Anda di halaman 1dari 27

BAB I

KONSEP DASAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (Dikwar)
Sebelum kita mengenal lebih jauh seperti apa manfaat/pentingnya pendidikan kewarganegaraan
untuk kita sebagai anak bangsa, kita harus memahami dulu apa pengertian pendidikan kewarga negaraan
(PKN).
Pengertian pendidikan kewarganegaraan Kata “kewarganegaraan” dalam bahasa Latin disebut
Civicus. Selanjutnya, kata Civicus diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya
mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civic yaitu ilmu
kewarganegaraan, dan Civic Education, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran Civics atau
kewarganegaraan telah dikenal di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda dengan nama Burgerkunde.
Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara
luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya
persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut.
Sementara itu,siswa/mahasiswa sebagai anak bangsa Indonesia diharapkan dapat menjadi yang
memahami pendidikan kewarganegaraan dan menjadi warga negara yang memiliki komitmen
yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karna Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara
kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan
atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di
bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras,
etnik, atau golongannya.

Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas, adalah mata pelajaran yang memfokuskan


pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan menurut para ahli adalah sebagai berikut :
 Menurut Kerr
Pendidikan kewarganegaraa merupakan secara luas yang mencakup proses penyiapan generasi
muda untuk mengambil peran dan tanggung jawab sebagai warga negara, dan secara khusus,
peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses
penyiapan warga negara tersebut
 Menurut Azis Wahab
Pendidikan kewarganegaraa merupakan media pengajaran yang meng-Indonesiakan para siswa
secara sadar, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Karena itu, program PKn memuat konsep-
konsep umum ketatanegaraan, politik dan hukum negara, serta teori umum yang lain yang cocok
dengan target tersebut
 Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
Pendidikan kewarganegaraa merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
 Menurut Samsuri
Pendidikan kewarganegaraa merupakan sebagai penyiapan generasi muda (siswa) untuk menjadi
warga negara yang memiliki pengetahuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
berpartisipasi aktif dalam masyarakatnya.
 Menurut Zamroni
Pendidikan kewarganegaraa merupakan pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan
warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran
kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin
hak-hak warga masyarakat.
 Menurut Depdiknas
Pendidikan kewarganegaraa merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
 Menurut Somantri
Pendidikan kewarganegaraa merupakan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
 Menurut Cogan
Pendidikan kewarganegaraa merupakan suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk
mempersipakan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat.
 Menurut Carter Van Good
Pendidikan kewarganegaraa merupakan bagian atau elemen dari ilmu politik atau cabang dari ilmu politik
yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara.

B. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Tujuan yang dikemukakan oleh para Ahli adalah sebagai berikut :
Dikemukakan oleh Djahiri adalah sebagai berikut:
1. Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan        kebangsaan”.
2. Secara khusus, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membina moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari
berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun
kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya
untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat    Indonesia.
Dikemukakan oleh Sapriya sebagai berikut :
1. Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga
negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional
Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan
penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta
keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun
ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang
meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung
berfungsinya system politik  yang    sehat    serta     perbaikan         masyarakat.
2. Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia
terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila sejati”
Dikemukakan oleh Wuryan dan Syaifullah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dan keterampilan guna membantu memecahkan masalah dewasa ini.
2. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban serta manfaatnya untuk
memperbaiki nilai kehidupan.
3. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif.
4. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap nilai-nilai untuk
kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan.
5. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang yang membutuhkan
kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru, serta tata cara hidup yang baru.
6. Peran serta dalam proses pembuatan keputusan melalui pernyataan pendapat kepada
wakil-wakil rakyat, para pakar, dan spesialis.
7. Keyakinan terhadap kebebasan individu serta persamaan hak bagi setiap orang yang
dijamin oleh konstitusi.
8. Kebanggaan terhadap prestasi bangsa, penghargaan terhadap sumbangan yang diberikan
bangsa lain serta dukungan untuk perdamaian dan kerjasama.
9. Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya sendiri terhadap
pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu.
10. Mengasihani serta peka terhadap kebutuhan, perasaan, dan cita-cita umat manusia
lainnya.
11. Pengembangan prinsip-prinsip demokrasi serta pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-
hari.

Djahiri mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan


a) Mampu Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai
falsafah, dasar ideology dan pandangan hidup Negara Kesatuan Republic Indonesia
(NKRI).
b) Memahami secara langsung apa itu konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang
berlaku dalam Negara RI.
c) Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d) Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan
kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

Dikemukakan oleh Maftuh dan Sapriya sebagai berikut :


1. Agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni
warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional,
sosial, maupun spiritual, memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility)
dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep kenegaraan dan juga bersifat
implementatif dalam kehidupan sehari - hari. Adapun harapan yang ingin dicapai setelah
pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang
menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.

C. Fungsi Kewarganegaraan
1. Membantu siswa/mahasiswa sebagai generasi muda untuk memperoleh pemahaman cita-
cita nasional /tujuan Negara.
2. Siswa/mahasiswa sebagai genersi baru Dapat mengambil keputusan-keputusan yang
bertanggung jawab dalam menyelsaikan      masalah pribadi, masyarakat dan negara.
3. Dapat mengapresiasikan cita-cita nasional dan dapat membuat keputusan-keputusan yang
cerdas.
4. Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
setia  kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.

D. Dimensi dan ruang lingkup pembelajaran PKn


Dimensi Kajian PKn
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan memiliki dimensi kajian yang terdiri dari dimensi
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kewarganegaraan. Dimensi pengetahuan
kewarganegaraan atau (civics knowledge) mencakup politik, hokum, dan moral. Dimensi
keterampilan kewarganegaraan (civics skill) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dan dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) diantaranya
mencakup: percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, normal, dan, moral. Ketiga
dimensi kajian dimaksud akan berkait erat dengan lingkup bahasan materi Pendidikan
Kewarganegaraan.

