Anda di halaman 1dari 12

Bab 3

Instrumen Ekonomi Islam

3.1 Pendahuluan
Islam adalah sebuah sistem yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam,
Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di
muka bumi ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia,
pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya
yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang
hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat
kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju
kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun
demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan
jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan
menjaga hak dan kewajiban sesama.
Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan
Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan
dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-
syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan
manusia dalam hubungannya dengan orang lain.
Selanjutnya di dalam islam juga mempunyai suatu badan yang mengelola
harta benda yang dikumpulkan baik dari wakaf, zakat, infaq dan juga
shadaqah. Tujuan pengelolaan ini ialah untuk mengstabilkan kehidupan
ekonomi masyarakat islam serta untuk kegiatan social islam lainnya.
Selanjutnya, islam juga mengajarkan cara menciptakan suasana yang baik
terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan
akad syirkah dengan pihak lain. Menurut arti asli bahasa Arab (makna
etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian
rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya
(An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah
suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan
suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

3.2 Zakat Sebagai Instrumen Finansial


Islam
Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah).
Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-
baraqah (berkah). Zakat, dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri,
jiwa, dan harta. Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah
membersihkan diri dari jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya
dari hak orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian berkah adalah sisa
harta yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan mendapat berkah
dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya berkurang.
Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.”
Zakat merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah
sampai nisabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Selain suatu
kewajiban bagi umat islam, melalui zakat, Al Qur’an menjadikan suatu
tanggung jawab bagi umat islam untuk tolong menolong antar sesama.

3.2.1 Syarat-syarat Zakat


Syarat-syarat yang harus dipenuhi meliputi dua aspek, yaitu syarat muzakki
dan syarat harta yang akan dizakatkan:
a. Syarat-syarat Muzakki (Orang yang Wajib Zakat)
Adapun syarat-syarat seseorang wajib melaksanakan zakat adalah:9
1) Merdeka, Menurut kesepakatan para ulama, zakat tidak wajib bagi hamba
sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak memiliki hak milik.
2) Islam, Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia
merupakan salah satu pilar agama islam. Dengan demikian, zakat tidak
diwajibkan atas orang Non-Muslim ataupun orang kafir, karena zakat adalah
ibadah suci.
3) Baliqh berakal, Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib
zakat adalah orang yang telah baliqh dan berakal sehingga harta anak kecil dan
orang gila tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

Selain syarat-syarat tersebut, ulama fiqh juga mengemukakan syarat lain


dalam pelaksanaan zakat, yaitu:
1) Niat, Zakat merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mencapai pahala dan
keridhaan Allah yang sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk
kesempurnaan pelaksanaannya seseorang harus memulainya dengan niat.
2) Bersifat pemilikan, Seusai dengan pengertian zakat yang dikemukakan para
fuqaha diatas, bahwa zakat merupakan pemilikan harta tertentu untuk orang
yang berhak menrimanya dengan syarat-syarat tertentu, maka yang diberikan
kepada para mustahik zakat harus bersifat pemilikan.

b. Adapun syarat-syarat harta yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya


adalah:
1) Milik sempurna, Harta yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau
milik sempurna, yakni berada dibawah kekuasaan dan dibawah kontrol orang
yang berzakat. Sesuai dengan hadis Nabi: “ Tidak di terima sedekah dari
kekayaan hasil perbuatan khianat.”
2) Cukup senisab, Nisab merupakan batas minimal jumlah harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara.
3) Melebih kebutuhan pokok, Zakat hanya diwajibkan terhadap orang yang
hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok minimal. Ketentuan ini berdasarkan
pada QS Al Baqarah [2]: 219 yang artinya “ ... Dan mereka bertanya engkau
Muhammad apa yang dizakatkan, katakanlah yang lebih dari keperluan ..”
4) Bebas dari utang, Bebas dari utang yang dimaksudkan adalah dengan
melunasi utang jumlah harta tidak akan mengurangi nisab yang ditentukan.
5) Haul (melewati satu tahun), Haul merupakan ketentuan batas waktu
kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang diwajibkan dizakatkan
adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau haul.
6) Harta itu berkembang, Maksudnya, kekayaan itu dengan sengaja atau
memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang dalam pengertian
menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan produktif
misalnya ternak menghasilkan anak, rumah atau bangunan yang disewakan
menghasilkan uang sewa.

