Anda di halaman 1dari 8

PERENCANAAN PAJAK

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

KELOMPOK 6 :

1. PUTRI SALSABILLA (18043138)


2. SUCI NOVALIA (18043154)
3. YOLA ZULKAISI UTAMI (18043166)
4. YUNISA GUSRIA ANNUR ( 18043169)

DOSEN PENGAMPU :
HERLINA HELMY, SE, Ak, M.S.Ak

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAX PLANNING
(PERENCANAAN PAJAK)

A. PENGERTIAN PERENCAAN PAJAK


 Perencanaan pajak Suatu proses yang dapat dilakukan atau direncanakan oleh Wajib
Pajak orang pribadi maupun badan usaha agar pajak yang menjadi tanggungannya
menjadi minimal atau kecil tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Bisa
dikatakan bahwa Perencanaan pajak (tax planning) adalah sarana memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar dan sesuai dengan aturan berlaku tetapi jumlah pajak terutang
dapat diminimalkan untuk memperoleh laba dan likuditas yang diharapkan.
 Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak (sarana untuk
memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayarkan
dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang
diharapkan). Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax
implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap pajak ini dilakukan
pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dlakukan, pada umumnya
penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban
pajak
 Tax planning dilakukan antara lain untuk tujuan:
a. Memperkecil pengeluaran perusahaan untuk membayar pajak sehingga biaya yang
dikeluarkan lebih efisien.
b. Memperhitungkan dan menyiapkan pembayaran pajak sesuai peraturan yang
berlaku agar tidak timbul sanksi atau denda yang justru memperbeasr pengeluaran
pajak.
c. Bukan untuk mengelak membayar pajak tetapi untuk mengatur agar pajak yang
dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.
B. STRATEGI PERENCANAAN PAJAK
a. tax saving, upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Lewat tax saving, akanjadi lebih selektif
untuk  mengatur objek pajak yang akan dibebankan atau kurangi pengenaan pajaknya.
Contoh : Pengalihan bentuk natura menjadi pendapatan karyawan yang akan memberi
dampak pada penurunan PPh Badan dan dampak kenaikan pada PPh 21.
b. Tax avoidance, upaya untuk meringankan beban pajak atau menghindari pajak secara
legal bisa dilakukan dengan cara menghindari pengenaan pajak bukan objek pajak.
Contohnya perusahaan melakukan perubahan pada tunjangan karyawan, yang
sebelumnya berbentuk uang menjadi natura atau barang yang sebenarnya dan bukan
berbentuk uang. Hal tersebut dikarenakan natura tidak termasuk objek pph 21. Biasanya,
cara tax avoidance dijalankan oleh perusahaan yang sedang merugi.

c. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan, Dengan menguasai peraturan


pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan
berupa:Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan; Sanksi pidana: pidana atau
kurungan.
d. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak, Menunda pembayaran kewajiban pajak
tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran
PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga
batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini,
penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan
penyerahan barang.
e. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang diperbolehkan, WP sering kurang dalam hal
memperoleh infromasi mengenai pembayaran pajak yang bisa dikreditkan merupakan
pajak yang dibayar dimuka seperti, PPh pasal 22 atas impor, PPh pasal 23 atas penghasila
jasa.
C. TAHAPAN DALAM MEMBUAT PERENCANAAN PAJAK
a. Menganalisis informasi yang ada
Menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan
menghitung seakurat mungkin beban pajak yang ditaanggung. Hal ini hanya bisa
dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak,
b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak
Pilih bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional. Pada hampir semua sistem
perpajakan internasional, paling tidak ada dua negara yang ditentukan lebih dahulu. Dari
sudut pandang perpajakan, proses perencanaan tidak bisa berada di luar dari tahapan
pemilihan transaksi, operasi, dan hubungan yang paling menguntungkan.
c. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak
Tax planning sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh
perencanaan strategis perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk
melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak,
perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencaan.
d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak
Untuk mengatakan bahwa hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus
dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Tindakan perubahaan (up to date
planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau
kemungkinan keberhasilannya sangat kecil.
e. Memutakhirkan rencana pajak
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, tetap
perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi, baik dari undang-undang maupun
pelaksanaannya sesuai negara di mana aktivitas tersebut dilakukan yang dapat berdampak
terhadap komponen suatu perjanjian.

D. WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI


a. Wajib Pajak Orang Pribadi Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri
Wajib pajak orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri menurut Undang-
Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, atau
 Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau
 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. 

b. Wajib Pajak Orang Pribadi Sebagai Subjek Pajak Luar Negeri


Wajib pajak orang pribadi yang menjadi subjek pajak luar negeri menurut Undang-
Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
 Orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia, atau orang pribadi yang tidak tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 
 Orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia, atau orang pribadi yang tidak tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 

E. METODE PEMOTONGAN PPH PASAL 21


PPh 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-32/PJ/2015
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri
atau disebut dengan wajib pajak.