Ruang Lingkup Kajian PPKn


Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
a) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan NKRI, partisipasi dalam
pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI.
b) Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di
sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, system hokum dan peradilan nasional, hukum
dan peradilan internasional.
c) Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM.
d) Kebutuhan warga negara, meliputi: gotong royong, harga diri sebagai masyarakat,
kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan
bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
e) Konstitusi negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,
konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan
konstitusi.
f) Kekuasaan dan politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintah daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan system politik, budaya politik, budaya
demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat
demokrasi.
g) Pancasila, meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses
perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
h) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era
globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan
mengevaluasi globalisasi.

E. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan


Dibawah ini terdapat dua landasan pendidikan kewarganegaraan, antara lain:
1. Landasan Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan
Berikut landasan ilmiah mengenai pendidikan kewarganegaraan, sebagai berikut:
 Dasar pemikiran,  Penguasaan ilmu, teknologi, seni (ipteks) berlandaskan nilai nilai
keagamaan, moral, kemanusiaan dan nilai nilai budaya bangsa berperan sebagai panduan
dan pegangan hidup tiap Warga Negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Objek material, segala hal yang berkaitan dengan Warga Negara yg empirik/non empirik
meliputi wawasan, sikap dan perilaku Warga Negara dalam kesatuan bangsa dan negara.
 Objek formal, hubungan antar Warga Negara dengan Negara termasuk hubungan antar
Warga Negara dan pembelaan Negara.
 Rumpun keilmuan, interdisipliner (antar bidang); Ilmu politik, hukum, filsafat, sosiologi,
Ekonomi Pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.

2. Landasan Yuridis Pendidikan Kewarganegaran


Berikut landasan yuridis mengenai pendidikan kewarganegaraan, sebagai berikut:
 Undang-Undang RI No 20 th 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
 SK Dirjen Dikti Depdiknas No 43/DIKTI/Kep/ 2006, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Kelompok  Mk Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi.
 Undang-Undang RI th 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat 3
 Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah : Agama, Pancasila,
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
F. Arti Penting Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang berguna untuk pembentukan
kepribadian seseorang. Karena pendidikan kewarganegaraan mempelajari tentang bagaimana
seseorang menjadi warga negara yang benar dan baik. Pendidikan kewarganegaraan merupakan
salah satu pelajaran yang penting dan wajib untuk dipelajari. Bisa kita tinjau dari SD hingga
Kuliah. 
Setiap tingkatan sekolah pasti ada pelajaran ini. Apalagi kita berada di negara republik
Indonesia yang dikenal bersifat kewarganegaraan. Disetiap tindakan kita harus memiliki
pengertian terhadap sesama warga negara. Pendidikan kewarganegaraan ini hampir sama disetiap
jenjang pendidikannya. Hanya saja setiap tingkat ada penambahan yang lebih dalam untuk
memahaminya. Akan tetapi untuk tingkat perkuliahan nama dari pendidikan kewarganegaraan
diubah menjadi pendidikan pancasila. Pembahasannya tetap sama saja yaitu tentang masalah
yang menyangkut sistem bernegara dan tata kehidupan yang selaras dengan norma pancasila dan
kehidupan bangsa Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan memberikan pengetahuan kepada kita untuk bagaimana
mengerti tentang negara kita. Pendidikan kewarganegaraan berdasarkan undang-undang
merupakan pendidikan yang wajib dilaksanakan oleh setiap pelajar.
Pemerintah menginginkan seluruh warga negara Indonesia agar menumbuhkan wawasan dan
kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air terhadap kebudayaan bangsa,
cendekiawan, ikut melakukan hal untuk negara dan peduli akan kesulitan bangsa. Itu merupakan
tujuan utama dari pemerintah memberikan undang-undang untuk kewajiban dalam mempelajari
pendidikan kewarganegaraan.
Akan tetapi meskipun pelajaran ini sudah dianggap wajib, masih juga banyak pelajar yang malas
untuk mempelajarinya. Karena pelajaran ini anggapan mereka sangat membosankan untuk
dipelajari. Padahal pelajaran ini untuk kepentingan semua warga negara menurut anggapan
pemerintah. Pendidikan ini untuk tingkat perkuliahan hanya dianggap sebagai pelengkap saja. 
Bisa dilihat dari jumlah efektif belajarnya yang sefikit dibandingkan dengan pelajaran lainnya.
Tetapi untuk tingkat SD pendidikan ini salah satu materi pendidikan untuk menentukan
kelulusan siswa. 
Mulai bertolak belakang jika sudah semakin tinggi tingkat sekolahnya. Sebenarnya
pelajaran ini sangat penting, karena jika kita tidak mengenal dan mengetahui tentang
kewarganegaraan kita sendiri maka kita akan malu bila berhadapan dengan warga-warga negara
lainnya. Mereka semua bahkan dengan serius mempelajari pendidikan kewarganegaraan karena
kecintaan mereka terhadap negara sendiri. 
Sampai-sampai mereka pun berani ikut dalam melakukan pertahanan politik dan keamanan.
Sangat berbeda jauh dengan di negara Indonesia. Di sini kebanyakan orang acuh tak acuh. Jika
dibandingkan dengan negara lain yang hubungan antara negara dan warganya yang saling
bekerja sama dengan baik dan benar.
Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan merupakan sebuah pelajaran dasar untuk penyatuan antara warga
masyarakat dan pemerintah. Sebagaimana kita warga negara indonesia, kita harus memiliki sikap
nasionalis untuk menjadi warga negara yang baik, jujur  dan juga menjadi contoh yang harus
diteladani oleh teman-teman, masyarakat bahkan anak cucu kita nanti.
Jika pendidikan kewarganegaraan kita sudah benar dan baik maka penyatuan dan kesatuan warga
republik Indonesia dengan pemerintah akan menjadi harmonis dan saling bergantungan.
Layaknya simbiosis mutualisme, semua sisi mendapatkan keuntungan. Tidak ada yang dirugikan
satu sama lainnya.

