4. STUDI KEPEMIMPINAN
Thoha (2010) membagi studi kepemimpinan menjadi beberapa, di antaranya: a.
Kepemimpinan IOWA
Tahun 1930, White di bawah bimbingan dan pengarahan dari Kurt Lewin di Universitas Iowa
melakukan studi untuk mempelajari gaya kepemimpinan seseorang. Studi panjang yang
dilakukan oleh kedua pakar ini akhirnya menyipuikan bahwa terdapat tiga gaya
kepemimpinan sebagai berikut.
1) Autokrat. Pemimpin dalam hal ini memiliki sifat yang otoriter dan bertidak direktif.
Juga selalu memberikan pengarahan dan tidak memberikan kesempatan adanya partisipasi
dan anggotanya.
2) Demokratis. Pemimpin memotivasi kelompok untuk selalu diskusi dan membuat
keputusan. Selalu berusaha objektif di dalam memberikan pujian atau kritikan, serta terus
memberikan spirit kepada anggotanya.
3) Laissez Paire. Memberikan kebebasan mutlak kepada kelompok atau anggotanya
sehingga dia sendiri tidak memberikan contoh kepemimpinan kepada anggotanya. Gaya
kepemimpinan IOWA cenderung menekankan pada gaya kepemimpinan yang demokratis
sehingga bisa memberikan keleluasaan kelompok dalam bertindak dengan pengarahan dan
pemimpinnya. b. Kepemimpinan OHIO
Gaya kepemimpinan yang dihasilkan dan studi kepemimpinan OHIO memiliki dua dimensi
perilaku sebagai berikut.
1) Struktur pembuatan inisiatif ( initiating structure). Struktur ini menjelaskan bahwa
perilaku pemimpin bisa menentukan hubungan kerja antara pe. mimpin itu sendiri dan yang
dipimpin. Tujuannya agar bisa menciptakan saluran komunikasi dan prosedur kerja yang
jelas bagi karyawan.
2) Perhatian (consideration). Struktur ini menggambarkan perilaku pemimpin yang
menunjukkan persahabatan, kesetiaan, saling mempercayai serta memberikan kehangatan dan
suasana kekeluargaan antara pemimpin dengan anggotanya. c. Kepemimpinan MICHIGAN
Studi kepemimpinan MICHIGAN bertujuan untuk menentukan prinsip partisipasi dan
anggota kelompok untuk menghasilkan produktivitas kerja dan kepuasan kerja dan anggota
kelompok. Studi ini juga menekankan pada adanya kerja yang demokratis bukan otokratis.
Penting untuk mempertimbangkan dan memasukkan variabel atau aspek nonpsikologis untuk
kontrol yang bisa memengaruhi semangat kerja dan produktivitas karyawan. Misalnya bentuk
pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan metode kerja. d. Model Kepemimpinan
Ada beberapa model kepemimpinan yang ditawarkan mulai dan model kepemimpinan yang
pasif hingga proaktif. Gambar 10.4 menyajikan gambaran utuh model kepemimpinan. Laissez
Paire adalah model yang paling pasif. Model ini merupakan model perilaku pemimpin yang
pasif dan paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan gaya ini jarang dianggap
efektif. Manajemen dengan pengecualian (management by exception) baik aktif maupun pasif
sedikit lebih baik daripada laissez faire, tetapi masih dianggap tipe kepemimpinan yang tidak
efektif. Pemimpin yang menerapkan manajemen dengan pengecualian (management by
exception) cenderung hanya memberikan reaksi saat ada masalah, yang sering kali sudah
terlambat. Kepemimpinan yang memberikan penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya
kepemimpinan yang efektif. Namun, pemimpin seperti ini tidak bisa mar dorong
karyawannya untuk bekerja di luar cakupannya. e. Kepemimpinan Transaksional
Kajian kepemimpinan transaksional mencakup tentang gaya seorang pemimpin yang
memotivasi bawahan atau pengikutnya, dengan merujuk pada kepentingan diri pemimpin itu
sendiri, lebih pada mendasarkan kekuasaan birokratis yang dimiliki oleh pemimpin itu
sendiri. Bass (1985) mengemukakan bahwa pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
transaksional memiliki ciri kemampuan memotivasi moderat dan memiliki kinerja yang
moderat juga. Pemimpin yang transaksional berarti pemimpin yang melakukan hubungan
dengan karyawan, melalui suatu transaksi dalam penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan,
dengan imbalan yang diberikan sehingga dalam memotivasi karyawannya tidak memikirkan
hubungan jangka panjang. Akhirnya, kinerja yang dihasilkan cenderung kurang optimal
(moderat).
