Anda di halaman 1dari 79

BAB I

Dasar - Dasar Perpajakan


1.1. PENGANTAR PAJAK

Seiring dengan perkembangan perekonomian, maka hal yang berkenaan dengan


pajak menjadi tidak asing lagi. Pajak yang dikenal dari sisi positifnya, bahkan
pajak yang dikenal dengan sisi buruknya, sehingga kita juga mengenal istilah
penggelapan pajak.

Selain itu hal yg tdk dpt dipungkiri adalah bbrp thn terakhir sektor pajak sangat
mendominasi APBN, utk itu pemerintah terus berusaha mengintensifikasi dan
ekstensfikasi subjek dan objek pajak.

Dengan segala konsekwensinya pajak tetaplah bagian yang penting dalam


kegiatan perekonomian, yang tentunya juga harus diperkuat atau ditunjang
dengan produk hukum yang jelas, tegas dan mengikat terhadap kegiatan
perpajakan (hukum fiscal).
1.2. DEFINISI PAJAK
Banyak para ahli yang mengemukakan tentang definisi
pajak, diantara ahli tersebut adalah;

a. Dr. Soeparman Soemahamidjaya, memberikan definisi:


Pajak adalah iuran wajib, berupa uang yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

b. Prof.Dr. Rochmat Soemitro, SH, memberikan definisi:


Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat timbal jasa (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan, digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
1.3. UNSUR - UNSUR PAJAK
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur :
a. Iuran rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut
berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan Undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-
undang serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa timbal jasa atau kontraprestasi dari Negara
Yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran
pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara,
yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi
masyarakat luas.
1.4. TINJAUAN PAJAK DARI BERBAGAI ASPEK
Ada beberapa ragam definisi dari Pajak, yaitu dari aspek ekonomi, hukum,
keuangan dan aspek sosiologi.

a. Aspek Ekonomi
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yg digunakan untuk menuju
kesejahteraan. Pajak merupakan motor penggerak kehidupan ekonomi
masyarakat.
b. Aspek Hukum
Hukum pajak di Indonesia mempunyai hierarki yang jelas dengan aturan-
aturannya.

c. Aspek Keuangan
Pajak dipandang sebagai sesuatu yang penting dalam keuangan negara,
sehingga menjadi tolak ukur dari kecendrungan kekuatan ekonomi dalam
kemampuan negara menyelenggarakan sistem perjakan.

d. Aspek Sosiologi
Pada tataran berhasilnya sistem perpajakan yang ideal dan bermanfaat,
maka akan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada
masyarakat secara merata.
1.5. FUNGSI PAJAK

fungsi pajak, yaitu :


a. Fungsi Budgetair (penganggaran)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi. Contohnya:
1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras
utk mengurangi konsumen minuman keras
2. Pajakyg tinggi dikenakan terhadap barang2 mewah
utk mengurangi gaya hidup konsumtif
c. Fungsi stabilitas
 Denngan adanya pajak , pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yg berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflansi dapat dikendalikan. Hal ini bisa
dilakukan anataralain dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat pemungutan pajak, penggunaan pajak
yang efektif dan efisien.
d. Fungsi Redistribusi pendapatan
Pajak yg sudah dipungut oleh negara akan digunakan utk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka
kesempatan kerja, yg pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat
1.6. BEBERAPA PUNGUTAN SELAIN PAJAK
Selain pajak pemerintah juga memberlakukan beberapa pungutan kepada
rakyat yang sifatnya berbeda dengan pajak, antara lain;

a. Bea materai
Yaitu pungutan yang dikenakan atas barang yg bersifat dokumen.
b. Bea masuk dan bea keluar
Pungutan yang diberlakukan terhadap barang-barang yg sudah ditentukan
tarifnya apabila memasuki/keluar dari daerah pabean.

c. Cukai
Pungutan yang diberlakukan terhadap barang-barang tertentu yg ditetapkan
utk barang-barang tertentu.

d. Retribusi
Pungutan yg diberlakukan pemerintah sehugungan dengan fasilitas yg
secara langsung dinikmati oleh pembayar.
Bab II
Kedudukan Hukum Pajak
2.1. HUKUM PAJAK
Pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23A Amandemen UUD 1945
“bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur
dengan undang-undang”

- Hukum pajak yang berlaku di Indonsia dikategorikan hukum publik

- Hukum pajak mempunyai ruang lingkup yg luas, seperti


a. Menelaah keadaan2 yg ada dlm masyarakat yg dapat dihubungkan
dgn penggunaan pajak
b. Merumuskan serta menafsirkan dengan memperhatikan ekonomi
dan keadaan masyarakat
Tiap-tiap masyarakat mempunyai hubungan yang mengatur
antara sesama mereka, individu dengan individu lainnya yaitu
mengenai hak dan kewajiban.

