Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pajak

Mardiasmo (2013:2) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada

kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontaprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Adriani (2017:2) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran kepada negara (yang

dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-

peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,

dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Sunitro (2017:2) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakya kepada kas

negara berdasarkan UU (yang dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(konpensasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 menyatakan pajak adalah kontribusi

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan pada pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak

merupakan kontribusi kepada negara berdasarkan pada peraturan pajak yang berlaku

tanpa kontra prestasi langsung yang digunakan untuk pembangunan serta

kemakmuran bagi rakyat. Sedangkan karakteristik pajak adalah sebagai berikut :

1. Pajak merupakan iuran/kewajiban untuk menyerahkan kekayaan kepada

negara.
7
8

2. Pajak merupakan sebagian harta kekayaan rakyat.

3. Perpindahan/penyerahan iuran bersifat wajib dan dapat dipaksakan.

4. Perpindahan tersebut berdasarkan UU atau peraturan yang berlaku.

5. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintahan pusat maupun daerah.

6. Pajak digunakan untuk pengeluaran pemerintah.

7. Pajak dapat berfungsi sebagai anggaran (budget) dan fungsi mengatur.

Pajak berfungsi sebagai fungsi penerimaan (budgetair), sebagai sumber dana

bagi pengeluaran pemerintah, dan fungsi mengatur (reguler), sebagai pengatur atau

pelaksana kebijakan bidang sosial dan ekonomi.

2.1.1. Hukum Pajak

Pengertian Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur

hubungan antara pemerintah, sebagai pemungut pajak (fiskus) dengan rakyat,

sebagai pembayar pajak. Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik yang

mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan

(hukum) yang berkewajiban membayar pajak yang memuat pula unsur-unsur hukum

tata negara dan hukum pidana. Cakupan Hukum Pajak meliputi subjek pajak, wajib

pajak, objek pajak, kewajiban pajak terhadap pemerintah, timbul dan hapusnya

utang pajak, cara penagihan pajak, dan cara mengajukan keberatan dan banding.

Dalam hukum pajak terdapat dua dasar hukum yaitu:

1. Hukum pajak material, hukum yang memuat norma-norma yang

menerapkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-

peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus

dikenakan pajak dan beberapa besarnya pajak.


9

2. Hukum pajak formal, hukum pajak formal serangkain peraturan

mengenai cara-cara untuk menjelmakan hukum material pajak menjadi

suatu kenyataan.

Hukum pajak material mengatur tentang:

1. Pendaftaran wajib pajak dan objek pajak.

2. Pemungutan pajak.

3. Penyetoran pajak.

4. Pengajuan keberatan.

5. Permohonan banding.

6. Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran, dan lain-lain.

Agar tujuan pemungutan pajak dapat tercapai, maka perlu adanya perhatian

terhadap asas-asas dalam pemungutan pajak. Asas-asas pemungutan pajak meliputi:

1. Equality (asas persamaan), pengenaan pajak bersifat adil dan merata,

sesuai dengan kemampuannya.

2. Certainty (asas kepastian), pengenaan pajak tidak ditentukan sewenang-

wenang, terdapat aturan yang jelas.

3. Convenience (asas menyenangkan), pengenaan pajak dilakukan pada

saat yang tepat, tidak menyulitkan wajib pajak.

4. Economy (asas efisiensi), pengenaan pajak dilakukan secara efisien

mungkin.

Terdapat beberapa teori mengenai penerapan pajak dalam suatu negara, teori

teori tersebut antara lain :


10

1. Teori asuransi

Teori ini mengibaratkan pajak sebagai suatu premi asuransi yang harus

dibayar oleh setiap orang karena mendapatkan perlindungan atas hak-

haknya dari negara.

2. Teori kepentingan

Teori ini menyatakan bahwa negara mengenakan pajak karena negara

telah melindungi kepentingan rakyat.

3. Teori gaya pikul

Teori ini menyatakan bahwa biaya atas jasa yang diberikan negara

berupa perlindungan dipikul oleh orang yang menikmati jasa tersebut.

4. Teori kewajiban mutlak

Teori ini menyatakan bahwa negara sebagai suatu organ satu kesatuan

yang didalamnya warga negara terikat dengan aturan yang dibuatnya.

