Anda di halaman 1dari 9

Project 1.

Resume Mata Kuliah Perpajakan


“ Perpajakan “
NAMA : RAAFI ATMAJA
NPM : 1221110046
JURUSAN : PENDIDIKAN EKONOMI 4A

I. PENGERTIAN PAJAK
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara, hal ini penting bagi setiap
negara karena semakin banyak orang yang membayar pajak, maka semakin banyak pula
fasilitas dan infrastruktur yang akan dibangun. Definisi pajak menurut Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umun Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1
berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Berbagai Pengertian pajak juga disampaikan oleh beberapa ahli, berikut beberapa
pengertian pajak menurut beberapa para ahli :
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus-nya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk mebiayai public investment.
2. SI Djajadiningrat, Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan
ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan
yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik
dari negara.
3. Dr. NJ Feldmann, Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum.
Secara umum pajak memiliki ciri-ciri, berikut ciri-ciri pajak, yaitu :
1. Iuran dari rakyat ke negara
2. Berdasarkan Undang-Undang
3. Tanpa timbal balik langsung
4. Untuk membiaya pengeluaran pemerintah
5. Untuk membiayai public investement
II. FUNGSI PAJAK
Mengacu pada definisi diatas, maka pajak juga memiliki beberapa fungsi pajak yang
berarti kegunaan pokok maupun manfaat pokok pajak itu sendiri.
Adapun fungsi pajak secara umum, yaitu :
A. FUNGSI BUDGETAIR
Menurut Safri Nurmantu (2005:30) fungsi budgetair atau fungsi fiskal (fiscal
function) yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk
memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang
secara historis pertama kali timbul. Berdasarkan fungsi ini, pemerintah yang
membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan memungut pajak dari
masyarakatnya.
Pengertian lain dari fungsi penerimaan (budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana
bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Oleh karena itu fungsi
ini sering pula dianggap sebagai fungsi yang berusaha memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke dalam kas negara. Namun hal ini juga seringkali dianggap negatif karena
mencerminkan keserakahan.
Maka kalimat yang paling tepat adalah mengoptimalkan potensi penerimaan pajak.
Upaya yang dilakukan agar penerimaan pajak optimal tentu harus berdasarkan Undang-
Undang, yaitu :
1. Jangan sampai wajib pajak/subjek pajak tidak memenuhi sepenuhnya kewajiban
perpajakan.
2. Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak kapada
fiskus.
3. Jangan sampai ada objek pajak yang terlepas dari pengamatan atau perhitungan
fiskus.
B. FUNGSI REGULATORY (PENGATURAN)
fungsi pengaturan (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai
pengaturan pajak dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengatur variabel-variabel
ekonomi makro untuk menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang
ditargetkan, memperbaiki distribusi pendapatan dan menjaga stabilitas ekonomi
melalui pengaturan konsumsi dan investasi masyarakat.
III. TEORI-TEORI PENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak
kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain :
1. Teori Asuransi. Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan
pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin
besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya
pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu :
 Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
 Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
4. Teori Bakti. Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa
pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli. Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke
masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian,
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

IV. SYARAT-SYARAT PAJAK


1. Yuridis
Di Indoneseia pemungutan pajak sesuai dengan Pasal 23A UUD 1945 yang
berbunyi : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan Undang-undang tentang pajak, yaitu:
a) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan undang-undang
tersebut harus dijamin kelancarannya
b) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum.
c) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.

2. EKONOMIS
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu
kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat
lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

3. FINANSIIL
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah dari pada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana
dan mudah dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami
kesulitan dalam pembayaran pajak, baik dari segi penghitungan maupun waktu.

4. SISTEM SEDERHANA
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan
pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban
pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika
sistem pemungutan pajak rumit, orang semakin enggan membayar pajak.

5. KEADILAN
Seperti halnya produk hukum, Pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan
keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil
dalam pelaksanaannya, seperti :
a) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
b) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib
pajak.
c) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran.
V. HUKUM PAJAK
Hukum pajak merupakan suatu bagian dari Hukum Tata Usaha Naegara, yang
didalamnya termuat norma-norma yang menerangkan segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Menurut Suparnyo (2012: 49) seperti halnya pada bentuk hukum yang lain seperti
perdata, hukum pidana, maka Hukum pajak dapat juga dibagi dalam Hukum Pajak Materiil
dan Hukum Pajak Formil.
1. Hukum Pajak Materiil
Hukum Pajak Materiil adalah kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan dari suatu
peraturan perundang-undangan pajak yang berkenaan dengan isi dari peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan. Hukum pajak material menerangkan Subjek,
Objek, atau tarif Pajak. Di samping itu juga menerangkan arti dari suatu istilah seperti
arti penghasilan/barang yang dikenakan pajak, bumi dan bangunan, dokumen, dan
sebagainya. Contoh bentuk Hukum Pajak Materiil :
a. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
b. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
c. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
Dan Pajak Pejualan Atas Barang Mewah.
2. Hukum Pajak Formil
Hukum Pajak Formil adalah kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan dari suatu
peraturan perundang-undangan pajak yang berkenaan dengan cara bagaimana Hukum
Pajak Materiil dilaksanakan. Contoh bentuk Hukum Pajak Formil :
a. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Hukum Pajak Formil menerangkan tentang hak dan kewajiban wajib pajak, hak
dan kewajiban fiscus, dan lain-lain. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP, yaitu:
1. Meminta restitusi
2. Mengajukan keberatan
3. Mengajukan banding, dan lain-lain
VI. KLASIFIKASI PAJAK
1. Menurut Golongannya
Jika dilihat dari sudut penggolongannya maka pajak dapat dibedakan ke dalam jenis
pajak sebagai berikut :
a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dialihkan kepada pihak lain, misalnya : Pajak Penghasilan.
Ciri-ciri dari pajak langsung adalah sebagai berikut :
1) Dipungut secara periodik
2) Mempunyai Kohir/Surat Ketetapan Pajak
3) Merupakan pajak yang dipungut langsung kepada Wajib Pajak, sehingga ada 2
pihak yaitu Fiscus dan Wajib Pajak.
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dialihkan kepada pihak lain, misalnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Ciri-ciri dari pajak tidak langsung ini adalah sebagai berikut :
1) Dipungut tidak secara periodik
2) Tidak berkohir
3) Pemungutan melalui Pihak ketiga, sehingga ada 3 pihak yaitu Fiscus, Wajib
pungut (Wapu), dan Wajib Pajak (WP).
2. Menurut Lembaga Pemungut
Jika dilihat dari sudut kewenangan memungutnya, maka pajak dapat dibedakan ke
dalam :
a. Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal
ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Kementerian Keuangan.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1) Pajak Propinsi
a) Pajak Kendaraan Bermotor
b) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
c) Pajak Air Permukaan
d) Pajak Rokok, dll.
2) Pajak Kabupaten/Kota
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Parkir
e) Pajak Penerangan Jalan, dll.
3. Menurut Sifatnya
Jika dilihat dari sifatnya, pajak dapat dibedakan ke dalam jenis pajak sebagai berikut :
a. Pajak Pribadi (pajak subjektif) yaitu pajak yang pemungutannya memperhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak (subjek pajak), misalnya Pajak Penghasilan dalam
menentukan besar kecilnya utang pajak akan dilihat kondisi atau jumlah tanggungan
Wajib Pajak.
b. Pajak Kebendaan (pajak objektif) yaitu pajak yang pemungutannya tanpa
memperhatikan keadaan Wajib Pajak, yang dilihat hanya objek pajaknya saja,
misalnya Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan lain-lain.

VII. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK


1. Pemungutan Pajak
Cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel Nyata (riil stelsel)
Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutan yang baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis,
sedangkan kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah
penghasilan rill diketahui).
b. Stelsel Anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh suatu
Undang-Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun awal pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak
dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun.
Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran (mix stelsel)
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stesel anggapan. Yakni
pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian
pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut
anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya jika besarnya pajak
menurut kenyataan lebih kecil daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak
dapat minta kembali kelebihannya (direstitusi) dapat juga dikompensasi.

2. Sistem Pemungutan Pajak


Ada 3 sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment
System, dan With Holding Assessment System.
a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh
fiskus.

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang. Adapun
ciri-ciri sistem ini adalah :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak
yang terutang.
2) Fiskus tidak ikut campur tetapi hanya mengawasi.

c. With Holding Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan wajib pajak) untuk
menentukan besarnya pajak terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah wewenang
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga selain fiskus
dan wajib pajak.
3. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili
Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal di wilayah, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari
luar negeri. Asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber
Asas sumber menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
Contoh : Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang
didapatkan di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
c. Asas Kebangsaan
Yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya
pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan
berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku
untuk wajib pajak luar negari.

VIII. TARIF PAJAK


Menurut Supramono (2010:7) secara umum tarif pajak dinyatakan dalam bentuk prosentase.
Berdasarkan polanya tarif pajak dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1. Tarif Pajak Proporsional/Sebanding
Tarif pajak proporsional adalah presentase pengenaan pajak yang tetap atas berapa pun
dasar pengenaan pajaknya. Contohnya, PPN akan dikenakan tarif sebesar 10% atas
berapapun penyerahan barang/jasa kena pajak.
2. Tarif Pajak Tetap
Tarif pajak tetap adalah jumlah nominal pajak yang tetap terhadap berapapun yang
menjadi dasar pengenaan pajak. Contohnya, tarif atas bea materai.
3. Tarif Pajak Progresif
Tarif pajak progresif adalah presentase pajak yang bertambah seiring dengan
peningkatan dasar pengenaan pajak. Contohnya, pajak penghasilan (PPh).
4. Tarif Pajak Degresif
Tarif pajak degresif adalah presentase pajak yang menurun setiap ada peningkatan dasar
pengenaan pajaknya.
Timbulnya Utang Pajak : Dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus
Official Assessment System & Diberlakukannya UU Perpajakan Self Assessment System.

Anda mungkin juga menyukai