030.000

Pengurangan:

1. Biaya jabatan 5% x Rp4.030.000 Rp201.500


2. Iuran pensiun Rp 25.000
Rp226.500

Pengasilan neto sebulan Rp3.803.500

Pengasilan neto setaun

12 x Rp3.803.500 Rp45.642.000

PTKP

- Untuk WP sendiri Rp36.000.000

Pengasilan kena pajak Rp 9.642.000

Pph pasal 21 setahun

5% x Rp 9.642.000 Rp482.100

Pph pasal 21 sebulan

Rp482.100 + 12 Rp40.175

Perhitungan pph pasal 21 yang harus dipotong pada bulan desember dalam hal besarnya
pengasilnya tetap dan teratur setiap bulan sama tidak berubah.
Jaka lelana, status belum dan tidak memiliki tangggungan keluarga, bekerja pada PT lesuandi
internusa dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap sebesar Rp 5.500.000 dan yang
bersangkutan membayar iuran pensiunkepada perusahaan dana yang pendiriannya lelah
disahkan oleh meteri keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000

Perhitungan pph pasal 21 yang diharus dipotong setiap bulan untuk buulan januari –desember
2013 adalah:

1. Gaji dan tunjangan sebulan Rp5.500.000

Pengurangan:

2. Biaya jabatan: 5% x Rp 5.500.000 Rp275.000


3. Iuran pensiun Rp 200.000
Rp475.000

Pengasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp5.025.00

Pengasilan neto setahun

12 x Rp5.025.000 Rp60.300.00

PTKP (TK/0)

- Untuk WP sendiri Rp36.000.000

Pengasilan kena pajak Rp24.300.00

Pph pasal 21 atas gaji setahun

5% x Rp24.300.00 Rp 1.215.000

Pph pasal 21 atas gaji bulan desember 2016

Rp1.215.000 + 12 Rp 101.250

Perhitungan pph pasal 21 yang harus di potong di bulan desember 2016 :

Penghasilan selama setahun:


6x Rp 5.500.000 + 6 x Rp 7.000.000 Rp 75..000.000

Pengurangan:

1 biaya jabatan

5% x 75.000.000. Rp 3.750.000

2 iuran pengsiun

12 x Rp 200.000. Rp 2.400.000

B. Pegawai tetap bekerja tidak sampai akhir tahun kelendet atau berhenti bekerja sebelum
bulan desember, sehingga masa terakhir adalah bukan bulan desember.

Pergitungan pph pasal 21 yang harus di potong pada bulan terakhir memperoleh penghasilan.
Tahapan perhitungan di lakukan sebagai berikut:

1. Hitunng pph pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang di terima atau diperoleh dari
pemotongan pajak dalam tahun kelender yang bersangkutan.

2). Pph pasal 21 terutang yang harus di potong untuk bulan tertentu bagi pegawai tetap yang
berhenti bekerja sebelum bulan desember adalah sebesar selisih antara pph pasal 21 yang
terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak
dalam tahun kelender yang bersangkutan, sebagaiman di maksud dalam angka 1, dengan pph
pasal 21 yang telah di potong dalam tahun kelemder yang bersamgkutan sampai dengan bulan
sebelumnya.
3).dalam hal jumlah pph pasal 21 yang telah di potong sampai dengan bulan sebelumnya
tersebut lebih besar dari pada pph pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur yang tidak
teratur yang diteriman dari pemotong pajak dalam tahun kelemder yang bersangkutan,

Atas kelebihan pemotongan pph pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan pemotongan
pajak dapat memperhitungkan dengan pph pasal 21 tentang atas pemghasilan pegawai tetap
lainnya dalam masa pajak yang sama tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan
pemotongan pph psala 21 yang telah di berikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap
yang telah berhenti bekerja.

Hitungan 2

Hitungan 2 di terapkan pada pegawai pengsiun atas uang pensiun yang di bayarakan
secara berkala ( bulanan) , perhitungan nya ada 2 yaitu :

1. Perhitunan pp pasal 21 atas uang pengsiun bulanan yang diterima pada tahun
pertama pensiun, yaitu:
a terlebih dahulu di hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun
b penghasilan neto pensiun pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dlaam
tahun yang bersangkutan yang di terima
c untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah penghasilan pada huruf b terdebur
dikurangi dengan PTKP
d pph pasal 21 atas uang oengsiun dalam tahun yang bersangkutan di hitung dengan
cara mengurangi pph pasal 21 huruh c yang terutang dari pemberi kerja
e pph pasal 21 atas uang pengsiun bulanan adalah sebesar pph pasal 21 seperti pada d
dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Perhitungan pph pasal 21 di tempat pemberi kerja sebelum pensiun

Apabila pensiun sudah dapat di ketahui demgan pasal di awal tahun, misalnya berdasarkan
ketentuan yang berlaku di tempat oemberi kerja yang dikaitkan dengan pegawai yang
bersamgkutan maka perhitungan pph pasal 21 terutang di hitung bersadarkan penghasilan kena
pajak yang akan diperoleh dalam periode ketika pegawai yang bersnagkutan akan bekerja
dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pengsiun.

Contoh pph pasal 21 uang pengsiun bulanan pada tahun pertama

Perhitungan pph pasal 21 sebulan:

Gaji sebulan Rp9.000.000

Pengurangan:

1. Biaya jabatan
5% x Rp 9.000.000 Rp450.000
2. Iuran pengsiun. Rp250.000
=Rp700.000

Pemghasilan neto setahun RP 8.300.000

Penghasilan neto 6 bulan

Rp8.300.000 x 6 = Rp49.800.000

PTKP

- Untk WP sendiri Rp36.000.000


- Tambahan jika menikah. Rp 3.000.000
- Tamban untuk2 anak. Rp6.000.000
=Rp 45.000.000

Penghasilan kena pajak. Rp4.800.000


Pph pasal 21 terutang

5%x 4.800.000

Pph pasal 21 terutanh sebulan Rp240.000

Rp240.000 + 6 Rp40.000

Pada saat berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun :

Gaji selama 6 bulan 6x Rp9.000.000. Rp54.000.000

Pengurangan:

1.biaya jabatan

5% x Rp54.000.000. Rp2.700.000

2.iuran pensiun

6x Rp250.000. Rp1.500.000

=Rp4.200.000

Penghasilan neto selama 6 bulan. Rp49.800.000

PTKP

-untk WP sendiri Rp 36.000.000

-tambahan jika menikah. Rp3.000.000

-tambahn untuk 2 anak Rp3.000.000


Apabila pemotongan pph pasal 21 setiap bulan bersadarkan pada pemghasilan yang
disetahunkan,karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau
berhenti bekerja maka pada saat perhitungan pph pasal 21 terutang untuk masa terakhir, akan
terjadi kelebihan pemotongan pph pasal 21 atas penghasilan oengawai yang bersangkutan,
yang harus dikembalikan oleh pomotong pajak kepada pegawai yang bersnagkutan.

Perhitungan pph pasal 21 oleh dana pengsiun yang membayarkan uang pengsiun
bulanan

Untuk kemudahan bagi pegawai oengsiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai
pemghasilan selain dari pekerjaan dari satu pekerja dan uang pensiun, dana pensiun
menghitunh memotong pph padal 21 atas uang pengsiun pada tahun pertama pegawai
menerima uang pemgsiun dengan bersdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari
lemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pen

1. Pewagai tidak tetap atau tenaga kerja lepas pemagang dan calon pegawai menerima
upah mi gguan upah satuan upah borongan dan uang saku harian. Tentukan jumlah
upah atau uang saku harian atau rata rata upah atau uang saku yang diterima;
a. Upah atau saku mingguan dibagi banyak nya hari dalam seminggu
b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata rata satuan yang dihasilkan dalam sehari
c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan brongan

Hitungan 3a. dalam hal upah atau uang saku harian atau rata rata upah atau uang saku harian
belum melebihi 300.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam 1 bulan
kalender yang bersangkutan belum melebihi 3000.00 maka tidak pph pasal 21 yang terutang.

CONTOH 3.1 ; upah sehati tidak melebihi 300.00 dan jumlah kumulatif sebulan tidak
melebihi rp 3000.00 sensot dengan status belum menikah pada januari 2016 bekerja sebagai
buruh harian pad apt harapan sentotasa dia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian
sebesar 300.00.

Sentot menerima uang harian tidak melebihi 300,00 dan upah bulan januari sebesar 10
x3000.000= 3000.000 ( tidak melebihi 3000.000) jadi sensot tidak dikenankan pph pasal 21
atau upah yang diterimanya.

CONTOH 3.1.2

upah sehari melebihi rp 300.000 dan jumlah kumulatif sebulan tidak melebihi Rp 3000,000

Rizal fahmi dengan status belum menikah adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai
perakit televise pada perusahaan elektronik peteronika, upah yang dibayar berdasarkan upah
jumlah unit arau satuan yang diselesaikan yaiti Rp 150.000 perbulan perbuah dan dibayarkan
setiap minggu.

Perhitunhan pph pasal 21

Upah sehari = RP 3.000.000 + 6 Rp 500.000

Upah kena pajak sehari

Rp.500.000-Rp 300.000 Rp 200.000

Pph pasal 21 sehari ;

5%x Rp 200.000 Rp 10.000

Pph pasal 21 atas seluruh upah ( seminggu atau 6 hari )

6x Rp 10.000 Rp 60.000

Jika rizal fahmi memiliki NPWP pph pasal 21 yang dipotong adalah 120% x60.000= 72

CONTOH 3.1.3

Jumlah kumulatif upah sebulan melebihi Rp 3.000.000 tetapi tidak melebihi Rp 8.200.000
marwan belum menikah
Pada bulan april 2016 mengerjakan pembuatan taman sebuah rumah dengan upah borongan
sebesar Rp3.500.000 upah borongan tersebut tidak termasuk material dan tanaman pekerjaan
borongan tersebut diselesaikan dalam waktu 20 hari

Perhitungan pph pasal 21

Upah borongan sehari ;

Rp 3.500.000 + 20 Rp175.000

Ptkp sehari

Rp 36.000.000 + Rp 360 Rp 100.000 ( -)

Upah kerja pajak sehari Rp 75.000

Pph pasal 21 sehari ;

5%x Rp 75.000 Rp 3.750

Pph pasal 21 atas upah borongan

20x Rp 3.750.000 Rp 75.000

CONTOH 3.1.4

Lani (sebelum menikah ) bekerja di pt cahaya sebagai tenaga kerja lepas dengan upah harian
pada bulan mart 2016 ia menerima upah sebesar 175 per hari.

Pada penghitungan pph pasal 21 .

Pada hari pertama upah kumulatif dalam bulan mart kurang dari Rp 3.000.000 dan upah sehari
kurang daro Rp 300.000 sehingga lani tidak dikenakan pajak pada hal yang sama terjadi
sampai lani bekerja selama 17 hari karena sampai hari ke 17 upah kumulatif sebulan sebesar
17x 175 atau Rp 2.975.000

Tidak melebihi Rp 3.000.000 sebulan .dan upah sehari tidak melebihi Rp 300.000
Apabila pada hari ke 18 lani masih bekerja di pt cahaya upah kumulatif lani menjadi 18x
175.000 atau Rp 3.150.000 perhitunhgan pph pasal 21 yang dipotng oleh pt cahaya sebagai ;

Upah sehari Rp 175.000

Upah sehari tidak kena pajak

Rp 36.000.000 : 350 Rp 100.000

Upah sehari kena pajak Rp 75.000

Pph pasal 21 sehari

5% x75.000 Rp 3.750

CONTOH 3.1.5

Jumlah upah kumulatif sebulan melebihi Rp 8.200.000.

Rukmana ( menikah tanpa tanggungan ) bekerja pada perusahaan elektronik dengan upah
satuan pada juni 2016 rukmana bekerja selama 25 hari dan mengerjakan 40 unit barang dengan
upah per unit 225.000

Perhitungan pph pasal 21

Upah bulan juni 2016: 40x 225 Rp 9.000.000

Upah atau penghasilan neto disetahunkan :

12 x Rp 9.000.000 Rp 108.000.000

Ptkp

- Untuk diri wajib pajak Rp 36.000.000

Tambahan wp menikah Rp 3.000.000

Rp 39.000.00

Penghasilan kena pajak Rp 69.000.00


Pph pasal 21 dipotong bulan juni 2013

Rp 5.350.000 + 12 Rp 445.833

CONTOH 3.1.6

Pegawai tidak tetap tenaga kerja lepas pemagang dan calon pegawai menerima upah secara
bulanan bagus hermando belum menikah bekerja pada perusahaan garmen dengan dasar upah
harian yang di bayarkan secara bulanan

Pada bulan junin2016 bagus hermanto bekerja selama 20 hari dengan menerima upah sehari
160.

Perhitungan pph pasal 21

Upah bulan juli 2016:

20x Rp 160.000 Rp 3.200.000

Upah atau penghasilan neto disetahunkan

12 x Rp 3.200.000 Rp 38.400.000

Ptkp

Untuk diri wajib pajak Rp 36.000.000

Penghasilan kena pajak Rp 2.400.000

Pph pasal 21 terutang setahun

5% x Rp 2.400.000 RP 120.000

Pph pasal 21 dipotong bulan juli 2016 :

Rp 120.000+ 12 Rp 10.000
HITUNGAN 4

Hitungan 4 diterapkan bagi :

1. Mantan pegawai menerima jasa produksi grativikasi dan bonus atau imbalan yang tidak
teratur
2. Dewan komisaris atau pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan ( honorarium)
yang diterimanya
3. Peserta program pengsiun yang masih berstatus pegawai atas oenarikan dana pengsiun

CONTOH 4.1

Mantan pegawai yang menerima jasa produksi gratifikasi dan bonus atau imbalan yang lain
yang tidak teratur

Viktoria bekerja pad apt pajar wisesa pada 1 januari 2016 ia telah berhenti bekerja pad apt
pajar wisesa karena pensiun pada bulan mart 2016 viktoria menerima bonus tahun 2016 dari pt
pajar wisesa sebesar Rp 25.000.000

Perhitungan pph pasal 21 yang dipotong

5% x Rp 25.000.000 Rp 1.250.000

Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan dibayarkan penghasilan kepada mantan
pegawai lebih dari 1 kali maka pph pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnnya
dihitung dengan menerapkan tariff pasal 17 ayat 1 .

CONTOH 4.2

Dewan komisaris atau pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap menrima
imbalan atau hononarium
Pandaya adalah seorang komisaris di pt wahana sejahtera yang bukan sebagai pegawai tetap
oada tahun 2016 yaitu bulan juni 2016 ia menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000
perhitungan pph pasal 21 yang terutang

5% x Rp 50.000.000 Rp 1.500.000

15% x Rp 10.000.000 Rp 1.500.000

Pph pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.000.000

Apa bila dalam tahun kalender yang bersangkutan dibayarkan kepada yang bersangkutan lebih
dari satu kali pph pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnya dihitung dengan
menerapkan tariff pasal 17 ayaat 1 huruf a UU tph atas jumlah penghasilan brutokumulatif
yang diterima dengan perhitungan yang dihasilkan penghasilan yang diterima sebelumnya.