Demikian juga dengan hak untuk mendapatkan penghasilan


sebanyak-banyaknya, sehingga menuntut individu atau warga
negara tersebut membawa kewajiban membayar pajak kepada
negara.

Hukum pajak sering disebut hukum fiskal, yaitu hukum yang


mengatur tentang keuangan atau kas negara.
Dalam mempelajari bidang hukum PAJAK, berlaku
apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih
diutamakan daripada peraturan umum atau jika
sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan
khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam
peraturan umum.

peraturan khusus adalah


Dalam hal ini

hukum pajak, sedangkan peraturan umum


adalah hukum publik atau hukum lain yang sudah
ada sebelumnya.
Menurut Prof.dr Rochmat Soemitro,S.H, Hukum pajak
mempunyai kedudukan diantara hukum2 sbb :

 1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu


 dengan individu lainnya
 2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah
 dengan Rakyat nya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai
 berikut :
 a. Hukum Tata Negara
 b. Hukum Tata Usaha (hukum administratif)
 c. Hukum Pajak
 d. Hukum Pidana
 Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian
dari hukum publik
Hukum pajak menganut paham imperative,
yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda.
Misalnya dalam hal pengajuan keberatan,
sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal
Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih
dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham

oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda


setelah ada keputusan lain.
2.2. PEMBAGIAN HUKUM PAJAK

Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah


(fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai
Wajib Pajak. Ada dua macam hukum pajak yaitu
a. Hukum Pajak Materiil, menurut norma-norma yang menerangkan
antara lain;
- keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak
(objek pajak),
- siapa yang dikenakan pajak (subjek),
- berapa besar pajak yang dikenakan (tarif),
- segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan
hubungan
Contoh hukum antara
Undang-undang pemerintah
Pajak dan Wajib Pajak.
Penghasilan
b. Hukum Pajak Formil, menurut bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum
materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak meteriil). Hukum
ini memuat antara lain.

 Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.


 Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib
pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan
utang pajak.
 Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan keberatan dan banding.
Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No 46 th 2013 tentang “Ketentuan
Umum dan Tata cara perpajakan”
2.3. PENGELOMPOKAN PAJAK ATAU JENIS PAJAK

2.3.1. Menurut Golongannya


a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri
oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang akhirnya


dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2.3. 2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau


berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif, yaitu yang berpangkal pada objeknya, tanpa


memperhatikan keadaan lain dari Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan nilai, pajak atas penjualan barang


mewah.
2.3.3. Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara,
contohnya Pajak penghasilan, PPN, Pajak Penjualan atas
barang mewah dan bea materai
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
Pajakdaerah.
daerah terdiri atas :
1) Pajak provinsi
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota
Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
2.4. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

2.4.1. Stelsel Pajak


Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3
stelsel :
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
- Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata)
- pemungutannya baru dilakukan pada akhir tahun pajak,
- yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan.


Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis.
Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya,
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pada awal
tahun sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang tertuang untuk tahun pajak berjalan.

Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun.

Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan
yang sesungguhnya.

c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
seharusnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak
menurut anggaran, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih
kecil, kelebihannya dapat diminta kembali.
2.4.2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)


Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya
pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan
kebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku
untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
2.4.3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System


Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang teruang oleh
Wajib Pajak.

b. Self Assessment System


Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang tertuang.

c. With Holding System


Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang tertuang oleh Wajib Pajak.
2.5. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa
teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk
memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :

2.5.1. Teori Asuransi


Negarasuransi dianggap melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan
hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.

2.5.2. Teori Kepentingan


Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus
dibayar.
2.5.3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur
daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
• Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang.
• Unsur Subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil
yang harus dipenuhi.
contoh :

Tuan A Tuan B
Penghasilan/bulan Rp 4 Juta Rp 4 Juta
Status Menikah dengan Bujang
3 anak

Secara Objektif PPh untuk Tuan A sama besarnya dengan Tuan B, karena mempunyai
penghasilan yang sama besarnya.
Secara Subjektif PPh untuk Tuan A lebih Kecil dari pada Tuan B, karena kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi Tuan A lebih besar.
2.5.4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.