Hal - hal penting dalam materi pendidikan kewarganegaraan adalah:


1. Pendidikan kewarganegaraan mengajarkan siswa untuk mampu memahami dan
melaksanakan hak dan kewajiban secara sopan santun, jujur, dan demokratis serta ihklas
sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warganegara Republik Indonesia
yang bertanggung jawab bersama. Ini merupakan hal yang mendasar dalam pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Tanggung jawab sangat penting dalam proses ini.
2. Dalam pembelajaran ini dibahas lagi tentang bagaimana kita warga negara untuk ikut dalam
berpolitik. Karena akan kepedulian terhadap politik kita bangsa Indonesia. Tanpa kekacauan
merupakan hal terpenting dalam menjaring hubungan yang baik antara warga dan
pemerintah.
3. Memberikan pengajaran kepada siswa untuk saling memahami sesama warga neraga. Saling
tenggang rasa, toleransi dan saling menghormati satu sama lainnya.
4. Memberikan pengetahuan kepada para siswa dan pelajar mengenai sistem pemerintahan dan
tentang peraturan negara yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Juga
untuk membuka kesadaran kita akan pentingnya bela dan cinta tanah air. Karena kita hidup
disini dan secara bersama.

Hal yang diharapkan akan timbul dari pendidikan kewarganegaraan adalah sikap dan mental
yang cerdas dan penuh rasa tanggung jawab. Sikap ini ditsertai dengan :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai--nilai falsafah
bangsa.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan,
bangsa dan negara.
6. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan
mampu "memahami, menganalisa, dan menjawab masalah--masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita--
cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 ".

G. Partisipasi dalam upaya pengembangan dan penegakan HAM dan Masyarakat


beradab
Menurut cendekiawan muslim Nurcholish Madjid, dalam Ubaedillah dan Abdul Rozak
(2008:41) pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahanbahan yang telah
berkembang, baik secara teoretis maupun pengalaman praktis di negara-negera yang
demokrasinya sudah mapan. Setidaknya ada enam (6) norma atau unsur pokok yang dibutuhkan
oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah:
Pertama, kesadaran akan pluralisme, Kesadaran akan kemajemukan tidak sekadar
pengakuan pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan
menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif.
Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai
dan mengakomodasi beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain, sebagai bagian
dari kewajiban warga negara dan negara untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk
diakui keberadaannya. Jika norma ini dijaiankan secara sadar dan konsekuen diharapkan dapat
mencegah munculnya sikap dan pandangan hegemoni mayoritas dan tirani minoritas. Daiam
konteks Indonesia, kenyataan alamiah kemajemukan Indonesia bisa dijadikan sebagai modal
potensial bagi masa depan dernokrasi Indonesia.
Kedua, musyawarah. Makna dan semangat musyawarah ialah mengharus-kan adanya
keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk
melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam
sedap keputusan bersaraa. Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menerima
kemungkinan terjadinya "partial functioning of ideals", yaitu pandangan dasar bahwa belum
tentu, dan tak hams, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan
dilaksanakan sepenuhnya. Konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap orang maupun
kelompok untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang atau kelompok lain dalam
bentuk-bentuk kompromi melalui jalan musyawarah yang berjalan secara seimbang dan aman.
Ketiga, cara haruslah sejalan dengan tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup
demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Dengan
ungkapan lain, demokrasi pada hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur
demokrasi (pemilu, suksesi kepemimpinan, dan aturan mainnya), tetapi harus dilakukan secara
santun dan beradab, yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa paksaan, tekanan, dan
ancaman dari dan oleh siapa pun, letapi dilakukan secara sukarela, dialogis, dan saling
menguntungkan. Unsurunsur inilah yang melahirkan demokrasi yang substansial.
Keempat, norma kejujuran dalam pemufakatan. Suasana masyarakat demokratis dituntut
untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai
kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak. Karena itu, faktor ketulusan dalam usaha
bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua warga negara merupakan hal yang
sangat penting dalam membanguan tradisi demokrasi. Prinsip ini erat kaitannya dengan paham
musyawarah seperti telah dikemukakan di atas. Musyawarah yang benar dan baik hanya akan
berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok memiliki pandangan positif terhadap
perbedaan pendapat dan orang lain.
Kelima, kebebasan nurani, persamaan hak, dan kewajiban. Pengakuan akan kebebasan
nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianism)
merupakan norma demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada iktikad baik
orang dan kelompok lain (trust attitude) Norma ini akan berkembang dengan baik jika ditopang
oleh pandangan positif dan optimis terhadap manusia. Sebaliknya, pandangan negatif dan
pesimis terhadap manusia dengan mudah akan melahirkan sikap dan perilaku curiga dan tidak
percaya kepada orang lain. Sikap dan perilaku ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap
enggan untuk saling terbuka, saling berbagi untuk kemaslahatan bersama atau untuk melakukan
kompromi dengan pihak-pihak yang berbeda.
Keenam, trial and error (percobaan dan salah) dalam berdemokrasi. Demokrasi bukanlah
sesuatu yang telah selesai dan siap saji, tetapi ia merupakan sebuah proses tanpa henti. Daiam
kerangka ini demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk
menerima kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi.

Untuk meminimalkan unsur-unsur negatif demokrasi, partisipasi warga negara mutlak


dibutuhkan. Sebagai negara yang masih minim pengalaman berdemokrasinya, Indonesia masih
membutuhkan percobaanpercobaan dan "jatuh bangun" dalam berdemokrasi. Kesabaran semua
pihak untuk melewati proses-proses demokrasi akan sangat menentukan kematangan demokrasi
Indonesia di masa yang akan datang. Namun demikian, demokrasi juga membutuhkan ketegasan
dan dukungan pemerintah sebagai alat negara yang memiliki kewajiban menjaga dan
mengembangkan demokrasi. Demi tegaknya prinsip demokrasi, keterlibatan warga negara
sangatlah penting untuk mendorong negara bersikap tegas terhadap tindakan kelompokkelompok
yang berupaya mencederai prinsip-prinsip demokrasi. Pandangan sektarian dan tindakan
memaksakan kehendak kelompok atas kepentingan umum bisa dikategorikan ke dalam hal-hal
yang dapat mencederai kemurnian demokrasi. Ketegasan negara Ketegasan negara bisa
ditunjukkan dengan menindak tegas, misalnya, sekelompok warga negara yang bertindak anarkis
terhadap warga negara yang lain. Dalam negara demokrasi, alat kematangan demokrasi
keamanan negara (polisi) adalah satu-satunya aparat hukum yang berwenang atas ketertiban
umum.
BAB II
PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
A. Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat merupakan sebuah studi yang membahas segala fenomena yang ada
dalam kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan skeptis dengan mendalami sebab-
sebab terdala, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar. Selain pengertian di atas dalam
pengertiannya filsafat dibagi menjadi dua yaitu secara etimologis dan terminologis. Secara
etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani
yaitu philosophia yang terdiri dari kata philien yang berarti cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan. Jadi bisa kita artikan bahwa filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan atau love of
wisdom dalam arti yang sedalam-dalamnya.
Adapun secara terminologis terdapat beberapa pengertian dari filsafat itu sendiri yang akan
dijabarkan sebagai berikut:
1. Upaya spekulatif (rasional) untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan lengkap
tentang realitas secara keseluruhan
2. Upaya untuk melukiskan realitas akhir dan dasar secara nyata
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuannya seperti sumbernya,
hakikatnya, keabsahannya serta nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang
diajukan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan
untuk mengatakan apa yang kita lihat.