3.2.2 Harta-harta yang Wajib di Zakatkan


Secara umum harta-harta yang wajib dizakatkan adalah:
a. Emas, Perak dan Uang
Emas dan perak wajib dizakatkan berdasarkan pada QS At Taubah[9]: 34 yang
artinya “ ... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka akan
mendapat siksa yang pedih.”
Adapun nisab dan kadar zakar emas dan perak seperti yang diisyaratkan hadis
Nabi SAW. Yang diriwayatkan dari Ali ibn Thalib adalah nisab perak 200
dirham (lebih kurang sama dengan 642 gram perak), kadarnya 2,5 % per
tahun, sedangkan emas nisabnya 20 dinar (lebih kurang sama dengan 91,92
gram emas atau 37 emas atau diukur dengan uang rupiah lebih kurang sebesar
37 x Rp1.350.000.00,- = Rp49.950.000.00,-), kadarnya 2,5% per tahun. Untuk
zakat uang, ketentuannya disamakan dengan ketentuan zakat emas dan perak
ini. Uang senilai 91,92 gram emas atau 37 emas atau Rp49.950.000.00,- wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% per tahun.

b. Harta Perniagaan
Dasar hukum kewajiban zakat terhadap harta peniagaan adalah QS Al Baqarah
[2]: 267 dan hadis Nabi SAW yang artinya “ Dari Samurah ibn Jundub dia
berkata: Rasul SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat harta
yang kami persiapkan untuk dijual. “. Nisab dan kadar zakat harta perniagaan
disandarkan pada nisab dan kadar emas dan perak.
c. Hasil Pertanian
Kewajiban untuk menzakatkan hasil pertanian didasarkan pada QS Al An’am
[6]: 141 yang artinya “ Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, dan tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-
lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-
lebihan.” Adapun nisab dan kadar zakat hasil pertanian adalah
lima wasaq. Lima wasaq adalah lebih kurang sama dengan 815 kg.

d. Binatang Ternak
Binatang ternak yang diwajib dizakatkan adalah unta, sapi dan kerbau,
kambing dan biri-biri dengan syarat sampai senisab, telah mencapai haul,
digembalakan, dan tidak di pekerjakan. Untuk hewan ternak yang akan
dikeluarkan zakatnya, maka hewan itu harus:
1) Sehat dalam arti tidak luka, cacat, pincang dan kekurangan lain yang
mengurangi manfaat dan harganya.
2) Betina dan cukup umur berdasarkan ketentuan nash.

e. Rikaz (Harta Terpendam)


Rikaz adalah harta yang terpendam sejak zaman pubakala dan ditemukan pada
sebidang tanah yang tidak dimilki oleh seseorang seperti emas, perak, besi,
timah, bejana dan lainnya. Terhadap barang terpendam ini wajib zakatnya 1/5.

f. Barang Tambang
Zakat yang dikeluarkan sebesar 1/5 (20%) dari jumlah barang tambang yang
ditemukan. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i barang tambang yang
wajib dizakatkan breupa emas dan perak saja dengan syarat sampai senisab
namun tidak diisyaratkan haul.

g. Zakat Profesi
Dasar hukum tentang kewajiban zakat profesi adalah QS Al Baqarah[2]: 267
“ Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian hasil bumi yang Kami keluarkan
untukmu”.Ketentuan nisab dan kadar zakatnya adalah disamakan dengan
zakat uang, dikeluarkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya
hidup (kebutuhan pokok), biaya-biaya lain yang terkait dengan pekerjaan dan
utang.

