Disusun Oleh:
Nama : Tata Firmanyah
NIM : 40011419650018
Kelas : A
AKUNTANSI PERPAJAKAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
Jawab:
Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu ini
mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku
hingga saat ini. Namun, terdapat konskuensi dalam sistem pemungutan pajak ini. Karena
wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu
dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil
mungkin.
Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri.
Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib pajak
telat lapor, telat bayar pajak terutang, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak
bayarkan namun tidak dibayarkan.
Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang
mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Jadi, wajib
pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB
berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat
objek pajak terdaftar.
Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dan
menerbitkan surat ketetapan pajak.
Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib
dibayarkan.
Withholding System
Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib
pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah pemotongan
penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak
perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut. Jenis pajak yang menggunakan
withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final
Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
2. Coba uraikan mengenai pengertian Manajemen Pajak, dengan menjelaskan apa saja
yang menjadi cakupan dan apa saja yang harus dipahami.
Jawab:
Oleh karena itu Wajib Pajak perlu memiliki manajemen pajak yang baik agar dapat
melakukan penghematan biaya pajak secara legal. .
a) Untuk mengurangi beban pajak sehingga memaksimalkan laba setelah pajak (net
profit after tax), Dengan melaksanakan manajemen pajak yang tepat, diharapkan
dapat mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan laba setelah pajak (net profit after tax)
Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah kegiatan awal yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan cara menganalisis seluruh aspek yang berhubungan dengan kewajiban
perpajakan dengan tujuan agar Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan
dengan optimal yang dapat mengurangi beban pajak tanpa melanggar peraturan perpajakan.
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan
dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah Wajib
Pajak akan mengimplementasikannya baik secara formal maupun material.
Manajemen Pajak
Manajemen Pajak adalah Sarana bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar dan memaksimalkan laba setelah pajak. Manajemen Pajak terdiri
dari :
Tax Planning (Perencanaan Pajak) adalah langkah awal dalam manajemen yang
dilakukan dengan cara menganalisis seluruh aspek perpajakan yang berhubungan dengan
kegiatan usaha perusahaan dan memutuskan bagaimana cara meminimalkan biaya pajak
tanpa melanggar peraturan perpajakan.
Tax Control (Pengendalian Pajak) adalah kegiatan pengawasan dan perorganisasian atas
pelaksanaan Tax Planning (Perencanaan Pajak).
5. Menurut pendapat anda, mengapa orang melakukan tax planning dan bagaimana
suatu tax planning dapat disebut efektif ?
Jawab:
Jawab:
c) Tax Litigation. Usaha untuk menyelesaikan sengketa pajak dengan Dirjen Pajak :
keberatan, banding, peninjauan kembali, dll
d) Tax Research. Proses mencari jawaban, solusi, atau rekomendasi atas permasalahan
perpajakan.
Jawab:
Lima hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan Tax Planning adalah:
a) Pertama, wajib pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang terkait. Akan sangat
sulit dapat melakukan tax planning yang baik dan tidak melanggar undang-undang
bila tax planning dirancang tidak dalam koridor undangundang perpajakan yang
berlaku. Pelaksanaan tax planning yang melanggar undang-undang akan berakibat
fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilan tax planning (Suandy, 2011:10).
Apabila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan
perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam
keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak menghindari hal
tersebut karena dapat sangat merugikan wajib pajak sendiri.
b) Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning. Tax planning
paling tidak memiliki dua tujuan utama menurut Suandy (2011:7) yakni: 1)
Menerapkan peraturan perpajakan secara benar. 2) Mengefisiensikan laba yang
diharapkan.
c) Ketiga, dalam melakukan tax planning harus memahami karakter usaha wajib pajak.
Hal ini dikarenakan hampir setiap perusahaan memiliki perbedaanperbedaan dalam
kebijakan maupun perilaku dan kebiasaan kebiasaannya. Dengan memahami secara
mendalam seluk-beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan tax planning.
d) Keempat, memahami tingkat kewajaran atas transaksi - transaksi yang diatur dalam
tax planning. Hal ini dikarenakan apabila pelaksanaan tax planning dengan
mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitankesulitan karena
adanya kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena
bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak.