Selain itu definisi dari filsafat banyak dicetuskan oleh para ahli filsafat atau filsuf seperti
Cicero yang berpendapat bahwa filsafat adalah sebagai "ibu dari semua seni" atau "the mother of
all the art" ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae yang berarti seni kehidupan. Menurut
Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang di dalamnya
terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Menurut
Plato, filsafat merupakan pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang
kebenaran yang asli. Menurut Descrates, filsafat merupakan semua pengetahuan di mana Tuhan,
alam, manusia menjadi pokok penyelidikan. Ibnu Sina yang merupakan filsuf islam
mengemukakan bahwa filsafat adalah pengetahuan otonom yang perlu ditimba oleh manusia,
sebab manusia telah di karuniai akal oleh Allah.
Oleh karena itu, banyak dari penulis cenderung mendefinisikan filsafat adalah merupakan ilmu
pengetahuan yang menyangkut atau mengenai segala sesuatu dengan cara memandang sebab-
sebab atau asal-usul terdalam.

Kegunaan Filsafat
Pemanfaatan filsafat dalam kehidupan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kegunaan secara
umum dan kegunaan secara khusus. Kegunaan secara umum yaitu manfaat yang dapat diambil
oleh orang yang mempelajari ilmu filsafat ini secara mendalam , manfaat tersebut dapat berupa
memudahkan dalam penyelesaian masalah-masalah secara kritis. Ciri dari pemanfaatan filsafat
secara umum ini yaitu ketidakterikatan oleh ruang dan waktu. Kegunaan secara khusus yaitu
dapat berupa pemecahan masalah secara tertentu atau spesifik dalam dimensi ruang dan waktu
yang terbatas.

Cabang-Cabang Filsafat
Cabang-cabang dari filsafat untuk memperjelas penjelasan dari filsafat itu sendiri dibagi menjadi
lima cabang yaitu etika, estetika, metafisika, epistemology dan logika.
1) Etika
Istilah etika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani 'etos' dan 'etikos'. Etos berarti sifat,
watak, kebiasaan, tempat biasa. Etikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan
yang baik.Etika sering kali dinamakan filsafat moral karena cabang filsafat ini membahas baik
dan buruknya tingkah laku manusia. Jadi menurut cabang filsafat ini manusia dipandang dari
segi perilakunya. Dapat kita katakan juga bahwa etika merupakan ilmu yang membahas tentang
kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat. Pada
hakikatnya, nilai tindakan manusia terikat pada tempat dan waktu, selain itu dapat kita ketahui
juga bahwa bakik dan buruknya manusia ditentukan oleh sudut pandang masyarakat. Dapat kita
ambil contoh dimana perilaku yang dianggap wajar atau biasa-biasa saja diwilayahnya belum
tentu dianggap biasa saja diwilayah lain,bahkan bisa saja dianggap kurang asusila diwilayah
tertentu. 
2) Estetika
Adalah cabang filsafat yang membahas tentang seni nilai dan keindahan. Istilah estetika berasal
dari bahasa Yunani aisthesis yang berarti pencerapan indrawi, pemahaman intelektual atau
pengamatan spiritual. Adapun istilah art (seni) berasal dari bahasa latin ars yang berarti seni,
keterampilan, ilmu dan kecakapan. Etika dan estetika termasuk dalam cabang filsafat aksiologi
yang membahas tentang hakikat nilai.
3) Metafisika
Salah satu cabang filsafat yang lain adalah metafisika yang berasal dari bahasa Yunani meta
phisyka (sesudah fisika).  Kata metafisika ini juga memiliki berbagai arti, diantaranya dapat
berarti upaya untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau realitas sebagai suatu keseluruhan.
Namun dapat juga kita lihat secara umum bahwa didalam metafisika terdapat  suatu pembahasan
filsafat yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang ada.
Metafisika dipilahkan dalam kosmologi yang membahas tentang kosmos (alam) dan ontologi
yang membahas tentang the being (yang ada) tentang objek. Tentu masih kita ingat terhadap
pendapat plato mengenai ide atau idea yang sempat kita pelajari, dimana pada pandangannya
plato mengatakan bahwa realitas sesungguhnya bukanlah yang tampak oleh kita dalam dunia
kenyataan.
4) Epistimologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa yunani, yakni epitesme yang berarti pengetahuan dan
logos yang berarti kata, pikiran, dan ilmu. Jadinya dapat kita artikan bahwa epistemologi
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan. Contohnya dalam filsafat ilmu
yaitu mempelajari tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan bagaimana cara mendapatkannya.
Dengan mempelajari epistemologi diharap kita dapat membedakan antara pengetahuan dan ilmu,
serta mengetahui kebenaran tentang suatu ilmu tersebut. Persoalan dalam epistemologi
diantaranya adalah bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu?, dari mana pengetahuan itu
diperoleh?. Manusia tidak dapat mengetahui semua aspek dan objek karena keterbatasan
kemampuan manusia, socretes pernah berkata bahwa apa yang saya ketahui adalah bahwa saya
tidak menegtahui apa-apa. Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai
pada titik"pengujian kebenaran" untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu. Ada tiga
ukuran kebenaran yang tampil yaitu gelanggang yang dimana dalam gelanggang diskusi
mengenai teori kebenanran, yaitu teori korespodensi, koherensi dan pragmatis. Penilaian ini
sangat menentukan untuk meenerima, menolak, menambah, atau merubah hepotesa, selanjutnya
diadakanlah teori ilmu pengetahuan.
5) Logika
Logika adalah suatu jenis pengetahuan rasional atau ilmu pengetahuan yang mempelajari
kecakapan atau berpikir lurus, tepat dan teratur. Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana objek
materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran atau proses penalaran) dan objek formal logika
adalah berpikir atau penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses
pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut
dari pernyataan lain yang telah di ketahui yang nanti akan diturunkan kesimpulan. Penyelidikan
logika tidak dilakukan dengan sembarang berpikir. Logika berpikir dipandang dari sudut
ketepatannya. Suatu pemikiran logika akan disebut tepat jika pemikiran sesuai dengan hukum-
hukum serta aturan yang sudah ditetapkan dalam logika.