3.2.3 Mustahiq Zakat


Dalam QS At Taubah [9]: 60, dijelaskan bahwa yang menjadi mustahiq zakat
adalah fakir, miskin, amil, para muallaf, Riqab (hamba
sahaya), gharimin (orang-orang yang berhutang),  fi sabilillah, ibn sabil (para
musafir). Berikut adalah penjelasannya:
a. Fakir, adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak memiliki pekerjaan
dan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga
berupa pangan, sandang, dan papan.
b.Miskin, adalah orang yang memiliki pekerjaan atau usaha tapi
penghasilnannya hanya mampu menutupi sebagian kebutuhan hidup diri
maupun keluarganya.
c. Amil, adalah orang-orang lembaga yang melaksanakan segala kegiatan
yang urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, mencatat, dan
mendistribusikannya.
d. Golongan Muallaf, adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya
atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, terhalangnya niat jahat
mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya manfaat mereka dalam
membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.
e. Riqab, adalah hamba mukatab (hamba yang dijanjikan akan dimerdekakan
tuannya dengan membayar sejumlah uang) yang Muslim tidak mempunyai
uang untuk menembus kemerdekaannya. al-riqab adalah tawanan perang dari
kalangan orang-orang Muslim.
f. Gharimin , adalah orang yang berhutang dan tidak mampu untuk
melunasinya.
g. Fi sabilillah: Secara bahasa fi sabilillah berati dijalan Allah. Imam nawawi
menyatakan makna sabilillah adalah para sukarelawan yang tidak mendapat
tunjangan tetap dari pemerintahan.
h. Ibn Sabil, adalah orang yang menempuh perjalanan jauh yang sudah tidak
punya harta lagi. Perjalanan yang dimaksudkan adalah perjalanan dalam
rangka ketaatan kepada Allah bukan untuk maksiat.

3.2.4 Sejarah dan Perkembangan Zakat


Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib
dizakatkan, nisab, dan kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke 2
Hijriyah. Kemudian tahun ke 9 Hijriyah Allah menurutkan surat At Taubah
ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat, ketentuan zakat, dan kadar
zakat. Pada masa Rasulullah, pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan
oleh Rasulullah sendiri.
Setelah Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar, sebagian suku bangsa
Arab melakukan pembangkangan terutama didaerah Yaman untuk membayar
zakat. Pada masa Umar, pemungutan dan pendistribusian zakat, Umar
menunjuk dua orang amil zakat untuk setiap daerah. Pemerintah melalui amil
zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk memungut dan
mendistribusikan zakat.
Di Indonesia, pada tahun 1968 dibentuklah BAZIS ( Badan Amil Zakat Infak
dan Shadaqah) DKI. Pada tanggal 14 September 1999 RUU tentang
pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran negara tanggal 23 September
1999.

3.3 Baitulmaal
Secara harfiah/lughowi, baitulmaal berarti rumah dana. Baitulmaal sudah ada
sejak zaman Rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan .
Baitulmaal berfungsi sebagai pengumpulan dana dan men-tasyaruf-kan untuk
kepentingan sosial.
Menurut Ensiklopedia Hukum Islam, baitulmaal adalah lembaga keuangan
negara bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara
sesuai dengan aturan syariat. Menurut Suhardi K.Lubis, baitulmal dilihat dari
segi fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi
kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal
pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran dan lain-lain. Adapun baitulmal menerima titipan zakat, infak,
dan sedekah serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

3.3.1 Macam-macam Baitulmaal


Ada tiga macam baitulmal, yaitu:
a. Baitulmal al khas, ialah perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan
sumber pendapatan dan unsur pengeluaran sendiri. Pengeluaran itu
diantaranya pengeluaran pribadi khalifah, anggota kerajaan, pegawai istana,
hadiah khalifah untuk pangeran asing.
b. Baitulmal, ialah sejenis bank negara untuk kerajaan.
c. Baitulmal al Islamin, ialah perbendaharaan semua kaum Islamin. Fungsi
baitulmal ini untuk memelihara pekerjaan umum, jalan, jembatan, dan mesjid