8. Menurut anda dari bentuk usaha Perseorangan, CV dan PT mana yang lebih
menguntungkan untuk melakukan tax planning pemilihan bentuk usaha? buktikan
dengan contoh perhitungan!
Jawab:
Menurut saya badan usaha perseorangan lebih menguntungkan dibandingkan dengan
badan usaha Firma, PT, dan CV, keuntungannya sebagai berikut:
Pendirian dan pembubaran usaha perorangan lebih mudah dari bentuk-bentuk usaha
lainnya. Usaha perorangan yang omzetnya kurang dari 4,8 milyar setahun tidak wajib
menyelenggarakan pembukuan. Pencatatan yang menginformasikan peredaran bruto saja
sudah cukup, dengan syarat terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk
menggunakan pencatatan (norma penghitungan penghasilan neto). Namum pengecualian
dari penyelenggaraan pembukuan ini tidak berlaku bagi badan usaha perseorangan yang
omzetnya 4,8 milyar atau lebih.
Keuntungan lainnya bahwa seluruh pendapatan usaha menjadi pemilik usaha, dan pajak
yang dibayarkan tergantung pada besarnya laba yang didapat (Penghasilan Kena Pajak).
Karena tariff progresif minimal 5% dan maksimal 30% untuk orang pribadi(Pasal 17
ayat 1 huruf a UU PPh), maka semakin besar laba maka semakin besar pula laba yang
terhutang atas usaha perseorangan. Sementara wajib pajak badan seperti firma, PT, dan
CV berapapun labanya mereka akan langsung dikenakan tarif tunggal 28% di tahun
2009 dan 25% di tahun 2010 (Pasal 17 ayat 2a UU PPh). Usaha perseorangan juga dapat
memperhitungkan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sebagai pengurang
penghasilan neto setahun.
Contoh perhitungan Wajib Pajak Perseorangan:
Jumlah penghasilan Tuan Akbar pada tahun 2013 adalah Rp 45.000.000.
Pajak penghasilan terutang:
5% x Rp 45.000.000 = Rp 2.250.000 (pajak tergantung laba yang diperoleh)
9. Strategi apa saja yang dapat ditempuh untuk mengefisienkan beban pajak secara
legal?
Jawab:
a) Tax Saving
Tax Saving adalah upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternative
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.
Contoh :
Pemberian natura kepada karyawan pada umumnya tidak diperkenankan untuk dibebankan
sebagai biaya dalam menghitung PPh badan. Kebijakan pemberian natura dapat diubah
menjadi pemberian tidak dalam bentuk natura dan dimasukkan sebagai penghasilan
karyawan sehingga dapat dikurangkan sebagai biaya. Perlakuan ini akan mengakibatkan PPh
badan turun, tetapi PPh Pasal 21 naik. Penurunan PPh badan akan lebih besar daripada
kenaikan PPh Pasal 21 (dengan asumsi perusahaan memperoleh laba kena pajak di atas Rp
100 juta dan PPh badan tidak bersifat final).
b) Tax Avoidance
Tax avoidance adalah upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari
pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak.
Contoh :
Pada jenis perusahaan yang PPh badannya tidak dikenakan secara final, untuk
mengefisiensikan PPh Pasal 21 karyawan, dapat dilakukan dengan cara memberikan
semaksimal mungkin kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pemberian
natura pada perusahaan yang tidak terkena PPh final bukan merupakan objek PPh Pasal 21.
Misal pada saat perusahaan dalam kondisi secara fiskal atau memiliki kompensasi kerugian
fiskal dalam jumlah yang relatif besar di tahun – tahun sebelumnya.
c) Penundaan Pembayaran Pajak
Penundaan pembayaran pajak dapat dilakukan tanpa melanggar peraturan.
Contoh :
Untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak
sampai batas waktu yang diperkenankan, khususnya atas penjualan kredit, karena penjual
dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan pajak.
d) Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai pembayaran yang dapat
dikreditkan.
