Anda di halaman 1dari 25

KONSEP DASAR PKN

I. KONSEP DASAR pendidikan Kewarganegaraan

 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Definisi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Para Ahli

Azyumardi Azra:

“Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang


pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban
warganegara serta proses demokrasi.”

Pendidikan demokrasi menyangkut: Sosialisasi; Diseminasi dan aktualisasi konsep; Sistem;


Nilai; Budaya; dan Praktek demokrasi melalui pendidikan.

Pendidikan HAM mengandung pengertian,


“sebagai aktivitas mentransformasikan nilai-nilai HAM agar tumbuh kesadaran akan
penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai sesuatu yang kodrati dan dimiliki
setiap manusia”.

Zamroni:
“Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.”

Merphin Panjaitan:
“Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik
generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan
yang dialogial.”

Soedijarto:
“Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun
sistem politik yang demokratis.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang pemerintahan, kionstitusi, lembaga demokratis, HAM, dan masih banyak
lagi. Yang mempunyai tujuan untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menjadi rakyat yang
dapat bersikap demokratis (dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat).

 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan

Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu
negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Agar dapat
membentuk kepribadian masyarakat yang cinta tanah air dan bangga terhadap negaranya. Selaku
warga masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu
mengantisipasi hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks
dinamika budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat
mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan
kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.

1. Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan selama penjajahan
,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan mengisi
kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda sesuai dengan
zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda diharap bangsa Indonesia
berdasarkan kesamaan nilai-nulai kejuangan bangsa yang dilandasi jiwa,tekad dan
semangat kebangsaan. Semangat perjuangan bangsa yang tidak mengenal menyerah
harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
2. Semangat perjuangan bangsa mengalami pasang surut sesuai dinamika perjalanan
kehidupan yang disebabkan antara lain pengaruh globalisasi yang ditandai dengan
pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya dibidang informasi, Komunikasi dan
Transportasi, sehingga dunia menjadi transparan yang seolah-olah menjadi kampung
sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia serta mempengaruhi pola
pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia.
3. Semangat perjuangan bangsa indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi
globalisasi. Warga negara Indonesia perlu memiliki wawasan dan kesadaran
bernegara,sikap dan perilaku, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya NKRI.

 Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan

1. UUD 1945
2. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa
Indonesia tentang kemerdekaanya).
3. Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
4. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
5. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.
6. Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.
7. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
8. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

1. Agar para mahasiswa memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya
secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas.
2. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, patriotisme, cinta
tanah air dan rela berkorban bagi bangsa dan negara.
3. Menguasai pengetahuan dan memahami aneka ragam masalah dasar kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang akan diatasi dengan pemikiran berdasarkan
Pancasila, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional secara kritis dan betanggung
jawab.
4. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan
keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Serta mewujudkan Kepribadian
masyarakat yang demokratis”.
5. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku
yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan
yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan
golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui
musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan
sosial seluruh rakyat Indonesia.

 Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan

1. Menjadi warga negara yang memiliki wawasan berbangsa dan bernegara.


2. Menjadi warga negara yang komit terhadap nilai-nilai Hak Asasi manusia dan
demokrasi, berpikir kritis terhadap permasalahannya.
3. Berpartisipasi dalam:
4. Upaya menghentikan budaya kekerasan dengan damai dan menghormati supremasi
hukum.
5. Menyelesaikan konflik dalam masyarakat dilandasi sistem nilai Pancasila dan universal.
6. Berkontribusi terhadap berbagai persoalan dalampublic policy.
7. Memiliki pengertian internasional tentangcivil society dan menjadi warga negara
yang kosmopolit.

DAFTAR PUSTAKA

http://oloparulian.blogspot.com/2013/02/tujuan-dan-fungsi-pendidikan.html

https://wninomor1.wordpress.com

https://kewarganegaraanblog.wordpress.com/2013/10/25/definisi-pendidikan-kewarganegaraan-
menurut-ahli/
KONSEP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (hakikat,
fungsi, tujuan dan ruang lingkup)

KONSEP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Pendidikan Kewarganegaraan adalah terjemahan dari istilah asing civic education atau

citizenship education. Terhadap dua istilah ini, John C. Cogan telah membedakan dengan

mengartikan civic education sebagai “...the foundational course work in school designed to

prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives” (Cogan,

1999), atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga

negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.