2.5.5. Teori Asas Daya Beli


Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara
akan menyalurkan kembali kemasyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
2.6. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka


pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :

2.6.1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)


Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pungutan harus adil.
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata, serta disesuaikan dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2.6.2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat


Yuridis)
Di Indonesia, dajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
maupun warganya.
2.6.3. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.

2.6.4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)


Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pungutannya.

2.6.5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana


Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Syarat ini dipenuhi
oleh undang-undang perpajakan yang baru.
Bab III
Subjek Pajak

3.1. DEFINISI SUBJEK PAJAK

Subjek Pajak adalah pihak-pihak yang


dikenai kewajiban untuk melaksanakan
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
Dapat meliputi orang pribadi maupun badan
(perusahaan).
3.2. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
Yang menjadi subjek pajak penghasilan menurut UU
No. 36 th 2008 tentang perubahan ke 4 adalah;
a. Orang pribadi
b. Warisan yg belum terbagi
c. Badan ; PT, CV, BUMN/BUMD, koperasi dsb
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

3.3. JENIS ATAU MACAM SUBJEK PAJAK


a. Subjek Pajak Dalam Negeri
b. Subjek pajak luar negeri
3.4. PENGECUALIAN SUBJEK PAJAK
Yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan;
a. Badan Perwakilan Negara Asing
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau
pejabat2 lain dari negara2 asing
c. Organisasi2 internasional yg ditetapkan dgn kep. Menteri
keuangan.

3.5. SUBJEK PJK PERTAMBAHAN NILAI BARANG & JASA


(PPN)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Yang dimaksud dgn ini adalah
pengusaha kena pajak. (UU No. 18 th 2000)
Pengusaha adl orang atau badan dlm bentuk apapun yg dlm
lingkungan perush atau pekerjaannya;
Menghasilkan barang (pabrikan/produsen)
Mengimpor barang
Melakukan usaha perdagangan
Melakukan usaha jasa

Tdk semua pengusaha dapat dikenakan pajak


pertambahan nilai, atau menjadi subjek pajak menurut UU
No. 18 th 2000.
Berdasarkan SK. Men Keu pengusaha kecil yg
menghasilkan penyerahan barang dgn nilai bruto tdk lebih
dari Rp 240 jt setahun atau jasa kena pajak dgn peredaran
bruto tdk lebih dari Rp 120 jt setahun.
3.6. SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Subjek Pajak dari PBB adalah orang atau badan,


yang;
-Memiliki, menguasai
-Memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
-Memperoleh manfaat atas bangunan
Adapun pihak yang menjadi subjek pajak atau wajib
pajak dalam hal ini berdasarkan pasal 3 UU No. 12 th
1994, dimana nilai jual objek pajak (NJOP) tanah dan
bangunan tersebut kurang atau tidak melebihi Rp
8.000.000,- bukan merup. Wajib pajak.
Beberapa hal yang menyebabkan kewenangan Dirjen
Pajak menentukan subjek pajak menjadi objek pajak,
misalnya;

a.Pemanfaatan bumi dan bangunan


b.Objek yang msh dalam sengketa
c.Penguasaan kepada orang lain

Penolakan atau keberatan sebagai wajib pajak, terhadp


subjek pajak yg dibebankan kepada orang atau badan …
BAB IV
OBJEK PAJAK
4.1. PEMAHAMAN OBJEK PAJAK
Objek Pajak merupakan bagian terpenting yang dibicarakan
atau dipersoalkan dalam hukum pajak materil.

Objek pajak dikatakan sebagai bagian terpenting karena


wajib pajak tidak dikenakan pajak kalau tidak memiliki,
menguasai, atau menikmati objek pajak yang tergolong
sebagai objek kena pajak sebagai syarat-syarat objektif
dalam pengenaan pajak.

Objek yang dapat dikenakan pajak dalam masyarakat


sangat beraneka ragam bergantung pada kebijakan
pembuat undang-undang untuk menjaringnya sebagai
4.2. PENGERTIAN OBJEK PAJAK
Pengertian Objek Pajak ialah segala sesuatu yang karena
undang-undang dapat dikenakan pajak.

