Anda di halaman 1dari 9

Nama: Rafi Azkiyai Ramdhani

NIM: 221424052
Kelas: 1B-TKPB
Pendidikan Kewarganegaraan
Jum’at, 20 Januari 2023
Dosen: Usep Saepurohman, M.Pd.

Tugas 1

1. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


• Hakikat
Pendidikan Kewarganegaraan atau civic education adalah mata pelajaaran
dasar yang dirancang untuk mempersiapkan para warga negara muda untuk
mendorong peran aktif mereka di masyarakat setelah mereka dewasa. Pernyataan
di atas, sejalan dengan penjelasan pasal 39 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta


didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
warganegara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa negara.

Dari kedua pernyataan di atas, dapat peneliti tegaskan bahwa Pendidikan


Kewarganegaraan lebih memberikan pembekalan kepada warga negara agar
menjadi warga negara memiliki peran aktif di masa yang akan datang.
• Tujuan
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Adapun tujuan pembelajaran PKn yang dikemukakan oleh A. Kosasih
Djahiri (1994/1995:10) dalam Almi Novitasari (2008:20) adalah sebagai berikut :
Secara umum tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional yaitu: Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu menusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan
kesehatan jasmani dan rohani kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Secara khusus bertujuan untuk: membina
moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu prilaku yang
memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Esa dalam masyarakat yang
terdiri dari berbagai golongan agama, prilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil
dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dan masyarakat yang
beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat
kepentingan dapat diatasi melalui musyawarah mufakat serta prilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan upaya untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut pendapat di atas, tujuan utama pendidikan kewarganegaraan yaitu
untuk membentuk masyarakat yang memiliki budi pekerti dan selalu berpikir kritis
dalam menanggapi isu kewarganegaraan serta selalu berpartisipasi aktif dan
bertanggung jawab serta bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan karakter masyarakat
Indonesia yang baik dan aktif dalam kehidupan antar bangsa dan negara.

2. Konsepsi dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah dan Perguruan Tinggi


• Konsep
Konsep Pendidikan Kewargaan, Azra (dalam ICCE, 2003) memandang
bahwa secara substantif istilah Pendidikan Kewargaan tidak saja mendidik generasi
muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanannya
dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga
membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society). Dengan
demikian, orientasi Pendidikan Kewargaan secara substantif lebih luas
cakupannya daripada Pendidikan Kewarganegaraan.
Secara paradigmatik Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga domain,
yakni 1) domain akademik; 2) domain kurikuler; dan 3) aktivitas sosial-kultural
(Winataputra, 2001). Domain akademik adalah berbagai pemikiran tentang
Pendidikan Kewarganegaraan yang berkembang di lingkungan komunitas
keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep dan praksis pendidikan
kewarganegaraan dalam lingkup pendidikan formal dan nonformal. Sedangkan
domain sosial kultural adalah konsep dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan di
lingkungan masyarakat (Wahab dan Sapriya, 2011). Ketiga komponen tersebut
secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan warga
negara yang baik (good citizens), yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan
(civic knowledge), nilai, sikap dan watak kewarganegaraan (civic disposition), dan
keterampilan kewarganegaraan (civic skill).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang


dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural dan bahasa
untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi
oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003).

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum


bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia,
sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang
memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung
jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Sudjatmiko, 2008).