Selain itu, Bass dan Avolio (1997) mendefinisikan kepemimpinan transaksional dalam arti
yang lebih luas. Beberapa komponen yang terkait dengan kepemimpinan transaksional adalah
contingent rewards, active management by exception, dan passive management by exception.
f. Teori Kepemimpinan Transformasional
Menurut O'Leary (2001), kepemimpinan transfonnasional adalah gaya kepemimpinan yang
digunakan oleh seseorang manajer, bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan
memiliki kinerja melampaui status quo, atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang
sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan
untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan. Dengan kata lain, dapat meningkatkan
kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.
Kepemimpinan transformasional mempunyai kekuatan untuk memengaruhi bawahan dengan
cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa
dipercaya, dihargai, loyal, dan hormat kepada pimpinannya. Pada akhirnya, bawahan akan
termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. g. Faktor dan Dimensi
Kemnlmpim Transfomasiond
Hartanto (2009) merujuk pada Bass dan Avolio (1994), mengenmkakan bahwa
Kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang biasanya sering disebut
dengan “the Four
I's”.
1) Pengaruh ideal (idealized influence). Menggambarkan bahwa pemimpin memiliki
perilaku yang membuat para pengikutnya kagum, hormat, dan sekaligus mempercayainya.
Pengaruh ideal merupakan perilaku yang menghasilkan standar yang tinggi, mampu
memberikan wawasan dan menyadari akan visi, menunjukkan keyakinan, adanya rasa
hormat, memiliki kebanggaaan, dan kepercayaan. Juga menumbuhkan komitmen dan unjuk
rasa yang melebihi harapan serta mampu menegakkan perilaku moral yang etis.
2) Motivasi inspirasi (inspirational motivation). Menggambarkan sebagai pemimpin
yang memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan adanya harapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan, memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi dan mampu memotivasi tim
dalam organisasi melalui entusiasme dan optimisme. Sering kali disebut sebagai
kepemimpinan yang karismatik. Karismatik sering dipandang sebagai suatu sifat khusus yang
dimiliki orang-orang tertentu saja.
3) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation). Harus mampu menumbuhkembangkan
ideide barn, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-pemasalahan yang
dihadapi bawahan, dan mampu memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari
pendekatan pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam
organisasi. Para anggota organisasi merasakan suatu dorongan untuk menyikapi perbedaan
yang ada dalam organisasi, seperti perbedaan kopentingan, pendapat. ide, potensi.
kompetensi, dan wacana dengan arif.
4) Konsiderasi individu (individualized consideration). Menggambarkan sebagai seorang
pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan.
Pemimpin juga mampu dan mau memerhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan untuk
pengembangan karier. Disarankan agar dalam menghadapi dunia kerja dan lingkungan
kerjanya, pemimpin yang !nnaformasional pertama kali sebaiknya berusaha memahami
status, posisi, dan harapan para anggotanya dengan baik. Memiliki kepedulian pribadi yang
nantinya akan membuka hati dan mencairkan kebekuan komunikasi di antara para anggota
sehingga akan menjadi lebih terbuka. Bawahan akhimya mau berpartisipasi penuh di dalam
proses penciptaan nilai.
Ketika sasaran pembentukan adalah manusia maka sudah menjadi kewajiban seorang
pemimpin yang mendidik untuk memperhatikan kondisi manusia, yaitu emosional-afektif,
kinetis-psikomotorik dan intelektual-kognitif. Proses pembentukan tersebut adalah dengan
memberikan pengetahuan-pengetahuan tertentu dan perilaku-perilaku yang dibutuhkan,
dengan menggunakan sarana-sarana kinetis-psikomotorik dan intelektual-kognitif yang sesuai
dengan iklim emosional-afektif yang kondusif. Unsur yang paling mendasar dan merupakan
prioritas utama dalam proses pembentukan adalah pendidikan spiritual imaniah, baru
kemudian unsur-unsur lainnya, seperti pemikiran, wawasan, dan lain-lain.
Sasaran yang kedua adalah independensi, yaitu realisasi jati diri setiap individu yang hakiki.