CONTOH 4.3

Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarik dana pensiun

Jagakaria adalah pegawai pt sampurna sejati menerima gaji Rp 2.000.000 pt sampurna sejati
mengikuti program pensiun untuk pegawai nya pt sampurna sejati membayar iuran dana
pensiuun untuk jagaria sebesar Rp 100.000 sebulan ke dana pensiun manfaat sejahtera dimana
pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan jakaria safaat membayar iuran serupa ke
dana pensiusn yang sama sebesar Rp 50.000 bulan april 2016 jagaria safaat memerlukan biaya
untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dan dana pensiun yang telah dibayar
sendiri sebesar Rp 20.000.000 kemudian pada bulan juni 2016 ia menarik lagi dana sebesar Rp
15.000.000 kemudia bulan oktober 2016 untuk keperluan lainnya ia menariklagi dana sebesar
Rp 25.000.000

Perhitungan pph pasal 21 yang terutang

a. Atas penarikan dana sebesar Rp 20.000.000 pada bulan april 2016 terutang pph pasal
21 sebesar 5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
b. Atas penarikan dana sebesar Rp 15 .000.000 pada bulan juni 2016 terutang pph pasal
21 sebesar 5% x Rp 15.000.000 = 750
c. Atas penarikan dana sebesar Rp 25.000.000 pada bulan oktober 2016 terutang pph
pasal 21 sebesar 5% x Rp 15.000.000 Rp 750.000
15% x Rp 10.000.000 Rp 150.000
Rp 2.250.000

HITUNGAN 5

Hitungan 5 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat


berkesinambungan

1. Hitungan 5a bukan pegawai telah memiliki NPWP memperoleh penghasilan dari


hubungan kerja dengan pemotong pph pasal 21/ 26 serta tidak memperoleh penghasilan
lainnya .

CONTOH 5.1

Neneng khasana adalah petugas dinas luar asuransi dari pt terbaru live bukan sebagai pegawai
perusahaan asuransi.suami neneng khasana telah terdaftar sebagai wajib dari pajak dan
mempunyai NPWP dan yang bersangkutan bekerja pada pt kersemanah neneg khasana telah
mempunyai photocopy NPWP suamu, poto copy surat nikah , poto copy kartu keluarga kepada
pemotong pajak.

BULAN KOMISI AGEN


( RUPIAH )
Januari 45.000.000
Februari 45.000.000
Maret 50.000.000
April 42.000.000
Mei 44.000.000
Juni 45.000.000
Juli 45.000.000
Agustus 48.000.000
September 50.000.000
Oktober 52.000.000
November 55.000.000
Desember 56.000.000
Jumlah 577.000.000
CONTOH 5.2

Seseorang bernama Dr abdul ghopar sp,jp merupkan dokter spesialis jantung yang melakukan
praktik di RS harapan jantung sehat dengan perjanjian bahwa etiap jasa dokter yang dibayarkan
olehpasien akan dipotong 20% oleh pihak RS sebagai bagian penghasilan RS dan sisanya
sebesar 60% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepadanya pada setiap akhir bulan
selain prakter Rs harapan janjtung sehat ia juga melakukan praktik sendiri di Rs pribadinya .
Dr abdul ghopar sp,jp telah memiliki NPWP dan pada tahun 2016 jasa dokter yang dibayarkan
pasien dari praktik nya di RS harapan jantung sehat sebagai berikut :

BULAN JASA DOKTER YANG


DIBAYAR PASIEN
( RUPIAH )
Januari 45.000.000
Fepbruari 49.000.000
Maret 47.000.000
Aprl 40.000.000
Mei 44.0000.000
Juni 52.000.000
Juli 40.0000.000
Agustus 35.000.000
September 45.000.000
Oktober 44.000.000
November 43.000.000
Desember 40.000.000
Jumlah 524.000.000
HITUNGAN 6

Hitungan 6 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan tidak bersifat
berkesinambungan .

CONTOH 6.1

Bahrun ( menikah tanpa tanggungan ) melakukan jasa perbaikan computer kepada pt cahaya
kurnia dengan fee sebesar Rp 5.000.000

Besar nya pph pasal 21 adalah :

5% x50% xRp 5.000.000 = Rp 150.000

Apabila bukan pegawai sebagai mana dalam hitungan 5 dan 6

1. Adakah dokter yang melakukan praktik di RS dan klinik maka besar jumlah
penghasilan bruto adallah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien dan klinik
sebelum dipoting biaya atau bagi hasil oleh RS dan klinik
2. Memberikan jasa kepada pph pasal 21/ 26 dengan :
a. Mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan
bruto adalah jumlah pembayran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari
pegawai yang dipekerjakan tersebut kecuali dalam kontrak perjanjian tidak dapat
dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut. Maka
besarnya penghasilan bruto tersebyt adalah sebesar jumlah yang dibayarkan:
b. Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan
bruto hanya atas pemberian jasanya saja.

CONTOH 6.2
Arif nugraha melakukan jasa perawatan kepada PT wahana laya dengan imbalan RP
10.000.000 arif mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian
masing masing sebesar Rp 190.000 upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama
melakukan pekerjaan sebesar Rp 4.500.000 selain itu arif nugrha membeli spotr putih AC yang
dipakai untuk perawatan AC sebesar Rp 1.000.000 perhitungan pph pasal 21 terutang adalah :

a. Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan oleh arif nugraha
dapat diketahui bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus dibayarkan
kepada pekerja harian yang dipekerjakan arif nugraha dan dibayar untuk menambahi
spot AC maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar perhitungan pph psal 21 yang harus
dipotong oleh pt wahana jaya atas imbalan yang diberikan kepada arif nugraha adalah
sebesar imbalan dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang dipekerjakan arif
nugraha.
b. Jika PT wahana jaya tidak memperoleh impormasi berdasarkan perjanjian yang
dilakukan oleh document yang diberikan oleh nugraha mengenai upah yang
dikeluarkan arif nugraha atau pembelian material atau bahan. Pph pasal 21 yang harus
dipotong pt wahana jaya adalah sebesar :
5% x 5% xRp 1.000.000 = Rp 250.000
c. Jika arif nugraha tidak memiliki npwp pasal 21 yang harus dipotong pt wahana jika
menjadi : 120% x 5% x50% Xrp 1.000.000 = 300.000

HITUNGAN 7

Hitungan 7 diterapkan pada peserta kegiatan yang menerima imbalan

CONTOH 7.1
Soni adalah seorang atlet bulu tangkis professional Indonesia yang bertempat tinggal di
Jakarta ia menjuarai turnamen Indonesia dan memperoleh hadiah sebesar Ro
200.000.000 pph pasal 21 atas hadiah tersebut adalah :
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.
5%xRp 150.000.000 Rp 22.500.000
Rp 25.000.000
HITUNGAN 8

Hitungan s diterapkan pada pejabat PNS ,anggota TNI dan pensiuannnya yang
memperoleh honorarium atau imbalan yang bersumber dari APBN APBD pph bersifat
final ;

CONTOH 8.1
Bendahara dinas oendidikan kota xs membayarkan honorarium kepada peserta sebagau
berikut

PENERIMA JUMLAH KETERANGAN


Ajl Rp 1.000.000 Ber – NPWP .gol IV
Bayu Rp 500.000 Ber NPWP .GOL.III
Ratno Rp 500.000 Tidak ber NPWP.gol .II
Saskia Rp 750.000 Ber NPWP .gol.III

PENERIMA WAJIB PAJAK PPH PASAL 21

Aji 15% x Rp 1.000.000= Rp 150.000


Bayu 5% x Rp 500.000= Rp 25 .000
Ratno Tidak dikenakan pajak
Saskia 5% x Rp 750.000= Rp 37.500

HITUNGAN 9

Hitungan 9 diterakpan pada penerima uang pengsiun uang manfaat pensiun tunjakangan hari
tua atau jaminan hari tua sekaligus pph bersifat final .

CONTOH 9.1

Uang pesangon diterima sekaligus


Pada bulan juni 2016 pt palangan membayar uang pesangon kepada pegawai yang telah purna
tugas sebagai berikut:

1. Tuan bagus ( menikah tanpa tanggunagn ) sebesar Rp 45.000.000


2. Tuan azis ( menikah dengan 2 tanggungan ) sebesar Rpp 176.000.000

Pph pasal 21 atas uang pesangon tuan bagus

0% x Rp45.000.000 =Rp 0(nihil)

Pph pasal 21 atas uang pesangon tuan azis :

0% x Rp 50.000.000 Rp 0

0% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000

15% x Rp 76.000.000 Rp 11.400.000

Rp 13.900.000

HITUNGAN 10

Hitungan 10 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai subjek pajak luar negeri

Pph pasal 26 = 20%x penghasilan bruto

Teknik Penghitungan Dan Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26

Berdasarkan PER-14/PJ/2013, SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT
wajib digunakan oleh Pemotong yang:

1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun
atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil,
anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan
pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa
pajak; dan/atau
2. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain
pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang
jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
3. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
4. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari
20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.

Untuk Pemotong PPh pasal 21 yang melaporkan PPh pasal 21 dengan menggunakan eSPT
wajib melampirkan SPT 1721 Induk.

Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21/26

Jenis-jenis pemotongan atau pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15.
Pemotongan atau pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut dinamakan Withholding Tax
System.

1. Pertama, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP
orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi
kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21
atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya.
WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada
penunjukannya dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.
2. Kedua, pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan
barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha
di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan atas:
(1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
(2) ;kegiatan impor barang;
(3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
(4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri
atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari
pedagang pengumpul;
(5) Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah.
3. Ketiga, pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam
negeri, dan BUT. WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang
pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP
menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi
penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas
penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.
4. Keempat, pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghasilan lainnya kepada
WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal
26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.
5. Kelima, pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau
bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
6. Keenam, pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan
oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP tertentu yang menggunakan norma
penghitungan khusus.

PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 21 MASA PAJAK


JULI 2016

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai
tetap berhenti bekerja.
2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A 1 atau 1721 A2 dan
pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak
di mana pegawai tetap berhenti bekerja.

Penghitungan kembali ini dilakukan pada:

 bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;


 bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi
penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender

Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pph Pasal 21 Masa Pajak Juli 2016

Perhitungan PPh pasal 21 yang dipotong dan disetor Masa pajak Juli 2016
1. PPH dipotong dan mistar bagi pegawai tetap
Perhitungan sama dengan tabel penghitungan PPH 21 yang dipotong dan disetor
setiap bulan di halaman sebelumnya.
2. PPH dipotong dan disetor bagi tenaga kerja lepas
a. Himawan
Upah bulan Juli 3500.000
Ubah sehari = upah sebulan + jumlah hari pengerjaan= 3500.000 + 20 Rp175000
(-) upah tidak kena pajak sehari
PTKP setahun + 360 = 36.000.000 + 360
(Karena upah sebulan telah melebihi 3.000.000) Rp 100.000
Upah terutang pajak sehari Rp75.000

PPh pasal 21 sehari = 5% × Rp75.000 Rp 3750


Pph pasal 21 Juli : 20 × Rp 3750 Rp 75000
Upah terutang pajak sebagai dasar pwngenaan pajak Juli: 20 × Rp 57.500

b. Hendrawan
Upah bulan juli 2000.000
Upah sehari= upah sebulan + jumlah hari pengerjaan = 2000.000 + 5 400.000
(-) Upah tidak kena pajak sehari
(Karena upah sebulan tidak melebihi 3000.000) Rp300.000 (-)
Upah terutang pajak sehari Rp100.000

Pph Pasal 21 sehari: 120% × 5% × 100.000 (tidak ber NPWP) Rp 6000


Pph Pasal 21 Juli : 5 × 6000 Rp 30.000
Upah terutang pajak sebagai dasar pengenaan pajak Juli : Rp500.000

c. Hilman
Upah bulan Juli Rp2.000.000
Upah sehari : upah sebulan + jumlah hari pengerjaan = 2000000 + 10 Rp200.000
(-) Upah tidak kena pajak sehari
(Karena upah sebulan tidak melebihi 3000.000) Rp.300.000
(-)
Upah terutang pajak sehari NIHIL

PPH pajak 21 NIHIL

Mekanisme Pemungutan PPh pasal 21/26

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian sebelumnya bahwa PPh pasal 21


dibayarkan oleh wajib pajak melalui pemotongan oleh pihak lain, yaitu pemberi kerja,
yang selanjutnya disebut sebagai pemotong pajak. Kewajiban pemotong pajak dalam
menghitung, memotong, menyetor, dan melaporkan PPh pasal 21 adalah:
1. Pemotong pajak, setelah memotong pajak, wajib pajak menyetorkan pajak tersebut ke
bank. Persepsi atau kas negara atau kantor pos dengan menggunakan surat setoran
pajak atau SSP selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
2. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat wajib pajak terdaftar dengan menggunakan surat pemberitahuan atau SPT masa
selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan tahun berikutnya.
3. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21, baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan
sebagai pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua secara berkala dan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia, anggota Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya. Bukti
pemotongan PPh pasal 21 ini ada dua yaitu bukti pemotongan PPh pasal 21 atau PPh
pasal 26 dan bukti pemotongan PPh pasal 21.
4. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 tahunan kepada
pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua secara berkala dan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia,
anggota Polisi Republik Indonesia, pejabat negara, dan pensiunan nya dalam waktu 2
bulan setelah tahun takwim berakhir. Formulir bukti pemotongan ini berupa formulir
1721-A1 untuk pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua atau
tabungan hari tua atau jaminan hari tua berkala dan formulir 1721-A2 untuk pegawai
negeri sipil, anggota TNI atau Polri, pejabat-pejabat negara dan pensiunannya.
5. Pada masa pajak terakhir dalam suatu tahun pajak, pemotong pajak berkewajiban
menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilan pegawai tetap
atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua secara
berkala dan Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya. Disamping melaporkan atau
menyampaikan SPT masa PPh pasal 21 untuk satu masa pajak, pada masa pajak
terakhir pemotong pajak juga menyampaikan daftar bukti pemotongan PPh pasal 21
bagi pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua secara berkala dan pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara dan pensiunannya dalam satu tahun pajak.

Kasus
Perdana Transport merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa
transportasi. Perusahaan ini didirikan sejak akhir 2010 oleh pemiliknya, yaitu Tuan Akbar.
Berikut ini informasi yang berkaitan dengan penghitungan, pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan PPh pasal 21.
1. Data perusahaan
Nama Perusahaan : Perdana Transport
NPWP : 04.129.225.2.542.000
Alamat : Jl. Kalimantan Km. 5 No. 49 Yogyakarta, 55281
Telp : (0274) 524501
E-mail : perdana@yahoo.com
Jenis Usaha : Jasa Transportasi

2. Data Pegawai
a. Pegawai tetap
Ananda
Jalan Patimura 12 Yogyakarta, 78.222.333.4.542.000, manajer, menikah dengan 1 anak
kandung; gaji sebulan Rp 6.000.000, tunjangan Rp 3500.000
Monalisa
Jl. Pandeansari 100 Yogyakarta, 78.222.444.4.542.000, wakil manajer, belum menikah
tanpa tanggungan gaji sebulan Rp.4500.000, tunjangan Rp.2500.000
Riskawan
Jl. Sultan Agung 25 Yogyakarta, 78.222.555.4.542.000, pelaksana pemasaran, menikah
tanpa tanggungan, gaji sebulan Rp 2750.000, tunjangan Rp500.000

Yogananta
Jalan Cendana CT II/5 Yogyakarta, pelaksana umum, belum menikah tanpa tanggungan,
gaji sebulan Rp 2750.000, tunjangan 250.000
Efendi
JL. Gelatik UH III/20 Yogyakarta, pelaksana umum, menikah dengan 3 anak kandung, gaji
sebulan Rp 2750.000, tunjangan Rp 250.000

Lain-lain:
1. Setiap pegawai memperoleh tunjangan disiplin sebesar 10% dari gaji pokok
2. Perusahaan ikut program BPJS Ketenagakerjaan dengan membayar premi untuk setiap
pegawai berupa premi asuransi kecelakaan kerja sebesar 2% dari gaji pokok
3. Setiap pegawai membayar iuran pensiun sebesar 2,5% dari gaji pokok
Contoh 10.1
Mr. GeoFerry menerima honorarium sebesar 100.000.000 dari hotel Melia
Yogyakarta. Honorarium tersebut diperoleh sehubungan dengan jasa konsultasi yang
telah diberikan-nya PPh pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia adalah 20% dikali
100000000 = 20000000
Contoh 10.2
Russel frederickson adalah pegawai yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Dia
berstatus menikah dan mempunyai dua orang anak. Dia memperoleh gaji pada bulan Maret
2016 sebesar U$2.500 sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan adalah harga
Rp1.000 untuk U$1. PPh pasal 26 adalah 20% dikali U$2500 × 14000 = Rp.7000.000

Teknik penghitungan dan pengisian SPT masa PPh pasal 21/pasal 26

Beberapa formulir yang digunakan dalam administrasi pajak penghasilan pasal


21 terdiri atas bukti pemotongan PPh pasal 21/26, daftar bukti pemotongan PPh pasal
21/26, SPT masa PPh pasal 21/26, surat setoran pajak (SSP) dan lain-lain.