5. Teori daya beli

Teori ini menyatakan bahwa pajak ibarat pompa yang menyedot daya

beli masyarakat dan pada akhirnya dipompakan kembali kepada

masyarakat.

6. Teori pembenaran pancasila

Teori ini menyatakan bahwa berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong

royong, pajak merupakan pengorbanan setiap anggota keluarga untuk

kepentingan bersama tanpa imbalan.

2.1.2. Dasar Hukum Pajak

Pandiangan (2002:3) dengan langkah reformasi yang telah dilakukan

pemerintah sejak tahun 1983, hingga kini semua pengenaan dan pemungutan pajak

telah memiliki dasar hukum yang kuat yaitu dengan Undang-Undang. Upaya yang
11

dilakukan pemerintah selama in tentu sesuai dengan amanat Pasal 23 Ayat (2)

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Segala pajak untuk keperluan

Negara berdasarkan Undang-Undang”. Dengan langkah reformasi yang dilakukan

pemerintah selama ini, hingga kini terdapat 9 (sembilan) undang-undang yang

merupakan dasar hukum pengenaan dan pemungutan pajak di Indonesia, yaitu:

1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2000.

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12

Tahun 1994.

5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak.

7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 34 Tahun 2000.


12

8. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa Sebagimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19

Tahun 2000.

9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2000.

2.1.3. Cara Pemungutan Pajak

Sidharta (2017:5) pemungutan pajak berdasarkan Stelsel yaitu:

1. Stelsel nyata (riil stelsel)

Penentuan pajak berdasarkan pada keadaan objek pajak yang

sesungguhnya dengan demikian pajak dapat dipungut setelah

mengetahui keadaan riil.

2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)

Pajak dipungut di awal tahun dengan menggunakan anggapan

penghasilan yang akan diterima wajib pajak.

3. Stelsel campuran

Penentuan paja pada awal tahun dengan adanya angapan kemudian dapat

diangsur selama tahun pajak dan pada akhir tahun dihitung kembali

sesuai dengan kondisi sesungguhnya.

2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak

Sidharta (2017:5) terdapat beberapa sistem pemungutan pajak yaitu:

1. Official assesment system

Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

petugas pajak atau pemerintah untuk menentukan besarnya pajak

terutang. Prinsip self assesment system dalam pemenuhan kewajiban


13

perpajakan adalah bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang

terutang sendiri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang

dipercayakan kepada pada wajib pajak sendiri melalui Surat

Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya. Penerbitan suatu surat

ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak tertentu yang

disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena

ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporakan oleh wajib pajak.

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus

b) Wajib pajak bersifat pasif

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh

fiskus

2. Self assesment system

Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.

3. With holding system

Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.

2.1.5. Fungsi Pajak

Fungsi pajak adalah kegunaan pokok dan manfaat pokok pajak. Sebagai alat

untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat

pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin

mengkehendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat. oleh karena itu,


14

berdasarkan pengertian-pengertian pajak yang telah dijelaskan diatas, terlihat

adanya dua fungsi pajak yang ditulis oleh Mardiasmo (2013:1) yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran – pengeluaran pemerintah.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.1.6. Jenis – jenis Pajak

Resmi (2019:7), disebutkan beberapa jenis pajak yang dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut

lembaga pemungutannya.

a. Menurut golongan atau pembebanan

1. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya harus dipikul

sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang

lain, serta dikenakan secara berulang – ulang pada waktu tertentu.

Contoh : Pajak Penghasilan

2. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal – hal

tertentu atau peristiwa – peristiwa tertentu saja.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

b. Menurut Sifatnya

1. Pajak Subyektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti

memperhatikan keadaan dari wajib pajak.


15

Contoh : Pajak Penghasilan

2. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutan

1. Pajak pusat (negara), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah.

2. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Bumi dan Bangunan.

2.1.7. Tarif Pajak

Mardiasmo (2019:13) dalam praktiknya, perlu adanya tarif pajak yang diatur

dalam undang-undang agar masyarakat selaku wajib pajak yang membayar pajak

kepada pemerintah tidak dirugikan.

menyatakan bahwa tarif pajak dikelompokan menjadi 4 tarif yaitu tarif

sebanding/proposional, tarif tetap, tarif progresif, dan tarif degresif.