Pemimpin yang berjiwa seorang pendidik dapat menumbuhkembangkan suatu kepribadian
yang unik dan independen, dalam kerangka aturan pendidikan dan penghormatan terhadap
kebebasan orang lain. Pendidikan pada fase ini memberikan kesempatan kepada setiap
individu Untuk memperoleh pengalaman-pengalaman pribadi serta pengembangan sikap
spontan dan independen sehingga tercapai manfaat-manfaat, antara lain: (a) pengembangan
tanggung jawab pribadi; (b) pengembangan sikap spontanitas pribadi; (c) mengenali sisi-sisi
keistimewaan diri untuk dimanfaatkan; dan (d) mengembangkan sikap independensi dan
spontanitas orang lain, serta menghormatinya.
Seorang pemimpin yang berpengaruh beserta para pengikutnya mampu mewujudkan, yaitu
a. membangkitkan kemampuan, mempertajam obsesi tinggi, dan memotivasi mereka
untuk terus berinovasi yang membuat mereka bangga dengan pimpinannya dan merasa
bertanggung jawab;
b. kepercayaan mereka yang utuh terhadap pemimpin karena ia selalu memperlakukan
mereka lebih dari hak-hak yang seharusnya mereka terima, juga mengeksplorasi kelebihan-
kelebihan mereka yang tersembunyi dan mengembangkannya, tanpa harus selalu melihat
kesalahan mereka saja; dan
c. memanfaatkan seluruh kemampuan mereka untuk berkarya, karena mereka merasakan
bahwa pemimpin mereka penuh perhatian dan terus memotivasi mereka.
Agar pemimpin yang berkarakter seorang pengajar dapat mencapai tujuan yang telah tersebut
maka pihak pemimpin harus menempuh beberapa cara dengan menanamkan pada din"
pengikutnya, yaitu
a. Kecintaan pada pekerjaan. Untuk mewujudkan dengan jalan memotivasi para
pengikut untuk bekerja dan merangsang obsesi dengan membangkitkan semangat mereka
untuk dapat terus memberikan yang terbaik. Seorang pemimpin yang menginginkan
tercapainya kedutaan pada pekerjaan maka ia harus: tidak memberikan suatu pekerjaan
kepada pengikutnya tanpa memotivasi; tidak meminta suatu upaya di luar kemampuan
mereka; dan tidak meminta kepada mereka suatu pekerjaan yang sulit hingga kesulitan
tersebut melampau batas keinginan.
b. Rasa bertanggung jawab. Pemimpin yang karismatik mampu menebarkan pada
pengikutnya rasa tanggung jawab dan selalu menginstruksikannya dengan jelas dan penuh
inspirasi. Karena itu, pemimpin harus memerhatikan
1) cara penyajian tanggung jawab, yaitu
a) menunjukkan kepercayaannya pada diri, kemampuan, dan kapabilitas bawahan;
b) memerhatikan dependensinya pada orang tersebut untuk melaksanakan tanggung
jawab; dan
c) membuatnya merasakan bahwa organisasi mengharapkan
kemampuan dan kreativitasnya.
2) hakikat tanggung jawab (tugas), bahwa tugas tersebut harus merupakan sesuatu yang
mungkin untuk dilaksanakan. Seorang pemimpin harus menjelaskan manfaat tugas
tersebut kepada orang yang ditugaskan dan menjamin bahwa ia memahaminya. Tugas
yang diberikan harus sesuai dengan kepribadian individu sehingga dapat memperlihatkan
kecerdasannya dalam melaksanakan tanggung jawab; dan
3) metode pelaksanaan tanggung jawab, yaitu memberikan kebebasan penuh kepada individu
dalam mengemban tugas, memberikan kebebasan penuh kepadanya dalam memilih sarana
yang layak dan sesuai, serta menyadarkan individu bahwa ia berbuat untuk mencapai
tujuan kolektif, yaitu tujuan organisasi.
c. Jiwa kebersamaan. Berbagai studi telah membuktikan bahwa menanamkan jiwa
kebersamaan antar individu dengan selalu mengingatkan akan urgensi dan buah yang akan
dihasilkan oleh amal kebersamaan adalah salah satu faktor yang menguatkan efek dan
pengaruh. Artinya, manusia harus berada dalam kebersamaan yang menjadikan mereka lebih
ber. pengaruh dan mampu mengesampingkan persepsi-persepsi individualistis. Mendidik
individu agar mampu merealisasikan jiwa kebersamaan dan mengembangkannya dengan
saling memahami, membaur, selaras, memupuk jiwa ini secara terus menerus untuk yakin
dengan konsep ini dan mau berkorban di jalannya.