Bentuk dan isi SPT tahunan PPh pasal 21


Bentuk SPT masa PPh pasal 21 sesuai peraturan Dirjen pajak nomor PER
14/PJ/2013 dapat dilihat pada halaman selanjutnya. Pemotongan PPh pasal 21 dan atau
pasal 26 wajib menggunakan SPT masa PPh pasal 21 dan atau pasal 26 dalam bentuk e-
SPT dalam hal:
1. Melakukan pemotongan PPh pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun
atau tunjangan hari tua atau jaminan hari tua berkala dan atau terhadap pegawai negeri
sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, pejabat negara
dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 orang dalam satu Masa pajak.
2. Melakukan pemotongan PPh pasal 21 dan atau pasal 24 selain pemotongan PPh pasal
21 pada angka 1 dengan jumlah bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen dalam satu
masa pajak, dan/atau.
3. Melakukan pemotongan PPh pasal 21 dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih
dari 20 dokumen dalam suatu masa pajak.
4. Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan atau bukti PBK yang jumlahnya lebih
dari 20 dokumen dalam suatu masa pajak.

Pemotongan PPh pasal 21 dan atau pasal 26 dapat menggunakan SPT masa PPh
pasal 21 dan atau pasal 26 dalam bentuk formulir kertas atau e-SPT dalam hal :
1. Melakukan pemotongan PPh pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun
atau tunjangan hari tua atau jaminan hari tua berkala dan atau terhadap pegawai negeri
sipil, anggota TNI/Polri Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 orang dalam suatu masa pajak
2. Melakukan pemotongan PPh pasal 21 dan atau pasal 24 selain pemotongan PPh pasal
21 pada angka 1 dengan jumlah bukti pemotongan tidak lebih dari 20 dokumen dalam
suatu masa pajak.

Kode formulir Nama Formulir

1721 Induk SPT terdiri atas 2 halaman.

1721 -I Daftar pemotongan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap dan


penerima pensiun berkala atau tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua serta bagi Pegawai Negeri Sipil, anggota
TNI, anggota Polri, pejabat negara dan pensiunannya

1721-II Daftar bukti pemotongan PPh pasal 21 dan atau pasal 26.

1721 - III Daftar bukti pemotongan PPh pasal 21 final

1721 - IV Daftar surat setoran pajak (SSP) dan atau bukti


pemindahanbukuan (Pbk) untuk pemotongan PPh pasal 21
dan atau pasal 26.

1721 - V Daftar biaya

1721 - VI Bukti pemotongan PPh pasal 21 atau pasal 26


1721 - VII Bukti pemotongan PPh pasal 21 final.

1721- A1 Bukti pemotongan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap atau


penerima pensiun atau tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua berkala.

1721- A2 Bukti pemotongan PPh pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil,


anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara atau
pensiunannya.

3. Melakukan pemotongan PPh pasal 21 dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak
lebih dari 20 dokumen dalam suatu masa pajak.
4. Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan atau bukti PBK yang jumlahnya tidak
lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.

Penghitungan PPh pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima pada
tahun pertama pensiun yaitu :
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan dengan
banyakbulansejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun Sampai bulan
Desember ( biaya pensiun = 5% dari uang pensiun dengan jumlah maksimal
Rp200.000 sebulan).
b. Penghasilan neto pensiun pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam
tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum
pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti
pemotongan PPh pasal 21 sebelum pension
c. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, Jumlah penghasilan pada huruf b
tersebut dikurangi dengan ptkp dan selanjutnya dihitung PPh pasal 21 atas
penghasilan kena pajak tersebut
d. PPh pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan
cara mengurangi PPh pasal 21 huruf C dengan PPh pasal 21 yang terutang dari
pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang
tercantum dalam bukti PPh pasal 21 sebelum pension
e. PPh pasal 21 atas uang pensiun bulan adalah sebesar PPh pasal 21 seperti dalam
huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagai sebagai dimaksud pada huruf e

Penghitungan PPh pasal 21 di tempat pemberi kerja sebelum pensiun


Apabila waktu dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya
berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan
pegawai yang bersangkutan maka perhitungan PPh pasal 21 terutang sebulan
dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode
ketika pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum
memasuki masa pensiun.

Penghitungan PPh pasal 21 oleh dana pensiun yang membayarkan uang


pensiun bulanan 
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai pensiun dalam hal yang
bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari 1 pekerja dan
uang pensiun dana pensiun perhitungan pemotongan PPh pasal 21 atas uang pensiun
pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada
tegangan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan
uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan agar dana
pensiun dapat melakukan pemotongan seperti itu maka penerima pensiun harus
segera menyerahkan bukti pemotongan PPh pasal 21( formulir 1721 A 1/1721A12)
dari pemberi kerja.

 Hitungan 3
Hitungan 3 diterapkan pada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
pemegang dan calon Pegawai langkah-langkah penghitungan PPh pasal 21 adalah:
1. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang dan cara pegawai penerima
upah  harian upah mingguan upah satuan upah borongan dan uang saku harian.
tentukan jumlah upah uang saku harian atau rata-rata upah uang saku yang diterima
atau diperoleh dalam sehari
2. Upah mingguan dibagi banyak hari dalam seminggu
3. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari
4. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan borongan. 

Contoh: 
Dalam hal upah atau uang saku harian atau rata-rata upah 1 harian belum
melebihi Rp300.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu
bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp3.000.000 PPh pasal 21 yang
harus dipotong adalah

 PPh pasal 21 sehari =  tarif 5%  x  upah kena pajak sehari


 ubah kena pajak sehari sama dengan upah sehari di kurang
Rp300.000

Hitungan 4
Hitungan 4 diterapkan bagi
1.  Mantan pegawai yang menerima pajak produksi,  gratifikasi dari bonus atau
imbalan lain yang tidak teratur.
2. Dewan komisaris pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan atau honorarium
yang diterimanya.
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan dana pension.

PPh pasal 21 = tarif  pasal 17 x penghasilan bruto kumulatif

Tarif PPH pasal 17 ayat 1 huruf A


 Contoh : 
Mantan pegawai yang menerima jasa produksi ratifikasi dan bonus atau
imbalan lain yang tidak teratur. Victoria Endah bekerja pada PT Fajar Wisesa pada 1
Januari 2016 ia telah berhenti bekerja pada PT Fajar Wisesa karena pensiun pada
bulan Maret 2016 Victoria Endah menerima bonus tahun 2015 dari PT Fajar Wisesa
sebesar  25 juta rupiah
 Penghitungan PPh pasal 21 yang dipotong
5%x 25 Juta Rupiah RP. 1.250 000
Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan dibayarkan penghasilan
kepada mantan pegawai lebih dari satu kali maka PPh pasal 21 atas pembayaran
penghasilan yang berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat 1 huruf
a   uu uu PPH atas Jumlah penghasilan bruto yang diterima dengan perhitungan 
yang telah ditera pada bulan Juni 2016 menerima jasa produksi tahun 2015 sebesar 
35 juta penghitungan PPh pasal 21:

 5% x  25 juta Rp1..250.000


15% x 10 juta rupiah Rp1.500.000
PPh pasal 21 dipotong Rp.2 700.00

Hitungan 5
Hitungan 5 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat
berkesinambungan
1.  Hitungan 5 bukan pegawai telah memiliki NPWP  dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh pasal 21/26 serta tidak
memperoleh penghasilan lainnya.

PPh pasal 21  sebulan - tarif   pasal 17 PKP 


Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan
  PPh pasal 21  sebulan =  tarif pasal  27x  PKP
PKP =  50% penghasilan bruto

Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan pada peserta kegiatan yang menerima imbalan
PPh pasal 21 = tarif pasal 17 x  penghasilan bruto
Contoh :
Soni adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia yang bertempat tinggal
di Jakarta yang menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold yang memperoleh
hadiah sebesar  Rp200.000.000 pasal 21 atas hadiah tersebut adalah;
 5% * 50 juta Rp 2.500.000 
15%  * 150 juta Rp 22.500.000
Rp 25.000.00

Hitungan 8
Hitungan 8 diterapkan pada pejabat PNS anggota TNI/POLRI dan pensiunan yang
memperoleh honorarium atau imbalan yang bersumber dari APBN dan APBD PPH
bersifat final.
 Penerima    PPh pasal 21
PNS golongan 1 dan 2 anggota anggota tni/polri 0% * penghasilan bruto
golongan pangkat perwira Tamtama dan Bintara pensiunannya 
PNS golongan 3 anggota TNI Polri golongan pangkat 5% * penghasilan bruto
dan pensiunannya

Perwira Pertama      
PNS golongan 4 anggota TNI Polri golongan pangkat 15% *penghasilan bruto
Perwira menengah nya dan tinggi dan pensiunannya

Hitungan 10
Hitungan 10 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai subjek pajak luar
negeri
PPh pasal 26 =   20% x  penghasilan bruto

Tahapan penghitungan pph pasal 21 atas penghasilan pegawai dipindahtugaskan

Pada saat pegawai dipindahtugaskan pegawai yang bersangkutan tidak berhenti


bekerja dari perubahan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap
bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasi saja. Dengan demikian,
dalam penghitungan PPH pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama
setahun.

Contoh :

Penghitungan PPH pasal 21

Kantor pusat di jakarta

Gaji sebulan : 5 X Rp. 3.500.000 Rp. 5.500.000

Pengurangan :

1. biaya jabatan 5% X Rp. 17.500.000 Rp. 875.000

2. iuran pensiunan 5 X Rp. 100.000 Rp. 500.00

Rp. 1.375.000

Penghasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp. 16.125.000

Penghasilan neto setahun

12/5 X Rp. 16. 125.000 Rp. 38.700.000

PTKP

-untuk WP sendiri Rp. 36.000.000

Penghasilan kena pajak Rp. 2.700.000

PPH pasal 21 atas gaji setahun

5% X Rp. 2.700.000 Rp. 135.000

PPH pasal 21 terutang januari s.d mei 2016 :

Rp. 135.000 X 5/12 Rp. 56.250

PPH pasal 21 yang sudah dipotong januari s.d mei 2013


5 X Rp. 11.250 Rp. 56.250(-)

PPH pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Catatan :

PPH pasal 21 yang telah dipotong pada januari s.d Mei untuk setiap bulannya adalah Rp.
11.250

Pegawai mulai bekerja pada tahun berjalan

Pegawai tetap yang berkewajiban pada subjektifnya sebagai subjek pajak dalam negri sudah
ada sejak awal tahun kalender tetapi baru bekerja pada pertengahan tahun

Gaji sebulan Rp. 10.000.000

Pengurangan :

1. biaya jabatan

5% X Rp. 10.000.000 Rp. 500.000

2. iuran pensiunan Rp. 150.000

Rp. 650.000

Penghasilan neto sebulan Rp. 9.350.00

Penghasilan neto setahun

4 X Rp. 9.350.000 Rp. 37.400.000

PTKP

- untuk WP sendiri Rp. 36.000.000

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 1.400.000


PPH pasal 21 setahun

5% X Rp. 1.400.000 Rp. 70.000

PPH pasal 21 Sebulan :

Rp. 70.000/4 Rp. 17.500

Pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam
negri dimulai setelah permulaan tahun pajak, dan mulai bekerja pada tahun berjalan

PPH pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja

Dalam hal pegawai tetap PPH pasal 21 atas gaji pegawai tetap ditanggung oleh
pemberi kerja. Pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam
pengertian kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) huruf b dan
bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan.

PPh pasal 21 terhadap pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak

Apabila kepada pegawai tetap diberikan tunjangan pajak maka tunjangan pajak
tersebut merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada
penghasilan yang diterimanya.

Perhitungan PPH Pasal 21 yang harus dipotong pada masa pajak terakhir meliputi :

Pegawai tetap bekerja sampai akhir tahun kalender, sehingga masa pajak
terakhir adalah bulan desember, dibedakan menjadi :

1) Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan/tidak berubah maka PPH pasal 21 yang dipotong
pada bulan desember besarnya sama dengan bulan-bulan sebelumnya.

Contoh :
Jika lelana status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga,
bekerja pada PT lazuardi internusa dengan memperoleh gaji dan tunjangan hidup setiap
bulan sebesar Rp. 5.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada
perusahaan. Dana perusahaan yang pendirian nya telah disahkan oleh menteri keuangan
setiap bulan sebesar Rp.200.000.

Perhitungan PPH pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan januari-desember
2013 adalah :

Gaji tunjangan sebulan Rp. 5.500.000

Pengurangan :

1. biaya jabatan 5% X Rp. 5.500.00 Rp. 275.000

2. iuran pensiunan Rp. 200.00

Penghasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp. 475.000

Penghasilan neto setahun

12 X Rp. 5.025.000 Rp. 60.300.000

PTKP(TK/0)

-untuk WP sendiri Rp. 36.000.000

Penghasilan kena pajak Rp. 24.300.000

PPH pasal 21 atas gaji setahun

5% X Rp. 24.300.000 Rp. 1.215.000

PPH pasal 21 atas gaji bulan desember 2016 :

Rp. 1.215.000/12 Rp. 101.250


Perhitungan PPH pasal 21 yang harus dipotong pada bulan desember besarnya sama dengan
penghitungan.

Perhitungan PPH pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan
januari-mei. Perhitungan PPH pasal 21 terutang dan harus dipotong untuk bulan juni
2016. Setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu
NPWP kepada pemberi kerja. Dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan juni tidak
berubah.

Apabila pemberi kerja adalah wajib pajak selain pemerintah atau wajib pajak
yang pengenaan pajaknya berdasarkan PPH final atau berdasarkan norma perhitungan
khusus maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan
kedalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan.

PPH pasal 21 terhadap pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak

Apabila kepada pegawai tetap diberikan tunjangan pajak maka tunjangan pajak
tersebut merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada
penghasilan yang diterimanya.

Pegawai tetap memperoleh penghasilan dalam bentuk nature dan kenikmatan


lainnya yang diberikan oleh wajib pajak yang pengenaan pajak penghasilannya bersifat
final atau berdasarkan norma perhitungan khusus.

Perhitungan PPH Pasal 21 yang harus dipotong pada masa pajak terakhir meliputi :

Pegawai tetap bekerja sampai akhir tahun kalender, sehingga masa pajak terakhir adalah bulan
desember, dibedakan menjadi :

Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan/tidak berubah maka PPH pasal 21 yang dipotong
pada bulan desember besarnya sama dengan bulan-bulan sebelumnya.

Contoh : Jika lelana status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja
pada PT lazuardi internusa dengan memperoleh gaji dan tunjangan hidup setiap bulan sebesar
Rp. 5.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan. Dana
perusahaan yang pendirian nya telah disahkan oleh menteri keuangan setiap bulan sebesar
Rp.200.000.
Perhitungan PPH pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan januari-desember
2013 adalah :

Gaji tunjangan sebulan Rp. 5.500.000

Pengurangan :

1. biaya jabatan 5% X Rp. 5.500.00 Rp. 275.000

2. iuran pensiunan Rp. 200.00

Penghasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp. 475.000

Penghasilan neto setahun

12 X Rp. 5.025.000 Rp. 60.300.000

PTKP(TK/0)

-untuk WP sendiri Rp. 36.000.000

Penghasilan kena pajak Rp. 24.300.000

PPH pasal 21 atas gaji setahun

5% X Rp. 24.300.000 Rp. 1.215.000

PPH pasal 21 atas gaji bulan desember 2016 :

Rp. 1.215.000/12 Rp. 101.250

Perhitungan PPH pasal 21 yang harus dipotong pada bulan desember besarnya sama dengan
penghitungan.

