0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut merangkum perkembangan perpajakan di Indonesia sejak masa kolonial hingga saat ini, mencakup asas dan teori pembenaran pemungutan pajak, syarat pembuatan UU pajak, stelsel dan sistematika pemungutan pajak.
Dokumen tersebut merangkum perkembangan perpajakan di Indonesia sejak masa kolonial hingga saat ini, mencakup asas dan teori pembenaran pemungutan pajak, syarat pembuatan UU pajak, stelsel dan sistematika pemungutan pajak.
Dokumen tersebut merangkum perkembangan perpajakan di Indonesia sejak masa kolonial hingga saat ini, mencakup asas dan teori pembenaran pemungutan pajak, syarat pembuatan UU pajak, stelsel dan sistematika pemungutan pajak.
Sejarah perpajakan di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya ‘huistaks’ (tahun 1816), yaitu pajak yang dikenakan bagi suatu warga negara yang mendiami suatu wilayah tertentu di atas bumi. Seperti sewa tanah atau bangunan yang sekarang dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jenis-jenis pajak dari tahun ke tahun bertambah lagi, yaitu: tahun 1920 ada Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting atau seakarng di kenal Pajak Penghasilan (PPh), tahun 1925 ada Ordonantie op de Vennootschapbelasting atau Pajak Perseroan atau sekarang dikenal dengan PPh Badan. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 19 Agustus 1945 Kemenkeu dibentuk dan terdapat pejabat pajak yang mengurusi pajak di Indonesia. Pada masa itu, pemerintah menetapkan sistem official assessment. Pada rezim baru tahun 1965 berhasil membuat trobosan baru di bidang fiskal yaitu desentralisasi pajak atas Pajak Hasil Bumi kepada pemda dan mengubah namanya menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah). Pada masa ini menggunakan sistem Menghitung Pajak Sendiri (MPS) yang seakrang dikenal dengan sistem self assesment dan sistem Menghitung Pajak Orang Lain (MPO). Hingga sekarang pajak sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknnya jenis pajak yang ada di Indonesia. 2. Asas dan teori pembenaran dalam pemungutan pajak 1) Asas Pemungutan Pajak a. Asas domisili (asas tempat tinggal), yaitu negara memiliki hak untuk membebankan pajak atas penghasilan wajib pajak yang berdomisili di wilayahnya, baik penghasilan dari dalam negeri maupun luar negeri. b. Asas Sumber, yaitu negara memiliki hak untuk memberikan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan domisili wajib pajak c. Asas Kebangsaan, yaitu pengenaan pajak yang dikaitkan dengan kebangsaan suatu negara 2) Teori Pemungutan Pajak a. Teori Asuransi Dalam teori ini dijelaskan bahwa pajak melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi keselamatan dan keamanan jiwa serta harta bendanya. Teori ini menganggap hubungan antara negara dan rakyatnya dianggap sebagai premi dalam asuransi yang setiap saat dibayar oleh masing-masing individu. Namun, ada beberapa pakar yang berpendapat bahwa perbandingan pajak dan perusahaan asuransi tidak tepat, dengan alasan: 1) jika timbul kerugian, tidak ada ganti secara langsung dari negara. 2) antara jumlah pajak dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan secara langsung. b. Teori Kepentingan Teori ini menyatakan bahwa pembagian beban pajak yang dipungut harus didasarkan atas kepentingan masing-masing individu dalam tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas individu-individu tersebut beserta harta bendanya. c. Teori Gaya Pikul Teori ini menekankan pada asas keadilan, yang mana pajak harus sama berat untuk setiap orang. Yang mana pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang, yang dapat diukur berdasarkan besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran. d. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti) Teori ini menekankan pada paham organische staatsleer, yang mengajarkan bahwa karena sikap suatu negara, maka timbul hak mutlak untuk memungut pajak. e. Teori Asas Gaya Beli Teori ini hanya melihat efek dari pajak dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Dalam teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya kearah tertentu. 3. Syarat pembuatan UU Pajak 1) Syarat Keadilan, berarti pemungutan pajak harus adil dengan mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan individu. 2) Syarat Yuridis, berarti pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Pajak sendiri diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2. 3) Syarat Ekonomis, berarti pemungutan pajak tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan ekonomi. 4) Syarat Finansial, berarti pemungutan pajak harus efisien yang mana biaya pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5) Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana 4. Stelsel Pemungutan Pajak a. Stelsel Nyata (Riil) Dalam stelsel ini pengenaan pajak berdasarkan objek yang sesungguhnya terjadi (misalnya PPh dengan objek penghasilan). Maka dari itu, pemungutan pajak dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah semua penghasilan sesungguhnya diketahui. Sehingga, lebih akurat dan realistis. Namun, stelsel ini akan membebankan wajib pajak dengan pembayaran pajak yang tinggi pada akhir tahun. Sealin itu, jumlah uang yang beredar secara makro akan terpengaruh karena semua Wajib Pajak memabyar pajak pada akhir tahun. b. Stelsel Anggapan (Fiktif) Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak pada suatu anggapan yang diatur dalam undang-undang. Misalnya, penghasilan pada tahun ini dianggap sama dengan tahun lalu, sehingga pajak terutang tahun ini juga dianggap sama dengan tahun lalu. Maka dari itu, besarnya pajak terutang dapat ditetapkan pada awal tahun bersangkutan. Kelebihan dari stelsel fiktif adalah dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu sampai akhir tahun dan pembayarannya dapat diangsur. Sedangkan, kekurangannya yaitu pemungutan pajak tidak didasarkan pada kenyataan yang sesungguhnya sehingga penentuan pajak kurang akurat. c. Stelsel Campurantelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi stelsel nyata dan stelsel campuran. Pada awal tahun penentuan besarnya pajak berdasarkan anggapan. Selanjutnya, pada akhir tahun penetuan besarnya pajak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. 5. Sistematika utang pajak dan pemungutan pajak 1) Sistematika utang pajak Utang pajak muncul karena adanya dua ajaran: a. Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena diberlakukannya undang-undang perpajakan. b. Ajaran Formil, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah) Utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal berikut ini : a. Pembayaran/Pelunasan b. Kompensasi, baik kompensasi karena kelebihan maupun kompensasi karena kerugian c. Kedaluwarsa, artinya telah lewat batas waktu tertentu. Utang pajak akan kedaluwarsa setelah melewati waktu 10 tahun terhitung sejak pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan. d. Pembebasan/Penghapusan, kewajiban pajak dihapus oleh fiskus karena setelah dilakukan penyidikan wajib pajak tidak mampu membayar pajak. 2) Sistematika pemungutan pajak Sistematika pemungutan pajak terdiri atas 3 sistem, yaitu: a. Official Assesment System Sistem ini memberikan kewenangan pada aparatur pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai undang-undang perpajakan yang berlaku. b. Self Assessment System Sistem ini memberikan kewenangan pada wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai undang-undang perpajakan yang berlaku. c. With Holding System Sistem ini memberikan kewenangan pada pihak ketiga yang telah ditunjuk, untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai undang-undang perpajakan.
Sumber buku 1) Perpajakan, Mardiasmo 2) Perpajakan: teori dan kasus, Siti Resmi