1. Tarif sebanding/proporsional, yaitu tarif berupa persentase yang tetap,

terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak

yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

2. Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap sama terhadap

berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang

terutang tetap.
16

3. Tarif progresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin besar bila

jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

4. Tarif degresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila

jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

2.1.8. Asas Pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas

pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Maka terdapat keserasian

pemungut pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu

pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Mardiasmo (2013:7) asas – asas

pemungutan pajak yaitu :

1. Asas Domisili (Asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak

yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal

dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak

dalam negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebebasan suatu negara.

2.1.9. Syarat Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2013:2) pemungutan pajak harus memunuhi syarat sebagai

berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang –


17

Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang

– undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,

serta disesuaikan dengan kemampuan masing – masing. Sedangkan adil

dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak

untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan

mengajukan banding kepada pertimbangan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – undang (syarat

yuridis).

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik negara

maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial)

Sesuai dengan budgeteir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

2.1.10. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Mardiasmo (2013:8) menyatakan bahwa ada dua ajaran yang mengatur

timbulnya utang pajak:

1. Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh

fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.


18

2. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang

dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan

pada self assessment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:

1. Pembayaran

2. Kompensasi

3. Daluwarsa

4. Pembebasan dan Penghapusan

2.1.11. Hambatan Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2013:8) menyatakan bahwa hambatan terhadap pemungutan

pajak dapat dikelompokan menjadi :

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan

antara lain:

a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat

c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari

pajak. Bentuknya antara lain:

a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak

melanggar undang-undang
19

b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar

undang-undang (menggelapkan pajak).

2.2. Efektivitas

Steers (2013) Kurniawan menjelaskan jika efektivitas merupakan kemampuan

melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu

organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara

pelaksanaannya. Pengertian tersebut mengartikan bahwa efektivitas merupakan

tahap dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil

yang sesungguhnya dicapai. Berbeda dengan pendapat Susanto, yang memberikan

definisi tentang Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat

kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi. Jadi dapat diartikan jika efektifitas

sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan

sebelumnya secara matang.

Efektivitas juga dapat diartikan sebagai ukuran berhasil tidaknya suatu

organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai

tujuannya, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif.

Menurut Bastian efektivitas dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu efektifitas adalah

hubungan antara output dan tujuan dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa

jauh tingkat output atau keluaran kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Selanjutnya istilah efektivitas adalah pencapaian tujuan atau hasil yang

dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, pikiran, alat-

alat dan lain-lain yang telah ditentukan.


20

Effendy menjelaskan efektivitas adalah komunikasi yang prosesnyamencapai

tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang

ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan. Jadi dapat diartikan bahwa

indikator efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai

dengan apa yang telah direncanakan.

Memperhatikan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas

adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dikehendaki.

Misalkan saja jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu

dan memang dikehendakinya, maka perbuatan orang itu dikatakan efektif jika hasil

yang dicapai sesuai dengan apa yang dikehendakinya dan telah direncanakan

sebelumnya.

2.2.1. Indikator Efektivitas

Untuk mengukur tingkat keefektivitasan suatu organisasi maka diperlukan suatu

indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat keefektivitasan suatu objek.

Tingkat keefektivitasan penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa

dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah penagihan yang dibayar


Efektivitas Penerbitan = x 100%
jumlah penagihan yang diterbitkan

Untuk mengukur tingkat keefektivitasan penagihan pajak dengan surat paksa,

maka indikatornya sebagai berikut :

TABEL 2.1 Klasifikasi Tingkat Keefektivitasan

Presentase Kriteria
>100% Sangat Efektif
91-100% Efektif
81-90% Cukup Efektif
61-80% Kurang Efektif
<60% Tidak Efektif
Sumber data : http://www.pajak.go.id/
21

2.3. Penagihan Pajak

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten, dan konsekuen diharapkan

akan membawa pengaruh yang positif bagi penerimaan pajak negara. Khusunya

pelaksanaan penagihan pajak diharapkan dapat membawa kepatuhan para wajib

pajak dalam membayar hutang pajaknya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan

pendapatan negara disektor pajak.

Mardiasmo (2013:145) menyatakan bahwa Penagihan Pajak adalah serangkaian

tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya penagihan pajak

dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

2.3.1. Dasar Hukum Penagihan Pajak

Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:

1. Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:

a) Surat Tagihan Pajak(SPT)

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

d) Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan

e) Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar

bertambah.

2. Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :

a) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

b) Surat ketetapan pajak

c) Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.


22

2.3.2. Tindakan Penagihan Pajak

Suhartono dan Ilyas (2010:80) dalam buku Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan menyatakan bahwa proses penagihan pajak adalah sebagai berikut :

No Tahapan Kegiatan Waktu Pelaksanaan Dasar Hukum


penagihan Kegiatan

1 Penerbitan Surat
7( tujuh) hari sejak Pasal 8 s.d 11
Teguran atau Surat saat jatuh tempo Permenkeu
Peringatan atau
utang pajak Nomor24/PMK.03/200
surat lain yang penanggung pajak 8
sejenis setelah tidak melunasi utang
pajaknya
2 Penerbitan Surat Sudah lewat (pasal 7 UU
Paksa 21(dua puluh satu) Nomor 19/2000
hari sejak dan pasal 15 s.d
diterbitkanya 23 peraturan
Surat teguran menteri keuangan
/surat peringatan nomor 24
dan penanggung /PMK.03/2008
pajak tidak
melunasi utang
pajak
3 Penerbitan surat Setelah lewat Pasal 12 UU
perintah 2x24 jam Surat Nomor 19/2000
melaksanakan Paksa
penyitaan diberitahukan
kepada
penanggung pajak
dan utang pajak
belum dilunasi
4 Pengumuman setelah lewat waktu Pasal 26 peraturan
lelang 14 hari sejak tanggal menteri keuangan
pelaksanaanpenyitaan nomor
dan 24/PMK.03.2008
penanggung pajak
tidak melunasi
utang pajak
5 Penjualan / Setelah lewat Pasal 26 UU
pelelangan waktu 14 (empat Nomor 19/2000
barang sitaan belas ) hari sejak dan pasal 28
pengumuman peraturan menteri
lelang dan keuangan nomor
penanggung pajak 24/PMK.03.2008
tidak melunasi
utang pajaknya
23

2.3.3. SOP Penagihan Pajak


24

2.4. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Waluyo (2013:89) menyatakan tindakan penagihan pajak sebelumnya dilandasi

dasar hukum Undang-undang No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa selanjutnya tidak diberlakukan dan diganti dengan Undang-undang No.

19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berlaku mulai

tanggal 23 Mei 1997. Perkembangan berikutnya dilakukan perubahan dengan

diberlakukannya Undang-undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa. Pokok-pokok pikiran yang melandasi perubahan dimaksud :

1. Memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang pemerintah daerah, dan

undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerinah pusat dan

pemerintah daerah.

2. Menegakan keadilan

3. Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak maupun

pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan.

4. Melaksanakan law euforcement secara konsisten dengan berdasar pada jadwal

waktu penagihan yang telah ditentukan.

Sebagai pokok perubahan dalam pembaruan undang-undang penagihan pajak

sebagai berikut :

1. Mempertegas proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan

ketentuan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, dan surat lain yang

sejenis sebelum Surat Paksa dilaksanakan.

2. Mempertegas jangka waktu penagihan aktif.

3. Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi juga komisaris,

pemegang saham, pemilik modal.

4. Menaikan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari lelang.


25

5. Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang.

6. Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas presentase

tertentu dari hasil penjualan.

7. Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh Wajib

Pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak.

8. Memberikan kemudah pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai

barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi.

9. Mempertegas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan

pemulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan.

10. Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah,

menghalang-halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak.

2.4.1. Pelaksanaan Surat Paksa

Mardiasmo (2016:153) menyatakan bahwa Surat Paksa adalah surat perintah

membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan

eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya meliput:

1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

2. Dasar penagihan.

3. Besarnya Utang Pajak.

4. Perintah untuk membayar.

2.4.2. Penerbitan Surat Paksa

Mardiasmo (2016:153) menyatakan bahwa Surat Paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat

Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.


26

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus; atau

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagimana tercantum dalam

keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

2.4.3. Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa

Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU

PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan

dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita

acara.