Kata "dapat" dikenakan pajak mengandung makna bahwa


objek pajak boleh atau tidak boleh kena pajak. Pengenaan
pajak terhadap suatu objek harus dipertimbangkan secara
maksimal agar tidak menimbulkan permasalahan dalam
masyarakat.

Oleh karena itu, penentuan suatu objek untuk dikenakan


pajak lebih dahulu dilakukan penelitian sehingga dapat
menciptakan kemanfaatan bagi negara maupun daerah
selaku pihak yang membutuhkan pajak.
4.3. MACAM-MACAM OBJEK PAJAK

Rochmat Soemitro (1986: 99) yang menyatakan bahwa


yang dapat dijadikan objek pajak banyak sekali
macamnya. Segala sesuatu yang ada dalam masyaraat dapat
dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan,
perbuatan, maupun dalam peristiwa tertentu.

1. Keadaan, misalnya kekayaan seseorang pada suatu saat


tertentu misalnya, memiliki kendaraan bermotor, televisi,
memiliki tanah dan atau barang tak bergerak lainnya,
menempati rumah tertentu (kebanyakan secara statis/
tetap).
2. Perbuatan, misalnya melakukan penyerahan
barang karena perjanjian, mendirikan rumah
dan atau gedung, mengadakan pertunjukan
atau keramaian, memperoleh penghasilan,
bepergian ke luar negeri.

3. Peristiwa, misalnya kematian, keuntungan


yang diperoleh secara mendadak, anugerah
yang diperoleh karena yang secara tak
terduga, pokoknya segala sesuatu yang terjadi
diluar kehendak manusia.
4.4. Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Dalam Undang-undang No 36 Tahun
2008 disebutkan tentang apa saja yang menjadi
objek Pajak penghasilan.
Objek pajak penghasilan adalah ;
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.
Penghasilan yang dimaksud pada objek pajak
dikelompokkan menjadi;

a. Penghasilan dari pekerjaan (gaji, honor dan penghasilan


praktik)
b. Penghasilan dari kegiatan usaha (keuntungan atau laba
dari perusahaan)
c. Penghasilan dari modal (bunga, deviden, royalti
maupun sewa)
d. Penghasilan lain-lain (hadiah, undian dan pembebasan
utang)
e. Keuntungan dari penjualan harta
Sedangkan yang tidak termasuk Penghasilan yang
menjadi Objek Pajak adalah;

a. Bantuan atau sumbangan


b. Harta hibah yang diterima oleh keluarga
c. Warisan
d. Penggantian atau imbalan
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada org
pribadi
f. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun
Bab V
Tarif Pajak
5.1. Tarif Pajak Penghasilan

Pungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Dengan keadilan


dapat menciftakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk
kesejahteraan masyarakat. Dalam penetapan tarif harus berdasarkan
keadilan. Dalam perhitungan pajak yang terutang digunakan tarif
pajak. Tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak
yang terutang (pajak yang harus dibayar).

Besarnya tarif pajak dihitung berdasarkan prosentase. Dalam


pajak penghasilan prosentase tarifnya dapat dibedakan menjadi
beberapa tarif sebagai berikut;
a. Tarif Marginal
Prosentase tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar
pengenaan pajak.
Bahwa untuk setiap tambahan penghasilan kena pajak dari 0 s.d
Rp 50 jt sebesar 5% dan jika pajak diatas 50 jt s.d Rp 250 jt dgn
tarif marginal 15%, 250 jt s.d 500 jt 25%, 500 jt s.d 5 Milyar 30 %,
5 Milyar s.d ………..35%
b. Tarif efektif
Persentase Tarif pajak yang berlaku atau harus diterapkan atas
dasar pengenaan pajak tertentu.
Contoh :
Apabila penghasilan kena pajak Wajib Pajak orang pribadi sebesar Rp
100.000.000,- maka pajak penghasilan terutang dihitung sebagai
berikut.
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Rp. 1.000.000.000,-
Perhitungan Pajak :
 Rp. 50.000.000,- x 5% = Rp. 2.500.000,-
Rp. 200.000.000,- x 15% = Rp.30.000.000,-
Rp. 250.000.000,- x 25% = Rp. 62.500.000,-
Rp. 500.000.000,- x 30% = Rp.150.000.000
Jd Pajak yg hrs dibayar/Th Rp. 245.000.000
Utk Pajak/Bln tinggal di bagi 12
Berdasarkan UU-HPP No.7 tahun 2021 utk tarif marginal
mengalami perubahan
Penghasilan 0 s.d 60 jt 5% utk lainya tetap
sesuai ketentuan yang sudah ada.
Berdasarkan ketentuan UU-HPP ini maka
pajak terhutang dapat dihitung sbb:
Rp. 60. Jt x 5% = Rp. 3.000.000,-
Rp.190 Jt x 15% = Rp. 28.500.000,-
Rp. 250.jt x 25% = Rp. 62.500.000,-
Rp. 500 jt x 30% = Rp.150.000.000,-
Jadi Pajak /Th Rp. 244.000.000,-
Utk pajak/Bln tinggal dibagi 12 Rp.20.333.333,-
5.2. Struktur Tarif Pajak

Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif


pajak dikenal dengan 4 (empat) macam tarif, adalah sebagai berikut;
a. Tarif pajak Proporsional/sebanding
yaitu tarif pajak berupa persentase tetap terhadap berapapun
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Contoh : Dikenakan pajak pertambahan nilai 10% atas penyerahan
barang kena pajak.

b. Tarif Pajak Progresif


yaitu tarif pajak yang prosentasenya menjadi lebih besar
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin
besar.
Contoh ;
1. Tarif pajak Penghasilan tahun pajak 2009 yang berlaku di
Indonesia untuk wajib pajak orang pribadi yaitu;
a. Sampai dengan Rp 50.000.000,- tarif nya
5%
b. di atas Rp 50.000.000,- s.d Rp 250.000.000,- tarif nya 15%
c. di atas Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- tarif nya 25%
d. di atas Rp 500.000.000,- tarif nya
30%
2. Tarif pajak Penghasilan tahun pajak 2009 yang berlaku di
Indonesia untuk wajib pajak Badan atau Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yaitu ;
a. Sampai dengan Rp 50.000.000,- tarif nya
10%
b. di atas Rp 50.000.000,- s.d Rp 100.000.000,- tarif nya 15%
c. di atas Rp 100.000.000,- tarif nya
30%
c. Tarif Pajak Degresif
Adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin
besar.
d. Tarif Pajak Tetap
adalah tarif yang berupa jumlah yang tetap (sama besarnya)
terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan
pajak. Oleh karena itu besarnya jumlah pajak yang terutang
jumlah nya adalah tetap.
Contoh ; tarif bea materai
5.3 Tarif Pajak Dan Penerapannya
Peraturan Mentri Keuangan
No 117/PMK.05/2015 yang berlaku sejak tanggal
1 Januari 2015.
No 231/PMK.03/2019 yang berlaku sejak tanggal
1 Januari 2019.
No 59/PMK.03/2022 yang berlaku sejak tanggal
1 Januari 2022.
Besar PTKP adalah :
•untuk diri pegawai Wajib pajak/bujang Rp 54.000.000
•tambahan untuk pegawai yang
sudah menikah (kawin) Rp 4.500.000
•tambahan untuk setiap agt keluarga *) Rp 4.500.000
*) anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan dalam
satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi
Pengertian PTKP
(Penghasilan Tidak Kena Pajak)
adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak
kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan
kata lain apabila penghasilan netto Wajib Pajak
Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan
terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan
apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima
penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka
penghasilan tersebut tidak akan dilakukan
pemotongan PPh Pasal 21.
Atau dgn pernyataan sederhana
- TK/0 = Rp 54.000.000
- K/0 = Rp 58.500.000
- K/1 = Rp 63.000.000
- K/2 = Rp 67.500.000
- K/3 = Rp 72.000.000
Cara Menghitung PPh terutang Pasal 21 adalah ;
1. Menentukan penghasilan bersih/netto;
dgn cara mengurangi penghasilan kotor/bruto dengan
biaya jabatan yaitu 5% dan iuran pensiun yg dibayar
pegawai
2. Penghasilan bersih/netto disetahunkan atau dikalikan
12
3. Menentukan PKP pegawai/wajib pajak;
dgn cara penghasilan bersih/netto disetahunkan
dikurangi dengan PTKP
(tentukan terlebih dahulu PTKP nya)
4. PPh terutang nya didapat dari PKP dikalikan prosentase
tarif pajak progresif kemudian di bagi 12
Catatan:
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan
setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang
mempunyai jabatan ataupun tidak.
Bab VI
Utang Pajak dan Penagihan
6.1. Penyebab Timbulnya Utang Pajak