3.3.2 Sejarah Tentang Baitul Maal


Baitul mal atau kas negara, menurut sebagian orang tidak, dididirikan oleh
Nabi Muhammad SAW sendiri ketika beliau mendirikan negara Islam di
Madinah. Pandangan ini didukung oleh mayoritas sejarawan Islam dengan
alasan bahwa didalam pemerintahan Nabi Muhammad SAW penerimaan
negara adalah sedemikian kecilnya sehinggga tidak pernah melebihi
pengeluaran, sehingga perlunya baitul mal tidak pernah dirasakan. Menurut
pandangan yang lebih akhir dan lebih dominan, baitulmaal pertama kali
didirikan di masa pemerintahan khalifah abu bakar yang menggantikan Nabi
Muhammad di tahun 632 M. sebagai khalifah pertama nagara Islam. dengan
ditaklukannya Irak, Syria dan beberapa negara lain, terdapatlah
peningkatanyang luar biasa dalam penerimaan negara Islam, dan hal hal itu
menimbulkan kebutuhan akan adanya sebuah kas negara.
Meski demikian, baitulmal terlihat dalam bentuk yang sebenarnya sebagai
lembaga permanen terjadi dalam masa pemerintahan Khalifah Umar, khalifah
kedua. Dimasa pemerintahannyalah harta dari negeri-negeri bekas kekaisaran
Iran dan Roma yang ditaklukan mulai tercurah kedalam negeri Islam, sehingga
lembaga baitul mal pun lalu menjadi departemen negara islam yang amat
penting lagi kuat.
Setiap harta yang menjadi milik kaum Muslimin secara umum dan bukan
milik seorang Muslim tertentu, siapun dia, menjadi bagian dari aset milik kas
negara (baitul mal). Tidak penting, apakah harta yang bersangkutan itu  berada
didalam brankas (hirz) agar dapat disebut harta milik baitul mal, karena
konsepsi baitul mal merujuk kepada tujuan harta itu, bukan lokasinya. Oleh
karena itu, setiap pengeluaran yang dilakukan demi kepentingan umum kaum
Muslimin adalah merupakan tanggung jawab baitul mal dan jika telah
dikeluarkan, maka dianggap bahwa baitul mal telah mengeluarkannya dari
brankasnya. Ini berarti bahwa penerimaan yang berada ditangan kolektor
publik atau telah mereka keluarkan secara langsung, sebenarnya dalah bagian
dari penerimaan dan pengeluaran baitu mal itu sendiri, dan oleh karena itu,
harus tunduk kepada aturan baitul mal pula.
Penerimaan yang ada didalam baitul mal digolongkan menjadi tiga oleh para
fuqaha klasik, yakni:
a. Penerimaan zakat dan sedekah
b. Penerimaan ghanimah atau rampasan perang
c. Penerimaan fai seperti jiziyah dak kharaj
Kesemua penerimaan tersebut telah dibicarakan dengan cukup. oleh karena
penerimaan jenis kedua dan ketiga tidak lagi tersedia bagi negara islam
modern, maka kedudukannya digantikan oleh pajak.
Kelompok-kelompok penerimaan diatas senantiasa dipisah-pisahkan didalam
baitul mal karena butir-butir pengeluarannya juga berbeda-beda didalam
syariat. Zakat dan sedekah dapat dikeluarkan sesuai dengan ketentuan Al
Qur’an(dalam ayat 60 surat At Taubah) yang terutama sekali berhubungan
denga kesejahteraan kaum fakir dan miskin, sedangkan jenis penerimaan yang
lain dikeluarkan sesuai dengan pertimbangan pemerintah untuk memenuhi
tanggung jawabnya yang amat luas seperti penegakan hukum dan keadilan,
administrasi, pemerintahan, transportasi dan komunikasi, pembangunan
ekonomi, pendidikan dan kesehatan serta program-program sosial lainnya.
Suatu bentuk pengorganisasian baitul mal yang ada selama pemerintahan
islam adalah yang ada dimasa pemerintahan khalifah Umar, khalifah kedua.
Baitul mal pusat ada dikota negara dan langsung berada dibawah kendali
khlifah, sedangkan baitul mal provinsi berada dibawah tanggung jawab
gubernur provinsi pada saat itu belum ada bank sentral dan umum.