• Urgensi
Pendidikan kewarganegaraan memegang peran penting dalam
pembentukan karakter anak bangsa. Selain itu pendidikan kewarganegaraan juga
merupakan inti dalam membangun suatu kesatuan bangsa dan Negara.
Perkembangan pendidikan kewarganegaraan tentunya tidak akan lepas dari
globalisasi, karena bidang kajian ini membahas tentang kehidupan sehari-hari
berbangsa dan bernegara. Perkembangan yang pesat seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi menandai masuknya globalisasi ke dalam suatu negara, masuknya
globalisasi tidak dapat dihindarkan, karena jika kita menghindari perubahan dan
perkembangan tersebut maka kita akan menjadi negara yang tertinggal. Pengaruh
globalisasi yang dapat dilihat yakninya perubahan tatanan kehidupan. Oleh sebab
itu, pendidikan kewarganegaraan yang mampu membentuk karakter bangsa mampu
mengendalikan efek negative dari globalisasi tersebut. Salah satu contoh globalisasi
yang mampu merubah tatanan kehidupan yaitu masuk nya budaya asing yang
mengakibatkan ancaman terhadap budaya local. Seperti diadakannya "prom night"
yang berasal dari amerika serikat, menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan
tata cara masyarakat, dan mengkonsumsi makanan khas luar dan menganggap
makan local telah kuno.
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya landasan
urgensi pendidikan kewarganegaraan di suatu Negara. Karena, pendidikan
kewarganegaraan mencangkup pemahaman dan penanaman rasa nasionalisme
yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya pendidikan
kewarganegaraan di era globalisasi, karena pendidikan tersebut pada dasarnya
merupakan komitmen moral yang kuat terhadap kemanusiaan global.
Selain factor luar seperti pengaruh globalisasi, factor internal juga mampu
mempengaruhi karakter anak bangsa. Seperti yang di ketahui bahwa Pendidikan
kewarganegaraan mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh konstitusi atau UU
yang berlaku dan juga di tentukan oleh pelaksanaan konstitue tersebut. Sehingga
pendidikan kewarganegaraan memiliki kemungkinan besar untuk di jadikan alat
politik suatu rezim pemerintahan yang akan menimbulkan suatu permasalahan
seperti, menghancurkan berbagai macam nilai demokrasi pada suatu masyarakat,
memudarkan nilai kewarganegraan pada masyarakat, menurunkan nilai toleransi
dalam masyarakat, melemahkan nilai nilai keluarga memudarnya nilai-nilai
kejujuran, meningkatnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam
masyarakat dan dalam penyelenggaraan terhadap pemerintah, serta terjadinya
kerusakan pada sistem dan kehidupan ekonomi dalam suatu bangsa dan Negara.
Oleh sebab itu, untuk menghindari dari permasalahan yang akan menghancurkan
kesatuan dalam berbangsa dan bernegara dibutukannya pendidikan
kewarganegaraan (PKn) di masa depan.