Hak dan kewajiban antara negara dan rakyat tidak sama, negara
berhak dan dapat memaksakan utang kpd rakyat untuk dibayar,
apabila rakyat seorang wajib pajak berutang (pajak) terhadap negara.
Utang pajak timbul karena adanya perbuatan, keadaan atau
peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak itu sendiri,
seperti:

a. Keadaan-keadaan,
b. Perbuatan-perbuatan,
c. Peristiwa-peristiwa,
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang
pajak :
1. Ajaran Formiil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan
pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official
2. Ajaran Materiil
assessment system.

Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang.


Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan
perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment
system.
6.2. Surat Ketetapan Pajak

Surat Ketetapan Pajak baru bisa diterbitkan apabila wajib pajak tdk bisa
membayar pajak sebagai mana mestinya (pasal 15 UU No. 17 thn 2000). Surat
Ketetapan Pajak hanya berfungsi sebagai surat keputusan yang menentukan
besarnya jumlah pajak yang terutang.

Surat ketetapan pajak hanya dikeluarkan dalam hal-hal berikut;


a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yang terutang masih kurang atau belum dibayar

b. Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tdk disampaikan/disetor oleh wajib


pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tahun pajak berakhir atau
setelah teguran tertulis tidak diindahkan

c. Apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya, baik orang maupun


badan yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia untuk
mengadakan pembukuan yang dpt dijadikan bahan dalam perhitungan
pajak.0)
6.3. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Dengan dilandasi dasar hukum UU No. 19 th 2000 tentang Penagihan


Pajak dengan Surat Paksa.
Berdasarkan itu Surat Paksa adalah, surat perintah atau surat ketetapan
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang “atas nama keadilan”
untuk membayar suatu jumlah uang yang disebutkan dalam surat paksa
itu pada jangka waktu tertentu.
Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat (nama wajib pajak atau
nama penanggung pajak, besarnya utang pajak, dan perintah untuk
membayarnya).
Penagihan Pajak dengan surat paksa ditegaskan dan diterbitkan apabila:
a. Penanggung pajak tdk melunasi hutang pajak sampai dgn jatuh tempo
pembayaran dan kpd nya telah diterbitkan surat teguran atau surat
perigatan sejenis
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus;
c. Penanggung pajak tdk memiliki ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pajak
6.4. Penyitaan

Tindakan penyitaan dilakukan apabila dalam waktu 2 (dua) kali 24 jam


wajib pajak tidak juga memenuhi kewajiban membayar pajak.

Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak, dengan membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita, yang ditandatangani oleh, juru sita pajak, penanggung pajak
dan saksi-saksi.

Penyitaan dpt dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yg berada di


tempat tinggal, tempat usaha atau ditempat lain, termasuk yg dikuasakan kpd
org lain, sebagai hak tanggungan dan jaminan pelunasan utang pajak, yg
berupa;

a. Barang bergerak, seperti mobil, perhiasan, uang tunai, deposito, giro,


saham atau yg lainnya.
b. Barang tidak bergerak seperti, tanah, bangunan
Setelah lewat dari 14 hari masa sita, maka pejabat berwenang berhak
melakukan lelang, dengan dilakukan melalui media massa (psl 26 UU no. 19 th
2000), dan masa lelang minimal 14 hari pula.

Untuk barang yang maksimal bernilai Rp 20.000.000,- kegiatan lelang


tidak perlu melalui media massa.

Berdasarkan PP No. 136 thn 2000 terhadap barang yg dilelang terdapat


penegasan pengecualian untuk penjualan secara lelang;

a. Uang tunai;
b. Surat-surat berharga;
c. Barang yang tdk mudah rusak
6.5. Hapusnya Utang Pajak

Utang pajak dapat dihapuskan adalah utang pajak yang tercantum dalam
surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak tambahan yang tidak dapat atau
tidak mungkin ditagih lagi, karena:
a. Wajib pajak meninggal dunia dan tdk meningalkan harta waris dan tidak
mempunyai ahli waris.
b. Wajib pajak tdk diketemukan
c. Wajib pajak tdk memeliki kekayaan lagi
d. Hak untuk melakukan penagihan sdh lewat