Pemimpin yang efektif harus berjiwa organisatoris dan dapat mengorganisasikan unsurunsur
berikut secara efektif dan sesuai dengan kondisi organisasi.
a. Asisten, yaitu memberikan kebebasan kepada para asistennya yang menangani
pekerjaan masing-masing dan mengandalkan mereka serta tidak berupaya untuk mengambil
alih tugas yang telah diberikan kepada mereka.
b. Tugas dan fungsi, yaitu mengatur tugas dan fungsi berarti memberikan
pendistribusiannya secara rinci untuk mencapai sasaran sesuai dengan kemampuan.
c. Penerbitan perintah, yaitu selalu menjaga agar perintah yang dikeluarkan berasal dari
satu sumber, baik dalam pendistribusian pekerjaan atau rincian tugas yang dilaksanakan.
d. Pekerjaan, yaitu agar selalu menjaga kekompakan kerja melalui pertemuan bergilir
untuk para pimpinan.
e. Komunikasi, yaitu mengatur komunikasi agar para pemimpin selalu memperhatikan
untuk mengikuti perkembangan rantai (informasi).
f. Instruksi tugas, yaitu sikap pemimpin yang harus menghindari dualisme kekuasaan
bagi orang yang diberi tugas sehingga tidak ada dua pekerjaan yang ditangani seseorang. g.
Pengangkatan, yaitu penentuan asisten atau individu.
Untuk menjadi pemimpin yang efektif dalam mengelola dan mengembangkan organisasi
harus memiliki berbagai karakteristik diantaranya :
a. Yakin akan tugasnya. Pemimpin harus memiliki sasaran yang jelas dan mampu
melaksanakan dengan baik. Karena itu, perlu ditanamkan rasa keyakinan dalam diri
bawahannya sehingga pekerjaan akan maju dan produktivitas akan terus bertambah. Selain
itu, harus memiliki kemampuan menahan diri dan ketenangan dalam melaksanakan segenap
aktivitas organisasi, serta bertangung jawab terhadap amanah yang diberikan (memiliki jiwa
kepemimpinan yang amanah).
b. Mengenali staf dan anggotanya. Para anggota organisasi adalah orang-orang yang
akan melaksanakan tugas dan ini merupakan unsur penting yang perlu diperhatikan oleh
pemimpin. Karena itu, mengenai mereka lebih dalam dapat menciptakan keselarasan yang
ideal dalam bekerja sama dan membuat mereka termotivasi untuk lebih gigih berusaha dan
berinovasi dalam karyanya.
c. Cekatan dan penuh inovasi. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan
kecekatan dalam mengambil keputusan demi menumbuhkembangkan perjalanan organisasi
yang dipimpinnya.
d. Memberi keteladanan. Seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan bagi
anggotanya terutama dalam penegakan disiplin, proaktif, rendah hati, realistis, serta
penyayang.
2. Gaya Kepemimpinan
Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang tepat
dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan organisasi. Dengan gaya
kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat, tujuan organisasi akan terbengkalai
dan pekerja-pekerja dapat merasa kesal, gelisah, berontak dan tidak puas. Pendekatan untuk
memahami kepemimpinan yang sukses memusatkan diri pada apa yang dilakukan seorang
pemimpin. Gaya kepemimpinan (leadership styles) seorang manajer akan sangat berpengaruh
terhadap efektivitas seseorang pemimpin. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin
untuk mempengaruhi bawahannya. Ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu
; otokratis, demokratis atau partisipatif dan laissezfaire, yang semuanya pasti mempunyai
kelemahan-kelemahan dan kekuatan.