3. Landasan Historis, Yuridis, Sosiologis, dan Politis


• Historis
Landasan Historis adalah fakta-fakta sejarah yang dijadikan dasar bagi
pengembangan pendidikan Pancasila, baik menyangkut formulasi tujuan,
pengembangan materi, rancangan model pembelajaran, dan evaluasinya.
Berdasarkan landasan historis, pancasila dirumuskan dan memiliki tujuan
yang dipakai sebagai dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya diambil dari
nilai-nilai pandangan hidup masyarakat.
Fakta historis tersebut membentang mulai dari kehidupan prasejarah,
sejarah Indonesia lama, masa kejayaan nasional, perjuangan bangsa Indonesia
melawan sistem penjajahan, proklamasi kemerdekaan, hingga perjuangan
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia.
• Yuridis
Landasan Yuridis menyangkut aturan perundang-undangan yang mendasari
pelaksanaan Pendidikan Pancasila. Pancasila secara yuridis konstitusional telah
secara formal menjadi dasar negara sejak dituangkannya rumusan Pancasila dalam
pembukaan UUD 1945.
Secara hierarkis, landasan yuridis dapat ditelusuri dari UUD 1945,
Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri,
Keputusan Direktur Jenderal, dan lain-lain.
• Sosiologis
Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang dilakukan oleh para pejuang,
serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat berjuang
mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial kultural. Inilah
sumber PKn dari aspek sosiologis. PKn dalam dimensi sosiologis sangat diperlukan
oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga, memelihara, dan
mempertahankan eksistensi negara-bangsa. Upaya pendidikan kewarganegaraan
pasca kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di sekolah-sekolah hingga
terbitnya buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia dan Masjarakat
Baru Indonesia (Civics) yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M.
Hoetaoeroek, Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr.
J.C.T. Simorangkir. Pada cetakan kedua, Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan
Kebudajaan, Prijono (1960), dalam sambutannya menyatakan bahwa setelah
keluarnya dekrit Presiden kembali kepada UUD 1945 sudah sewajarnya dilakukan
pembaharuan pendidikan nasional. Tim Penulis diberi tugas membuat buku
pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hakhak warga negara Indonesia dan
sebab-sebab sejarah serta tujuan Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, Sosiologi kemudian adalah sebuah ilmu yang dimana
mempelajari kehidupan antar manusia. Dalam sebuah ilmu sosisologis maka
kemudian didalamnya sendiri terdapat kajian yang dimana tedapat latar belakang,
susunan, dan berbagi pola dari sebuah kehidupan sosial yang dimana terdapat dari
berbagai macam golongan dan juga kelompok yang dimana ada pada masyarakat,
kemudian disamping itu pula terdapat berbagai macam masalah sosial, perubahan,
dan juga berbagai pembaharuan yang dimana terdapat di dalam masayrakat. Dari
pendekatan sosiologis ini kemudian diharapkan untuk dapt melakukan sebuah
kajian terhadap struktur sosial, proses sosial, dan berbagai macam perubahan sosial
dan berbagai masalah sosial untuk dapat diselesaikan secara bijaksana dengan
menggunakan nilai-nilai Pancasila.
• Politis
Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum sekolah yang berlaku
dinamakan Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya tercantum
mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Dalam mata pelajaran tersebut
materi maupun metode yang bersifat indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan
materi dan metode pembelajaran baru yang dikelompokkan menjadi Kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila. Dalam Kurikulum 1968 untuk jenjang SMA, mata
pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara termasuk dalam kelompok pembina Jiwa
Pancasila bersama Pendidikan Agama, bahasa Indonesia dan
Pendidikan Olah Raga. Mata pelajaran Kewargaan Negara di SMA
berintikan: (1) Pancasila dan UUD 1945; (2) Ketetapan-ketetapan MPRS 1966 dan
selanjutnya; dan (3) Pengetahuan umum tentang PBB.
Sumber politis kemudian berasal dari fenomena yang dimana terjadi pada
kehidupan berbangsa di Indonesia itu sendiri yang dimana tujuannya adalah agar
kita mampu unutk melkaukan formulasi terhadap berbagai macam saran tentang
upaya dan juga sebuah usaha yang dimana kemudian akan berguna untuk
melakukan perwujudan dari kehidupan politik yang dimana ideal dan juga sesuai
dengan nilai Pancasila.

4. Dinamika dan Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan


• Dinamika
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) merupakan materi
substansi yang harus diketahui oleh warga negara. Pada prinsipnya pengetahuan
yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajiban
sebagai warga negara, pengetahuan tentang struktur dan sistem poitik dan
pemerintahan, nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis, cara-cara
kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama, serta hidup berdampingan secara
damai dalam masyarakat internasional. Keteramtpilan kewarganegaraan (civic
skills), merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan
kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang
bermakna. Persoalan lain yang dihadapi bangsa ini adalah tentang pembentukan
masyarakat madani yang sering disebut civil society, terwujudnya masyarakat
demokratis, pelaksanaan otonomi daerah, dan terrealisasinya pemerintahan yang
bersih melalui jalur pendidikan nasional. Harus diakui upaya untuk
mengaktualisasikan demokrasi dan civil society di Indonesia melalui jalur
pendidikan kelihatannya masih harus menempuh jalan panjang, terjal, dan berliku-
liku. Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan di perguruan
tinggi harus melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi,
serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru.
• Tantangan
Tantangan PKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena
tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu
kesatuan. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU
No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga
tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004
memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan / pendidikan
kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang
lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral. Pada kurikulum
2013 yang baru saja disahkan akhir tahun 2013 lalu, nama pendidikan
kewarganegaraan diganti lagi dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn). Dalam kurikulum tersebut penekan tentang sikap (afeksi) begitu
ditonjolkan. Persoalanya sekarang adalah bagaimana menemukan pendekatan yang
terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep PKn agar siswa dapat menggunakan
dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana membuka wawasan berfikir
dan beragam dari seluruh siswa agar konsep yang dipelajarinya dapat dikaitkan
dengan kehidupan nyata. Inilah tantangan PKn kedepannya. Seiring dengan
perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri diharapkan akan semakin
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kewaganegaraan dan warga negara
sehingga dapat semakin memperbaiki moral bangsa ini.

Anda mungkin juga menyukai