Sedangkan citizenship education digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian

yang lebih luas yang mencakup

“...both these in-school experiences as well as out-of school or non-formal/informal learning


which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media,
etc which help to shape the totality of the citizen” (Cogan, 1999).

Artinya, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman

belajar di sekolah dan luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, organisasi

keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan dalam media.

Di sisi lain, David Kerr mengemukakan bahwa "Citizenship or Civics Education is

construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and

responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching

and learning) in that preparatory process". (Kerr, 1999). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa

pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda
untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran

pendidikan (termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar) dalam proses

penyiapan warga negara tersebut.

Untuk konteks di Indonesia, citizenship education oleh beberapa pakar diterjemahkan

dengan istilah pendidikan kewarganegaraan (ditulis dengan menggunakan huruf kecil semua)

(Winataputra, 2001) atau pendidikan kewargaan (Azra, 2002).

Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa istilah citizenship education lebih luas

cakupan pengertiannya dari pada civic education. Dengan cakupan yang luas ini maka

citizenship education meliputi didalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus (civic

education). Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka menyiapkan warga

negara generasi muda akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, sedang

civic education adalah citizenship education yang dilakukan melalui persekolahan.

Sementara itu, berkaitan dengan konsep Pendidikan Kewargaan, Azra (dalam ICCE,

2003) memandang bahwa secara substantif istilah Pendidikan Kewargaan tidak saja mendidik

generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanannya dalam

konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah

Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga negara menjadi

warga dunia (global society). Dengan demikian, orientasi Pendidikan Kewargaan secara

substantif lebih luas cakupannya daripada Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini sejalan dengan

pembedaan pengertian civic education dan citizenship education di atas.

Secara paradigmatik Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga domain, yakni 1)

domain akademik; 2) domain kurikuler; dan 3) aktivitas sosial-kultural (Winataputra, 2001).

Domain akademik adalah berbagai pemikiran tentang Pendidikan Kewarganegaraan yang


berkembang di lingkungan komunitas keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep dan praksis

pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup pendidikan formal dan nonformal. Sedangkan

domain sosial kultural adalah konsep dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan

masyarakat (Wahab dan Sapriya, 2011). Ketiga komponen tersebut secara koheren bertolak dari

esensi dan bermuara pada upaya pengembangan warga negara yang baik (good citizens), yang

memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai, sikap dan watak

kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skill).

Menurut Zamroni ( Tim ICCE, 2005: 7) pengertian pendidikan kewarganegaraaan

adalah:

“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat”. Diharapakan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Rebuplik
Indonesia. Hakekat NKRI adalah negara kebangsaan modern”.

Pendidikan Kewarganegaraan dijelaskan dalam Depdiknas (2006:49), Pendidikan

kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warganegara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Lebih lanjut Somantri (2001: 154) menyatakan bahwa:

“PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasaryang berkenan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan
pendahuluan bela negara menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat

membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural dan bahasa untuk menjadi warga

negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk

mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap,

dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi

secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara (Sudjatmiko, 2008).

B. HAKIKAT, FUNGSI, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PKn

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila

sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar

pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku

dalam kehidupan sehari-hari para mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik,

anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hakikat Pendidikan Kewarganegaran

adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari

segi agama,sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang

cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.

Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Nasional

Apabila kita kaji secara historis-kurikuler mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

tersebut telah mengalami pasang surut pemikiran. Sejak lahir kurikulum tahun 1946 di awal

kemerdekaan sampai pada era reformasi saat ini.

a. Tahun 1957
Pada tahun ini mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan. Isi pokok materinya

meliputi cara memperoleh kewarganegaraan serta hak dan kewajiban warga negara. Selain mata

pelajaran Kewarganegaraan juga diperkenalkan mata pelajaran Tata Negara dan Tata Hukum.

b. Tahun 1959

Pada tahun ini ini muncul mata pelajaran CIVICS yang isinya meliputi sejarah nasional, sejarah

proklamasi, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, pidato-pidato kewarganegaraan presiden,

serta pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.

c. Tahun 1962

Pada tahun ini telah terjadi pergantian mata pelajaran CIVICS menjadi Kewargaan Negara.