Ruang Lingkup Filsafat


Seperti halnya pengetahuan, maka filsafat pun dapat ditentukan ruang lingkupnya yang
dipilahkan dalam dua objek yaitu, objek material (lapangan) dan objek forrnalnva (sudut
pandangnya). Objek material filsafat ialah segala sesuatu yang diperrnasalaltkan oleh filsafat.
[1]Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan
dari kajian dari suatu penalaahan atau penelitian tentang pengetahuan. Dan setiap ilmu
pengetahuan pasti mempunyai objek, baik objek yang bersifat materiil maupun objek formal.
 Objek Materil
Adapun mengenai objek formal filsafat, adalah bersifat non-fragmentaris, karena filsafat mencari
pengertian realita secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka okjek
formal filsafat adalah seluruh pengalaman manusia antara lain: etika, estetika, teknik, ekonorni,
sosial, budava, religius dan lain-lain. Dalam hal ini pemikiran filsafat menuntut bahwa seorang
ahli filsafat adalah seorang pribadi yang berkembang secara harmonis dan memiliki pengalaman
secara authentik yang diperoleh dari dunia realita. Objek materiil ini adalah suatu penyelidikan,
pemikiran atau penelitian keilmuan. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu
sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.  Menurut Poedjawijatna,
objek materiil filsafat meliputi segala sesuatu dari keseluruhan ilmu yang menyelidiki sesuatu.
Objek materiil mencakup segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materiil konkret, fisik.
Sedangkan objek nonmateriil meliputi hal-hal yang abstrak, dan psikis, termasuk juga abstrak
logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai dan lain-lain. Jadi, dengan melihat dari beberapa
pendapat mengenai objek filsafat ini dapat dipahami bahwa objek filsafat meliputi berbagai hal,
dengan kata lain, objek filsafat materiil ini tak terbatas, Objek filsafat ini tak terbatas,
Burhanudin Salam, bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia. [2]Baik hal-hal
yang fisik atau tampak maupun yang psikis atau yang tidak tampak. Hal-hal yang fisik adalah
segala sesuatu yang ada baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan. Sedangkan hal-hal yang psikis atau nonfisik adalah masalah Tuhan, kepercayaan,
norma-norma, nilai, keyakinan,dan lainnya. Suatu objek materiil, baik yang materiil dan lebih-
lebih yang nonmateriil sebenarnya merupakan suatu substansi yang tidak begitu mudah untuk
diketahui. Karena didalamnya terkandung segi-segi kuantitatif berganda, berjenis-jenis dan
kualitatif bertingkat-tingkat dari yang konkret ke tingkat abstrak. Sebagai contoh objek
materiilnya adalah 'manusia', dari segi kuantitatif meliputi banyak jenis menurut ras, suku, ciri
khas, dan individualitasnya yang selanjutnya menjadi kompleks dalam setiap perilaku hidupnya.
Contoh tersebut menunjukkan bahwa objek materiil memiliki segi yang jumlahnya tak terhitung.
Sedangkan kemampuan akal fikir manusia bersifat terbatas. Oleh karena itu, dalam rangka
memperoleh pengetahuan yang benar, dan pasti mengenai suatu objek maka perlu dilakukan
pembatasan-pembatasan jenis objek, dan selanjutnya titik pandang artinya dari segi mana objek
materiil itu diselidiki.
 Objek Formal
Objek yang satu ini (objek formal) lebih kepada sifat penelitian yaitu penyelidikan yang
mendalam. Mendalam dalam hal ini berarti ingin mengetahui mengenai objek yang tak empiris.
Menurut Lasiyo dan Yuwono, objek formal adalah sudut pandang yang menyeluruh, umum,
sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materiilnya[1]. Objek fromal ini ingin membahas
tentang objek materiil dari suatu objek sampai ke hakikatnya atau keindahan (esensi) yang
dibahas. Objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap objek materiil,
termasuk prinsip-prinsip yang digunakan, dalam artian objek formal filsafat bersifat
mengasaskan atau berprinsip maka filsafat itu mengonstatir prinsip-prinsip kebenaran dan
ketidak-benaran. Jadi objek formal filsafat itu bersifat mengasaskan atau berprinsip dan oleh
karena mengasas, maka filsatat itu mengongstruksi serta menemukan prinsip-prinsip kebenaran.

B. Ciri Berfikir Filsafat


Filsafat diidentikan dengan berpikir kritis dan mendalam, berpikir sampai ke akar-akarnya.
Filsafat juga melibatkan cara berpikir yang sistematik dan terbuka bagi alam semesta. Lebih
jelasnya, berikut adalah ciri-ciri berpikir filsafat :
1) Radikal, artinya berpikir sampai ke akar persoalan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara
terus bertanya hingga mendapat suatu jawaban yang lebih hakiki. Juga, menghubungkan
suatu konsep atau gagasan dengan yang lainnya, menanyakan "mengapa?" dan mencari
jawaban yang lebih baik dibanding dengan jawaban yang sudah tersedia pada pandangan
pertama. Pandangan itu bisa dibongkar sampai ke akarnya jika kita mampu membongkar
sejumlah asumsi-asumsi sampai menemukan apa landasan filsafatnya.

