2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyelenggaraan mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, meliputi:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat 3,
Pasal 30 ayat 1, dan Pasal 31 ayat 1, 3, dan 5. Pasal 27 ayat 3 menyebutkan
bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. Pasal 30 ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam Undang-
Undang. Pasal 31 ayat 5 menyebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
b. Keputusan Mendikbud dan Menhankam No: 061U/1985 dan
KEP/002/II/1985 tanggal 1 Februari yang berisi tentang mata kuliah
Kewiraan (Kewarganegaraan) sebagai salah satu Mata Kuliah Dasar Umum
(MKDU) pada semua Perguruan Tinggi di Indonesia.
c. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan
UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menjelaskan bahwa Pendidikan Bela Negara dan Pendidikan Kewiraan
termasuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa Kurikulum
Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Pendidikan Agama,
Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
d. Keputusan Dirjen Dikti No: 267/DIKTI/Kep/2000 tentang Penyempurnaan
GBPP Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan
Kewarganegaraan, Keputusan Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2002
tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi, Keputusan Dirjen Dikti No.
43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Menurut Keputusan Dirjen Dikti No: 43/DIKTI/kep/2006 visi Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman
dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi bahwa mahasiswa
adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religius,
berkeadaban, berkemanusiaan, cinta tanah air dan bangsanya.
Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah untuk
membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai menerapkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
3. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologi pendidikan merupakan asumsi-asumsi yang bersumber
dari kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Kaidah-kaidah sosiologi tersebut menjelaskan bahwa manusia itu pada dasarnya
termasuk makhluk individu, bermasyarakat, serta berbudaya. Dalam hidup
bermasyarakat manusia memiliki norma-norma yang mereka bentuk dan
mereka anut yang akhirnya menghasilkan suatu kebudayaan yang mencirikan
kekhasan suatu masyarakat tertentu.
Landasan sosiologis pendidikan juga merupakan analisis ilmiah tentang
proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.
Kegiatan pendidikan itu merupakan suatu proses interaksi antar pendidik
dengan peserta didik, antara generasi satu dengan generasi yang lainnya. Kajian
sosiologi pendidikan sangat esensial, karena merupakan sarana untuk
memahami sistem pendidikan dengan keseluruhan hidup masyarakat.
Kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, loyalitas pada kelompok
merupakan awal dan rasa bangga dalam masyarakat tertentu, yang semuanya ini
merupakan landasan bagi pendidikan. Masyarakat atau bangsa Indonesia
berbeda dengan masyarakat atau bangsa lain. Hal-hal yang berkaitan dengan
perwujudan tata tertib sosial, perubahan sosial, interaksi sosial, komunikasi, dan
sosialisasi, merupakan indikator bahwa pendidikan menggunakan landasan
sosiologis.
4. Landasan Politik
Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses
demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap
dinamika kehidupan politik nasional, melainkan juga terhadap dinamika sistem-
sistem lain yang menunjang penyelenggaraan kehidupan kenegaraan.
Pembangunan sistem politik yang demokratis tersebut diarahkan agar mampu
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
makin mempererat persatuan dan kesatuan Indonesia yang akan memberikan
ruang yang semakin luas bagi perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan
yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan politik pada hakikatnya adalah rangkaian usaha untuk
menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945, agar tingkah laku politik warga negara dalam
kesehariannya selalu berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar NRI 1945.Permasalahan yang di hadapi adalah partisipasi politik
generasi muda belum dimaksimalkan dan generasi muda masih belum paham
akan sesungguhnya pendidikan politik, sehingga partisipasi politik masih
rendah, hal tersebut dikatakan Affandi dan Anggraeni (2011: 39) :…generasi
muda merupakan aset partisipasi dalam politik yang masih belum
dimaksimalkan. Generasi muda masih belum paham akan sesungguhnya
pendidikan politik yang ada. Alhasil, partisipasi terhadap politik pun masih
rendah.Pendidikan politik menginginkan agar siswa berkembang menjadi
warganegara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari
bangsanya dan sadar akan hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai
tersebut, untuk itu pendidikan kewarganegaraan perlu diajarkan di sekolah
dengan alasan bahwa siswa memerlukan pengertian yang lebih mendalam
mengenai nilai-nilai politik baik sebagai kerangka berpikir dalam mengambil
keputusan maupun sebagai landasan dalam diskusi umum.Dalam konteks ini
peranan dan tanggungjawab sekolah seyogianya mampumemperkuat kebajikan
siswa dan kesadaran sebagai warga negara dan membantu siswa untuk melihat
kesesuaiannya dari aspek kewarganegaraan dalam kehidupannya. Oleh karena
itu, pendidikan kewarganegaraan didalamnya terdapat pengembangan
kompetensi warga negara untukmembentuk partisipasi siswa sebagai bagian
dari warga negara yang bermutu dan bertanggungjawab.
Pendidikan Kewarganegaraan berperan penting dalam kegiatan
menjelaskan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan siswa dalam nilai-nilai
politik.Suryadi (2000:24) menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
menekankan pada empat hal Pertama, Pendidikan Kewarganegaraan bukan lagi
sebagai indoktrinasi politik. Kedua, Pendidikan Kewarganegaraan
mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan
proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan memusatkan perhatian pada pembentukan
kecerdasan (civic intelligence), tanggungjawab (civic responsibility), dan
partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk
mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Ketiga, Pendidikan
Kewarganegaraan adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang
selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas watering down seharusnya
diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada
latihan penggunaan nalar dan logika.Keempat, Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai laboratorium demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu
berkembang.
Winataputra (2001:317) memandang bahwa, Pendidikan Kewarganegaraan
dalam paradigma baru mengusung tujuan utama mengembangkan “civic
competences” yakni civic knowledge (pengetahuan dan wawasan
kewarganegaraan), civic disposition (nilai, komitmen, dan sikap
kewarganegaraan), dan civic skills (perangkat kecakapan intelektual, sosial, dan
personal kewarganegaraan) yang seyogianya dikuasai oleh setiap individu
warga negara.Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan
dengan materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warga negara berkaitan
dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pengetahuan ini bersifat
mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah dan sistem sosial yang
ideal sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara
kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan
secara damai dalam masyarakat global.