Perhitungan PPH pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan
januari-mei. Perhitungan PPH pasal 21 terutang dan harus dipotong untuk bulan juni
2016. Setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu
NPWP kepada pemberi kerja. Dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan juni tidak
berubah.

Apabila pemberi kerja adalah wajib pajak selain pemerintah atau wajib pajak
yang pengenaan pajaknya berdasarkan PPH final atau berdasarkan norma perhitungan
khusus maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan
kedalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan.
BAB 7PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PPh pasal 23 adalah pajak yang dipotong atau penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 yang
dibayar atau terutang oleh badan pemerintah atau subyek pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Pemotong PPh Pasal 23

Pihak-pihak yang termasuk pemotong PPh Pasal 23

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh kepala
kantor pelayanan pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23

Penerima Penghasilan yang dipotong PPH Pasal 23

1. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan)


2. Bentuk usaha tetap (BUT)

Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 atau Objek PPh sesuai dengan pasal 23 UU No 36
Tahun 2008, yaitu :

1. Dividen
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubung dengan jaminan
pengembalian utang
3. Royalty
4. Hadiah, penghargaan , bonus
5. Sewa dan penghasilan lain sehubung dengan penggunaan harta kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubung dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak
penghasilan sebagaimana yang dimaksud pasal 24 ayat (1) huruf e UU PPh
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi

Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPH Pasal 23

Dibawah ini yang bukan objek PPh pasal 23 sesuai dengan pasal 23 ayat (4) UU No 17 Tahun
2000 yaitu :

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang pada Bank


2. Sewa yang dibayarkna atau terutang dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
3. Dividen atau bagian laba yang diterima terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri,
koperasi, BUMN,
4. Bagian laba yang diterima anggota dari komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham
5. Sisa hasil usaha koperasi
6. Penghasilan yang dibayar kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan.

Menghitung PPH Pasal 23

PPh Pasal 23 = Tarif x Dasar pengenaan pajak

Dasar pengenaan Pajak = Jumlah Bruto Penghasilan

Tarif

Tarif PPh sebagai berikut :

1. Tarif 15% dikenakan atas penghasilan berupa


a. Dividen
b. Bunga
c. Royalty
d. Hadiah, Bonus
2. Tarif 2% dikenakan atas penghasilan berupa
a. Sewa
b. Imbalan jasa yang tidak dipotong PPh pasal 21

Pengenaan PPh atas dividen dibedakan sebagai berikut

a. Dividen yang diterima wajib pajak luar negeri dikenakan tarif 20%
b. Dividen yang diterima wajib pajak orang pribadi dikenakan tarif 10%
c. Dividen yang berbentuk koperasi yang berasal dari cadangan laba tidak dibagi
dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek pajak)
d. Dividen dalam bentuk perseroan terbatas dan BUMN
e. Dividen selain memenuhi ketentuan huruf a sampai d dikenakan tarif 15%

Pengenaan PPh atas Bunga

a. Bunga diterima oleh wajib pajak luar negeri sebesar 20%


b. Bunga obligasi atau diskonto sebesar 15%
c. Bunga yang dibayar oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari pengenaan PPh
d. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah sebesar 20%
e. Bunga yang diterima anggota koperasi dengan jumlah tidak melebihi 240.000 sebulan
dikecualikan dari dari pengenaan PPh
f. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan jumlah
240.000 sebulan dikenakan tarif 10% bersifat final
g. Bungan pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a sampai f dikenakan tarif 15%
PPh pasal 23

Pengenaan atas sewa

a. Sewa tanah atau bangunan dikenakan tarif 10% bersifat final


b. Sewa selain tanah dan bangunan misalnya kendaraan dikenakan tarif 15%

Pengenaan PPh atas Hadiah

a. Hadiah undian dikenakan tarif 25%


b. Hadiah penghargaan yang diterima wajib pajak orang pribadi dikenakan tarif pasal 17
UU PPh sesuai ketetentuan pasal 21
c. Hadiah penghargaan dikenakan tarif 20%

Imbalan jasa dibedakan menjadi :


a. Imbalan jasa oleh orang pribadi dikenakan tarif pasal 17 UU PPh
b. Imbalan jasa oleh orang luar negeri dikenakan tarif 2%
c. Imbalan jasa oleh badan usaha dikenakan tarif 2%PPh 21

Dasar pengenaan pajak

Dasar pengenaan pajak dalam Pph pasal 23 adalah jumlah bruto penghasilan, jumlah bruto
penghasilan adalah jumlah dividen, bunga, royalty, hadiah penghargaan, bonus, sewa dan
imbalan jasa lain tidak dikurangi beban apapun dan tidak dikalikan dengan persentase tertentu.
Berdasarkan peraturan menteri keuangan Nomor 141/PMK.03/2015, jumlah bruto imbalan
jasa lain tidak termasuk pajak pertambahan Nilai.

1. Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan atau pembelian barang atau material
yang terkait dengan jasa yang diberikan.
2. pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa terkait jasa
yang diberikan oleh penyedia jasa.
3. pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian atau biaya yang telah
dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa
bersangkutan.

Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPH Pasal 23


1) Pajak penghasilan pasal 23 tentu tampan akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada
akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. hal yang dimaksud dengan
saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya
oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2) Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim ini berikutnya setelah bulan saat terutang pajak ke bank
persepsi atau kantor pos Indonesia.
3) Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat pemberitahuan masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
4) Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang
pribadi atau badan yang dibebani pajak penghasilan yang dipotong.
5) Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 lakukan secara
desentralisasi, artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23. hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh pasal 23 tersebut.

BAB 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. PERMOHONAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

Pajak yang terutang atau dibaya di luar negeri akan dikreditkan, tetapi dengan syarat wajib
pajak menyampaikan surat permohoan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan lampiran:

 laporan keuangan tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri,

 fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan diluar negeri, dan

 dokumen pembayaran pajak diluar negeri.

B. PENGGABUNGAN PENGHASILAN

Untuk penghasilan yang berasal dari luar negeri, berikut adalah ketentuan-ketentuan atas
penggabungan penghasilan, diantaranya:

 penghasilan yang berasal dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun
diperolehnya penghasilan.

 penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalti, dan lain-lain. Penggabungan


penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterima penghasilan.

 penghasilan berupa deviden yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dan penyertaan
modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau bersama-sama dengan
wajib pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor
pada badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek.
C. PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN

Dalam menentukan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang diluar
negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai
berikut:

 penghasilan saham dan sekuritas lainnya, maka sumber penghasilan adalah negara
tempat badan menerbitkan saham atau sekuritas tersebut berkedudukan

 penghasilan berupa bunga, royalty dan sewa yang berhubungan dengan penggunaan
harta bergerak, maka sumber penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar
tersebut berkedudukan

 penghasilan berupa sewa yang sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak,
maka sumber penghasilan adalah negara tempat harta tersebut berada

 penghasilan berupa sewa sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, maka
sumber penghasilan adalah tempat negara yang membayar

 penghasilan berupa bentuk usaha tetap, maka sumber penghasilan adalah negara tempat
bentuk usaha tersebut menjalankan usaha.

D. BESARNYA KREDIT PAJAK DIPERBOLEHKAN

1. Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri

Berikut ketentuan jumlah kredit pajak luar negeri diperbolehkan:

 Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap total PPh terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima .

 Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan


jumlah pejak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan di luar negeri dengan
penghasilan kena pajak.
2. Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha dalam negeri

Jika terjadi kerugian usaha didalam negeri, maka sejumlah kerugian yang diderita tersebut
dapat digabungkn atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di
dalam negeri.

3. Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha luar negeri

Jika terjadi kerugian yang diderita luar negeri maka kerugian tersebut tidak boleh
digabungkan/dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari dalam
negeri.

4. Penghitungan PPh pasal 24 jika penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara

Jika diperoleh penghasilan luar negeri yang berasal dari berbagai negara maka besarnya batas
maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara.

Menghitung Angsuran Bulanan

Besarnya angsuran pajak dalam tahunan pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib
pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah sebesar pajak penghasilan yang menurut surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahunan pajak yang lalu dikurangi dengan :

√ pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23,serta

√ Pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dan

√ pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu

Pengurngan/Kredit Pajak Tahun lalu :


PPh Pasal 21

PPh Pasal 22

PPh Pasal 23

PPh Pasal 24

Total kredit pajak

Dasar perhitungan tahun ini

Angsuran PPh pasal 25 tahun ini : dasar perhitungan angsuran + 12 atau banyak nya bulan
dalam bagian pajak tahun lalu.

Contoh 1:

Pajak penghasilan yang terutang untuk tuan hakim mendasarkan surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun 2016 sebesar Rp. 50.000.000 pajak yang telah dipotong atau dipungut
oleh pihak ketiga serta yang terutang dan dibayar diluar negeri dalam dalam tahun 2016 :

√ Pemungutan PPh Pasal 21 Melalui pembeli besar Rp. 15.000.000

√Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp. 10.000.000

√Pemungutan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp. 2.500.000

√ pembayaran pajak diluar negeri sebesar Rp. 7.500.000 seluruh nya dapat dikreditkan sebagai
PPh pasal 24

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Badan

Contoh 2 :

Pajak penghasilan yanh terutanh untuk PT perdana berdasarkan surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun 2016 sebesar Rp. 125.000.000 pajak yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar diluar negeri dalam tahun 2016
sebagai berikut
√ Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain(PPh pasal 22)sebesar Rp. 30.000.000

√ Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain(PPh pasal 23)Sebesar Rp. 15.000.000

√ Pajak penghasilan yang dibayar diluar negeri sebesar Rp. 42.500.000 tetapi berdasarkan
ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh pasal 24 ) sebesar Rp. 40.000.000

Pajak penghasilan yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang dibayar atau
yanh terutang diluar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan
dalam tahun 2016.

Maret 2017 adalah nihil sedangkan besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk bulan januari sampai
maret 2017 sama dengan angsuran bulan desember tahun 2014 yang didasarkan perhitungan
SPT tahunan PPh tahunan Pajak 2016 dan SKP yang terbit dalam tahun 2017.

Apabila sisa kerugian tahun sebelumnya telah melewati batas waktu konpensasi 5 tahun maka
kerugian tersebut tidak bisa dikompensasikan.oleh karena itu tidak memengaruhi perhitungan
angsuran PPh pasal 25.

Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur

Penghasilan teratur adalah penghasilan yanh lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala
sekurang kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak. Penghasilan ini dapat bersumber dari
kerugian usaha,pekerjaan bebas, pekerjaan, maupun pengalihan harta atau modal, kecuali
penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final.

Jika wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur maka besarnya angsuran PPh pasal 25
adalah sama dengan PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan PPh dikurangi dengan PPh
yang dipotong atau dibayar diluar negeri yang boleh dikereditkan sesuai ketentuan pasal
21,22,23 dan pasal 24 UU PPh kemudian dibagi 12 atau banyak nya bulan dalam bagian tahun
pajak.

Dasar perhitungan PPh Yang dimaksud adalah jumlah penghasilan neto Menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lain setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur.
SPT Tahunan PPh yang lalu Disampaikan Setelah Lewat Batas

Apabila SPT tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan Setelahlewat batas waktu yang
ditentukan yaitu selambat lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak waktu untuk ahir
tahun wajib pajak orang pribadi dan 4 bulan setelah ahir tahun pajak untuk untuk wajib pajak
badan besarnya pph pasal 25 dihitung.

Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada besarnya PPh pasal 25 pada
huruf h atas kekurangan tersebut terutang bunga 2% sebulan untuk jangka waktu yang dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh pasal 25 dari masing masing bulan sampai dengan tanggal
penyetoran.

Apabila besarnya PPh pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh Pasal 25 Pada
huruf B maka atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindah bukukan Ke PPh pasal 25 bulan
berikutnya setelah penyampaian spt tahunan PPh.

Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT tahunan PPh yang mengakibatkan Angsuran
Bulanan Lebih Besar Pada Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan

Apabila dalam tahun berjalan wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun pajak
yang lalu besarnya pph pasal 25 dihitung kembali berdasarkan spt tahunan pph Pembetulan
tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut perhitungan
kembali besarnya angsuran PPh pasal 25 berdasarkan SPT pembetulan tetap memerhatikan
ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur.

Apabila pph pasal 25 setelah pembetulan SPT tahunan tersebut lebih kecil daripada PPh Pasal
25 sebelum dilakukan pembetulan Atas kelebihan setoran PPh pasal 25 dapat dipindah
bukukan ke PPh pasal 25 bulan bulan berikutnya setelah penyampaian SPT tahunan
pembetulan.

a) Untuk bulan bulan mulai batas waktu penyampain SPT sampai dengan bulan
sebelumnya disampaikanya SPT tersebut.besarnya anggatan PPh pasal 25 sama dengan
besarny PPh pasal 25 bulan terahir tahun pajak yang lalu.
b) Untuk bulan bulan setelah wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh
Apabila besarnya PPh pasal 25 padah Huruf a lebih besar dari pada besarnya PPh pasal 25
pada huruf h, atas kekurangan tersebut terutang 2% sebulan untuk jangka waktu yanh dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh pasal 25 dari masing masing bulan sampai tanggal
penyetoran.

Apabila besarnya PPh pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada PPh pasal 25 pada huruf h
atau kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke pph pasal 25 bulan bulam berikutnya
setelah penyampaian SPT tahunan PPh.

Menghitung Angsuran PPH Pasal 25 Apabila Dalam Tahun Berjalan Diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Untuk Tahun Pajak Yang Lalu

Apabila Tahun Berjalan Diterbitkan Surat Keterangan Pajak Untuk Tahun Pajak Yang lalu,
besarnya pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut. Perubahan besaran
angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan diterbitkan surat
ketetapan pajak.

Contoh :

Berdasarkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak 2016 yang
disampaikan wajib pajak dalam bulan februari 2017, perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar adalah Rp. 1.250.000 dalam bulan juni 2017, telah diterbitkan surat
ketetapan pajak tahun pajak 2016 yang dihasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan
sebesar Rp. 2.000.000

Berdasarkan ketentuan tersebut, besarnya angsuran pajak mulai bulan juli 2017 adalah sebesar
Rp. 2.000.000 penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak teesebut
bisa sama , lebih besar atau lebih kecil, dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan surat
pemberitahuan tahunan.

Contoh 2 :

Wajib pajak PT perdana tahun 2016 memperoleh penghasilan neto sebesar Rp. 500.000.000
pajak yang telah dibayarkan melalui pemotongan oleh pihak ketiga serta yang terutang atau
dibayar diluar negri dalam tahun 2016 sebagai berikut :
- PPH pasal 22 atas impor barang sebesar Rp. 50.000.000

- PPH Pasal 23 atas sewa, deviden, dan lain lain Rp. 10.000.000

- Angsuran PPH pasal 25 untuk tahun 2017 PPh tentang Berdasar Spt Tahunan PPh tahun 2016

Penyetoran dan pelaporan

Angsuran pajak bulanan (PPh Pasal 25) tersebut dibayar/ disetor sendiri oleh wajib pajak
paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya. Angsuran pajak bulan maret 2017
dilaporkan paling lambat tanggal 15 april 2017.

Pelaporan ( penyampaian SPT) masa atas angsuran pajak tersebut dilakukan paling lambat 20
hari setelah masa pajak berahir, angsuram pajak bulan maret 2017 dilaporkan paling lambat
tanggal 20 april 2017 sarana untuk melaporkan angsuran tersebut adalah spp lembar ketiga.