2) Konsisten/runtut
Bagan konsepsional, hasil perenungan, harus bersifat konsisten/runtut. Lawannya adalah
bagan konsepsional yang kontradiktif alias saling bertentangan. Pernyataan-pernyataan
yang tidak runtut pada dasarnya tidak masuk akal. Contoh;
a. Hujan turun
b. Tidak benar bahwa hujan turun
Kalau kalimat a benar maka otomatis b tidak benar. Demikian pula sebaliknya kalau
kalimat a tidak benar maka kalimat b benar. Suatu perenungan filsafat tidak boleh
mengandung pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Mengapa? Sebab filsafat
berusaha mencari penyelesaian atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaan agar dapat
dipahami. Jawaban atau penyelesaian adalah pernyataan yang terbukti benar, atau
terbukti didasarkan pada bahan-bahan bukti yang lebih mendekati kebenaran. Tidak
mungkin diperoleh penyelesaian kalau kita mengatakan bahwa pernyataan yang
bertentangan dengan pernyataan diatas juga benar.

3) Kritis, artinya tanggap terhadap persoalan yang berkembang dan yangdiketahuinya atau


bahkan mendatanginya. Dalam bukunya yang berjudulBeyond Feelings : A Guide to
Critical Thinking, Vincent Ryan Ruggiero mengatakan bahwa ada tiga aktivitas dasar
yang terlibat dalam pemikiran kritis, yaitu : melakukan tindakan untuk mengumpulkan
bukti-bukti, menggunakan otak bukan perasaan (berpikir logis), skeptis atau rasa ragu
karana adanya kebutuhan atas bukti artinya tidak percaya begitu saja sebelum
menemukan bukti yang kuat.

4) Spekulatif, artinya apa yang diselidiki filsafat didasarkan pada dugaan-dugaan yang
masuk akal, dan tidak berdasarkan bukti empiris. Ini bukan berarti bahwa dugaan filsafat
tidak ilmiah, tapi pemikiran filasafat memang tidak termasuk dalam lingkup kewenangan
ilmu khusus.
Misalanya, filsafat menemukan jawaban pertanyaan apa itu benar (logika) apa itu
baik(etika) apa itu indah (estetika). Itulah yang dilakukan filsafat. Tidak lebih dari itu,
ilmu-ilmu lain dapat memanfaatkan pemikiran filosofis tersebut.
Dengan kata lain, berpikir secara filsafat bersifat konseptual. Karena konseptual maka
merupoakan hasil generalisasi dan abstraksi dari hal-hal kinkrit dan individual.
Berfilsafat tidak berpikir tentang manusia tertentu, tapi manusia secara umum. Cirri inio
melampaui batas pengalaman empiris sehari-hari.

5) Komprehensif, menangdang obyek penyilidikan secara totalitas. Filsafat ingin


mengetahui “apanya” atau hakikat dari obyek tersebut. Filsafat tiddak puas kalau hanya
menyelidiki dari sudut tertentu seperti yang dilakukan ilmuan-ilmuan lain.
Menyeluruh disini berarti bahwa filsafat juga menyelidiki konsep-konsep abstrak seperti
manusia, keadilan, kebaikan, kejahatan, kebebasan. Berarti pula berpikir tentang hal-hal
atau proses-proses yang bersifat umum(universal) filsafat selalu menyangkut pengalaman
umum manusia. Cara berpikir seperti itu menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang
universal.

6) Sistematis, artinya menjawab suatu permasalahan digunakan pendapat-pendapat sebagai


wujud dari proses berfikir filsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan
secara teratur dan mempunyai maksud atau tujuan tertentu.
7) Koheren atau logis, bagan konsional harus bersifat logis. Kesimpulan harus diperoleh
dari premis-premis yang mendahuluinya, premis-premis itu harus diuji kebenarannya.
Jadi, antara satu kalimat dan kalimat lainnya harus hubungan logis. Dalam rangka
tersebut, bagian satu harus terkandung pada bagian lainnya.
Contoh : semua manusia akan mati (premis mayor)
Mandra seorang manusia (premis minor)
Jadi, mandra akan mati (kesimpulan)
Kesimpulan itu benar kalau ditarik dari premis-premis yang benar. Oleh karena itu untuk
menarik kesimpulan yang benar kita harus memeriksa isi premis-premis tadi. Comtoh
diata, kesimpulan benar, karena premis-premisnya benar.

8) Bebas, setiap filsafat adalah hasil pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka social,
cultural, ataupun religious. Socrates misalnya, memilih minum racung daripada
mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menurut keyakinannya. Spinoza menolak
pengangkatan sebagai guru besar filsafat di universitas Heidelberg karena khawatir akan
kehilangan kebebasannya untuk berfikir.
Kebebasan berfikir adalah kebebasan yang disiplin, bukan kebebasan yang anarkis, jadi
ada unsure keterkaitan dalam kebebasan itu. Ikatan itu tidak berasal dari luar, melainkan
dari dalam, yakin fari kaidah dan disiplin pikiran. Dari luar berfikir itu sangat bebas, tapi
dari dalam justru sangat terikat.

9) Bertanggung jawab, orang yang berfilsafat berfikir sambil bertanggung jawab.


Bertanggungjawab terhadap hati nuraninya. Jadi ada hubungannya antara kebebasan
berfikir dalam filsafat dan etika. Selanjutnya, orang yang berfilsafat harus mampu
merumuskan fifkiran-fikirannya sedemikian agar mampu dikomunikasikan kepada orang
lain.