Selain itu hapusnya utang pajak disebabkan juga oleh hal lain seperti;
e.Pembayaran
f.Konpensasi
g.Daluwarsa
h.Pembebasan
i.Penghapusan
Bab VII
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

7.1. Unsur – unsur NPWP


- Nomor yang diberikan kpd Wajib
Pajak
- Sarana administrasi perpajakan
- Tanda pengenal WP dalam hak dan
kewajiban perpajakan
7.2. Pengertian
Nomor Pokok Wajib Pajak adalahnomor yg
diberikan kepada wajib pajak sbg suatu sarana
administrasi yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dlm
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan

7.3. Fungsi NPWP


 Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
 Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan
 Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
dalam pengawasan administrasi pajak
7.4. Pencantuman NPWP
NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen
perpajakan, antara lain pada
- Surat Setoran Pajak (SSP)
- Faktur pajak
- Surat Pemberitahuan (SPT)
- Formulir pajak yang dipergunakan Wajib Pajak
- Surat menyurat dlm hub dgn perpajakan
- Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang
mewajibkan mengisi NPWP
7.5. Cara Pendaftaran / memperoleh NPWP
Semua WP wajib mendaftarkan diri pada kantor
DirekturJenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan wajib Pajak.
- Mengisi dan menandatangani formulir (nama & alamat)
- Menyampaikan formulir pendftrn ke kantor pelayanan pajak
(KPP)
- KPP menerbitkan surat keterangan terdaftar paling lama pada
hari kerja berikutnya (stlh permohonan pendftrn dan persyrtn
diterima lengkap dan benar)
7.6. Pendaftaran NPWP melalui Electronik
Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara
elektronik, melaui situs Direktorat Jendral Pajak dengan alamat
http://www.pajak.go.id dengan langkah-langkah sebagai berikut;
1.Masuk pada situs www.pajak.go.id
2.Pilih menu e-reg (electronic registration)
3.Pilih menu “buat Account baru” isilah kolom sesuai apa yg
diminta
4. Masuk pd menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”
isilah sesuai dgn KTP anda
5. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
sementara yg berlaku selama 30 hari. Cetak SKT sementara dan
formulir registrasi dan kirimkan ke KPP yg tertera pada SKT
7.7. Sanksi
Bagi mereka yang dengan sengaja tidak
mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau tanpa
hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, diancam dengan pidana paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
7.8. Format NPWP
Mulai tahun 1998, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
sama dengan Nomor Pokok Wajib Pajak, sehingga format
NPPKP juga terdiri dari 15 digit.
9 digit pertama merup kode wajib pajak
6 digit selanjutnya merup kode administrasi pajak

X X X X X X X X X X X X X X X

Kode Kode Kantor


Nomor
Kelompok Pengeceka Kode KPP Cabang
Pokok
WP n Pusat
7.9. Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dikarenakan bbrp hal;
1. Wajib pajak org atau pribadi meninggal dunia dgn tidak
meninggalkan warisan
2. Wanita kawin tidak dgn perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan
3. Wajib pajak badan yg telah dibubuarkan secara resmi
berdsrkn peraturan perundang-undangan
4. Bentuk usaha tetap yg karena suatu hal kehilangan
statusnya sbg bentuk usaha tetap
7.10. Kasus – Kasus NPWP
1. NPWP Ganda
a. Adanya pemecahan satu kantor pajak menjadi
beberapa kantor pajak dengan maksud
pengembangan organisasi
b. Adanya WP pindah domisili
c. Kurang telitinya kantor pajak mengawasi
pendaftaran
2. Penggabungan bberap perush menjadi satu perusahaan
d. Merger
e. Akuisisi
f. Konsolidasi
3. Wajib Pajak digolongkan Non Efektif
a. WP selama dua thn berturut-turut tdk pernah
melakukan pemenuhan kewajiban pembayaran pajak
b. WP meninggal dunia, tanpa memberitahukan (belum
ada Surat ket. Kematian)
c. WP badan bubar tanpa ada akta pembubaran dari
pihak yg berwenang
 WP tidak diketahui alamatnya
 WP secara nyata tidak menunjukkan adanya
kegiatan usaha
BAB VIII
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
8.1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
 Surat pemberitahuan (SPT) adalah
surat yg
 oleh wajib pajak digunakan untuk
 melaporkan penghitungan atau
pembayaran
 pajak, objek Pajak atau bukan objek
pajak
 dan harta kewajiban sesuai dengan
ketentuan
8.1.2. Fungsi SPT
Fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak, Pajak
penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan memppertanggung jawabkan penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan
sendiri atau melalui pemootongan atau pemungutan
pihak
laindalam 1 (satu) tahun pajak bagian tahun pajak
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak atau
bukan objek
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi
atau
badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

Bagi pengusaha kena pajak , fungsi surat


pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan
pajak penjualan atas barangmewah yang sebenarnya
tertuang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak
keluaran
 ; dan
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
 dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak
 dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa
pajak,
 sesuai dengan ketentuan peraturan peurndang-
 undangan perpajakan.

