Anda di halaman 1dari 24

Bab I

Pendahuluan Pendidikan Kewarganegaraan

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran


yang diwajibkan ada disetiap jenjang pendidikan baik dari tingkat SD, SMP, SMA
dan Perguruan Tinggi karena mata pelajaran ini memilki kedudukan yang sangat
penting untuk diberikan kepada generasi penerus bangsa. Pendidikan
Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia
dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (KBK 2004)

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) diartikan oleh Cogan dalam


Dasim Budimasyah (2008:5) sebagai “……..the fundational course work in
school designed to prepare young citizens for an active role in their communities
in their adult lives”, maksudnya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah
yang dirancang untuk mempersipakan warga negara muda, agar kelak setelah
dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat.

Menurut Carter Van Good dalam Sri wuryan (2008:2), Civics itu diartikan
“The elements of political science or that branch of political science dealing
withthe rights and duties of citizens”. Berdasarkan definisi tersebut civics
merupakan bagian atau elemen dari ilmu politik atau cabang dari ilmu politik
yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara.

Tercantum di dalam Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 menegaskan bahwa


PKn merupakan “usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang
dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, bisa dinyatakan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang
merupakan cabang  dari ilmu politik yang berisi tentang hak dan kewajiban warga
negara dengan ruang lingkup seluruh kegiatan sekolah yang dapat berupa
kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan di dalam dan di luar kelas, diskusi dan
organisasi kegiatan siswa yang bertujuan untuk mempersiapkan warga negara
muda dapat berperan aktif dalam masyrakat dan menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan negara.

Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi di jelaskan bahwa :


Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-
hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Sementara menurut Nu’man Somantri dalam (Komala Nurmalina dan


Syaifullah, 2008 : 3) menjelaskan bahwa :

Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan


demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya,
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua,
yang kesemuanya itu di proses guna melatih siswa berpikir kritis, analitis,
bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan


di atas dapat dicermati bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan yaitu
memfokuskan pada pembentukan diri warga negara yang mampu memahami dan
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter, melatih siswa berpikir kritis,analitis,
bersikap dan bertindak demokratis sebagaimana telah diamanatkan dan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

B. Kompetensi, Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan


1. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Sumarsono, dkk (2002) kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggungjawab,
dapat memecahkan masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan
nasional, sedangkan menurut SK Dirjen Dikri Nomor43 Tahun 2006 Kompetensi
Pendidikan Kewarganegaraan adalah menjadi ilmuwan dan profesional yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yang berkeadaban,
menjadi warganegara yang memiliki daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi
aktif membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
2. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Visi matakuliah pengembangan kepribadian merupakan sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna
mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia
Indonesia seutuhnya. Menurut Martini, dkk (2013:2) visi matakuliah pendidikan
kewarganegaraan adalah mampu untuk membawa mahasiswa melihat inti dari
suatu persoalan secara lebih mendalam dengan melalui khayalan, penglihatan
maupun pengamatan. Dengan melakukan hal itu secara baik, akan menjadikan
kepribadian mahasiswa lebih baik Dengan visi di atas, kiranya pendidikan
kewarganegaraan diharapkan berperan penting dalam memantapkan kepribadian
manusia (dalam hal ini mahasiswa) seutuhnya, dalam arti memiliki keutuhan dan
keterpaduan antara kemantapan unsur rohani dan unsur jasmaninya, sejahtera lahir
dan bathin
Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-
nilai dasar Pancasila. Pengamalan nilai-nilai Pancasila dapat melalui berbagai
jalur, salah satunya adalah melalui pendidikan. Oleh karenanya, melalui
pendidikan kewarganegaraan diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan pribadi, keluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan bahkan dalam percaturan
internasional sekalipun. Dengan kata lain, matakuliah pendidikan
kewarganegaraan mempunyai kewajiban untuk membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya.
C. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan pendidikan kewarganegaraan haruslah berdasar, mengacu dan


sesuai pada tujuan pendidikan nasional sebagaimana telah tertuang didalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yaitu :
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yakni
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian masyarakat mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menurut Muhamad Erwin (2012) dalam buku nya Pendidikan
Kewarganegaraan RI mengungkapkan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegraan
adalah “untuk membentuk manusia indonesia yang seutuhnya yang religius,
berkemanusiaan dan berkeadaban, yang nasionalis, yang demokratis, yang adil,
sebagai manusia indonesia yang cerdas dan bertanggungjawab”.