C. Artikulasi Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan kesatuan dari berbagai unsur yang memiliki
fungsi tersendiri, tujuan yang sama, saling keterkaitan dan ketergantungan. Filsafat adalah upaya
manusia mencari kebijaksanaan hidup dalam membangun peradaban manusia. Pancasila adalah
ideologi dasar dalam kehidupan bernegara indonesia. 
Pancasila memiliki 3 landasan pijak filosofis yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Ontologis dalam filsafat adalah tentang hakikat yang paling mendalam dan paling umum
(mendasar). Epistemologis adalah tentang sifat dasar pengetahuan. Aksiologis adalah tentang
penelitian tentang nilai-nilai.
Landasan ontologis pancasila adalah pemikiran filosofis atas sila-sila pancasila sebagai dasar
filosofis negara indonesia. Menurut sephen W. littlejohn dan karen A. Foss, ontology bergadapan
dengan sifat makhluk hidup, dimana ada tiga mainstream utama yaitu determinisme. Pancasila
sebagai dasar filosofis negara indonesia sebagai ontologis pada sila ke : Hal kebebasan beragama
dan menghormati satu sama lain Setiap orang memiliki martabat, HAM, Keadilan yang sama
Ada perbedaan tapi tetap satu (rasa kebangsaan Indonesia) Sistem demokrasi melalui
musyawarah demi tercapainya mufakat untuk menghindari sikotomi mayoritas dan minoritas
Seharusnya, tidak ada kemiskinan dalam negara merdeka (adil secara sosial) Tentunya kita harus
saling mengaitkan antara sila yang satu dengan lainnya. 
Misalnya dengan kita mengkaji sila kelima yang intinya tentang keadilan, maka harus
dikaitkan dengan sila-sila yang lain yaitu Keadilan yang ber ketuhanan (Sila 1) Keadilan yang
berperikemanusiaan ( Sila 2) Keadilan yang berkesatuan/nasionalisme, kekeluargaan (Sila 3)
Keadilan yang demokratis Filsafat pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia
Merupakan kenyataan objektif yang hidup yang berkembang dalam masyarakat. 

Pancasila memberi petunjuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia tanpa
dengan membedakan suku atau ras Filsafat pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan
negara Artinya adalah semua aturan kehidupan hukum kegiatan dala kehidupan berbangsa dan
bernegara berpedoman pada pancasila. Karena pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum bangsa dan negara republik indonesia. Orang yang berpikir filsafat adalah orang yang
tidak meremehkan terhadap orang yang lebih rendah derajatnya dan tidak menyepelekan masalah
yang kecil, selalu berpikiran positif, kritis, bersifat arif bijaksana, universal, dan selalu optimis
Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki beberapa nilai yaitu nilai objektif dan subjektf Nilai-
nilai filsafat pancasila sebagai berikut : 
Nilai pancasila timbul dari bangsa indonesia itu sendiri Nilai-nilai yang terdapat dalam
pancasila merupakan hasil dari buah pemikiran, penilaian, dan refleksi filosofis dari bangsa
indonesia itu sendiri. Ideologi pancasila berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya karena dalam
isi pancasila diambil dari nilai budaya bangsa dan religi yang telah melekat erat. Sehingga jiwa
pancasila adalah jiwa bangsa indonesia itu sendiri, sedangkan ideologi lain seperti liberalis,
sosialis, komunis, dan lain sebagainya merupakan hasil dari buah pemikiran filsafat orang. Nilai
pancasila merupakan filsafat bangsa indonesia Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
indonesia menjadi pedoman bangsa untuk mengatur aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sekaligus menjadi cermin jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan dalam kehidupan bermaasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pancasila merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bangsa indonesia
Karena pancasila bersumber dari kepribadian bangsa. Sehingga dalam perjalanannya akan
selaras dengan nilai-nilai pancasila. Fungsi dan tujuan pancasila itu antara lain : Cita-cita
Nasional Cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana telah dirumuskan oleh para bapak
pendiri negara kita yaitu : "mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia". para
pendiri negara kita telah sepakat bahwa landasan, pangkal tolak ukur atau platform untuk
mencapai cita-cita tersebut, ialah pancasila. 
Oleh karena itu, seluruh warga negara baik yang duduk pemerintahan negara, yang duduk di
organisasi politik atau organisasi sosial maupun warga negara pada umumnya, berangkat dari
dari pangkal tolak perjuangan yang sama, yaitu pancasila. Sehingga bangsa indonesia mewakili
wawasan yang sama dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Wawasan itu
adalah wawasan nasional. 
Tujuan Nasional Tujuan nasional indonesia yang ada pada pembukaan undang-undang dasar
1945 adalah mencakup tiga hal, yaitu : Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh
tumpah darah indonesia Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
Ikut melaksanakan ketertiban dunia Dari ketiga point diatas dapat kita simpulkan bahwa negara
indonesia melindungi negara tanah air dan seluruh warga negara indonesia baik yang berada
didalam maupun diluar negeri. Selain itu negara kita menginginkan situasi dan kondisi rakyat
yang bahagia, makmur, adil, sentosa, dan lain sebagainya.
D. Aliran-aliran filsafat
a. Agnositisme merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa allah itu tidak ada  karna
tidak ada1 pun manusia yang tau keberadaannya. Secara etimologi agnastisisme berarti
seseorang yang tidak mengetahui.
b. Eksistestensial adalah suatu aliran yang berpendapat bahwa manusia dipandang sebagai
makhluk yang harus aktif dengan apapun yang ada dilingkungannya dan semua yang
dikerjakan oleh manusia harus dilakukan dengan secara sadar.
c. Nihilisme adalah suatu aliran yang sering disangkut pautkan dengan friedrich Nietzsche,
aliran ini berpendapat semua yang ada didunia dean terutama manusia tidak memiliki satu
tujuan.
d. Monoisme adalah aliran yang berpendapat bahwa dari asalnya inti dari semua yang ada
didunia ini hanya ada satu, baik berupa materi maupun rohani dan tidak mungkin semua
yang ada didunia ini berdiri sendiri tanpa ada yang membantu menopangnya. Salah satu
tokoh filsuf yang dikelompokan dalam aliran ini adalah Plato karna ia berpendapat bahwa
alam ide adalah kenyataan yang sebenarnya.