Contoh :
PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina yang bersifat final jika pembelinya
perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran migas. Tetapi jika pembelinya bergerak
dibidang manufacturing, PPh Pasal 22 tersebut dapat dikreditkan dengan PPh badan.
Pengkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Bila
dibandingkan, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 75 % dari nilai pajak yang
dikreditkan ( untuk laba kena pajak badan di atas tahun 2008 ). Bila dikreditkan, maka
seluruh jumlah pajak diklaim oleh wajib pajak. Akan tetapi bila dibebankan sebagai biaya,
maka dampak pengurangan pajaknya hanya sebesar 23 %, itu pun dengan asumsi bahwa
biayanya merupakan deductible expenses (biaya yang dapat dikurangkan).
e) Menghindari Pemeriksaan Pajak dengan cara Menghindari Lebih Bayar
Mengajukan pengurangan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 ke KPP yang bersangkutan,
apabila berdasarkan estimasi dalam tahun pajak yang bersangkutan akan terjadi kelebihan
pembayaran pajak. Pengajuan tersebut dapat dilakukan paling cepat 3 bulan setelah
berjalannya tahun pajak dan wajib pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang
untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75 % dari PPh terutang yang menjadi dasar
perhitungan besarnya PPh Pasal 25.
Pengajuan pengurangan pembayaran angsuran ini harus melampiri :
• Proyeksi perhitungan laba rugi tahun berjalan.
• Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.
• Proyeksi besarnya PPh badan yang terutang, yang akan menjadi kelebihan
pembayaran pajak, apabila besarnya angsuran tidak dikurangi.
• Bukti – bukti pembayaran pajak yang sudah dilakukan.
Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan
impor. Permohonan ini harus melampiri :
• Proyeksi impor setiap bulan dalam tahun yang bersangkutan.
• Proyeksi perhitungan laba rugi tahun berjalan.
• Proyeksi perhitungan PPh badan yang terutang dan angsuran PPh Pasal 25, serta PPh
Pasal 22 yang menunjukkan lebih bayar apabila dilakukan pembayaran PPh Pasal 22.
• Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.
f) Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara
menguasai peraturan perpajakan.
10. Strategi apa saja yang bisa digunakan untuk efisiensi Pajak Penghasilan Badan.
Jelaskan dengan contoh kasus.
Jawab:
Strategi efesiensi PPh Badan akan lebih optimal apabila wajib pajak memahami
timbulnya perhitungan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak merupakan laba
yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 36
tahun 2008 dan peraturan pelaksanannnya. Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba
akuntansi dan laba kena pajak, perusahaan dapat memilih perlakuan pajak yang tepat
sehingga dapat menghasilkan efisiensi pajak yang besar.
Berikut ini adalah beberapa cara tax planning untuk PPh Badan.
1. Menunda Penghasilan
Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-
biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya konsultan hukum,
konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan
penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun
Selain angsuran PPh Pasal 25, PPh yang dapat dikreditkan atas PPh Badan yang
terutang pada akhir tahun adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat
pemotongan/pemungutannya tidak final. Perusahaan seringkali kurang memperoleh
informasi mengenai hal ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:
d) Pembayaran fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n karyawan qq. Perusahaan
berikut NPWP perusahaan),
e) STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak) baik telah dibayar maupun belum.
4. Tax Saving
Tax saving adalah upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan
alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Lewat tax saving, Anda jadi lebih
selektif untuk mengatur objek pajak yang akan Anda bebankan atau kurangi pengenaan
pajaknya.
5. Tax Avoidance
Tax avoidance adalah penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan
cara meringankan beban pajak atau menghindari pajak secara legal (tidak melanggar UU).
Memanfaatkan celah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, tax
avoidance bisa dilakukan dengan cara menghindari pengenaan pajak bukan objek pajak.
a) Membentuk Badan Usaha baru sebagai revenue dan profit centre untuk menurunkan
lapisan PPh tarif tertinggi.