Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM VOKASI

ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN SEKRETARI

MAKALAH

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DAN STELSEL PENGENAAN PAJAK

OLEH:

LARASSATI WIDYA PUTRI (1306475755)

NURUL HAYUNA BS (1306476291)

FURIMA DHARMAYANTI (1306476410)

Diajukan untuk mata kuliah

Pengantar Perpajakan

Depok, 2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa pengertian Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Dalam pengertian tersebut ada beberapa komponen yang WAJIB
Anda tahu yaitu:
1. Pajak adalah Kontribusi Wajib Warga Negara
2. Pajak bersifat MEMAKSA untuk setiap warga negara
3. Dengan membayar pajak, Anda tidak akan mendapat imbalan
langsung
4. berdasarkan Undang-Undang
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga, yaitu official
assesment system, self assessment system, dan withholding system.Official
assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Withholding System adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
Wajib pajak menurut pasal 1 huruf a Ketentuan Umum Perpajakan
adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Dengan kata lain, wajib pajak adalah subjek pajak yang memenuhi syarat-
syarat objektif, jadi memenuhi tabestand yang ditentukan oleh
undangundang, yaitu dalam rangka UU PPh 1984, menerima atau
memperolah penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan yang melebihi
pendapatan tidak kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri (Soemitro,
2004).
Dalam Mardiasmo (2009) terdapat tiga cara dalam pemungutan pajak
yaitu (a) Stelsel nyata, pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan nyata,
sehingga pemungutannya dilakukan pada akhir tahun pajak. (b) Stelsel
anggapan pengenaan pajak didasarkan pada anggapan bahwa penghasilan
suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal
tahun pajak dapat ditetapkan besarnya pajak terutang untuk tahun berjalan.
(c) Stelsel campuran, kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Prosedurnya yaitu awal tahun pajak dihitung berdasarkan anggapan,
sedangkan pada akhir tahun pajak dihitung berdasarkan penghasilan riil

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalalm makalah ini
meliputi;
1. Bagaimana sistem pemungutan pajak?
2. Bagaimana stelsel pengenaan pajak?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, antara lain adalah;
1. Untuk memenuhui tugas dari Dosen pengantar pajak
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem pemungutan pajak
3. Untuk mengetahui bagaimana stelsel pengenaan pajak

D. Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperdalam
ilmu pengetahuan mengenai sistem pemungutan pajak dan stelsel
pengenaan pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sistem Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak merupakan tujuan utama administrasi pajak dan
yang menjadi alasan mengapa ada administrasi pajak. Hal ini diungkapkan
oleh Alink da Kommer bahwa Collection is the main objective of a Tax
administration and the reason for its existence. Dalam memungut pajak ada
tiga tekhnik yang secara teoritis dapat diterapkan, yaitu self assessment
system, official assessment system, dan hybrid system/semi self assessment
system. Tekhnik ini sebetulnya merupakan rekonstruksi pembagian teknik
pemungutan pajak menurut Adriani, yaitu:
a. Wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan undang-undang,
b. Ada lerja sama antara Wajib Pajak dengan Fiskus,
c. Fiskus menentukan jumlah pajak yang terutang.

A. Self Assessment System


Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Sistem ini
memiliki beberapa kriteria seperti:
1. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang ada pada
WP sendiri
2. Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya bertugas mengawasi
pelaksanaannya pemeriksaan pajak atas kepatuhan terhadap
peraturan pajak.
Di Indonesia, Pajak penghasilan orang pribadi pajak penghasilan badan
menggunakan sistem ini. Dalam pajak pertambahan nilai (PPN), sistem ini
digunakan, khususnya untuk objek PPN Pasal 4 huruf d dan huruf e,
sebagaimana diatur dalam pasal 3A ayat (3) UU No. 18 Tahun 2000,
sebagaimana dikutip berikut ini. Orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf d dan atau yang memanfaatkan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai yang terutang yang perhitungan dan tata caranya diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

5M Dalam Self Assessment System


1. Mendaftarkan diri di KPP untuk mendapatkan NPWP
2. Menghitung atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang
terutang
3. Menyetor pajak terutang ke Bank Persepsi/Kantor Giro Pos
4. Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jendral Pajak
5. Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian
SPT (Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar.
Keberhasilan Self Assessment akan terwujud apabila memenuhi
beberapa persyaratan seperti Kesadran dari WP untuk membayar pajak tepat
waktu, Kejujuran WP, Kemauan untuk membayar pajak, dan kedisiplinan WP
dalam melaksanakan peraturan perpajakan. Dari sisi pemerintah juga
mengeluarkan keijakan yang dapat mendukung keberhasilan system self
assessment tersebut seperti memberikan penyuluhan perpajakan kepada
masyarakat, memberikan pelayanan yang prima serta tepat dan efisien
kepada wajib pajak, serta melakukan pengawasan disetiap kegiatan yang
berkaitan dengan masalah perpajakan.