E. Pancasila Sebagai Suatu Sistem dan Kesatuan sila-sila dalam Pancasila


Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis dasar epistemplogis serta
dasar epistemologi sila-sila Pancasila. Sebagaımana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila
Pancasila adalah bersifat dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan
hubungan hierarkhis sila-sila dalam Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam
pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain
kesatuan sila-sila Pancasila itü hierarkhis dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu
menyangkut makna serta untuk hakikat sila-sila -Pancasila. Kesatuan yang demikian ini meliputi
kesaman dalam hal dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila
Pancasila (Notonagoro, 1984:61 dan 1975:52,57). Secam filosofis casila sebagai suatu kesatuan
sistem filsafat memiliki, dasar ontolo is, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang
berbeda de gan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialıcsial isme, isme komunisme,
idealisme dan lain paham filsafat di dunia.
I. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesaman yang menyangkut
sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau secara
filosofis merupakan dasar ontologis sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila,
setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusİa, yang
memiliki hakikat mutlak oleh karena itü hakikat dasar İni juga disebut sebagai Sübjek
pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkempnusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusayawaratan / perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia
(Notonagoro, 1975: 23 ). Demikian jugajikalau kita pahami dari segi filsafat negara bahwa
Pancasila adalah dasar filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur
rakyat adalah manusia itü sendiri, sehingga tepatlah jikalaü dalam filsafat Pancasila bahwa
hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat , raga danjiwa jasmani dan rokhani, sifat kodrat
manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia
sebagai nıakhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
kedudukan kodrat manusia sebagai makhlük pribadi berdiri sendiri dan sebagâi makhJuk Tuhan
inilah maka şecara hierarkhis sila pertama Ketuhanan yahg Maha Esa mendasari dan • menjiwai
keempat sila-sila Pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975 : 53).
Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa
hubungan sebab-akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan,
manusia, sam, rakyat dan adil adalah sebagai şebab adapun negara adalah sebagai akibat.
Sebagai suatu sistem filsafat landasan sila-sila Pancasila itü dalam hal isinya mepnjukkan
suatu hakikat makna yang bertingkat ( Notonagoro, tanpa tahun: 7), serta ditinjau dari
keluasannya memiliki bentuk piramidal.
II. Dasar epistemologis sila-sila pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga me rupakan suatu sistem
pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pan casila merupakan pedoman atau dasar bağ
bangsa Indonesia dalam memandang realitaş alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan 
negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam meríyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti yang demikian ini
telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan ( beliefsystem yang telah
menyangkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok.
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini berani filsafat telah menjelma menjadi
ideologi (Abdulgani, 1998). Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga ünsur pokok
agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu :
1) logos yaitu rasionalitas atau penalamnnya
2) pathos yaitu penghayatannya, dan
3) ethos yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996: 3).
Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka Pancasila harus memiliki unsur rasional
terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem  pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnyå. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat
Pancasila (Soeryanto, .1991: 50). O eh karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak dapat
dipisahkan d ngan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia me pakan basis
ontologis dari Pancasila, maka dengan demikian memp yai implikasi terhadap bangunan
epistemologi, yaitu bangunan epi emologi yang ditempatkan dalam. bangunan filsafat manusia
(Prana 1996 : 32 ).

III. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila


Sila-sila Pancasila sebagai sutau sistem filsafat juga memiliki satu kesatüân dasar
aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnyajuga
merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam. teori tentang nilai dan hal ini sangat
tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang
pengertian nilai dan hierarkhinya. Misalnya kalangan matefialis memandang bahwa hakikat nilai
yang tertinggi adalah nilai   material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang teflinggi
adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita
kelompokkan pada dua macam sudut pandang ya itu bahwa sesuatu itu bemilai karena berkaitan
dengan Subjek pemberi  nilai yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat pan
dangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itü memang pada dirinya sendiri memang bemilai, hal ini
menıpakan pandangan dari paham  objektifitas.
Pada hakikatnya segala sesuatu itü bemilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan ma nusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama
dalam menggolonggolongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka mgam tergantung
pada sudut pandangnya masing-masing.
Max Scheler misalnya mengemukakan bahwa nilai pada hakikatnya berjenjang, jadi tidak
sama tingginya dan tidaksama luhumya. Nilai-nilai itü dalam kenyataannya ada yang lebih tingşi
dan ada yang lebih rendah bilamana dibandingkan satu dengan lainnya. Selalu dengan
pandangan tersebut, Notonagoron merinci nilai di samping. bertingkat juga berdasarkan jenisnya
ada yang bersifat material dan non' material. Dalam hubungân ini manusia memiliki orientasi
nilai yang berbeda tergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masingmasing. Ada
sekelompok orang mendasarkan pada orientasi nilai material, namun ada pula yang sebaliknya
yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial. sesuatu yang nonmatârial itü mengandung nilai
yang bersifat mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur yaitu
menggunakan indm mawun alat pengukur laimaya sepefti berat, panjang, lebar, luas sebagainya.
Dalam menilai hal-hal yang bersifat rokhaniah yang menjadi alat ukur adalah hati nurani manusi
yang dibantu oleh alat indm manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta ke akinan manusia. 
Menurut Not nagoro bahwa nilai-nilai Pancasila nilai kerokhanian, tetapi nilai-nilai
kerokhanian yang mengakui nilafmaterial dan nilai vitai. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila
yang tergolong nilai kerokh ian itü juga mengandung -nilai-nilai lain  secara lengkap dan ham is
yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan a estetis, nilai kebaikan atau nilai
moral, maupun nilai kesucian yan secara keselumhan bersifat sistematik-hierarkhis, di mana sila
penama yaim Ketuhanan yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan Sosial
sebagai tujuannyâ (Dannodihardjo, 1978).
A. Teori Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tenüng pengertian serta hierarkhi
nildi. Misalnya lalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai material,
kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmaün. Pada
hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana
hubungan nilai  tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut
pandang dalant rangka penggolongan itu.
Sebagaimana dijelaskan di muka, Max Scheler mengemukakan   bahwa nilai-nilai yang
ada, tidak sama luhumya dan sama tingginya. Nilai-nilaï itu secara senyatanya ada yang lebih
tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai Iainnya. Menurut tingi 
rendahnya, nilai-nilai dapat djkelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
1). Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-  nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan (Die Wertreihe  des Angnehmen upd
Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2). Nikai-nilai kebidupan: dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan.
3). Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte)
yang sama sekali tidak tergantung  dari keadaanjasmanßmaupun lingkungan. Nilai-nilai
semacam ini iaIah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan mumi yang dicapai  dalam
filsafat.
4). Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci
dan tak suci (wermodalitas des Heiligen und Unheiligen). Nilai-nilai semacam ini
terutama terdiri dari nilai-ni-   lai pribadi (Frondizi, 1963; Driyarkara, 1978).

Anda mungkin juga menyukai