Menurut PER 32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan 21 dan/atau Pajak Penghasilan 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi Ada beberapa alternatif perhitungan dan
pemotongan yang dapat diterapkan:
a. Pajak Penghasilan 21 Ditanggung Perusahaan (Net basis)
Adalah metode pemotongan pajak di mana perusahaan menanggung pajak
karyawannya.. Dengan metode ini penghasilan yang diterima oleh karyawan utuh tanpa
adanya pengurangan PPh Pasal 21. Pada metode ini beban tersebut tidak diakui secara
fiscal
b. Pajak penghasilan 21 Ditanggung Karyawan (Metode Gross )
Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung beban pajaknya
sendiri. berarti penghasilan yang diterima karyawan berkurang sebesar PPh pasal 21
yang dipotong perusahaan.
c. Pajak Penghasilan 21 Ditunjangkan oleh Perusahaan
Merupakan metode yang mana PPh Pasal 21 terutang dijadikan unsur penambah
pengahsilan bruto karyawan, mengakibatkan terdapat selisih antara PPh 21 terutang dan
tunjangan pajaknya. Dalam metode ini menjadikan karyawan tetap akan dipotong PPh
Pasal 21 karena akibat selisih dari pajak terutang dan tunjangan pajaknya.
d. Pajak Penghasilan 21 di Gross Up
Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak
yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang ditanggung oleh karyawan.
Besarnya tunjangan pajak yang diberikan secara Gross Upakan sama dengan PPh Pasal
21 yang sesungguhnya.

Berdasarkan uraian mengenai alternatif pembebanan di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa secara umum terdapat 3 (tiga) metode pemotongan yaitu Metode Gross, Net dan
Gross Up. 

F. KOREKSI FISKAL / REKONSILIASI FISKAL


1. Pengertian
Koreksi fiskal merupakan kegiatan dalam pencatatan, pembetulan dan penyesuaian
yang harus dilakukan oleh wajib pajak, sebelum dilakukannya koreksi fiskal wajib
pajak perlu mengetahui kebijakan fiskal. Sehingga, untuk pelaporannya dapat diberikan
melalui dirjen pajak, Koreksi fiskal biasanya terjadi adanya perbedaan dalam perlakuan
ataupun pengakuan penghasilan dan biaya yang terdapat dilaporan keuangan akuntansi
komersial dengan akuntansi pajak. Dokumen rekonsiliasi fiskal berupa lampiran SPT
tahunan PPh – biasanya badan/perusahaan- yang merupakan kertas kerja berisikan
kesesuaian antara laba rugi komersial sebelum dikenakan pajak dan laba rugi yang
didasarkan atas kebijakan pajak.
tujuan koreksi fiskal adalah melakukan penyesuaian antara penghasilan dengan wajib
pajak. Sehingga tidak terjadi kesalahan penghitungan. Tujuan selanjutnya adalah untuk
memenuhi draf laporan sesuai regulasi yang dikeluarkan Dirjen Pajak. Supaya tidak
terjadi kerancuan, mana transaksi yang dikenai wajib pajak mana yang tidak.

2. Penyebab koreksi fiscal


a. Perbedaan Beda Tetap, yakni biaya dan penghasilan yang dapat diakui dalam
perhitungan penjumlahan laba neto akuntansi komersial, namun tidak diakui dalam
perhitungan akuntansi pajak.
b. Beda waktu, Rekonsiliasi beda waktu disebabkan oleh bedanya waktu antara sistem
akuntansi dan sistem perpajakan.

3. Jenis Rekonsiliasi Fiskal


a. Rekonsiliasi Positif
Secara sederhana, koreksi fiskal positif akan menyebabkan laba kena pajak akan
bertambah atau dengan kata lain menyebabkan penambahan PPh terutang. Jadi,
koreksi positif akan menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan
biaya-biaya yang sekiranya harus diakui secara fiskal.Secara rinci, koreksi positif
umumnya disebabkan oleh biaya-biaya yang tidak diperkenankan oleh pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh. Biaya-biaya tersebut di antaranya:
 Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya.
 Dana cadangan.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan.
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
 Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
 Pajak penghasilan.
 Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
 Sanksi administrasi.
 Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi fiskal.
 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan
PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
 Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.

b. Rekonsiliasi Negatif
Koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau
pengurangan PPh terutang. Sebab, pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan
fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.
Faktor yang menyebabkan koreksi fiskal menjadi negatif:
 Selisih komersial di bawah penyusutan fiskal.
 Pendapatan yang terkena PPh Final serta penghasilan tidak termasuk objek pajak,
tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
 Penyusutan fiskal negatif lainnya.

G. LANGKAH LANGKAH DALAM MELAKUKAN REKONSILIASI FISKAL


Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam melakukan rekonsiliasi fiskal yaitu:
1. Mengetahui penyesuaian fiskal yang diperlukan
2. Data data penyesuaian dianalisa, hal ini berguna untuk menentukan pengaruh
terhadap laba usaha kena pajak.
3. Dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal dengan melakukan koreksi fiskal positif
dan negatif
4. Dalam menyusun laporan keuangan dilakukan secara fiskal yang berguna sebagai
lampiran SPT tahunan pajak penghasilan

Anda mungkin juga menyukai