B. Official Assessment System


Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak. Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan sistem ini adalah
pajak bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan yang dikenakan atas bumi
dan/atau bangunan mau tidak mau akan melibatkan masyarakat dari semua
lapisan, yakni mereka yang memiliki, menguasai, atau mengambil manfaat dari
bumi dan atau bangunan sebagai subjek pajak (wajib pajak). PBB dapat dikatakan
menganut system ini karena besarnya pajak yag terutang dihitung dab ditetapkan
oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Asal-muasal
sistem ini karena jumlah penduduk di Indonesia semakin hari kian
bertambah, namun tidak diimbangi dengan jumlah petugas pajak (fiskus)
yang statis.

Sistem ini memiliki beberapa kriteria seperti:


1. Fiskus berperan aktif dalalml menghitung dan menetapkan
besarnya pajak terutang.
2. WP bersifat pasif
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak
oleh fiskus melalui SPPT
4. WP membayar pajak terutang berdasarkan surat ketetapan yang
diterbitkan fiskus
5. Risiko pajak yang akan timbul menjadi tanggung jawab fiskus.

C. Hybrid System/ Semi Self Assessment System


HIbridisasi antara Self Assessment dan Official Assessment semakin
berkembang pesat sejak diperkenalkannya teknik pemotongan/ pemungutan
pajak yang popular disebut withholding tax. Withholding tax adalah suatu
system pemotongan/ pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan WP ybs) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh WP.
Ide pemungutan pajak dengan cara withholding, pertama kali
diintrodusir di Amerika Serikat pada tahun 1943 dalam rangka
mengakselerasi pengumpulan/ pemungutan pajak selama Perang Dunia II.
Karena terbukti efisien dan efektif, system withholding dengan cepat
diadopsi oleh Negara-negara lainnya.
Contoh system ini seperti pomotongan atas gaji, bunga, deviden, jasa
profesional, sewa dan penghasilan usaha lainnya.
Sistem withholding mempunyai bebrapa kelebihan antara lain:
1. Memberikan Kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan
Negara. Dengan pemotongan pajak, pemerintah dapat dengan
mudah mengumpulkan pajak.
Sebagai contoh, Pemberi kerja wajib menghitung dan menetapkan
berapa Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dipotong atas
penghasilan (gaji, upah, da sebagainya) yang diterima oleh
pegawainya.
2. Relatif mudah dilaksanakan dan dapat mengurangi administrative
cost yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
Dalam system ini fiskus hanya focus pada pengawasan aras
kepatuhan Pemotongan Pajak (yang jumlahnya pasti lebih sedikit
disbanding pegawai/ buruh)

2.2 Sistem Pembayaran (Payment System)

A. Paradigma Klasik Sistem Pembayaran.


Dalam nomenklatur paradigm klasik, system pembayaran pajak
khususnya pajak atas penghasilan atau pajak atas kekayaan, dibedakan
menjadi tiga, yaitu: a) stelsel (system) nyata, b) stelsel (system) anggapan/
fiktif, dan stelsel campuran. Stelsel (system) pembayaran pajak erat
kaitannya dengan system pemungutan pajak, karena dalam system
perpajakan, pemerintah dapat saja menetapkan system pemungutan pajak
di depan (voor heffing) atau di belakang (naheffing). Berikut penjelasan dari
ketiga stelsel tersebut:

1) Sistem Nyata
Sistem nyata mendasarkan pengenaan pajak pada penghasilanyan
benar-benar diperoleh dalam setiap tahun pajak. Berapa besarnya
penghasilan sesungguhnya/ sebenarnya ini dapat diketahui pada akhir tahun
itu.
Misalnya setelah tutup buku (cosing), sehingga diketahui apakah orang
atau badan mengalami keuntungan dan berapa jumlahnya, atau malah
menderita kerugian. Oleh karenanya, maka pengenaan pajak dengan
memakai cara ini merupakan suatu pungutan kemudian (naheffing), yaitu
baru dikenakan setelah lampau tahun yang bersangkutan.
Kelebihan dari stelsel ini adalah lebih mencerminkan keadilan karena
beban pajak didasarkan pada ability-to-pay yang sesungguhnya. Namun bagi
Negara, system pungutan kemudian ini akan menyulitkan pengelolaan
keuangan Negara karena harus menunggu penerimaan pajak setelah akhir
tahun.