Menghitung Angsuran PPH Untuk Bulan - Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampain
SPT Tahunan PPH

Mengingat batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan bagi
wajib pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi wajib
pajak badan adalah ahir bulan keempat tahun pajak berikutnya besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk bulan bulan sebelum surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan diatas (PPh
Pasal 25)

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk bulan bulan
sebelum surat pemberitahuan pajak penghasilan disampaikan sebelum batas waktu
penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan sama dengan besarnya angsuran
pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Contoh 1 :

Apabila surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan pada contoh 1 ( wajib pajak orang
pribadi) disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi pada bulan maret 2017,besarnya
Angsuran Pajak Yang Harus Dibayar wajib pajak tersebut untuk bulan januari dan februari
2017 adalah sebesar angsuran pajak bulan desember 2016, misalnya besarnya angsuran pajak
bulan desember 2016 adalah Rp. 1.000.000sehingga angsuran untuk pph untuk bulan januari
dan februari 2017 masing masing sebesar Rp. 1.000.000

Terjadi perubahan usaha atau kegiatan wajib pajak

Perubahan usaha atau kegiatan wajib pajak dapat terjadi karena peranan usaha maupun
peningkatan usaha. Perundungan atau peningkatan usaha tersebut berpengaruh pada besarnya
penghasilan dan selanjutnya mempengaruhi PPh.

Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, wajib pajak mengalami
penurunan usaha dan dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh
pasal 25 maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh pasal 25
dengan cara sebagai berikut.

a) Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
wajib pajak terdaftar.

b) Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh pasal 25 tersebut harus disertai


dengan perhitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh pasal 25 untuk bulan-
bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

c) Apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan wajib
pajak tentang pengurangan PPh pasal 25, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak
memberikan keputusan maka permohonan wajib pajak tersebut dianggap diterima dan
wajib pajak dapat melakukan pembayaran PPh pasal 25 sesuai dengan
penghitungannya.

PPH PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU; BANK, BUMN, BUMD, WAJIB PAJAK
MASUK BURSA, DAN WAJIB PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN
KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HARUS MEMBUAT
LAPORAN KEUANGAN BERKALA; DAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
PENGUSAHA TERTENTU DENGAN TARIF PALING TINGGI 0,75% DARI
PEREDARAN BRUTO

PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru

Wajib pajak baru adalah wajib pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. Besarnya
angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak baru adalah sebesar pajak penghasilan
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atau penghasilan neto sebulan yang
disetahunkan dibagi 12.

Perkiraan penghasilan berdasarkan bulan operasi awal.

Besarnya penghasilan neto adalah:

1) Apabila wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat


dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya.

Contoh

PT Angkasa terdaftar sebagai wajib pajak pada KPP Yogyakarta pada tanggal 1
Februari 2016. Peredaran usaha bruto menurut pembukuan bulan Februari 2016 sebesar
500 juta. Setelah dikurangi dengan pengurangan atau biaya yang diperkenankan di
dapatkan penghasilan neto sebesar 100juta.

Penghitungan PPh pasal 25 bulan Februari 2016 sebagai berikut:

Penghasilan neto bulan Februari 2016 Rp 100.000.000

Penghasilan neto disetahunkan:

12 x Rp 100.000.000 Rp1.200.000.000

Total peredaran bruto setahun: 12 x Rp500.000.000 Rp 600.000.000

PPH yang terutang sebagai dasar penghitungan PPh pasal 25:


12,5% x (Rp4.800.000.000/Rp6.000.000.000) x Rp1.200.000.000 Rp120.000.000

25% x (Rp1.200.000.000 - Rp960.000.000) Rp60.000.000

Rp180.000.000

Angsuran PPh Pasal 25 sebulan:

Rp180.000.000 / 12 Rp15.000.000

2) Apabila wajib pajak menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan norma


penghitungan penghasilan neto penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan norma
penghitungan penghitungan penghasilan neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
Bagi wajib pajak orang pribadi baru Jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan
harus dikurangi terlebih dahulu dengan penghasilan tidak kena pajak.

Wajib Pajak Bang Dan Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi

Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak bank dan sewa guna usaha
dengan hak opsi adalah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi
pajak penghasilan pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang
lalu dibagi 12 (dua belas).

PPH PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BUMN DAN BUMD

Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak BUMN dan BUMD dengan
nama dan dalam bentuk apapun kecuali wajib pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak
opsi, adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba rugi fiskal menurut rencana kerja dan anggaran pendapatan tahun pajak yang
bersangkutan yang telah disahkan rapat umum pemegang saham dikurangi dengan pemotongan
dan pemungutan pajak penghasilan pasal 22 dan pasal 23 serta pajak penghasilan pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu dibagi 12.

apabila dalam tahun pajak yang bersangkutan terdapat sisa kerugian yang masih dapat
dikompensasikan maka dasar penghitungan PPh pasal 25 adalah PPH yang terutang atas PKP
yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa
kerugian yang belum dikompensasikan tersebut.

Apabila wajib pajak BUMN atau BUMD tersebut adalah wajib pajak baru Maka besarnya
angsuran PPh pasal 25 tidak dihitung sebagaimana halnya penghitungan untuk wajib pajak
baru tetapi dihitung berdasarkan RKAP.

WAJIB PAJAK MASUK BURSA DAN WAJIB PAJAK LAINNYA YANG


BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HARUS
MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA

Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak
lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala adalah
sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi
fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan
pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan pasal 23 pasal 22 dan pasal 24 yang dibayar
atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12 (dua belas).

PPH PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu
atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. besarnya angsuran pajak
penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu di tetapkan sebesar
0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tanpa usaha tersebut.

PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 25


1. PPh pasal 25 harus dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan
takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

2. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT masa selambat-lambatnya 20 hari


setelah masa pajak berakhir.

3. Bagi wajib pajak pengusaha tertentu berlaku juga ketentuan sebagai berikut.

a. Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha selain satu wilayah kerja kantor
pelayanan pajak harus mendaftarkan masing-masing tanpa usahanya di kantor
pelayanan pajak yang bersangkutan.

b. Wajib pajak yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih satu wilayah kerja
kantor pelayanan pajak harus mendaftarkan sejak tempat usahanya di Kantor
Pelayanan Pajak masing-masing tanpa usaha wajib pajak berkedudukan.

c. SPT tahunan PPH harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili
wajib pajak terdaftar dengan batas waktu seperti pada ketentuan butir 2.

PPH PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG BEPERGIAN KE


LUAR NEGERI

Besarnya fiskal luar negeri yang wajib dibayar oleh wajib pajak orang pribadi adalah

1. Rp2.500.000 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat udara.

2. Rp1.000.000 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan Angkatan Laut.

PENGECUALIAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK


ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI
1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dengan menunjukkan Visa
Kunjungan atau visa singgah.

2. Warga negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki
Dokumen resmi sebagai penduduk negeri tersebut dengan menunjukkan salah satu dari
tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini.

3. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia
melalui darat.

4. Para pekerja warga negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka
program pengiriman TKI dengan menunjukkan kartu tenaga kerja luar negeri atau
menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

5. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya
organisasi sosial termasuk 1 orang pendamping dengan menyerahkan surat persetujuan
dari Menteri Kesehatan atau yang mewakilinya.

6. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olahraga, atau misi keagamaan yang
mewakili pemerintah RI ke luar negeri dengan menyerahkan surat persetujuan dari
menteri terkait atau yang mewakilinya.

7. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 tahun yang akan belajar di luar negeri
dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa.

TATA CARA PENGECUALIAN PEMBAYARAN FISKAL LUAR NEGERI BAGI


WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE
LUAR NEGERI

Pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi yang akan bertolak ke luar
negeri dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki npwp dan telah berusia 21
tahun atau lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP oleh up selen direktorat
jenderal pajak yang bertugas di bandara udara atau pelabuhan laut keberangkatan keluar
negeri sepanjang npwp tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 hari sebelum hari
keberangkatan.

2. Untuk wajib pajak yang tidak memiliki npwp sendiri (istri atau suami anggota keluarga
saudara atau smanda dalam garis keturunan harus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya wajib pajak yang bersangkutan) diberikan melalui pengecekan
validasi NPWP wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya oleh uni
pembayaran siska luar negeri direktorat jenderal pajak yang bertugas di bandar udara
atau pelabuhan laut keberangkatan keluar negeri sepanjang NPWP tersebut telah
terdaftar sekurang-kurangnya 4 hari.

BAB 10 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atau pph pasal 26 wajib dilakukan oleh

1. Badan pemerintah

2. Subjek pajak dalam negeri

3. Penyelenggara kegiatan

4. Bentuk usaha tetap.

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 26

Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong pph 26 atau objek pph pasal 26 adalah

1. Dividen
2. Bunga termasuk premium diskon tuk dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian uang.

3. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

4. Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan

5. Hadiah dan penghargaan

6. Pension dan pembiayaan berkala lainnya

7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.

8. Keuntungan karena pembebasan hutang

TARIF DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Tarif

Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan PPh pasal 26
atau sesuai dengan persetujuan menghindar and pajak berganda antar negara.

Tarik 20% dikenakan dari dasar penggunaan pajak dengan ketentuan sebagai berikut

1. Tarif 20% dari penghasilan bruto

2. Tarif 20% dari penghasilan neto

3. Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan

Penghitungan pph pasal 26

1. PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan bruto

Penghitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam
bentuk

a) Deviden
b) Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan karena jaminan
pengembalian uang.

c) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.

e) Hadiah dan penghargaan

f) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

Sesuai peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2007 pengenalan pajak penghasilan atau deviden
yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah
menurut penginderaan pajak berganda yang berlaku dalam hal terdapat penanaman modal di
bidang bidang usaha tertentu.

2. PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto

Penghasilan neto = Perkiraan penghasilan neto x penghasilan bruto

Penghitungan tersebut diterapkan untuk

a) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

b) Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri

Besarnya perkiraan penghasilan neto di hitung berdasarkan kondisi sebagai berikut

1. Untuk premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri bayi
secara langsung maupun melalui pialang besarnya perkiraan penghasilan neto adalah
50% dari jumlah premi yang dibayar atau penghasilan bruto sehingga

PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto

= 20% (50% x penghasilan bruto)

=10% x penghasilan bruto


=10% x jumlah premi yang dibayar

2. Untuk premi yang dibayar perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia kepada
perusahaan asuransi lor negeri bebas secara langsung maupun melalui pialang adalah
10% dari jumlah premi yang dibayar atau penghasilan bruto sehingga:

Pph pasal 26 = 20% x penghasilan bruto

=20% x (10% x penghasilan bruto)

=2% x penghasilan bruto

=2% x jumlah premi yang dibayar

3. Untuk premi yang dibayar perusahaan re asuransi yang berkedudukan di indonesia


kepada perusahaan asuransi di luar negeri bayi secara langsung maupun melalui pialang
adalah 5% dari jumlah print yang dibayar atau penghasilan bruto sehingga:

Pph pasal 26 = 20% x penghasilan neto

=20% x (5% x penghasilan bruto)

=1% x penghasilan bruto

=1% x jumlah premi yang dibayar

SIFAT PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN, PENYET ORANG DAN


PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Sifat pemotongan atau pemungutan pph pasal 26

Pada prinsipnya, pemotongan pajak atas penghasilan wajib pajak luar negeri adalah bersifat
final, tetapi atas penghasilan berikut ini pemotongan pajak tidak bersifat final sea nggak
potongan pajak tersebut dapat diterbitkan dalam surat pemberitahuan pajak penghasilan.

Berikut ini penghasilan penghasilan yang dimaksud (pemotongan nya tidak berisifat final):
a) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian
jasa di indonesia yang sejenis dengan dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha
tetap di indonesia.

b) Penghasilan berupa deviden, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian barang royalti, sewa, dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan


jasa, pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala
lainnya; penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan reasuransi
yang dibayarkan kan kepada perusahaan asuransi luar negeri; penghasilan kena pajak
setelah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang diterima atau diperoleh
kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.

c) Penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status
menjadi di wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 26

Penghasilan berikut ini tentang pajak penghasilan pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium,
diskonto, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti sewa dan
penghasilan lain sehingga dengan penggunaan harta penghasilan sehubungan dengan jasa
pekerjaan dan kegiatan hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh pasal 26 adalah :
1. Pajak penghasilan pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya pada
tanggal 10 bulan tak Queen berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

2. Pemotong PPh pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan surat pemberitahuan masa


selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

3. Pemotong PPh pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh pasal 26 kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani membayar pajak penghasilan yang dipotong.

4. Pemotongan PPh pasal 26 atas pengembalian berupa penghasilan kena pajak sesudah
dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia tentang dan harus dibayar lunas
selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke-3 setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak
berakhir sebelum surat pemberitahuan tahunan disampaikan.

BAB 11. FISKAL DAN PRAKTIK PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh

REKONSILIASI FISKAL

Latar belakang rekonsiliasi fiskal

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan perhitungan,
khususnya laba menurut akuntansi dengan laba menurut perpajakan. laporan keuangan
komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor
swasta sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. untuk
kepentingan komersial atau bisnis laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip yang berlaku
umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk kepentingan fiskal laporan
keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan (Undang-Undang pajak penghasilan
ditingkat UU PPh). perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut
mengakibatkan perbedaan perhitungan laba atau rugi suatu entitas (wajib pajak). pertanyaan
yang kemudian muncul adalah apakah suatu entitas harus melakukan pembukuan untuk
memenuhi kedua tujuan tersebut? Jika suatu entitas harus menyusun data laporan keuangan
yang berbeda maka di samping terdapat permohonan waktu tenggang dan uang jika akan
terjadi tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak.

Untuk menjembatani perbedaan kepentingan laporan keuangan komersial dengan laporan


keuangan fiskal serta tercapainya tujuan efisiensi maka lebih dimungkinkan untuk menerapkan
pendekatan yang kedua perusahaan hanya menyelenggarakan pembukaan menurut akuntansi
komersial tetapi apabila akan menyusun laporan keuangan fiskal barulah menyusun
rekonsiliasi terhadap laporan keuangan komersial tersebut.

PENYEBAB PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN LAPORAN


KEUANGAN FISKAL

Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena
terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan
pengakuan penghasilan dan biaya serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.

1. Perbedaan prinsip akuntansi

Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi Keuangan disingkat SAK)
yang telah diakui secara umum dalam dunia bisnis dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal
meliputi :

a. Prinsip konservatisme. penilaian persediaan akhir berdasarkan metode terendah antara


harga pokok dan nilai realisasi bersih dan penilaian piutang dengan nilai taksiran realisasi
bersih diakui dalam akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam fiskal.

b. Prinsip harga perolehan (cost). Dalam akuntansi komersial, penentuan harga perolehan
untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja. Dalam
fiskal pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan biaya.

c. Prinsip pemadatan biaya manfaat. Akuntansi komersial mengakui biaya penyusutan


pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal penyusutan dapat dimulai sebelum
penghasilan seperti alat-alat pertanian.

2. Perbedaan metode dan prosedur akuntansi

a. Metode penilaian persediaan. akuntansi komersial memperbolehkan memilih beberapa


metode perhitungan penentuan harga perolehan persediaan seperti rata-rata, masuk pertama
keluar pertama, masuk terakhir keluar pertama, pendekatan laba bruto, pendekatan harga
jual eceran dan lain-lain. Dalam fiskal hanya memperbolehkan memilih dua metode yaitu
rata-rata atau masuk pertama keluar pertama.
b. Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial memperbolehkan memilih
metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah angka tahun, metode saldo
menurun atau saldo menurun ganda, metode jam jasa, metode jumlah unit produksi, metode
berdasarkan jenis dan kelompok, metode anuitas, metode persediaan dan lain-lain untuk
semua jenis harta berwujud atau aset tetap. dalam fiskal pemilihan metode penyusutan
lebih terbatas antara lain metode garis lurus dan saldo menurun untuk kelompok harta
berwujud jenis nonbangunan, sedangkan untuk harta berwujud bangunan dibatasi pada
metode garis lurus saja.

c. Metode penghapusan piutang. dalam akuntansi komersial penghapusan piutang


ditentukan berdasarkan metode cadangan sedangkan dalam fiskal penghapusan piutang
dilakukan pada saat piutangnya tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang
diatur dalam peraturan perpajakan. pembentukan cadangan dalam fiskal hanya
diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha Bank, sewa guna usaha dengan hak
opsi, usaha asuransi dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi dengan
peraturan perpajakan.

3. Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya

a. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan objek pajak
penghasilan. Dalam rekonsiliasi pajak penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total
penghasilan kena pajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.

b. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat
fiskal. Dalam rekonsiliasi fiskal penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau
dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial

c. Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan.

d. Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau pengurang
penghasilan bruto tetapi dalam fiskal pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto. Dalam rekonsiliasi fiskal pengeluaran atau biaya tersebut harus
ditambahkan pada penghasilan neto menurut akuntansi.
Perbedaan penghasilan dan biaya atau pengeluaran menurut akuntansi dan fiskal dapat
dikelompokkan menjadi perbedaan tetap atau perbedaan permanen dan perbedaan sementara
atau perbedaan waktu.

Perbedaan tetap terjadi karena transaksi-transaksi pendapatan dan biaya ya di akui menurut
akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal. perbedaan tetap mengakibatkan laba atau
rugi bersih menurut akuntansi berbeda dengan penghasilan kena pajak menurut fiskal. Contoh
perbedaan tetap adalah :

1. Penghasilan yang pajaknya bersifat final seperti bunga bank, dividen, sewa tanah dan
bangunan dan penghasilan lain sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh.

2. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, seperti dividen yang diterima oleh perseroan
terbatas, koperasi, BUMN/BUMD, bunga yang diterima oleh perusahaan raksasa dana dan
penghasilan lain sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (3) UU PPh.

3. Biaya atau pengeluaran yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto,
seperti pembayaran imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, biaya atau pengeluaran
untuk kepentingan pribadi pemilik, cadangan atau pemupukan dana cadangan, pajak
penghasilan dan biaya atau pengurang lain yang tidak diperbolehkan menurut fiskal sesuai
pasal 9 ayat (1) UU PPh.

Perbedaan waktu terjadi karena perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya dalam
menghitung laba. suatu biaya atau penghasilan telah diakui menurut akuntansi komersial dan
belum diakui menurut fiskal atau sebaliknya. Perbedaan ini bersifat sementara karena akan
tertutup pada periode sesudahnya. Contoh perbedaan ini antara lain : pengakuan piutang tak
tertagih, penyusutan harta berwujud, amortisasi harta tak berwujud atau hak, penilaian
persediaan dan lain-lain.

Untuk memperjelas pembahasan ini diambil satu contoh, yaitu penyusutan harta berwujud
yang mengakibatkan perbedaan bersifat sementara (waktu). Suatu harta berwujud mempunyai
harga perolehan Rp. 500.000.000. Menurut ketentuan fiskal harta berwujud tersebut termasuk
Non bangunan kelompok 1 (masa manfaat 4 tahun), sedangkan menurut akuntansi komersial
ditaksir mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Menurut akuntansi komersial, besarnya
penyusutan setiap tahun adalah Rp. 100.000.000 (= Rp.500.000.000: 5), sedangkan menurut
fiskal sebesar Rp. 125.000.000 (= Rp. 500.000.000 : 4). perbedaan penyusutan ini
mengakibatkan laba tahun pertama sampai dengan keempat menurut akuntansi komersial lebih
tinggi sebesar Rp. 25.000.000 dibandingkan laba tahun pertama sampai dengan ke-4 menurut
fiskal. Jumlah perbedaan selama 4 tahun tersebut sebesar Rp.100.000.000 (= 4 tahun x Rp.
25.000.000). pada akhir tahun kelima tidak dijumpai biaya penyusutan dalam laporan laba rugi
fiskal, sedangkan dalam laporan laba rugi komersial masih terdapat biaya penyusutan sebesar
Rp. 100.000.000. dengan asumsi tidak ada perbedaan biaya dan penghasilan lain menurut
akuntansi dan fiskal.

TEKNIK REKONSILIASI FISKAL

Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal maka
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari
penghasilan menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut fiskal.

2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal maka
rekonsiliasi dilakukan dengan menambah sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan
menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut fiskal.

3. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut fiskal maka rekonsiliasi dilakukan dengan
mengurangkan sejumlah biaya pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi yang
berarti menambah laba menurut fiskal.

4. Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tapi diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut laba maka rekonsiliasi dilakukan dengan menambah
sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi yang berarti
mengurangi laba menurut fiskal.

Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi fiskal positif apabila :

1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan
diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
2. Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu
biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.

Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi fiskal negatif apabila :

1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan
tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.

2. Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu
biaya atau pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.

3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang wajib
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan pendekatan akuntansi.

REKONSILIASI FISKAL DAN KASUS PENGISIAN SPT

Kasus pengisian SPT tahunan PPh dikelompokkan menjadi :

1. SPT tahunan PPh wajib pajak badan (1771)

2. SPT tahunan PPhwajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha atau
pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma penghitungan
penghasilan neto dari satu usaha atau lebih pemberi kerja yang dikenakan PPh final atau
bersifat final dan dari penghasilan lain (1770S)

3. SPT tahunan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih
pemberi kerja dalam negeri lainnya dan yang dikenakan PPh final dan atas bersifat final
(17705)

4. SPT tahunan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu pemberi
kerja dengan penghasilan bruto tidak melebihi Rp. 60.000.000 (1770SS)

Bentuk dan isi SPT tahunan PPH wajib pajak badan

SPT tahunan PPh wajib pajak badan terdiri atas induk SPT dan lampiran-lampiran yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Induk SPT dan lampiran lampiran nya
masing-masing diberi nomor, kode dan nama formulir.
PenerimaPenghasilan

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26


adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak, yang meliputi :
1. Pegawai tetap, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang
menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dengan pengawas yang secara teratur dan
terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secaralangsung.
2. Pegawai lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutanbekerja.
3. Pegawai dengan status Wajib pajak luar negeri, yaitu orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12bulan.
4. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau
menerima imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang
pribadi atau ahli warisnya yang menerima tabungan hari tua atau Tunjangan Hari
Tua(THT).
5. Penerima honorium, komisi dan imbalan lainnya sehubungan dengan jasa,
jabatan yang dilakukannya.
6. Penerima upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah
mingguan, borongan atau upah satuan.
a. Upah harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah
harikerja
b. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan secara
mingguan.
c. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar
penyelesaian pekerjaantertentu.
d. Upah satuan adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan atas dasar
banyaknya satuan yangdihasilkan.

Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan di atas adalah :

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka. Dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luarjabatannya.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang diatur dalam Kep. Men. Keu,
sepanjang bukan WNI dan tidak menjalankan usaha dan melakukan kegiatan
atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan diIndonesia.

B. Objek PPh Pasal21/26

Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21/26 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang
pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk untuk anggota dewan komisaris
dan anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, tunjangan
tunjangan termasuk tunjangan pajak, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja,
dan penghasilan teratur lainnya dengan namaapapun.
2. Penghasilan yang diterima dan diperoleh secara tidak teratur yang berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,tunjangan
tahun baru, bonus, premi tahunan dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya
tidak tetap yang biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.
3. Upah harian, upah mingguan, upah borongan dan upahsatuan.

4. Uang Tebusan Pensiun, uang Tabungan Hari Tuan atau Tunjangan Hari Tua
(THT), uang pesangon, dan pembayaran lainsejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
pajak dalamnegeri.
6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang
diterima oleh pejabat negara, PNS dan ABRI serta yang pensiun dan tunjangan
lain yangterkait.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan oleh bukan Wajibpajak.
8. Imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau yang
diperoleh orang pribadi dengan status Wajib pajak luar negeri sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dankegiatan.
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh
pasal 21 adalah:
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransibeasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali yang diberikan oleh
bukan wajibpajak.
3. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan olehpemerintah
4. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri keuangan, serta iuran Tabungan Hari Tua dan Tunjangan Hari
Tua (THT) kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi
kerja.
5. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan THT yang dibayarkan sekaligus oleh
badan penyelenggara Jamsostek, yang jumlah brutonya Rp50.000.000,00 atau
kurang.
6. Uang pesangon yang jumlah brutonya Rp50.000.000,00 ataukurang

7. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberikerja.

8. Penghasilan yang dibayarkan kepada PNS golongan II/d ke bawah dan anggota
ABRI berpangkat Letnan Satu ke bawah, yang pembayarannya dibebankan
keuangan negara atau daerah, yang berupa honorarium dan imbalan lain selain
gaji pensiun, dan tunjangan yang terkait denganpensiun.

C. Tarif Pajak danPenerapannya

Tarif pajak yang digunakan menurut UU No 36 Tahun 2008 pasal 17 adalah:


Tabel 6: Tarif pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 5%

di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000 15%

di atas Rp250.000.000,00 s.d Rp500.000.000,00 25%

di atas Rp500.000.000,00 30%

Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap
Wajib pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib pajak lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat
menunjukkan Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP).
Tarif pajak dikenakan:

1. Atas Penghasilan KenaPajak

Tarif berdasarkan Pasal 17 diterapkan atas penghasilan kena pajak dari;

a. Pegawai tetap, termasuk pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI
danpejabatNegaralainnya,PegawaiBUMNdanBUMD,dananggota
dewan komisaris dan dewan pengawas yang merangkap pegawai tetap pada
perusahaan yang sama.
b. Penerima pensiun yang dibayarkan secarabulanan

c. Pegawai tidak tetap pemagang dan calonpegawai.

2. Atas PenghasilanBruto

Tarif berdasarkan pasal 17 diterapkan atas penghasilan bruto berupa :

a.Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, beasiswa dan pembayaran lain dengan nama apapun
sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlah dihitung tidak atas dasar
banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang
diberikan.
b. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yangsama.
c. Jasa produksi, bonus, THR yang diterima atau diperoleh mantanpegawai.

3. Tarif 15%Final

a. Hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentukapapun.

b. Penghasilan yang berupa honorarium dan imbalan lain selain gaji, pensiun dan
tunjangan lain yang terkait dengan gaji, yang dibayarkan kepada pejabat negara,
PNS, anggota ABRI, Pensiunan PNS dan pensiunan ABRI, yang sumber
dananya berasal dari keuangan negara ataudaerah.

4. Tarif 20%

a. Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dan bersifat final
diterapkan pada penghasilan bruto yang diterima atau yang diperoleh sebagai
imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status wajib pajak luarnegeri.
b. PPh Pasal 26 di atas tidak bersifat final dalam hal orang pribadi yang sebagai
wajib pajak luar negeri tersebut berubah status menjadi wajib pajak dalam
negeri.

D. Kewajiban PemotongPajak

1. Penghitunganyaitu:

a. Setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung


kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap selama
setahun takwim menurut tarif PPh pasal 17 Undang Undang Nomor 36
Tahun2008.
b. Apabila jumlah pajak yang terutang selama setahun lebih besar dari jumlah
pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotongkan dari pembayaran gaji
pegawai yang bersangkutan untuk bulan pada waktu dilakukannya
penghitungankembali.
c. Apabila jumlah pajak terutang selama satu tahun lebih kecil dari jumlah
pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan dengan pajak yang
terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungankembali.
2. Penyetoran danpelaporan

a. Setiap pemotong pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh
pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau
kantor penyuluhan pajaksetempat
b. Jika jumlah PPh pasal 21 dan PPh pasal 26 yang terutang dalam satu tahun
takwim lebih besar daripada PPh pasal 21/26 yang telah disetor, maka
kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal
21.
c. Jika jumlah PPh pasal 21 dan PPh pasal 26 yang terutang dalam satu tahun
takwim lebih kecil daripada PPh pasal 21/26 yang telah disetor maka
kelebihannya tersebut diperhitungkan dengan PPh pasal 21 yang terutang
untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan tahunan. Dan jikamasih
ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam
tahun berikutnya.

E. PPh 21 atas PegawaiTetap

1. PPh Pasal 21Bulanan

Pada setiap awal tahun, pemotong pajak menghitung PPh pasal 21


bulanan dari pegawai tetap dengan cara sebagai berikut:
a. Pertama tama dihitung penghasilan bruto teratur sebulan yang diterima oleh
pegawaitetap.
b. Hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara penghasilan bruto
dikurangi dengan:
1. Biaya Jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan. Biaya jabatan besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto,
setinggi tingginya Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau
Rp500.000 tiapbulan
2. Iuran yang terikat pada gaji yang dibayar oleh pegawai yang berupa:

a). Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan
b). Iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) kepada badan
penyelenggara Taspen dan Jamsostek.

b) Kecuali iuran THT yang dibayarkan oleh pensiunan PNS kepada PT.
Taspen dan pensiunan ABRI kepada PT.Asabri
3. Tentukan penghasilan neto setahun, yaitu penghasilan neto sebulan
dikalikan 12.
4. Kemudian dihitung penghasilan kena pajak (PKP) dari seorang pegawai.
PKP dihitung dengan cara penghasilan neto setahun dikurangi dengan
penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Menurut Undang-Undang No. 36
Tahun 2008 untuk PTKP seorang pegawai tetap besarnya adalah sebagai
berikut :

Tabel 7: Penghasilan Tidak kena Pajak


Keadaan Wajib pajak PTKP Setahun
Tidak kawin tanpa tanggungan Rp15.840.000,00
Kawin tanpa anak atau tanggungan Rp17.160.000,00
Kawin dengan 1 (satu) anak/tanggungan Rp18.480.000,00
Kawin dengan 2 (dua) anak/tanggungan Rp19.800.000,00
Kawin dengan 3 (tiga) anak/tanggungan Rp21.120.000,00
Karyawati Rp15.840.000,00

5. PPh Pasal 21 setahun dihitung dengan cara PKP dikalikan dengan tarif PPh
pasal 17, untuk keperluan penerapan tarif, penghasilan kena pajak dibulatkan
ke bawah hingga angka ribuanpenuh.
6. PPh pasal 21 untuk sebulan dihitung dengan cara PPh 21 setahun dibagi
dengan12.