Sementara itu menurut National Council for the Social Studies/NCSS


dalam (Wuryan dan Syaifullah, 2008:76) menjelaskan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai berikut:
a.    Pengetahuan dan keterampilan guna membantu memecahkan masalah dewasa
ini;
b.    Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban serta
manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehidupan;
c.    Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif;
d.   Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap nilai-nilai untuk
kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan;
e. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang yang
membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru, serta tata cara
hidup yang baru;
f.     Peran serta dalam proses pembuatan keputusan melalui pernyataan pendapat
kepada wakil-wakil rakyat, para pakar, dan spesialis;
g.    Keyakinan terhadap kebebasan individu serta persamaan hak bagi setiap orang
yang dijamin oleh konstitusi;
h.  Kebanggaan terhadap prestasi bangsa, penghargaan terhadap sumbangan yang
diberikan bangsa lain serta dukungan untuk perdamaian dan kerjasama;
i.   Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya sendiri terhadap
pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu;
j.      Mengasihani serta peka terhadap kebutuhan, perasaan, dan cita-cita umat
manusia lainnya;
k.    Pengembangan prinsip-prinsip demokrasi serta pelaksanaannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa
tujuan pendidikan kewarganegaraan pada intinya a
dalah upaya yang dilakukan untuk membentuk karakter pribadi warga
negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME , menjadi pribadi yang
mampu menghadapi tantangan global di masa mendatang dengan kemampuan
berfikir kritis, analitis , jiwa nasionalime yang tetap tertanam didalam diri dan
dapat melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara
yang mencintai bangsa dan negara nya sendiri.

D. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan


Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Permendiknas
No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Ruang Lingkup mata pelajaran PKn untuk pendidikan dasar dan
menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara,
sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan
jaminan keadilan.

b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata
tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan
daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem
hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

c. Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan
penghormatan dan perlindungan HAM.

d. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga
negara.

e. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang


pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan
dasar negara dengan konstitusi.

f. Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan,


pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem
politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem
pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

g. Pancasila, meliputi, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi


negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan
nilainilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi
terbuka.

h. Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri


Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional
danorganisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi
Bab II

Membangun Negara Berkeadaban

A. Konsep dasar tentang Negara


1.  Pengertian Negara
Istilah Negara merupakan terjemahan dari kata asing : state (inggris) ,
staat (belanda dan jerman), dan etat (perancis). Kata-kata tersebut berasal dari
kata latin yaitu status atau statum yang memiliki pengertian tentang keadaan yang
tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap.pengertian status atau statum lazim diartikan dalam bahasa inggris standing
atau station (kedudukan). Istilah ini sering dihubungkan dengan persekutuan
hidup manusia yang biasa disebut dengan istilah status civiatis atau status
republciae.
Sedangkan menurut istilah atau terminology, Negara diartikan sebagai
organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita
untuk bersatu, hidp dalam satu kawasan, dan mempunyai pemerintah yang
berdaulat.
Lebih lanjut dari pengertian diata, Negara identik dengan hak dan
wewenang.seperti diungkapkan oleh Roger H Soltau, Negara merupakan
perpaduan antara alat dan wewenang yang mengatur dan mengendalikan
persoalan-persoalan bersama.
Max waber mendefinisikan Negara dengan sebuah masyarakatyang
mempunyai monopoli dalam menggunakan kekerasan fisiksecara sah dalam satu
wilayah. Sealiran dengan pandangan ini, Robert M. Maclver menyatakan, Negara
erupakan asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban suatu masyarakat dalam
suati masalah.
Dalam konsep islam, menurut kebanyakan ahli politik islam, tidak
ditemukan rumusan pasti tentang konsep Negara.hanya saja dalam alkuran dan
assunah menjelaskan prinsip-prinsip dasar tata cara hidup bermasyarakat.

2. Tujuan Negara
Sebagai organisasi kekuasaan dari orang-orang yang mendiaminya Negara
harus memiliki tujuan yang ddisepakati secara bersama. Tujuan Negara antara lain
sebagai berikut:
 Bertujuan untuk memperluas kekuasaan
 Bertujuan menjalankan ketertiban hukum
 Bertujuan mencapai kesejahteraan umum
Dalam tradisi barat pemikiran terbentuknya Negara memiliki tujuan tertentu,
sesuai model Negara tersebut. Dalam konsep dasar plato, tujuan terbentuknya
Negara untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan atau makhluk
social. Berbeda dengan plato, Thomas dan agustinus menyatakan tujuan Negara
untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tentram dengan taat dan
dibawah kepemimpinan tuhan. Dalam islam seperti yang dikemukakan oleh ibnu
arabi., tujuan Negara adalah agar manusia dapat menjalankan kehidupannya
dengan baik,  jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing.
Sementara itu dalam konsep dan ajaran Negara hukum, tujuan Negara adalah
menjalankan ketertiban hukum. Dan dalam konteks Negara Indonesia. Tujuan
Negara sesuai pa yang telah di tuangkan dalam pembukaan undang-undang dasar
Negara Indonesia pada alenia ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan.
3. Unsur Negara
Dalam rumusan konferensi Montevideo disebutkan bahwa suatu Negara harus
memiliki tiga unsure penting yaitu :
a. Rakyat
Dalam pengertian keberadaan suatu Negara adalah sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan bersama-sama mendiami suaatu
wilayah.
b. Wilyah
Wilayah adalah unsur Negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada
Negara tanpa ada batas – batas territorial yang jelas

c.  Pemerintahan
Pemerinntahan adalah alat perlengkapan Negara yang bertugas memimpin
organisasi Negara untuk mencapai tujuan bersama didirakan sebuah Negara secara
umum pemerintahan terbagai dua bentuk yaitu parlementer dan presidensial,
Negara dengan system presidensial biasanya berbentuk replublik dengan presiden
sebagai kepala Negara sekalligus kepala pemerintahan. Disini presiden
mempunyai hak yang lebih luas sebagai wakil Negara ke luar dan kepala
pemerintahan kedalam. Negara dengan system parlementer mempunyai presiden
sebagai kepala Negara dan perdana mentri sebagai kepala pemerintahan kepala
Negara biasanya hanya berupa symbol persatuan walau secara teori mempunyai
haki untuk urusan pemerintahan. Kepala pemerintahan biasanya muncul dan
dipilih dari parlemen sehingga pemilu di Negara deangan system seperti ini hanya
memilih anggota parlemen.
d.   Pengakuan Negara lain
Unsure pengakuan oleh Negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya
Negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif, bukan konstitutif sehingga tidak bersifat
mutlak. Ada dua macam atas pengakuan Negara yakni pengakuan defacto ndan de
jure. Pengakuan de facto ialah pengakuan atas fakta adanya Negara yang telah
memenuhi syarat mutlak utama Negara yaiitu rakyat, wilayah, dan pemerintahan
yang berdaulat. Sedangkan pengakuan de jure adalah pengakuan akan syahnya
suatu Negara atas dasar pertimbangan pertimbangan menurut hukum. Dengan
memperoleh pengakuan de jure, maka suatu Negara mendapat hak – haknya
disamping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa sedunia.
4.    Bentuk-bentuk Negara
Negara memilki bentuk Negara yang berbeda – berbeda secara umum
dalamkonsep dan teori modern terbagi dua bentuk :
a.   Negara kesatuan
adalah bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu pemerintah
pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah namun dalam pelaksanaanya
Negara kesatuan ini terbagi dalam dua macam system pemerintahan sentral dan
ekonomi

b. Negara serikat
Negara serikat adalah bentuk Negara gabungan yang terediri dari beberapa Negara
bagian dari sebuah Negara serikat pada mulanya Negara – Negara bagian tersebut
merupakan Negara merdeka berdaulat dan berdiri sendiri.
BAB III