1) Implikasi-Implikasi Gaya dari Berbagai Studi Klasik dan Teori-Teori Modern
Secara kasar terminologi “gaya” berarti atau ekuivalen dengan perilaku pemimpin. Hal ini
merupakan cara dengan mana pemimpin mempengaruhi para bawahannya. Studi-studi dan
teori-teori klasik maupun medern, secara langsung atau tidak langsung mempunyai
implikasiimplikasi pada gaya kepemimpinan. Contoh, studi Hawthorne diinterprestasikan
dalam istilahistilah gaya pengawasan, dan Teori X dari McGregor (1944) mencerminkan
gaya otokratis dan teori Y nya menunjukkan gaya kepemimpinan humanistik. Studi Ohio
State mengidentifikasikan perhatian (tipe gaya suportif) dan struktur pengambilan inisiatif
(tipe gaya direktif) yang menjadi fungsi-fungsi kepemimpinan utama.
2. Gaya–Gaya Managerial Grid
Penggunaan Managerial-Grid yang dikemukakan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton
dalam McShane and Glinow (2008), merupakan salah satu pendekatan yang Sangat populer
untuk mengidentifikasikan berbagai gaya kepemimpinan para manajer praktis. Dua dimensi
jeringan (grid) adalah perhatian terhadap karyawan sepanjang aksis vertical dan perhatian
terhadap produksi sepanjang horizontal. Dua dimensi ini equivalen dengan fungsifungsi
perhatian dan struktur pengambilan inisiatif yang diidentifikasikan Studi Ohio State, dan
gaya-gaya orientasi karyawan dan orientasi produksi yang digunakan dalam studi Michigan.
3. Aktivitas Pimpinan
Motivasi didefinisikan sebagai suatu yang terdiri dari kekuatan internal dan eksternal.
Motivasi internal ditentukan oleh orang itu sendiri dan didasarkan atas kebutuhan dan
keinginan. Motivasi eksternal dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti gaji, kondisi kerja, dan
sebaginya. Bagaimana seorang manajer mengendalikan faktor-faktor tersebut dan memotivasi
pekerja-pekerjanya akan sangat menentukan seberapa jauh efektif-tidaknya dia sebagai
seorang pemimpin. Pemimpin atau manajer tidaklah perlu dicampur adukkan, karena
kepemimpinan (leadership) adalah bagian tersendiri dari manajemen. Manajer melaksanakan
fungsi-fungsi penciptaan, perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, komunikasi dan
pengendalian (pengawasan). Termasuk dalam fungsi ini adalah perlunya memimpin dan
mengarahkan. Bagaimana pun kemampuan seorang manajer untuk memimpin secara efektif
akan mempengaruhi kemampuannya untuk mengelola, tetapi seorang pemimpin hanya
membutuhkan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang lain. Dia tidak perlu
melaksanakan seluruh fungsi, seperti seorang manajer. Dalam kenyataannya, dia tidak
diperlukan untuk memimpin pengikut-pengikutnya dalam pengarahan yang benar.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua
pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisai. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan,
hubungan antara tujuan perseorangan dengan tujuan organisasi mungkin akan menjadi
renggang (lemah).
Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Terlebih
lagi pekerja-pekerja yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat menyumbang dalam
pencapaian tujuan organisasi, dan paling tidak, gairah para pekerja memerlukan
kepemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan mereka tetap
harmonis dengan tujuan organisasi.
4. Syarat Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan dikatakan sangat efektif, apabila seorang manajer juga seorang pemimpin
(leader), sedangkan kepemimpinan yang berhasil adalah pemimpin yang berhasil mencapai
tujuan organisasi tanpa mempertimbangkan apakah orang lain merasa terpaksa atau tidak
untuk melakukannya (Badeni, 2014). Organisasi yang berhasil memiliki ciri utama yang
membedakannya dengan organisasi yang tidak berhasil, yaitu kepemimpinan yang dinamis
dan efektif. Peter F. Draker dalam Hersey dan Blanchard (1995), mengemukakan bahwa
manajer (pemimpin bisnis) merupakan sumber daya pokok yang paling langka dalam setiap
organisasi bisnis.
Apabila seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain, hal itu disebut sebagai upaya
kepemimpinan. Tanggapan terhadap kepemimpinan ini boleh jadi berhasil dan tidak berhasil.
Karena tanggung jawab manajer dalam organisasi adalah mencapai hasil dengan dan melalui
orang lain, maka keberhailan mereka diukur oleh keluaran atau produktivitas kelompok yang
mereka pimpin. Dengan mengingat hal ini, Benard M. Bass dalam bukunya Hersey dan
Blanchard (1995), mengemukakan suatu perbedaan yang jelas antara kepemimpinan atau
manajemen yang berhasil dengan kepemimpinan atau manajemen yang efektif.