Penggantian ini atas usul menteri kehakiman pada masa itu, yaitu Dr. Saharjo, SH. Menurut

beliau penggantian ini bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik. Materi yang

diberikan menurut keputusan menteri P dan K no. 31/1967 meliputi Pancasila, Undang-Undang

Dasar 1945, Tap MPR, dan pengetahuan PBB.

d. Tahun 1968

Pada tahun ini keluar kurikulum 1968 sehingga istilah Kewargaan Negara secara tidak resmi

diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokoknya di Sekolah Dasar yaitu,

1. Pengetahuan kewarganegaraan

2. Sejarah Indonesia

3. Ilmu bumi

Sekolah Pendidikan Guru

1. Sejarah Indonesia

2. Undang-Undang Dasar 1945

3. Kemasyarakatan
4. Hak Asasi Manusia (HAM)

e. Tahun 1973

Pada tahun ini Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

bidang PKn menetapkan 8 tujuan kurikuler, yaitu:

1. Hak dan kewajiban warga negara

2. Hubungan luar negeri dan pengetahuan internasional

3. Persatuan dan kesatuan bangsa

4. Pemerintahan demokrasi Indonesia

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

6. Pembangunan sosial ekonomi

7. Pendidikan kependudukan

8. Keamanan dan ketertiban masyarakat

f. Tahun 1975

Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan

Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan misi pendidikan

yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata

pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Mata pelajaran PMP ini

terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang

pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan

1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation

dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007).

g. Tahun 1994
Pada tahun ini mata pelajaran PMP diganti menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang

Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila

dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan

jenjang pendidikan (Pasal 39).

Kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut

dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn.

Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi

pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai

yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan

pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba, 1967). Pendekatan ini

mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan

dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi

oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi

pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan

pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-

nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami,

menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari

(Winataputra dan Budimansyah, 2007).

Sedangkan dalam kurikulum 1994 ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(PPKn) meliputi :
1. nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan terwujud dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana dimaksud dalam Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

2. kehidupan ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di negara

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan luas liputan,

kedalaman dan tingkat kesukaran materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan belajar

siswa pada satuan pendidikan.

h. Tahun 2004

Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,

diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004

dimana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan.

i. Tahun 2006

Pada tahun ini keluar kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) muncul mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menggantikan

Kewarganegaraan dan PPKn.

Berdasarkan Pemendiknas No. 22 tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah secara umum meliputi aspek-aspek

sebagai berikut,

1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa

2. Norma, Hukum dan Peraturan

3. Hak Asasi Manusia

4. Kebutuhan Warga Negara

5. Konstitusi Negara
6. Kekuasaan dan Pilitik

7. Pancasila

8. Globalisasi

Jadi Hakikat PKn, yaitu,

Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai wahana untuk

mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang

diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari

hari. Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi

agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang

cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi

yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki

keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166)

memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut:

“Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan
untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan
perilaku sehari-hari”.

Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara

yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan

merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila

dan UUD NKRI 1945.


Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa

pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam

menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan

pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.

Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan

bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian,

maupun nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk memberikan kompetensi

sebagai berikut :

a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut :

a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan

Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi

pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani,

dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan.”
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat

kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan

kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan

pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku

yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah

partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara

yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.

Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan

seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan

serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui

pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu

berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta

perbaikan masyarakat.

Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara

yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap

bangsa dan negara, beragama, demokratis, Pancasila sejati” (Somantri, 2001).

Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci

menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi :

a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.

b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat,

menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai.

2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui

masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan mengumpulkan data; (d)

keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e) keterampilan menguji hipotesis; (f)

keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.

c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena

itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.

d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu

keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat

melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty

(Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci

dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar,

generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta

penilaiannya.

Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan,

a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar

ideologi, dan pandangan hidup negara RI.

b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.

c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.

d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya

dengan penuh keyakinan dan nalar.


Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara

mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara

yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics

inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan

tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar :

a. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.

b. Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak

ke-Indonesiaan.

c. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik.

d. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk

selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup

kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak

bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi dan

dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia.

e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku

sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila.

f. Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang

baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran

tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek

kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan

psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.


3. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode,

sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material

maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh

suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang

dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan

Kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan warganegara baik yang empirik

maupun yang nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warganegara dalam

kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan

antara warganegara dan negara (termasuk hubungan antar warganegara) dan segi pembelaan

negara.

Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup

pembelajaran. Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22

Tahun 2006 tentang standar isi, meliputi:

a. Persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Norma, hukum, dan peraturan.

c. Hak asasi manusia.

d. Kebutuhan warga negara.

e. Konstitusi negara.

f. Kekuasan dan Politik.

g. Pancasila.

h. Globalisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran pada mata pelajaran

PKn terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn yang terdiri dari beberapa aspek,

meliputi: ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan

peraturan, ruang lingkup HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi

negara, ruang lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang lingkup

globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal
Ika. Makalah Disampaikan dalam Symposium Internasional Antropologi Indonesia ke-3.
Denpasar: Kajian Budaya UNUD.
Budiyanto.Pendidikan Kewarganegaraan .Yogyakarta: UNY Press. 2004.
Cogan, J.J: Howaya, Rk.K: (1999) The Foundation of education. New York: Prentice hall, Inc.
Djahiri, A. Kosasih. 1995. Dasar Umum Metodologi Pengajaran Pendidikan Nilai Moral. Bandung:
Lab. Pengajaran PMP-IKIP Bandung.
Endang Zaelani Zukarya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Prof. DR. H. Kaelani, M.S. dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi. Penerbit Paradigma:Yogyakarta 2007
Sapriya. (2011). Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya
Soemantri. (2001). Menggagas Pembelajaran Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sudjana (2003). Dasar-dasar proses belajar mengajar, Bandung : Sinar Baru
Sunarso, dkk.Materi dan Pembelajaran Pkn SD. Jakarta: UniversitasTerbuka. 2006.
Winarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Winataputra, Udin, 2001. Apa dan bagaimana pendidikan kewarganegaraan, makalah lokakarya Civic
Education Dosen IAIN/STAIN Se-Indonesia, Sawangan Depok.
Pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai Pendidikan Nilai Moral di Sekolah
Dasar
Agus, Andi Aco (2015) Pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Nilai
Moral di Sekolah Dasar. Supremasi, X (1). pp. 36-41. ISSN 1412-517X

Pendidikan nilai berkaitan dengan masalah baik pertimbangan moral maupun non moral tentang
objek termasukk estetika dan etika, bertujuan membantu peserta didik mengeksplorasi niali-nilai
yang ada melalui pengujian yang krifikal agar mereka mampu meningkatkan kualitas pikiran
perasaan peserta didik. Sedangkan pendidikan moral berkaitan dengan masalah benar dan salah
tentang bidang interpersonal, bertujuan membantu peserta didik membuat pertimbangan yang
lebih bertanggung jawab, adil lebih matang terhadap dan berkenaan dengan orang lain. Baik
pendidikan nilai maupun pendidikan moral berupaya membentuk pribadi anak supaya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Bebrapa pendekatan nilai
dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn di sekolah yaitu pendekatan modelling,
exemplary, pendidikan berdasarkan karakter (character based education) penanaman, pendekatan
kesadaran, penalawan moral, analisis nilai, pengungkapan nilai, pendekatan komitmen,
pendekatan memadukan (union approach).

Item Type: Article

KARYA ILMIAH DOSEN


Subjects:
Universitas Negeri Makassar > KARYA ILMIAH DOSEN

KOLEKSI KARYA ILMIAH UPT PERPUSTAKAAN UNM MENURUT FAKULTAS > KARYA ILMIAH DOSEN
Divisions:
KARYA ILMIAH DOSEN

Depositing User: Herling HR Sahade

Date Deposited: 23 Jan 2017 06:17

Last Modified: 26 Apr 2019 06:30

URI: http://eprints.unm.ac.id/id/eprint/1944
Pengantar Pendidikan

Sistem Pendidikan Nasional


19/12/2013 Afid Burhanuddin 3 Komentar

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujua untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut
pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sistem pendidikan Indonesia yang telah dibangun dari dulu sampai sekarang ini, ternyata masih
belum mampu sepenuhnya menjawab tantangan global untuk masa yang akan datang. Program
pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama ini menjadi fokus pembinaan
masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia ini.

Sementara itu jumlah penduduk usia pendidikan usia pendidikan dasar yang berada di luar sistem
pendidikan nasional itu masih sangat banyak jumlahnya, dunia pendidikan kita masih
berhadapan dengan bergbagai masalah internal yang mendasar dan bersifat kompleks, selain itu
pula bangsa Indonesia ini masih menghadapi sejumlah problematika yang sifatnya berantai sejak
jenjang pendidikan mendasar sampai pendidikan tinggi.

Pengertian Sistem Pendidikan Nasional

Sistem adalah suatu perangkat yang saling bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
pengajaran, dan atau latihan.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan jaman.