Contoh 1:

Tn. Candra status kawin memiliki 4 anak, ia bekerja pada PT “Sembada”


sebagai pegawai tetap. Setiap bulan menerima gaji dan tunjangan sebagai berikut:
Gaji bulan Januari 2012
Gajipokok Rp4.800.000,00

TunjanganKesehatan Rp1.200.000,00

Tunjanganmakan Rp1.000.000,00

Tunjangantransportasi Rp1.000.000,00

Tunjangankeluarga Rp2.000.000,00 +
Rp10.000.000,00
Informasi lain mengenai penghasilan sebulan adalah :

1. Perusahaan mengikutkan semua pegawainya pada program pensiun. Iuran


pensiun disetor ke dana pensiun (yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keungan) atas nama Tn. Candra sebesar Rp200.000,00 dengan rincian:
a. Rp120.000,00 ditanggung oleh pegawai (dipotongkan darigaji)

b. Rp80.000,00 ditanggung olehperusahaan


2. Perusahaan juga mengikuti program Jamsostek. Iuran Tunjangan Hari Tua
(THT) untuk Tn. Candra dibayarkan kepada penyelenggara Jamsostek sebesar
6% dari total gaji dan tunjangan dengan rincian sebagaiberikut:
a. 2% ditanggung oleh pegawai (dipotongkan darigaji)

b. 4% ditanggungperusahaan

Diminta : Hitunglah PPh Pasal 21 yang terutang setahun dan tiap bulan atas
penghasilan tersebut!
Pembahasan :1

a. Pada awal tahun dibuat penghitungan sebagai berikut :


Penghasilan bruto teratur untuk satu bulan:
Gajipokok Rp4.800.000,00

Tunjangankesehatan Rp1.200.000,00

Tunjanganmakan Rp1.000.000,00

Tunjangantransportasi Rp1.000.000,00

Tunjangankeluarga Rp2.000.000,00 +

Penghasilan Brutosatubulan Rp10.000.000,00


Dikurangi
* Biaya jabatan 5% xbruto(Max) Rp500.000,00

* Iuran pensiunpotonggaji Rp120.000,00

* Iuran THTpotonggaji Rp200.000,00

Rp 820.000,00 -

Penghasilan netosatubulan Rp 9.180.000,00

Penghasilan neto 1 tahun (12bulan)= Rp110.160.000,00


Dikurangi PTKP:
DiriWP Rp15.840.000,00
WPKawin Rp. 1.320.000,00

Tangg.Max3 Rp 3.960.000,00Rp21.120.000,00
-
PKP Rp89.040.000,00
Dalam penghitungan PPh 21, PKP terlebih dahulu dibulatkan ke bawah dalam angka
ribuan penuh
Tarif PPh pasal 17

PPh 21 untuk1 tahun = 5%xRp50.000.000,00 =Rp2.500.000,00

15%xRp39.040.000,00 =Rp5.856.000,00+

PPh 21 untuk1 tahun =Rp8.356.000,00


PPh 21 untuk satu bulan =Rp8.356.000,00: 12 =Rp696.333,33
b. Perhitungankembali

Setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban


menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap
menurut tarif PPh Pasal 17 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, adapun cara
penghitungan kembali untuk akhir tahun tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pertama-tama dihitung penghasilan bruto teratur sebulan yang telah diterima
oleh pegawai tetap. Kemudian dari penghasilan bruto sebulan dihitung
penghasilan bruto setahun yang benar-benar telah diterima oleh pegawai.
Apabila dalam setahun, jumlah penghasilan yang diterima setiap bulannya
adalah selalu tetap, maka penghasilan bruto setahun dapat dihitung dengan
cara penghasilan neto sebulan dikalikan12.
2. Dari penghasilan bruto setahun kemudian dihitung penghasilan neto setahun
yang telah diterimapegawai
3. Kemudian dihitung PKP dengan cara Penghasilan neto setahun dikurangi
denganPTKP.
4. Dihitung PPh pasal 21 yang terhutang selama setahun takwim, dengan cara
PKP dikalikan dengan tarif PPh pasal 17.
5. Kemudian dihitung PPh pasal 21 yang telah dipotong selama setahun
takwim. Apabila dalam setahun, jumlah PPh pasal 21 yang dipotong setiap
bulannya selalu tetap, maka PPh Pasal 21 setahun dapat dihitung dengan cara
yaitu PPh 21 yang dipotongkan sebulan dikalikan12.
6. PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama setahun (pada angaka 5 di atas)
dibandingkan dengan PPh pasal 21 yang terhutang (pada angka 4 diatas)
a.apabila jumlah pajak yang terutang (pada huruf d di atas ) lebih besar dari
jumlah pajak yang telah di potong (pada angka 5) maka kekurangannya
dipotongkan dari pembayaran gaji pegawai yang bersangkutan untuk bulan
pada waktu dilakukannya penghitungankembali.
b. Apabila jumlah pajak terutang (pada angaka 4 diatas) lebih kecil dari
jumlah pajak yang telah dipotong (pada angka 5), maka kelebihannya
diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada
waktu dilakukan penghitungankembali.

Contoh 2:

Dari data yang tertera pada contoh (1), bahwa Tn. Candra sebagai pegawai
tetap, selama tahun 2012 penghasilan yang diterimanya tidak berubah (tidak
mengalami kenaikan atau pengurangan gaji). Setelah tahun takwim 2012 maka
perusahaan melakukan penghitungan kembali megenai PPh pasal 21 terutang untuk
takwim 2012.

Pembahasan 2

Setelah tahun 2012 berakhir dibuat perhitungan sebagai berikut :


Penghasilan bruto satu bulan :
Penghasilan bruto teratur untuk satu bulan :

Gajipokok Rp4.800.000,00

Tunjangankesehatan Rp1.200.000,00

Tunjanganmakan Rp1.000.000,00

Tunjangantransportasi Rp1.000.000,00

Tunjangankeluarga Rp2.000.000,00 +

Penghasilan Brutosatubulan Rp10.000.000,00

Penghasilan Brutosatutahun Rp120.000.000,00


Dikurangi
* Biaya jabatan 5% xbruto(Maks) Rp6.000.000,00

* Iuran pensiunpotonggaji Rp1.440.000,00


* Iuran THTpotonggaji Rp 2.400.000,00

Rp9.840.000,00_

Penghasilan Neto satutahun Rp110.160.000,00

PTKP=K/3 Rp21.120.000,00

PKP Rp89.040.000,00

Tarif PPh pasal 17

PPh 21 untuk1 tahun 5% xRp50.000.000,00 =Rp2.500.000,00

15%xRp39.040.000,00 =Rp.5.856.000,00

PPh 21 untuk1 tahun =Rp8.356.000,00


PPh 21 telah dipotong satu tahun Rp696.333,33x12 = Rp8.356.000,00-
PPh 21 yang lebih/kurang dipotongolehPerusahaan NIHIL

F. PPh 21 Atas Penghasilan tidakteratur

Kepada pegawai tetap adakalanya diberikan penghasilan tidak teratur seperti


bonus, jasa produksi, Tunjangan Hari Raya (THR), dan atau penghasilan lain sejenis,
yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan hanya sekali setahun. PPh Pasal
21 atas penghasilan tidak teratur dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut
(Penghitungan dilakukan pada saat penyerahan penghasilan tidak teratur) :
1.Dihitung penghasilan bruto total selama setahun yang terdiri dari:
a. Penghasilan bruto teratur selama setahun, ditambah dengan
b.Penghasilan tidak teratur misalnya bonus, jasa produksi atau THR
2. Kemudian dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan bruto total selama setahun
(pada nomor 1) tersebut di atas,
3. Dihitung PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa bonus, jasa produksi
atau THR. Dengan menghitung selisih antara:
a.PPh pasal 21 atas penghasilan bruto total selama setahun (pada huruf b di atas)
dengan
b. PPh pasal 21 atas penghasilan bruto teratur selama setahun (pada angka 3 di
atas)
Contoh 3:

Sebagaimana contoh (1) terdahulu bahwa Tn. Candra sebagai pegawai tetap, ia
memiliki prestasi kerja yang memuaskan, sehingga pada bulan September 2012
perusahaan memberikan bonus atas prestasinya berupa uang sebesar Rp9.600.000,00
sebesar 2 kali gaji pokok. Sampai dengan bulan September penghasilan teratur yang
diterima Tn. Candra tidak mengalami perubahan.
Diminta: Menghitung PPh pasal 21 atas bonus yang diterima Tn. Candra

Pembahasan 3.

Gajipokok Rp4.800.000,00

Tunjangankesehatan Rp1.200.000,00

Tunjanganmakan Rp1.000.000,00

Tunjangantransportasi Rp1.000.000,00

Tunjangankeluarga Rp2.000.000,00 +

Penghasilan brutosatubulan Rp10.000.000,00


Dikurangi
* Biaya jabatan 5% xbruto(Maks) Rp500.000,00

* Iuran pensiunpotonggaji Rp120.000,00


* Iuran THTpotonggaji Rp200.000,00 +
Rp 820.000,00 -

Penghasilan netosatubulan Rp 9.180.000,00

Penghasilan netto 1 tahun (12bulan)= Rp110.160.000,00

PTKP(K/3) Rp 21.120.000,00

PKP Rp.89.040.000,00
Tarif PPh pasal 17

PPh 21 untuk 1 tahun = 5%xRp50.000.000,00 =Rp2.500.000,00


15%xRp39.040.000,00 =Rp5.856.000,00
PPh 21 untuk1 tahun =Rp8.356.000,00
PPh 21 untuk satu bulan = RpRp8.356.000,00: 12 =Rp696.333,33
Penghitungan saat menerima bonus:

Penghasilan bruto total selama 1 tahun :

Penghasilan teratur = (12xRp10.000.000) Rp 120.000.000,00


Bonus yang diterimabulanSeptember Rp
9.600.000,00+
penghasilan bruto total selama1Tahun Rp
129.600.000,00 Dikurangi:
* Biaya jabatan 5% xbruto Max Rp. 6.000.000,00

* Iuran pensiunpotonggaji Rp 1.440.000,00

* Iuran THTpotonggaji Rp 2.400.000,00


Rp9.840.000,
00
Penghasilan neto total1tahun Rp 119.760.000,00

PTKP=K/3 Rp 21.120.000,00

PKP Rp 98.640.000,00

PPh Pasal 21 termasuk bonus

5% x Rp50.000.000,00 Rp2.500.000,00

15%xRp48.640.000,00 Rp7.296.000,00 +

PPh 21termasukbonus Rp9.796.000,00

PPh Pasal 21tanpabonus Rp 8.356.000,00

PPh Pasal 21atas bonus Rp 1.440.000,00

Menghitung PPh kurang atau lebih dibayar

Penghasilan neto

1. Dari pekerjaan Rp
97.350.000
2. Dari dalam negeri lainnya:

BUKU UTAMA
 Hadiah penghargaan Rp 5.000.000
 Royalti Rp 28.000.000
Rp 33.000.000
Total penghasilan neto Rp 130.350.000
PTKP (K/I) Rp 42.000.000
(-)
Penghasilan kena pajak Rp 88.350.000
PPh yang terutang:
 5% × Rp50.000.000 Rp2.500.000
 15% × Rp38.350.000 Rp5.752.500 Rp8.252.500

PPh yang telah dibayar melalui pemotong pihak lain:

 PPh pasal 21 atas gaji Rp3.302.500


 PPh pasal 21 atau penghargaan Rp 250.000
 PPh pasal 23 atas royalti Rp4.200.000
Rp 7.752.500 (-)
PPh kurang dibayar Rp 500.000

Kasus 5
Rafi merupakan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Yogyakarta
dengan NPWP 77.111.444.541.000. Rafi mempunyai usaha perdagangan elektronik. Istri
Rafi bernama Yuliana adalah akuntan yang membuka Kantor Akuntan Publik Yuliana.
Rafi dan Yuliana memiliki dua orang tanggungan, yaitu Kelvin (umur 5 tahun, sekolah
taman kanak-kanak) dan Rafika (umur 13 tahun, siswa kelas 8 SMP). Yuliana terdaftar
di KPP Pratama Yogyakarta dengan NPWP 77.111.333.4.541.000. Penghasilan dan
informasi lain berkaitan dengan perhitungan PPh Rafi dan Yuliana tahun 2016 sebagai
berikut.
1. Penghasilan dari usaha Rafi
Penjualan neto Rp7.760.000.000
 Beban pokok penjualan Rp5.440.000.000
Laba bruto Rp2.320.000.000
Beban usaha :
 Beban administrasi umum Rp 920.000.000

BUKU UTAMA
 Beban pemasaran Rp 680.000.000
Total beban usaha Rp 1.600.000.000
Laba usaha Rp 720.000.000

Keterangan
a. Dalam penjualan tunai terasuk Pajak Pertambahan Nialai sebesar Rp
100.000.000 Yang dipungut oleh bendahara dinas kependudukan dan catatan
sipil pada saat penyerahan barang kena pajak.
b. Dalam beban administrasi umum termasuk pengeluaran/beban untuk keperluan
Rafi dan anggota keluarganya Rp 18.000.000; premi asuransi kesehatan dan
beasiswa Rp 15.000.000; gaji dalam bentuk natura Rp 10.000.000; dan gaji
pemilik (Rafi) Rp 60.000.000
c. Beban pemasaran termasuk pengeluaran berupa sumbangan yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan Rp 5.000.000

2. Penghasilan dari luar usaha Rafi


a. Sewa rumah di Jl. Kauman 100 dari BMT Amanah Rp40.000.000, dipotong PPh
Rp4.000.000
b. Sewa kendaraan dari UD pandu Rp36.000.000, dipotong PPh Rp 720.000
c. Pembagian laba dari CV sentosa Rp 25.000.000
d. Deviden dari PT Sukses Rp 12.000.000, dipotong PPh Rp 1.200.000
e. Bunga deposito Bank BPR Rp 6.000.000, dipotong PPh Rp 1.200.000

3. Penghasilan Yuliana
a. Penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai tetap pada universitas pendidikan
dengan penghasilan Bruto Rp60.000.000, pengurangan penghasilan Rp4.200.000,
PPh dipotong oleh universitas pendidikan Rp990.000
b. Penghasilan dari KAP Yuliana dengan penerimaan bruto Rp400.000.000, beban/
pengeluaran sebesar Rp180.000.000 telah memenuhi ketentuan perpajakan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto

BUKU UTAMA
c. Penghasilan lain-lain dari royalti dari PT Cipta Kerja sebesar Rp35.000.000,
dipotong PPh Rp 5.250.000

4. Lain-Lain
a. PPh pasal 22 atas penyerahan barang kepada dinas kependudukan dan catatan
sipil yang dipotong oleh bendahara sebesar Rp 15.000.000 (Rafi)
b. Angsuran PPh pasal 25 selama tahun 2016 sebesar Rp 190.000.000 (Rafi)
c. Warisan tanah seluas 1.000 m 2 dengan harga Rp200.000 per m 2 (Yuliana)
d. Harta pada akhir tahun 2016
1) Tanah dan rumah masing-masing seharga Rp300.000.000 dan Rp400.000.000
atas nama Rafi
2) Kendaraan senilai Rp 190.000.000 atas nama rafi
3) Deposito Bank BPR senilai Rp100.0000.000 atas nama Rafi
4) Saham pada PT sukses dengan nilai nominal Rp 80.000.000 atas nama Rafi
5) Kendaraan senilai Rp220.000.000 atas nama Yuliana
6) Tanah senilai Rp200.000.000 atas nama Yuliana

Penyelesaian

 Rafi dan Yuliana tidak mengkehendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakan secara terpisah. Yuliana menggunakan NPWP suami dalam menjalankan
hak dan kewajiban perpajakannya (KK)

Lampiran 1 (1770-1) halaman 1

Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


Peredaran usaha 7.760.000.000 400.000.000 8.160.000.000
Beban pokok penjualan (5.440.000.000) - (5.440.000.000)
Laba bruto 2.320.000.000 400.000.000 2.720.000.000
Beban usaha (1.600.000.000) (180.000.000 (1.780.000.000)
Penghasilan neto 720.000.000 ) 940.000.000
Penyelesaian fiskal positif 220.000.000

BUKU UTAMA
a. Biaya keperluan pribadi WP 18.000.000 18.000.000
b. Biaya asuransi WP 15.000.000 - 15.000.000
c. Natura 10.000.000 - 10.000.000
d. Sumbangan 5.000.000 - 5.000.000
e. Gaji pemilik (WP) 60.000.000 - 60.000.000
Total 108.000.000 - 108.000.000
Penyesuaian Fiskal Negatif -
a. PPN (100.000.000) (100.000.000)
Penghasilan neto fiskal 728.000.000 - 948.000.000
220.000.000
Penghasilan neto gabungan Rp 948.000.000 dimasukkan ke 1770 bagian A no 1

Lampiran 1 (1770-I) halaman 2

Bagian C-Penghasilan neto dalam negri sehubungan dengan pekerjaan

Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


Penghasilan bruto - 60.000.000 60.000.000
Pengurangan hasil bruto - (4.200.000) (4.200.000)
Penghasilan neto - 55.800.000 55.800.000
Penghasilan neto gabungan Rp 55.800.000

Bagian D-Penghasilan neto dalam negeri lainnya (tidak final)

Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


Royalti - 60.000.000 35.000.000
Sewa kendaraan 36.000.000 - 36.000.000
Total 36.000.000 35.000.000 71.000.000
Penghasilan neto gabungan Rp 71.000.000

Lampiran 2 (1770-II) – Daftar pemotongan PPh oleh pihak lain

Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


PPh pasal 21 atas gaji - 990.000 990.000
PPH pasal 23 atas sewa kendaraan 720.000 720.000
PPH pasal 23 atas royalty 5.250.000 5.250.000
PPh Pasal 22 atas Penyeraan barang 15.000.000 - 15.000.000
Total 15.720.000 6.240.000 21.960.000

BUKU UTAMA
Total penghasilan PPh dipotong oleh pihak lain Rp 21.960.000 dimasukkan ke 1770 bagian C
no 12

Lampiran 3 (1770-III)

Bagian A-Penghasilan yang dikenakan PPh final

Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


Sewa rumah 40.000.000 - 40.000.000
Deviden 12.000.000 - 12.000.000
Bunga deposito 6.000.000 - 6.000.000

PPh sewa rumah 4.000.000 - 4.000.000


PPh deviden 1.200.000 - 1.200.000
PPh bunga deposito 1.200.000 - 1.200.000
Total PPh final 6.400.000 - 6.400.000

Bagian B- penghasilan yang tidak termasuk objekpajak

Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


Pembagian laba dari CV sentosa 25.000.000 - 25.000.000
Warisan - 200.000.000 200.000.000
Total bukan objek pajak 25.000.000 200.000.000 225.000.000

Induk SPT (1770)

No Keterangan Rafi (Rp) Yuliana (Rp) Gabungan (Rp)


1 Penghasilan neto dari usaha/ 728.000.000 220.000.000 948.000.000
pekerjaan bebas
2 Penghasilan neto DN sehubungan - 55.800.000 55.800.000
pekerjaan
3 Penghasilan neto DN lainnya 36.000.000 35.000.000 71.000.000
4 Jumlah penghasilan neto setelah 764.000.000 310.800.000 1.074.800.000
5 zakat 764.000.000 310.800.000 1.074.800.000
6 Penghasilan neto setelah zakat 764.000.000 310.800.000 1.074.800.000
Jumlah penghasilan neto setelah

BUKU UTAMA
7 kompensasi kerugian 81.000.000
8 PTKP (K/I/2) 993.800.000
9 Penghasilan kena pajak 243.140.000
10 PPh yang terutang 243.140.000
11 Jumlah PPh yang terutang
PPh yang dipotong/dipungut pihak
lain - 990.000 990.000
 PPh pasal 21-Univ. Pendidikan 720.000 - 720.000
 PPh pasal 23- PT. Pandu - 5.250.000 5.250.000

 PT Cipta Karya 15.000.000 - 15.000.000

 Bendahara Dinas Dukcapil 21.960.000

Total PPh yang dipotong/dipungut


12 pihak lain 221.180.000
13 a.PPh yang harus dibayar sendiri
PPh yang dibayar sendiri 190.000.000
14 a.PPh pasal 25 bulanan 31.180.000
15 a.PPh yang kurang dibayar (pasal 118.431.667

29)
Angsuran PPh pasal 25 tahun pajak
berikutnya

SPT Tahunan wajib pajak Yuliana.

BUKU UTAMA
BUKU UTAMA
F O R M U L IR

T AHUN P AJAK
1770 SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 1 6
BAGI W AJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN :
0 1 1 6 s .d 1 2 1 6
• DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS;
KEM ENTERIAN KEUANGAN RI
• DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; BL TH BL TH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
• YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU PEMBUKUAN PENCATATAN
• DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.
SPT PEMBETULAN KE - …….

P E R H A T IA N
• SEB ELUM M ENGISI BACALAH PETUNJ UK PENGISIAN
• ISI DENGAN HUR UF C ETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM
• B ER I TANDA " X "
DALAM
( KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

NPWP : 7 7 1 1 1 3 3 3 4 5 4 1 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK : Y U L I A N A


ID E N T IT A S

JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS : Kantor Akuntan Publik KLU :

NO. TELEPON/FAKSIMILI : 0 2 7 4 8 6 4 4 5 0 / 0 2 7 4 8 6 4 4 5
STATUS KEWAJIBAN PERPAJAKAN : KK HB PH MT
SUAMI-ISTERI
NPWP ISTERI/SUAMI : 7 7 1 1 1 4 4 4 5 5 4 1 0 0 0

Permohonan perubahan data disampaikan terpisah dari pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini, dengan menggunakan
Formulir Perubahan Data Wajib Pajak dan dilengkapi dokumen yang disyaratkan.
*) P e ngis ia n ko lo m -ko lo m ya ng be ris i nila i rupia h ha rus ta npa nila i de s im a l (c o nto h pe nulis a n liha t pe tunjuk pe ngis ia n ha la m a n 3) RUPIAH *)
A . P E NG H AS IL AN NE T O

1. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS


1
[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 1 Jumlah Bagian A atau Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian B Kolom 5]
2. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
2
[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian C Kolom 5]
3. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA
3
[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian D Kolom 3]
4. PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI
[Apabila memiliki penghasilan dari luar negeri agar diisi dari Lampiran Tersendiri, lihat petunjuk pengisian]
4

5. JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 + 2 + 3 + 4)


5
…………………………………………………………………………………………………………………………..
6. ZAKAT / SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG BERSIFAT WAJIB
6

7. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT /SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG


7
SIFATNYA WAJIB ( 5- 6)
B . P E N G H A S IL A N

8. KOMPENSASI KERUGIAN
KE NA P AJAK

9. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 - 8)


9

10. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK TK / K/ K / I/ 10

11. PENGHASILAN KENA PAJAK (9 -10)


11
TE RUTANG

12. PPh TERUTANG (TARIF PASAL 17 UU PPh X ANGKA 11)


[B a gi Wa jib P a ja k de nga n s t a tus P H / M T diis i da ri La m pira n P e rhitunga n P P h T e ruta ng s e ba ga im a na dim a ks ud da la m ba gia n G: La m pira n huruf 12
C. P P h

i]
13. PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN
13

14. JUMLAH PPh TERUTANG ( 12 + 13)


14

15. PPh YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR / DIPOTONG DI LUAR
D . KR E DIT P AJAK

15
NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH [Diisi dari f ormulir 1770 -II Jumlah Bagian A Kolom 7]
16. a. PPh YANG HARUS DIBA YAR SENDIRI
(14-15) 16
b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT

17. PPh YANG DIBAYAR SENDIRI a. PPh PASAL 25 BULANAN


17a

b. STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)


17b

18. JUMLAH KREDIT PAJAK (17a+17b)


18

19. a. x PPh YANG KURANG DIBAY AR (PPh PASAL 29) TGL 2 0 0 3 1 5


(16-18) LUNAS 19
b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28 A ) tgl bl n thn
20. PERMOHONAN : PPh Lebih Bayar pada 19.b mohon D IKE M B A LIKA N D E N G A N S KP P KP P A S A L
a. D IR E S T IT US IKA N c. 17 C ( WP d e n g a n Kri t e ria T e rt e n t u )
D IP E R H IT UN G KA N D E N G A N D IKE M B A LIKA N D E N G A N S KP P KP P A S A L
b. UT A N G P A J A K
d. 17 D ( WP ya n g M e m e n u h i P e rs ya ra t a n T e rt e n t u )

21. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA DIHITUNG SEBESAR 21


DIHITUNG BERDASARKAN :

a. 1/12 X JUMLAH PADA ANGKA 16 c. PERHITUNGA N DALAM LAMPIRAN TERSENDIRI

b. PERHITUNGAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

S ELA IN F OR M ULIR 1770 - I S AM P AI DENGAN 1770 - IV (B A IK YANG DIIS I M AUP UN YANG TIDAK DIIS I) HAR US DILAM P IR KAN P ULA :
G . L A M P IR A N

a. SUR AT KUASA KHUSUS (B ILA DIKUASAKAN) g. PER HITUNGAN ANGSUR AN PP h PASAL 2 5 TAHUN P AJ AK B ER IKUTNYA

b. SSP LEM B AR KE-3 PPh PASAL 2 9 h. ............................................................................................................................

NER AC A DAN LAP. LAB A R UGI / R EKAPITULASI B ULANAN PEREDAR AN B R UTO DAN/ ATAU PENGHASILAN PER HITUNGAN PPh TER UTANG B AGI WAJ IB PAJ AK DENGAN STATUS
c. LAIN DAN B IAYA i. PER PAJ AKAN PH ATAU M T
DAFTAR J UM LAH PENGHASILAN DAN P EM BAYAR AN PPh PASAL 2 5 (KHUSUS
d. PER HITUNGAN KOM PENSASI KERUGIAN FISKAL j. UNTUK OR ANG PR IB ADI PENGUSAHA TER TENTU)
B UKTI PEM OTONGAN/ P EM UNGUTAN OLEH PIHAK LAIN/ DITANGGUNG PEM ERINTAH DAN YANG DAFTAR J UM LAH PENGHASILAN B RUTO DAN PEM BAYAR AN P Ph F INAL
e. DIB AYAR /DIPOTONG DI LUAR NEGERI k. B ER DASAR KAN PP 4 6 TAHUN 2 0 13 PER M AS A PAJ AK DAN PER TEM PAT

f. FOTOKOPI FOR M ULIR 172 1-A1 DAN/ATAU 172 1-A2 (............LEM BAR) l. ............................................................................................................................

PERNYATAAN
D e n g a n m e n ya d a ri s e p e n u h n ya a k a n s e g a la a k ib a t n ya t e rm a s u k s a n k s i- s a n k s i s e s u a i d e n g a n k e t e n t u a n p e ru n d a n g - u n d a n g a n ya n g b e rl a k u , TANDA TANGAN
s a ya m e n ya t a k a n b a h wa a p a ya n g t e l a h s a ya b e rit a h u k a n d i a t a s b e s e rt a l a m p ira n - l a m p ira n n ya a d a la h b e n a r, le n g k a p d a n je la s .

WAJIB PAJAK KUASA TANGGAL: ### 5

NAMA LENGKAP : U
YULIANA
Y L I A N A

NPWP : 77 111 333 4 541 000

F . 1. 1. 3 2 . 16

BUKU UTAMA
LAMPIRAN - I
FORMULIR
HALAMAN 1
2 0 1 6

TAHUN PAJAK
SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
1770 - I PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA 0 1 1 6 s .d 1 2 1 6
KEMENTERIAN KEUANGAN RI DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG BL TH BL TH

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN PEMBUKUAN PENCATATAN

P E R H A T IA N :
• SEBELUM M ENGISI BACALAH PETUNJ UK PENGISIAN
• ISI DENGAN HURUF C ETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM
• BER I TANDA " X " DALAM (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

NPWP : 7 7 1 1 1 3 3 3 4 5 4 1 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK : Y U L I A N A

BAGIAN A: PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS
(BAGI WAJIB PAJAK YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN)

PEMBUKUAN / LAPORAN KEUANGAN : DIAUDIT OPINI AKUNTAN : TIDAK DIAUDIT

NAMA AKUNTAN PUBLIK :

:
NPWP AKUNTAN PUBLIK

NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK :

:
NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK
:
NAMA KONSULTAN PAJAK
:
NPWP KONSULTAN PAJAK

:
NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK

:
NPWP KANTOR KONSULTAN PAJAK

R UP IA H
1. PENGHASILAN DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS BERDASARKAN
LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL :
a. PEREDARAN USAHA 1a

b. HARGA POKOK PENJUALAN 1b

c. LABA/RUGI BRUTO USAHA (1a - 1b) 1c

d. BIAYA USAHA 1d

e. PENGHASILAN NETO (1c - 1d) 1e

2. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF


a. BIAYA YANG DIBEBANKAN/DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI WAJIB PAJAK ATAU
2a
ORANG YANG MENJADI TANGGUNGANNYA
b. PREMI ASURANSI KESEHATAN, ASURANSI KECELAKAAN, ASURANSI JIWA, ASURANSI
2b
DWIGUNA, DAN ASURANSI BEASISWA YANG DIBAYAR OLEH WAJIB PAJAK
c. PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG
2c
DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA ATAU KENIKMATAN
d. JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YANG DIBAYARKAN KEPADA PIHAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN YANG DILAKUKAN 2d

e. HARTA YANG DIHIBAHKAN, BANTUAN ATAU SUMBANGAN 2e

f. PAJAK PENGHASILAN
2f

g. GAJI YANG DIBAYARKAN KEPADA PEMILIK / ORANG YANG MENJADI TANGGUNGANNYA 2g

h. SANKSI ADMINISTRASI 2h

i. SELISIH PENYUSUTAN/AMORTISASI KOMERSIAL DIATAS PENYUSUTAN/ AMORTISASI


2i
FISKAL
j. BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH DAN MEMELIHARA PENGHASILAN YANG
2j
DIKENAKAN PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
k. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF LAINNYA 2k

l. JUMLAH (2a s.d. 2k) 2l

3. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF:


a. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
3a
OBJEK PAJAK TETAPI TERMASUK DALAM PEREDARAN USAHA
b. SELISIH PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL DI BAWAH PENYUSUTAN AMORTISASI
3b
FISKAL
c. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF LAINNYA 3c

BUKU UTAMA
d. JUMLAH (3a s.d. 3c) 3d

4 JUMLAH BAGIAN A (1e + 2l - 3d) 4

Pindahkan Jumlah Bagian A (angka 4) ke Formulir 1770 Angka 1


BUKU UTAMA
FORMULIR
HALAMAN 2 LAMPIRAN - I
2 0 1 6

TAHUN PAJAK
SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
1770 - I PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU
• PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENYELENGGARAKAN PENCATATAN 0 1 1 6 s .d 1 2 1 6
KEMENTERIAN KEUANGAN RI • PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN BL TH BL TH

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


• PENGHITUNGAN PENGHASILAN DALAM NEGERI LAINNYA P E M B UKUA N P EN C A TA TA N

P E R HA T IA N :
• SEBELUM M ENGISI BACALAH PETUNJ UK PENGISIAN
• •
ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA " X "
DALAM
(KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

NPWP :

NAMA WAJIB PAJAK :

BAGIAN B: PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS
(BAGI WAJIB PAJAK YANG MENYELENGGARAKAN PENCATATAN)

PEREDARAN USAHA NORMA PENGHASILAN NETO


NO. JENIS USAHA
(Rupiah) (%) (Rupiah)
( 1) (2 ) (3 ) (4 ) (5 )

1 DAGANG

2 INDUSTRI

3 JASA

200.000.000
4 PEKERJAAN BEBAS 400.000.000 50

5 USAHA LAINNYA

JUMLAH BAGIAN B JBB 200.000.000

Pindahkan Jumlah Bagian B Kolom (5) ke Formulir 1770 Angka 1


BAGIAN C : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
(TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)
PENGURANGAN PENGHASILAN
NAMA DAN NPWP PENGHASILAN BRUTO PENGHASILAN NETO
NO. BRUTO/BIAYA
PEMBERI KERJA
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
( 1) (2 ) (3 ) (4 ) (5 )
Un iv e rs it a s P e n d id ik a n
1 6 0 .0 0 0 .0 0 0 4 .2 0 0 . 0 0 0 5 5 .8 0 0 .0 0 0
11. 3 3 3 .4 4 4 .5 .5 4 2 .0 0 0

JUMLAH BAGIAN C JBC 55.800.000


Pindahkan Jumlah Bagian C Kolom (5) ke Formulir 1770 Angka 2
BAGIAN D : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA
(TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)

JUMLAH PENGHASILAN NETO


NO. JENIS PENGHASILAN
(Rupiah)
( 1) (2 ) (3 )

1 BUNGA

2 ROYALTI
35.000.000

3 SEWA

4 PENGHARGAAN DAN HADIAH

5 KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA

6 PENGHASILAN LAINNYA

JUMLAH BAGIAN D JBD 35.000.000


Pindahkan Jumlah Bagian D ke Formulir 1770 Angka 3

BUKU UTAMA
BUKU UTAMA
BUKU UTAMA

Anda mungkin juga menyukai