3.4 Syirkah
Syirkah dalam bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Bisa juga
artinya membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum
kebiasaan yang ada.
Sementara dalam terminologi ilmu fiqih, arti syirkah yaitu: persekutuan usaha
dalam mengambil hak atau beroperasi. Aliansi mengambil hak,
mengisyaratkan apa yang di sebut syirkatul amlak. Sementara aliansi dalam
beroperasi, mengisyaratkan syirkatul uqud (syirkah transaksional)

3.4.1 Macam-macam Syirkah


Syirkah itu ada dua macam:
a. Syirkah hak milik, (syirkatul Amlak). Yaitu persekutuan antara dua orang
atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab
kepemilikan, seperti jual beli, hibah atau warisan.
b. Syirkah transaksional (Syirkatul Uqud). Yakni akad kerja sama antar dua
orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.

3.4.2 Macam-macam Syirkah Transaksional


Syirkah transaksional menurut mayoritas para ulama terbagi menjadi beberapa
bagian berikut:
a. Syirkatul ‘Inan
Yakni persekutuan modal, usaha dan keuntungan. Yaitu kerja sama antara dua
orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka
usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. 
b. Syirkatu Abdan (syirkah usaha)
Yakni kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh
tubuh mereka, seperti kerjasama sesama dokter di klinik, atau sesama tukang
jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan. Semuanya di bolehkan.
Namun imam syafi’ie melarangnya. Disebut juga dengan syirkah shanai wat
taqabbul.
c. Syirkatul Tujuh
Yakni akad yang dilakukan dua pihak atau lebih untuk membeli sesuatu
dengan mempergunakan nama baik mereka secara berhutang. Bila
menghasilkan keuntungan, mereka bagi berdua.
Syirkah jenis ini mengikat dua orang pelaku atau lebih yang tidak memiliki
modal uang. Namun mereka memiliki prestige atau nama baik di tengah
masyarakat sehingga membuka kesempatan untuk mereka bisa membeli
barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya itu
mereka bagi bersama.

d. Syirkatul Mufawwadhah
Yakni setiap kerja sama dimana masing-masing pihak yang beraliansi
memiliki modal, usaha, dan hutang piutang yang sama, dari mulai berjalannya
kerja sama hingga akhir. Yakni kerja sama yang mengandung unsur
penjaminan dan hak-hak yang sama dalam modal, usaha dan hutang.

3.4.3 Tujuan Manfaat Syirkah


Tujuan dan manfaat syirkah yaitu:
a.  Memberikan keuntungan kepada para anggota pemilik modal
b.  Memberikan lapangan kerja kepada karyawannya
c.  Memberikan bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha musyarakah
(syirkah) untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah, dan sebagainya demi
kepentingan umat muslim
Pustaka
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkonsumsikan
Kesadaran dan Membangun Jaringan, (Jakarta: Kencana, 2006)
Dr. Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012.
Dr. Muhammad Sharif Chandhry. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. Dr. Mardani. Fiqh Ekonomi
Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana, 2007.
Prof. Dr. Abdullah Al-Muslih, Shalah Ash-Shawi. Fikh Ekonomi Keuangan
Islam. Jakarta: Dar Al-Muslim, 2004.

Biodata Penulis:
Febrina Girsang (7183143016)
Risna Yunita Simarmata (7183143018)

Anda mungkin juga menyukai