Sistem Pendidikan Nasional adalah satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh yang saling
bertautan dan berhubungan dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
secara umum.
Menurut UU No.20 tahun 2003, sistem pendidikan nasinal harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevasi efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global
sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan
berkesinambungan.

Kelembagaan dan Pengelolaan Pendidikan

1. Jalur Pendidikan

Dalam UU no. 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari
pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

1. Jenjang Pendidikan

Menurut UU no. 20 tahun 2003 pasal 14, jenjang pendidikan formal terdiri dari Pendidikan
Dasar (SD dan SMP,MTS), Pendidikan menengah (SMA,MA,SMK), dan Perguruan Tinggi
(Akademi, Universitas, Politeknik,dll)

1. Jenis Pendidikan

Menurut UU no. 20 tahun 2003 pasal 15, jenis pendidikan mencakup:

a) Pendidikan Umum

Pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan
oleh peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

b) Pendidikan Kejuruan
Pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk siap bekerja di bidang tertentu.

c) Pendidikan Akademik

Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk terutama penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

d) Pendidikan Profesi

Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan
dengan persyaratan keahlian khusus.

e) Pendidikan Vokasi

Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

f) Pendidikan Keagamaan

Pendidikan dasar, menengah, tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut pengasaan ilmu pengetahuan tentang ajaran agama.

g) Pendidikan Khusus

Pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif.

1. Kurikulum

Ketentuan mengenai kurikulum diatur dalam UU no. 20 tahun 2003 pasal 36, 37 dan 38

Pasal 36:

a) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan


untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.

c) Kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam kerangka NKRI dengan


memperhatikan:

(1) Peningkatan Iman dan Taqwa

(2) Peningkatan Akhlak Mulia


(3) Peningkatan Potensi, kecerdasan dan minat peserta didik

(4) Keragaman potensi daerah dan nasional

(5) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional

(6) Tuntutan dunia kerja

(7) Perkembangan IPTEK

(8) Agama

(9) Dinamika perkembangan global

(10) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Pasal 37:

Kurikulum pendidikan dasar dan enengah wajib memuat Pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan
olahraga, keterampilan atau kejuruan, muatan lokal.

Pasal 38:

a) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
pemerintah

b) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi
Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama, Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan
Provinsi untuk pendidikan menengah

c) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan


dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk setiap program studi

d) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk setiap
program studi.

Upaya pembangunan Pendidikan


1. Jenis Upaya Pembaruan Pendidikan
2. Pembaruan Landasan Yuridis

Landasan yuridis adalah landasan hukum yang mendasari semua kegiatan pendidikan dan
mengenai hal-hal yang penting seperti komponen struktur pendidikan, kurikulum, pengelolaan,
pengawasan dan ketenagaan.

1. Pembaruan Kurikulum

Pembaruan kurikulum dapat dilihat dari segi orientasinya, strategi, isi atau program, dan
metodenya. Seperti kurikulum 1975/1976, 1984, 1992, 1994, 1999, 2004 (KBK), dan yang
terakhir adalah kurkulum 2006.

1. Pembaruan Pola Masa Studi

Termasuk pendidikan yang meliputi pembaruan jenjang dan jenis pendidikan serta lama waktu
belajar pada suatu satuan pendidikan.

1. Pembaruan Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikaan adalah tenaga yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,


melatih, meneliti, mengembangkan, mengelolah, dan memberikan pelayanan teknis dalam
bidang pendidikan.

1. Dasar dan Aspek Legal Pembangunan Pendidikan

Dasar dan aspek legal pembangunan pendidikan nasional berupa ketentuan-ketentuan yuridis
yang menjadi dasar, acuan, serta mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, seperti
pencasia, UUD 1945, GBHN, UU organik pendidikan, perpu, dan lain-lain.

Kesimpulan

Sistem pendidikan nasional adalah suatu sistem dalam suatu negara yang mengatur pendidikan di
negaranya agar dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan tercipta kesejahteraan umum dalam
masyarakat. penyelenggaraan sistem pendidikan nasional disusun sedemikian rupa meskipun
secara garis besar ada persamaan dengan sistem pendidikan bangsa-bangsa lain , sehingga sesuai
dengan kebutuhan akan pendidikan dari bangsa itu sendiri yang secara geografis, demokratis,
historis, dan kultural.
Jenjang pendidikan diawal dari jenjang pendidian dasar yang memberikan darsar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat dan berupa prasyarat untu mengikuti pendidikan
menengah yang diselenggarakan di SLTA. Pendidikan menengah berfungsi memperluas
pendidikan dasar dan mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai