dari buku “lebih jauh tentang kepailitan” yang ditulis oleh Robintan Sulaiman, dan Dan Drs. Joko prabowo
cetakan kedua tahun 2000
Dalam buku ini bab yang saya ambil bab vii
tentang perbandingan perpu kepailitan dengan undang2 kepailitan halaman 46
Undang-Undang Kepailitan No. 4/1998 ini
mengkaji ulang akan pasal-pasal dalam Undang-Undang Kepailitan yang lama dengan mengadakan beberapa perubahan dan penambahan pasal-pasal yang baru untuk memperkokoh struktur perekonomian Indonesia, khususnya bagi para pelaku bisnis dalam pengembangan usahanya Serta mengantisipasi kemungkinan pailitnya suatu perusahaan.
Beberapa perbandingan yang perlu
diperhatikan antara Undang- Undang Kepailitan No. 4/1998 dengan Undang- Undang Kepailitan yang lama (Faillissements Verordening yang di undangkan dalam Staatsblad Tahun 1905 No. 217 junc to Staatsblad Tahun 1906 No. 348), adalah sebagai berikut:
1. Jika dalam Undang-Undang Kepailitan
yang lama tidak dibedakan antara pemohon kepailitan dan pengunduran pembayaran, maka Perpu membedakan nya sebagai berikut: a.Untuk debitur yang merupakan bank, permohonan pernyaatan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (Pasal I Ayat 3). b. Untuk debitur yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Pasal 1 Ayat 4). c.Untuk debitur yang merupakan bank dan perusahaan efek. permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ditentukan sebagaimana permohonan pernyataan pailit tersebut di atas. 2. Perpu memberikan batas-batas waktu yang tegas dan jelas pada pelaksanaan proses kepailitan sejak pendaftaran sampai putusan hakim, yaitu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebagai berikut: a.Putusan atas permohonan pernyataan pailit (P3) harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 6 Ayat 4). b. Putusan atas permohonan kasasi harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan (Pasal 10 Ayat 3). c.Mahkamah Agung segera memeriksa dan memberikan keputusan atas permohonan peninjauan kembali, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhtung sejak tanggalpermohonan diterima Panitera Mahkamah Agung (Pasal 289 Ayat 1). Dalam Undang-Undang Kepailitan yang lama tidak diberikan kerangka waktu yang pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit. Hal ini merupakan hambatan bagi penyelesaian utang piutang di kalangan dunia usaha. 3. Undang-Undang Kepailitan yang lama menetapkan bahwa dalam proses kepailitan dan pengunduran pembayaran Pengadilan Negeri merupakan Pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi untuk tingkat banding, Mahkamah agung untuk tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Undang-Undang menyatakan bahwa terhadap putusan Pengadilan Niaga tingkat pertama yang menyangkut permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (Pasal 8 Ayat 1 jo Pasal 284 Ayat 2). Upaya hukum lain yang diperbolehkan adalah peninjauan kembali (Pasal 286)