2) Sistem Fiktif (Anggapan)


Dalam stelsel fiktif, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
tertentu. Adakalanya penghasilan si wajib paja dianggap sama besarnya
dengan penghasilan sesungguhnya dalam tahun yang baru berlalu dengan
sama sekali tidak terpengaruh oleh besarnya penghasilan yang
sesungguhnya diperoleh dalam tahun yang sedang berjalan itu (yang baru
akan dipakai sebagai dasar penetapan untuk tahun yang akan dating).
Demikian selanjutnya, sehingga dengan mudah pada setiap permulaan
tahun telah dapat ditetapkan pajak untuk tahun yang sedang berjalan
tersebut.
Oleh karenanya, maka pengenaan pajak dengan memakai cara ini
merupakan suatu pungutan di depan (voor heffing), yaitu dikenakan pada
tahun berjalan dengan penetuan penghitungan beban pajak berdasarkan
penghasilan masa/tahun pajak sebelumnya. Dengan demikian, dalam stelsel
fiktif, tidak diperhatikan kondisi/ keadaan yang sebenarnya. Kelebihan dari
stelsel ini adalah Negara dapat segera mendapatkan penerimaan pajak,
sedangkan kelemahannya adalah selain dapat merugikan atau mengganggu
cashflow Wajib Pajak jika pada tahun yang bersangkutan sebenarnya ia
mengalami kerugian (meskipun tahun lalu mengalami keuntungan yang
sangat besar). Bagi Negara, dapat saja sisitem ini merugikan, jika pada
tahun yang bersangkutan sebenarnya Wajib Pajak mengalami keuntungan
yang lebih besar dari tahun sebelumnya.

3) Sistem Campuran
Sistem campuran mendasarkan pengenaan pajaknya atas kedua
stelsel sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai contoh, dalam
penghitungan Pajak Penghasilan Badan dan/atau Pajak Penghasilan Orang
Pribadi. Dalam tahun berjalan, Wajib Pajak diwajibkan membayar pajak
penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) yang mendasarkan pengenaan pajaknya
atas suatu anggapan bahwa penghasilan wajib pajak dalam tahunan pajak
dianggap sama besarnya dengan penghasilan sesungguhnya dalam tahun
yang baru saja lampau.
Pasal 25
(1)Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak penghasilan yang dipoting sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut
sebagamana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;

Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun


pajak.

Perhitungan Pajak Pada Akhir Tahun

Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang
dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan,
berupa :

a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan


kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang


impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22;
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga,
royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;

d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar


negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 UU PPh Kredit Pajak LN;

e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh;

f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.

Contoh: Pada tahun 2003, Penghasilan Kena Pajak PT ABC adalah sebesar
Rp200 juta. Dengan demikian, maka pajak penghasilan yang terutang (tarif
pasal 17) adalah sebesar:

- 10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-


- 15% x Rp 50.000.000,- = Rp 7.500.000,-
- 30% x Rp100.000.000,- = Rp30.000.000,-
Rp42.500.000,-

Dikurangi:

- Pajak Penghasilan yang di[ungut oleh pihak lain (Pasal 22)


Rp10.000.000,-
- Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lai (Pasal 23) Rp
2.500.000,-
- Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp
7.500.000,-

Jumlah kredit pajak


Rp20.000.000,-
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk
tahun 2004 adalah sebesar: Rp22.500.000,- = Rp1.875.000,-

12 bulan

Setelah tahun pajak itu berakhir, Wajib Pajak harus menghitung


kembali besarnya pajak penghasilan yang terutang, dengan cara
menghitung Pajak Penghasilan yang sebenarnya terutang berdasarkan
penghasilan yang diterima pada tahun yang bersangkutan,kemudian
dikurangi dengan:

1. Pajak penghasilan yang telah dipotong/ dipungut oleh pihak ketiga


(withholding tax)
2. Angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang sudah dibayar oleh
wajib pajak.

Pada proses penghitungan PPh ini, stelsel pemungutan pajak beralaih


dari system fiktif ke system nyata. Di Indonesia, hal ini diatur dalam
Pasal 28.