2.4.4. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi

Waluyo (2013:93) menyatakan bahwa pemberitahuan Surat Paksa oleh juru

sita pajak kepada penanggung pajak.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu:

a) Penanggung pajak ditempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang

memungkinka;

b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di

tempat usaha penanggung pajak, bila penanggung pajak yang bersangkutan

tidak dijumpai;

c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalannya, bila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan

belum dibagi; atau

d) Para ahli waris, bila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan

telah dibagi.
27

2.5. Daluwarsa Penagihan Pajak

Mardiasmo (2016:56) menyatakan bahwa hak untuk melakukan penagihan

pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa

setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan

Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,

Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:

1. Diterbitkan Surat Paksa;

2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak

langsung;

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam; atau

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

2.6. Jangka Waktu Hak Penagihan

Pasal 22 (1) UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagihan

pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa

setelah malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan:

1. Surat Tagihan Pajak

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan

6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali


28

2.7. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung

Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan

perundang-undangan berdasarkan Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Republik

Indonesia No 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2.7.1. Pelaksanaan Penyitaan

Pelaksanaan penyitaan diatur dalam pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa yaitu Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan

dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam

setelah Surat Paksa diberitahukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-

Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

1. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak dalam jangka waktu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah

melaksanakan Penyitaan.

2. Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-

kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh

Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.

3. Setiap melaksanakan penyitaan, jurusita Pajak membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak

dan saksi-saksi.

4. Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan

dengan syarat seorang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berasal dari

Pemerintah Daerah setempat.


29

5. Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Berita Acara Pelaksanaan Sita

ditandatangani Jurusita Pajak dan saksi-saksi.

6. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun

Penanggung Pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita

sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

7. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak

atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak atau

barang tidak bergerak yang disita berada, dan atau di tempat-tempat umum.

8. Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel sita.

2.7.2. Definisi Objek Sita

Menurut pasal 1 ayat 15 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

objek sita adalah barang penanggung pajak yang dapat dijadikan jaminan utang

pajak.

2.7.3. Objek Sita Penyitaan

Menurut pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik penanggung pajak yang berada

ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk

yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai

pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:

1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,

piutang, dan penyertaaan modal pada perusahaan lain; dan atau


30

2. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor

tertentu.

2.8. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian adalah suatu gambaran atau alur yang biasanya

berbentuk diagram dengan tujuan untuk menjelaskan secara singkat alur bagaimana

berjalannya sebuah penelitian yang dilakukan. Dalam melakukan penelitian,

penelitian harus mengikuti langkah-langkah yang sistematis dan peneliti harus

paham akan alur yang telah dibuat. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat

dilihat sebagai berikut :

Tunggakan Pajak

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Kajian Terkait Data Empiris

- Mardiasmo, 2013, Perpajakan, - Kesit, 2005, Pajak dan Retrbusi


Revisi, Yogyakarta: Andi Daerah, Yogyakarta, UII Press.
Yogyakarta.

Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak

Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Peningkatan Penerimaan Pajak

Gambar 2.8
31

2.9. Sanksi Perpajakan

Mardiasmo (2018:62) sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan

dituruti/ditaati/dipatuhi. Dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat

pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi

administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma

perpajakan ada yang diancam dengan sanksi adminstrasi saja, ada yang diancam

dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi adminstrasi

dan sanksi pidana.

Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah :

Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya

yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan atau

penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan

fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam undang-undang

perpajakan ada 3 macam sanksi administrasi, yaitu berupa denda, bunga, dan

kenaikan.

2.9.1. Sanksi Pidana

1. Denda Pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya

diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan

peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan

kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak

atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana


32

dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun

bersifat kejahatan.

2. Pidana Kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat

pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak dan pihak ketiga.

Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu,

ketentuaannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana,

maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu

diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya.

3. Pidana Penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan hukuman

perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap

kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditunjukan kepada

pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.