Konstitusi dan Tata Perundang-undangan

A. Pengertian Konstitusi
Menurut Etimologi Kata “konstitusi” berasal dari bahasa prancis constituer
dan constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan dan menyusun, dan
kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat) (morissan). Dalam bahasa
Belanda, istilah konstitusi dikenal dengn istilah “ Grondwet” yang berarti
Undang-undang Dasar Grond adalah dasar,wet adalah undang-undang.
Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dan dua kata
yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti “bersama
dengan”, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja
pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar kata statue mempunyai arti “ membuat
sesuatu berdiri atu mendirikan/menetapkan. Dengan demikian bentuk tunggal
(constitutions) berarti segala sesuatu secara bersama-sama telah ditetapkan. Dan
dalam praktek ketatanegaraan Republik Indonesia Serikat (RIS)
Menurut L.J Apeldoom sebenarnya antara keduanya tidak sama arti
Undang-undang Dasar hanyalah sebatas hukum dasar yang tertulis, sedangkan
konstitusi di samping memuat hukum dasar yang tertulis juga mencakup hukum
dasar yang tak tertulis.
Menurut K.C. Wheare dalam bukunya “Modern Constitution”yang dikutip
oleh Musthafa Kamal Pasha secara garis besarnya konstitusi dibagi dua yaitu:
1) Konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hukum, suatu
ketentuan yang mengatur “the rule of the constitution”.
2) Konstitusi bukan saja mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga
mencantumkan idelogi, aspirasi dan cita-cita politik ,the statement of idea,
pengakuan, kepercayaan,
Konstitusi jenis kedua ini, dimana digambarkan filsafat Negara yang akan
dibentuk. Sebagai contoh seperti konstitusi Amerika Serikat, konstitusi-konstitusi
Prancis dan konstitusi-konsitusi Republik Indonesia
Konstitusi Negara Republik Indonesia, baik dalam konstitusi RIS, dalam
UUD-S 1950 maupun UUD 1945 sebagaimana yang diakui oleh Hans Kalsen
adalah termasuk jenis konstitusi yang kedua. Di dalam ke tiga konstitusi tersebut
terlihat secara jelas ideologi pancasila yang diyakini kebenarannya oleh bangsa
Indonesia. Sebab ideologi pancasila tidak saja dapat ditemukan dalam
pembukannya, tetapi juga dalam batang tubuhnya, pasal demi pasal seluruhnya
menampilkan warna atau jiwa ideologi pancasila secara jelas.
Menurut Terminologi (Istilah) Menurut Sovermin Lohman, di dalam
makna konstitusi terdapat tiga unsur yang sangat menonjol.
1) Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontak
sosial), artinya kostitusi merupakan hasil dari kesepakatan masyarakat
untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
2) Konsitusi sebagai piagam yang menjamin hak asasi manusia dan warga
negara sekaligus menentukan batas-batas dan kewajiban warga Negara dan
alat-alat pemerintahannya.
3) Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangun pemerintahan.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok
yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama
“Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan itu harus kuat dan
tidak boleh berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji
terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka
pendek yang sifatnya sesaat.
Sedangkan menurut Herman Heller dalam bukunya Ver Vassung lehre
(ajaran tentang konstitusi) yang dikutip oleh Kusnardi, yang membagikan
konstitusi dalam tiga tingkat berikut:
1) Konstitusi sebagai pengertian sosial politik Pada pengertian yang pertama
ini konstitusi belum merupakan pangertian hukum, ia baru mencerminkan
keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri.
2) Konstitusi sebagai pengertian hukum. Pada pengertian kedua ini,
keputusan-keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu perumusan yang
normative, yang kemudian harus berlaku (gehoren). Pengertian politik
diartikan sebagai cine seine yaitu suatu kenyataan yang harus berlaku dan
diberikan suatu sanksi kalau hal tersebut dilarang.
3) Konsitusi sebagai suatu peraturan hukum. Pengertian ketiga ini adalah
suatu peraturan hukum yang tertulis. Dengan demikian Undang-undang
asas adalah salah satu bagian dari konsitusi bukan sebagai penyamaaan
pengertian menurut anggapan-anggapan sebelumnya penyamaan
pengertian adalah pendapat yang keliru, apabila ada penyamaan pengertian
maka ini adalah akibat pengaruh dari aliran kodifikasi (aliran modern).