Pasal 28

(1) Bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang
terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang
bersangkutan, berupa:
a. Pemotong pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21;
b. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud di
pasal 22;
c. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga,
royalty, sewa, hadiah, dan penghargaan, dan imbalan jasa
sebgaimana dimaksud dalam pasal 23;
d. Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar ngeri
yang oleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25;
f. Pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 26 ayat (5).

Jika berdasarkan hasil perhitungan msih terdapat kekurangan, maka


Wajib Pajak wajib membayar kekurangan pajak penghasilan tersebut paling
lambat pada tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir, sebagaimana diatur dalam pasal 29.

Contoh: Pada tahun 2004, Penghasilan Kena Pajak PT ABC adalah sebesar
Rp300 juta. Dengan demikian, maka Pajak Penghasilan yang terutang (tariff
Pasal 17) adalah sebesar:

- 10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-


- 15% x Rp 50.000.000,- = Rp 7.500.000,-
- 30% x Rp100.000.000,- = Rp60.000.000,-
Rp72.500.000,-

Dikurangi:

- Pajak Penghasilan yang di[ungut oleh pihak lain (Pasal 22)


Rp12.000.000,-
- Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lai (Pasal 23) Rp
4.500.000,-
- Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp
6.500.000,-
- Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25)
Rp22.500.000,-

Jumlah kredit pajak


Rp45.000.000,-
- Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar
Rp27.000.000,-

Pajak penghasilan yang masih harus dibayar (kurang bayar) tersebut


harus dibayar oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 25 Marat 2005.

Jika berdasarkan hasil penghitungan, jumlah pajak penghasilan yang


sebenarnya terutang lebih kecil dari kredit pajak (withholding tax) dan
PPh Pasal 25, maka pajak penghasilan tersebut dapat diminta kembali
(direstitusi) atau dikompensasikan dengan pajak penghasilan pada tahun
yang akan datang.

Pasal 28A

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1),
maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-
sanksinya.

Contoh: Pada tahun 2004, Penghasilan Kena Pajak PT ABC adalah sebesar
Rp100 juta. Maka Pajak Penghasilan yang terutang (tariff Pasal 17) adalah
sebesar:

- 10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-


- 15% x Rp 50.000.000,- = Rp 7.500.000,-
Rp12.500.000,-

Dikurangi:

- Pajak Penghasilan yang di[ungut oleh pihak lain (Pasal 22)


Rp12.000.000,-
- Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lai (Pasal 23) Rp
4.500.000,-
- Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp
6.500.000,-
- Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25)
Rp22.500.000,-

Jumlah kredit pajak


Rp45.000.000,-

- Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar


Rp33.000.000,-

PT ABC dapat mengajukan permohonan restitusi atau kompensasi ats


Pajak Penghasilan yang lebih bayar tersebut.

B. Paradigma Kontemporer Sistem Pembayaran

Stelsel pembayaran pajak dalam paradigma klasik hingga kini masih


digunakan, khususnya stelsel campuran. Dinamika system perpajakan global
dan nasional menuntut Negara untuk membuat terobosan-terobosan baru
guna menyelaraskan kepentingan Negara dan masyarakat.

Sistem pembayaran dikembangkan dengan membangun system baru


yang disebut dengan Current Payment System (selanjutnya disingkat
menjadi CPS). Sebagian besar CPS diimplementasi pada pemungutan pajak
atas penghasilan agar pajak penghasilan lebih efektif sebagai instrument
kebijakan fiskal, karena CPS dapat meningkatkan peran pajak penghasilan
yang bersifat progresif sebagai stabilisator otomatis.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga, yaitu official


assesment system, self assessment system, dan withholding
system.Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang. Self assessment system
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayar. Withholding System adalah suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak.
terdapat tiga cara dalam pemungutan pajak yaitu (a) Stelsel nyata,
pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan nyata, sehingga
pemungutannya dilakukan pada akhir tahun pajak. (b) Stelsel
anggapan pengenaan pajak didasarkan pada anggapan bahwa
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya
sehingga pada awal tahun pajak dapat ditetapkan besarnya pajak
terutang untuk tahun berjalan. (c) Stelsel campuran, kombinasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan. Prosedurnya yaitu awal tahun pajak
dihitung berdasarkan anggapan, sedangkan pada akhir tahun pajak
dihitung berdasarkan penghasilan riil
REFERENSI
Haula, Prof. Dr. Dra. dan Dr. Edi Slamet Irianto, M.Si.
2011. Pengantar Ilmu Perpajakan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Wahyuni, Made Ari. ___, Tax Evasion
(http://download.portalgaruda.org/ article.php, diakses
tanggal 14 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai