1. Kurikulum 1946, Kurikulum 1957, dan Kurikulum 1961 tidak dikenal adanya mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Dalam kurikulum 1946 dan 1957 materi tersebut dikemas dalam
mata pelajaran Pengetahuan Umum di SD atau Tata Negara di SMP dan SMA. Baru dalam
Kurikulum SD tahun 1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN).
Menurut kurikulum SD 1968 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup Sejarah Indonesia,
Geografi, dan Civics yang diartikan sebagai pengetahuan Kewargaan Negara. Dalam
kurikulum SMP 1968 PKN tersebut mencakup materi sejarah Indonesia dan Tata Negara,
sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisikan materi UUD 1945.
Somantri (1967) : istilah kewarganegaraan merupakan terjemahan dari “civics” yang
merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik
agar menjadi warga negara yang baik (good citizen).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang
diarahkan untuk menjadi patriot pembela bangsa dan negara (warga negara yang baik). Pasal
yang berkitan dengan pendidikan kewarganegaraan yaitu pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi
hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembedaan negara pasal 30 ayat 1 dan
hak setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran pasal 31 ayat 1.
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar adalah sebagai wahana kurikuler
pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab,
membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional atau tujuan negara, dapat
mengambil keputusan-kepputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah
pribadi, masyarakat dan negara, dapat mengapresiasikan cita-cita nasional dan dapat membuat
keputusan-keputusan yang cerdas, wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD
NKRI 1945.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Kurikulum Nasional,
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditingkat SD/MI bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Jika kita cermati keempat tujuan tersebut maksudnya berfikir kritis adalah proses psikologis
untuk memberi penilaian terhadap suatu objek atau fenomena dengan informasi yang akurat
dan otentik. Bertindak rasional adalah proses psikologis untuk memahami suatu objek dengan
logika. Berfikir kreatif adalah proses psikologis untuk menghasilkan suatu cara atau proses
baru yang berkualitas atas dasar pemikiran terbaik. Partisipasi aktif dan bertanggung jawab
proses perlibatan sosial kultural seseorang atas dasar inisiatif sendiri dengan penuh perhatian
dan kesediaan memikul resiko. Hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain adalah sikap dan
cara hidup dengan individu yang berasal dari masyarakat bangsa lain dengan prinsip saling
menghormati dan hidup berdampingan secara damai.
3. Pendidikan yang bersifat sekuler adalah pendidikan yang memisahkan antara ilmu
pengetahuan dengan kepercayaan atau ilmu agama. Sekularisme merupakan sebuah
konsep yang memisahkan antara agama dengan pemerintahan, begitu pula pendidikan
sekuler, yakni memisahkan dari hal-hal yang berkaitan dengan agama.
Hal ini berbeda dengan prinsip-prinsip di negara Indonesia. Indonesia bukanlah negara
sekuler, juga bukan negara agama, tetapi segala hal yang berkaitan dengan keduanya telah
dijelaskan dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Sebagaimana sila pertama
yang membahas mengenai ketuhanan, maka menjelaskan bahwa semua agama dan para
pemeluknya telah dilindungi oleh negara. Begitupula dalam dunia pendidikan, Indonesia
tidak menerapkan sifat sekuler, melainkan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk tetap mempelajari ilmu agama yang mereka Yakini.
Alasan lain mengapa pendidikan nilai bangsa Indonesia tidak bersifat sekuler Karena negara
tidak melepaskan pendidikan nilai keagamaan dari tanggung jawabnya, maka pendidikan nilai
moral di Indonesia mencakup nilai moral keagamaan dan nilai moral sosial dan nilai
sosioestetika.
4. Dalam paradigma baru bidang studi pkn terdapat beberapa karakteristik, yaitu:
1) Civic intellegency, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara yang baik dalam
dimensi spiritual, rasional, emosional, maupun sosial.
2) Civic responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara
yang bertanggung jawab
3) Civic participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung
jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan.
a. Memberdayakan dirinya sebagai warga negara yang aktif, kritis, dan bertanggung
jawab untuk berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam berbagai aktivitas
masyarakat, politik, dan pemerintahan pada semua tingkat (daerah dan nasional).
b. Memahami bagaimana warga negara melaksanakan peranan, hak, dan tanggung
jawab personal untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat pada semua
tingkatan (daerah dan nasional).
c. Memahami, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti, demokrasi, hak
asasi manusia dan nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
d. Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Kompetensi Dasar : 1.1 Menjelaskan perbedaan jenis kelamin, agama dan suku bangsa.
Tujuan Pembelajaran :
-Siswa dapat menyebutkan macam-macam agama, kitab suci dan tempat ibadahnya
-Siswa dapat memberikan contoh perbedaan jenis kelamin, agama dan suku bangsa
Materi pembelajaran :
Bapak berjenis kelamin laki-laki, bapak memiliki kumis dan memakai celana.
Ibu berjenis kelamin perempuan, ibu memakai anting dan memakai rok.
Ana berjenis kelamin perempuan dan anton berjenis kelamin laki-laki, walaupun
mereka berbeda jenis kelamin tapi mereka tetap hidup rukun.
b.Perbedaan agama
Orang beragama islam beribadah di masjid, kitab sucinya Al’Quran dan merayakan hari
raya idul fitri.
Orang beragama Kristen beribadah di greja, kitab sucinya injil dan merayakan hari raya
natal.
Orang beragama hindu beribadah di pura, kitab sucinya weda dan merayakan hari raya
nyepi.
Orang beragama budha beribadah di wihara, kitab sucinya tripitaka dan merayakan hari
raya waisak.
Walaupun berbeda agama kita harus saling menghormati dan menyayangi sesama agar
dapat menciptakan hidup rukun.
c.Perbedaan suku bangsa
Banyak suku yaitu suku jawa, suku betawi, suku sunda, suku batak, walaupun berbeda
suku bangsa kita harus hidup rukun dan untuk berkomunikasi mereka menggunakan
bahasa Indonesia agar dapat saling memahami dan hidup rukun selalu.
6. Menjaga dan melestarikan budaya Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Ada dua cara yang dapat dilakukan masyarakat khususnya sebagai generasi muda
dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut menjaga budaya lokal yaitu :
1. Culture Experience
Culture Experience Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara
terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. contohnya, jika kebudayaan
tersebutberbentuk tarian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih
dalam menguasai tarian tersebut, dan dapat dipentaskan setiap tahun dalam acara-
acara tertentu atau diadakannya festival-festival. Dengan demikian kebudayaan
lokal selalu dapat dijaga kelestariannya.
2. Culture Knowledge
Culture Knowledge Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara
membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi
ke dalam banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk
kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan
daerah.Dengan demikian para Generasi Muda dapat memperkaya pengetahuannya
tentang kebudayaanya sendiri. Selain dilestarikan dalam dua bentuk diatas,
kebudayaan lokal juga dapat dilestarikan dengan cara mengenal budaya itu sendiri.
Dengan demikian, setidaknya dapat diantisipasi pembajakan kebudayaan yang
dilakukan oleh negara negara lain.
7. Ada Langkah Langkah yang perlu di lakukan sebagai anggota masyarakat dalam
meminimalisir Kasur criminal,tawuran masal serta penyalahgunaan narkoba, yakni
1) Pilihlah satu kecamatan, kelurahan, RW/RT, dengan warga masyarakat yang
peduli/siap mendukung kegiatan pencegahan; ada potensi kerjasama dari
pemerintah dan LSM; dan mempunyai sumber daya, sebagai tempat program
pencegahan penyalahgunaan narkoba.
2) Identifikasi dan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan melakukan
pendekatan atau interaksi sosial untuk membangun kepercayaan.
3) Bermitra dengan kelompok seperti LSM, organisasi sosial (orsos), organisasi
masyarakat (ormas), yang berpengalaman tentang program pencegahan
penyalahgunaan narkoba atau di bidang kesejahteraan/kesehatan masyarakat.
Bekerja sama dengan orsos seperti PKK yang berpengalaman di bidang
kesehatan dan kesejahteraan anak, serta kelompok remaja seperti karang taruna,
remaja masjid/gereja, dan LSM sangat membantu menggerakan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pencegahan.
4) Mengadakan survey untuk mempelajari dan menganalisa masalah narkoba di
tempat tertentu khususnya tentang tingkat kesadaran/pengetahuan masyarakat
tentang masalah narkoba; keadaan dan jangkauan masalah narkoba; jenis-jenis
narkoba yang sering disalahgunakan; penyebab penyalahgunaan;
program/tindakan pencegahan yang sudah terlaksana; kelompok masyarakat
yang terlibat dalam program pencegahan; dan sumber daya yang tersedia.
5) Pengorganisasian secara terpadu seperti pembentukan/penetapan/pengukuhan
satuan tugas anti-narkoba. Tugas satgas ini adalah untuk menyusun kebijakan
dan rencana kerja tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba, melaksanakan
mengkoordinasikan dan mengevaluasi upaya-upaya pencegahan di tingkat
masyarakat.
6) Mengembangan kapasitas dan keterampilan masyarakat melalui pelatihan untuk
menghasilkan tenaga masyarakat yang terampil dan profesional mampu
melaksanakan program.
7) Penilaian besar dan luasnya masalah narkoba di masyarakat sebagai baseline
data seperti angka prevalensi penyalahgunaan narkoba, jenis-jenis narkoba yang
disalahgunakan, penyebab penyalahgunaan, data lapangan tentang kondisi
sosial, budaya dan ekonomi masyarakat, program/tindakan pencegahan yang
sudah terlaksana; kelompok masyarakat yang terlibat dalam program
pencegahan.
8) Penyusunan rencana kerja dan monev. Penyusunan rencana pencegahan
penyalahgunaan narkoba yang dilakukan secara partisipatif untuk membangun
rasa memiliki “sense of ownership” sehingga berkomitmen kuat untuk
menjalankan dan mewujudkan program-program yang direncanakan