B. Tujuan dan Fungsi dari Konstitusi


Menurut Prof.K.C Where, sifat dari konstitusi sebagai berikut :
1. Tertulis dan Tidak Tertulis
Dalam dunia modern, paham yang membedakan tertulis atau tidak tertulis
suatu konsititusi sudah hampir tidak ada. Kalau masih ada konsititusi yang tidak
tertulis hanya di Inggris. Namun demikian gambaran dari kosintitusi ini sudah
kabur atau sudah tidak bisa dibuktikan seccara pasti, demikian pula sebaliknya
kalau dikatakan negara berkonsititusi tertulis dimana ada juga konsititusinya tidak
tertulis. Misalnya di Indonesia banyak hal-hal yang hidup, yang pada suatu waktu
menyingkirkan Undang-undang Dasar sendiri karena hidup dan diterima
masyarakat. Undang-undang Dasar 1945 waktu berlaku pertama kalinya tidak
pernah dijalakan sesuai dengan system pemerintahan. Misalnya, cabinet Sjahril
yang parlementer dalam masa Undang-undang Dasar 1945 yang presidensil.
Inilah yang disebut konvensi (convention).

Konstitusi di Inggris seperti disebutkan Dicey dapat dibagi dalam dua golongan
besar yaitu :
a. The Law of the Constitution (Hukum Konstitusi)
 Parliamentary Statutes (Undang-undang yang dibuat oleh parlemen),
misalnya: undang-undang yang membatasi kekuasaan raja, undang-undang
yang menjamin hak sipil, undang-undang yang mengatur pemungutan
suara, undang-undang yang membentuk pemerintahan local, dan
sebagainya.
 Judicial Decissions (Keputusan-keputusan Pengadilan), yaitu yang
menentukan arti dan memberi batasan undang-undang dan traktat.
 Principles and Rule of Common Law (Prinsip-prinsip dan ketentuan-
ketentuan hukum kebiasan Inggris), ini timbul atas atas kebiasaan yang
kadang-kadang diperkuat oleh putusan pengadilan dan tidak pernah
diundangkan oleh parlemen misalnya prerogative raja umumnya
berdasarkan commom law.
b. The Conventation of the Constitution (Konvensi-konvensi)
 Kelaziman (habits)
 Tradisi-tradisi (traditions)
 Kebiasaan-kebiasaan (customs)
 Praktek-praktek (practices)
Unsur-unsur tersebut di atas mengatur sebagai besar aktivitas-aktivitas
sehari-hari dari pemerintahan di Inggris.
Perbedaan antara hukum konstitusi dan konvensi konstitusi bukan terletek
pada yang satu tertulis dan yang tidak tertulis, tertapi bentuk yang pertama
(hukum konstitusi) diakui dan dapat dipaksakan oleh pengadilan, sedangkan yang
kedua (konvensi konstitusi) betapa pun pentingnya dalam praktek tak dapat
dipaksakan melalui badan-badan peradilan.
Kalau dititik beratkan dalam pengertian tertulis dan tidak tertulis, kita akan
menolak pendapat ini, karena di Inggris sendiri banyak juga konvensi yang
tertulis.

2. Fleksibel atau rigidnya suatu konstitusi tergantung dari tiga hal, yaitu:
a. Mudah atau tidak mudah diubah.
Mudah atau tidak mudah diubah, tergantung dari pasal-pasal konstitusi itu
sendiri (yuridis formal). Misalnya, Undang-undang Dasar 1945 memberikan
kemungkinkan mengubah Undang-undang Dasar sendiri melalui pasal 37 yang
berbunyi :
a. Untuk mengubah Undang-undang Dasar, sekarang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
b. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota
yang hadir.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, berarti untuk mengubah Undang-
undang Dasar 1945 dibutuhkan minimal 2/3 x 2/3 x jumlah yang hadir. Sungguh
suatu jumlah yang sukar diperoleh. Bila ditambah dengan ketentuan TAP MPR
No.1 jo MPR No.lV tahun 1983, maka walaupun MPR menghendaki perubahan
Undang-undang Dasar 1945, masih memerlukan persetujuan rakyat Indonesia
melalui suatu referendum.
Jadi bila ditinjau dari mudah atau tidak mudah diubah, maka Undang-
undang Dasar 1945 termasuk Undang-undang Dasar yang tidak mudah diubah.

2. Mudah dan tidak dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.


Mudah atau tidak dalam menyesuaikan diri tergantung dari isi dan
banyaknya pasal-pasal dari konstitusi itu sendiri. Seperti kita ketahui, isi dari
konstitusi adalah mengenai garis-garis besar atau yang pokok atau yang dasar
tentang kehidupan negara dan masyarakat. Ada negar yang menyangkutkan isinya
dalam mengatur hal-hal yang penting. Hal ini kurang kami setujui, karena sifatnya
temporer atau diartikan relatif. Tidak selalu yang penting merupakan hal yang
pokok atau merupakan garis-garis besar atau hal-hal yang dasar, tetapi hal-hal
yang pokok, yang dasar dan merupakan garis-garis besar pasti penting. Misalnya,
kedaulatan di tangan rakyat, itu adalah penting dan juga merupakan garis-garis
yang pokok atau yang dasar.

3. Tergantung kekuatan yang nyata, yang ada dalam masyarakat.


Suatu konstitusi dikatakan fleksibel atau rigid, juga tergantung dari
kekutan–kekuatan dalam masyarakat itu misalnya Angkatan Bersenjata, Buruh,
Tani, Pressure Group, Partai Politik, dan lain sebagainya.
Konstitusi suatu negara seharusnya tidak sering berubah, sebab kalau
sering berubah mengakibatkan kemerosotan dari kewibawaan konstitusi itu
sendiri. Mengubah Undang-undang Dasar bisa berarti :
 Secara artifisial dipaksa dibuat. Ini dilakukan melalui revolusi, perebutan
kekuasaan, mencaplok negara lain, dan sebagainya.
 Karena kehidupan sosial masyarakat itu sudah berubah (sudah jauh dari
yang tertulis).
Jallinek membedakan perubahan Undang –undang Dasar dalam dua hal
yaitu verfassung sanderung dan verfassung wandlung. Verfassung sanderung
adalah perubahan Undang-undang Dasar yang dilakukan dengan sengaja sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Dasar yang bersangkutan.
Verfassung wandlung adalah perubahan Undang-undang Dasar dengan cara yang
tidak disebutkan dalam Undang-undang Dasar tersebut, tetapi melalui cara
istimewa seperti revolusi, coup d’etat, konvensi, dan sebagainya.
Tujuan Konstitusi :
 Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah
 Menjamin hak-hak rakyat yang diperintah
 Menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Fungsi Konstitusi :
 Menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa Negara
 Penjamin hak-hak asasi manusia1