2.9.2. Sanksi Administrasi

1. Bunga 2% per bulan

No Masalah Cara Pembayaran


1 Pembetulan sendiri SPT (SPT SSP/STP
Tahunan atau SPT Masa)
tetapi belum diperiksa
2 Dari penelitian rutin: SSP/STP
- PPh pasal 25 tidak/kurang
bayar.
- PPh Pasal 21,22,23 dan 26 SSP/STP
serta PPn yang terlambat
bayar.
- SKPKB, STP, SKPKBT SSP/STP
tidak/kurang bayar atau
terlambat dibayar.
SSP/STP
- SPT salah tulis/salah
hitung.
3 Dilakukan pemeriksaan, SSP/STP
pajak kurang dibayar
(maksimum 24 bulan)
33

No Masalah Cara Pembayaran


4 Pajak diangsur/ditunda: SSP/STP
SKPKB, SKKPP, STP
5 SPT tahunan PPh ditunda, SSP/STP
pajak kurang bayar

2. Denda Administrasi

No Masalah Cara Pembayaran


1 Tidak/terlambat STP ditambah Rp 100.000,00 atau
memasukan/menyampaikan Rp 500.000,00 atau Rp
SPT 1.000.000,00.
2 Pembetulan sendiri, SPT SSP ditambah 150%.
tahunan atau SPT masa tetapi
belum disidik
3 Khusus PPn SSP/SPKPB (ditambah 2% denda
- Tidak melaporkan usaha dari dasar pengenaan).
- Tidak membuat/mengisi
faktur
- Melanggar larangan
membuat faktur (PKP
yang tidak dikukuhkan
4 Khusus PBB: STP +denda 2% (maksimu 24
- STP, SKPKB tidak/kurang bulan).
dibayar atau terlambat
dibayar
- Dilakukan pemeriksaan, SKPKB+denda administrasi dari
pajak kurang dibayar selisih pajak yang terutang.

3. Kenaikan 50% dan 100%

No Masalah Cara Menagih


1 Dikeluarkan SKPKB dengan
perhitungan secara jabatan:
a) Tidak memasukan SPT :
1. SPT tahunan (PPh 29) SKPKB ditambah kenaikan 50%
2. SPT tahunan (PPh SKPKB ditambah kenaikan 100%
21,23,26, dan PPn)

b) Tidak menyelenggarakn SKPKB


pembukuan sebagaimana 50% PPh pasal 29
dimaksud dalam pasal 28 100% PPh pasal 21,23,26, dan PPn
KUP
34

No Masalah Cara Menagih


c) Tidak memperlihatkan SKPKB
buku/dokumen, tidak 50% PPh pasal 29
memberi keterangan, tidak 100% PPh pasal 21,23,26, dan PPn
memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan,
sebagaimana dimaksud
pasal 29
d) Pengajuan keberatan SKPKB ditambah kenaikan 50%
ditolak/ditambah
e) Pengajuan banding SKPKB ditambah kenaikan 100%
ditolak/ditambah
2 Dikeluarkan SKPKBT SKPKBT 100%
karena: ditemukan data baru,
data semula yang belum
terungkap setelah dikeluarkan
SKPKB.
3 Khusus PPn: SKPKB 10%
Dikeluarkan SKPKB karena
pemeriksaan, dimana PKP
tidak seharusnya
mengkompensasi selisih lebih
menghitung tarif 0% diberi
restitusi pajak.

2.10. Definisi Konsepsional

Definisi konsepsional adalah definisi dari variabel yang ada didalam penelitian

dan disesuaikan dengan maksud dari penelitian itu sendiri agar jelas batasannya.

Adapun definisi konsepsional yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Pajak

Mardiasmo (2013:2) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas

negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontaprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


35

2. Efektivitas

Steers (2013) Kurniawan menjelaskan jika efektivitas merupakan kemampuan

melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada

suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan

diantara pelaksanaannya. Pengertian tersebut mengartikan bahwa efektivitas

merupakan tahap dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang

diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Berbeda dengan pendapat

Susanto, yang memberikan definisi tentang Efektivitas merupakan daya pesan

untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk

mempengaruhi. Jadi dapat diartikan jika efektifitas sebagai suatu pengukuran

akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang.

Efektivitas juga dapat diartikan sebagai ukuran berhasil tidaknya suatu

organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai

tujuannya, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif.

3. Penagihan Pajak

Mardiasmo (2013:145) dalam menyatakan bahwa Penagihan Pajak adalah

serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya

penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan

pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual

barang yang telah disita.

4. Surat Paksa

Mardiasmo (2016:153) menyatakan bahwa Surat Paksa adalah surat perintah

membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai
36

kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Anda mungkin juga menyukai