Fungsi bagi pemotongan atau pemungut pajak ,


surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak
8.1.3. PROSEDUR PENYELESAIAN SPT
 1. Wajib Pajak Mengambil sendiri surat pemberitahuan di
 tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak atau
 berdasarkan peraturan menteri keuangan . Wajib Pajak
 juga dapat mengambil surat pemberitahuan dengan cara
 lain , misalnya dengan mengakses situs direktorat pajak
 untuk memperoleh formulir surat pemberitahuan
 tersebut.
 2. Setiap wajib pajak wajib mengisi surat pemberitahuan dengan
 benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa indonesia dengan
 menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah,
 dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
 Direktorat jendral pajak tempat wajib pajak terdaftar atau
 dikukuhkan /ditempatlain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral
 Pajak
Penyampaian SPT oleh wajib pajak ke kantor pelayanan pajak atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Pajak, Direktur Jendral Pajak dapat
dilakukan :
* Secara langsung
* Melalui Pos dengan bukti pengiriman surat, atau
* dengan cara lain, yaitu melalui perusahaan jasa ekspediisi
atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau saluran
tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi misalnya laman
Direktorat Jendral Pajak atau laman penyalur SPT elektronik
3. Wajib pajak yang telah mendapat ijin Menteri keuangan
untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib pajak
menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia
dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang
diijinkan
4. Penandatangan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan stempel,
atau tanda tangan elektronik/digital, yang semuanya mempunyai
kekuatan hukum yang sama.

5. Bukti – bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain :


- Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan : Laporan
keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-
keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
penghasilan kena pajak
- Unruk SPT masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah
Dasar pengenaan pajak, jumlah pajak keluaran, jumlah pajak
masukan yang dapat dikreditkan dan jumlah kekurangan atau
kelebihan pajak.
- Untuk wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan :
perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang
bersangkutan
6. Dalam hal suami dan istri melakuakan perjannjian pemisahan harta
dan penghasilan secara tertulis atau istri memilih untuk menjalankan hak
dan kewajiban perpajakan sendiri, penghasilan dan kerugiannya
dilaporkandalam surat pemberitahuan masing-masing pihak.

 suami dan istri wajib membuat dan melampirkan


perhitungan pajak penghasilan yang tertuang
berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami
dan istri.

8.1.3. PEMBETULAN SPT DAN PENGUNGKAPAN


 KETIDAKBENARAN

Wajib pajak dapat membetulkan sendiri surat


pemberitahuan dengan syarat Direktur Jendral Pajak
belum melakukan tindakan sbb :
a. Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan
pajak
b. Pemeriksaan
c. Pemeriksaan bukti permulaan
Pernyataan tertulis dalam pembetulan surat pemberitahua
dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah
disediakan dalam surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa
wajib pajak yang bersangkutan membetulkan surat
pemberitahuan. Dalam hal Pembetulan surat pemberitahuan harus
disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum kadarluasa
penetapan..
Wajib pajak yang melakukan pembetulan sendiri yang
mengakibatkan utang pajak lebih besar, maka kepadanya
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% /bln atas
pajak yg kurang bayar.
 Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua yaitu :
8.1.4. JENIS SPT

 a. SPT masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa


 pajak
 b. SPT tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun
 pajak atau bagian tahun pajak

 SPT Meliputi :
 a. SPT tahunann pajak penghasilan
 b. SPT. Masa yang terdiri dari :
1. SPT masa Pajak Penghasilan
2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
3. SPT masa pertambahan nilai bagi pemungut pajak
pertambahan nilai..
SPT DAPAT BERBENTUK :
a. Formulir kertas (hardcopy) atau :
b. Dokumen elektronik

Anda mungkin juga menyukai