C. Sejarah Lahirnya Konstitusi di Indonesia dan Perkembangannya

1
Blog.ub.ac.id/makalah pendidikan kewarganegaraan-konstitusi Indonesia/di akses tggl 12-04-
2016, 10:37 wib
Pada 29 Mei 1945 dibentuklah Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini beranggotakan wakil-wakil dari
beberapa aliran yang terpenting dalam pergerakan kebangsaan yang berjumlah 62
orang, yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat. Badan ini mengadakan
sidang pertama kali tanggal 27 Mei sampai 17 Juli 1945. Pada pembukaan sidang,
Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat menyampaikan pidato ringkas. Inti
dari pidato itu berisi pernyatan. Apa bentuk dasar negara Indonesia yang akan
segera lahir.
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat untuk
menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala
arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet”
telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu
merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun
ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori
konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.
Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau
penyesuaian itu memang sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri,
dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan Undang-
Undang Dasar. Dan apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal
37 UUD 1945 , sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh
Rakyat Indonesia melalui suatu referendum.
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi
salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke
empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan
dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara
komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No.
I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam
Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
a) Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (Penetapan Undang-
Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian
pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI
sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa
proses.
b) Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (Penetapan konstitusi
Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari
rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di
Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti
negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan
sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi
Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan
diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga
UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku
untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.

c. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (Penetapan Undang-Undang Dasar


Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat
1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia
sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik
Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan
Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik
Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk
mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu
undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama
yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan
pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14
Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17
Agustus 1950.

d. Periode 5 Juli 1959 – sekarang (Penetapan berlakunya kembali Undang-


Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang
Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde
Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

D. Perubahan Konstitusi di Indonesia


Perubahan konstitusi merupakan keharusan dalam sistem ketatanegaraan
suatu negara, karena bagaimanapun sebuah konstitusi haruslah sesuai dengan
realitas kondisi suatu bangsa dan warga negaranya. Dengan kata lain, bahwa sifat
dinamis suatu bangsa terhadap setiap peradaban harus mampu diakomodasai
dalam konstitusi negara tersebut. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin
bangsa dan negara tersebut akan tergilas dengan arus perubahan peradaban
tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa UUD 1945 tergolong konstitusi yang
bersifat rigid, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga
dibutuhkan suatu prosefur khusus, yaitu dengan cara by the people through a
referendum. Kesulitan tersebut semakin jelas di dalam praktik ketatanegaraan
Indonesia, dengan diberlakukannya ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1983 jo. UU
No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang referendum.
Akan tetapi, kesulitan perubahan konstitusi tersebut, menurut K.C.
Wheare, memiliki motif-motif tersendiri yaitu:
a. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak,
tidak secara serampangan dan dengan sadar.
b. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangang-
pandangan sebelum perubahan dilakukan.
c. Agar-dan ini berlaku di negara serikat- kekuasaan negara serikat dan
kekuasaan negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-
perbuatan masing-masing pihak secara sendiri.
d. Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas
agama atau kebudayaannya mendapat jaminan.
Melihat realitas dan kondisi UUD 1945, sekalipun termasuk kategori
konstitusi yang sulit dilakukan perubahan, tetapi apabila dilakukan dicermati,
terdapat peluang untuk perubahan terhadap konsititusi Indonesia (UUD 1945),
walaupun mekanismenya tergolong berat. Secara yuridis terdapat satu pasal yang
mengatur mekanisme perubahan terhadap UUD 1945, yaitu pasal 37 yang
menyebutkan:

a. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR


apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
b. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan
ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
c. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
d. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh
anggota MPR.
e. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal 37 UUD 1945 tersebut mengandung empat norma dasar, yaitu:
1) Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai
penjelmaan dan wakil rakyat .
2) Perubahan hanya pada pasal-pasalnya saja, kecuali pasal mengenai bentuk
negara.
3) Usul perubahan dilakukan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 1/3
jumlah anggota MPR.
4) Untuk mengubah sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 jumlah angora
MPR dan putusan untuk perubahan dilakukan dengan persetujuan lima
puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
Dalam sejajarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi atau UUD 1945
diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dari masa
berlakunya sejak diproklamasikannya kemerdekaan negara Indonesia. Perubahan
kostitusi sejak orde lama hingga orde reformasi secara terperinci adalah sebagai
berikut:
1) UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949).
2) Konstitusi RIS (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950).
3) UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959).
4) UUD 1945 (5 Juli 1959- 19 Oktober 1999).
5) UUD 1945 dan perubahan pertama (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000).
6) UUD 1945 dan perubahan pertama dan kedua (18 Agustus 2000-10
November       2001).
7) UUD 1945 dan perubahan pertama. Kedua. Dan ketiga (10 November
2001-10       Agustus 2002).
8) UUD 1945 dan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat (10
Agustus      2002 – sekarang).
Tujuan perubahan UUD 1945
 Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai
tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik indonesia
 Menyempurnakan aturan dasar mengeni jaminan dan pelaksanaan
kedaulatan rakyar serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan
perkembangan paham demokrasi
 Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM
agar sesuai pekembangan paham HAM dan peradapan umat manusia yang
merupakan syarat bagi suatau negara hukum yang tercantum dalam UUD
1945
 Menyempurnakan aturan dasar penyelengaraan negara secara deomokratis
dan modern.
 Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan
negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkn
demokrasi, seperti peraturan wilayah negara dan pemilihan umum.
 Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan
negara.
Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 terdapat beberapa
kesepakatan dasar yang penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :
a. Tidak mengubah Pembukaan UDD 1945
b. Tetap mempertahankan NKRI
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan di masukkan ke
dalam pasal-pasal (batang tubuh).
e. Addendum tambahan pasal yang secara pisik terpisah dari pokok namun
secara hukum menekat pada isi pokok.

E. Tata Urutan Perundang-Undangan di Indonesia


Dalam perpustakaan ilmu hukum di Indonesia, istilah Negara hukum
merupakan terjemahan dari rechsstaat dan the rule of law. Konsep rechsstaat
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya perlindungan terhadap HAM.
2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk       
menjamin perlindungan HAM.
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan.
4. Adanya peradilan administrasi. Dalam kaitan dengan Negara hukum tersebut,
Tertib hukum yang membentuk adanya tata urutan perundang-undangan
menjadi suatu keniscayaan dan kemestiaan dalam menyelenggarakan Negara atau
pemerintahan.
Tata urutan perundang-undangan dalam kaitan dengan implementasi
konstitusi Negara Indonesia adalah merupakan bentuk tingkatan perundang-
undangan. Sejak 1966 telah dilakukan perubahan atas hierarki (tata urutan)
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tata urutan (hierarki) perundang-
undangan perlu di atur untuk menciptakan keteraturan hokum dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Di awal tahun 1966, melalui ketetapan MPRS No.
XX/MPR/1966 lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-
undangan Indonesia adalah sebagai berikut:

a) Undang-Undang Dasar 1945


b) Ketetapan MPR
c) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d) Peraturan Pemerintah
e) Keputusan Presiden
f) Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
 Peraturan Menteri
 Intruksi Menteri
 Dan lain-lainnya
Selanjutnya berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Undang-Undang Dasar 1945
b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c) Undang-Undang
d) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
e) Peraturan Pemerintah
f) Keputusan Presiden
g) Peraturan Daerah
Penyempurnaan terhadap tata urutan perundang-undangan Indonesia
terjadi kembali pada tanggal 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) menjadi Undang-undang.
Dalam UU NO. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (PPP), yang berlaku secara efektif pada bulan November 2004.
Keberadaan undang-undang ini sekaligus menggantikan peraturan tentang tata
urutan peraturan perundang-undangan yang ada dalam Ketetapan MPR No. III
Tahun 2000 sebagaimana tercantum di atas. Tata urutan peraturan Perundang-
undangan dalam UU PPP ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 adalah sebagai
berikut:
a) Undang-unang Dasar 1945
b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
c) Peraturan Pemerintah
d) Peraturan Presiden
e) Peraturan Daerah, yang meliputi:
 Peraturan Daerah Provinsi
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
 Peraturan Desa
Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala
peraturan dalam hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan
peraturan diatasnya, tidak bisa dilaksanakan hukum. Sebagai contoh peraturan
presiden atau peraturan yang bertentangan dengan peraturan presiden atau
peraturan pemerintah bahkan dengan undang-undang, secara otomatis tidak bisa
dilaksanakan, begitu juga peraturan presiden dengan sendirinya tidak dapat
dilaksanakan bila bertentangan dengan undang-undang, apalagi bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Anda mungkin juga menyukai