Anda di halaman 1dari 4

Yola Zulkhaisi Utami

18043166

Soal 1

Cognitive Moral Development Theory (Kohlberg, 1969)

Teori Kohlberg merupakan teori klasik perkembangan kognitif yang memberikan


penekanan pada karakteristik terintegrasi. Salah satu kekuatan teori perkembangan moral
Kohlberg terletak pada fase perkembangan itu sendiri yang memudahkan masyarakat dalam
memahami perkembangan moral. Selain itu, teori ini lebih menunjukkan universalitas lintas
budaya dibandingkan dengan teori perkembangan moral lainnya.

Kohlberg membagi perkembangan moral manusia menjadi tiga tingkatan dan enam fase.:
- Level I
Level Prakonvensional yang terdiri dari fase 1: Orientasi kepatuhan dan hukuman-kecemasan,
dan fase 2: Orientasi naif egois / hedonisme instrumental.
- Level II
Level Konvensional, terdiri dari fase 3: Orientasi anak yang baik, dan fase 4: Moralitas
menjaga otoritas dan peraturan sosial.
- Level III
Level Post-Konvensional, terdiri dari fase 5: Moralitas kontrak sosial dan hak individu, dan
fase 6: Moralitas prinsip dan hati nurani individu.

https://journal.uny.ac.id/index.php/paradigma/article/view/5948

Level 1

Tingkat pra-konvensional pengembangan moral kognitif ditandai dengan keputusan


individu berdasarkan pada keprihatinan eksklusif individu untuk dirinya sendiri atau kepentingan
pribadi tanpa memperhatikan dampak dari tindakannya pada orang lain. Pada tingkat ini,
individu sering bertindak dalam rangka menghindari hukuman. Bahkan ketika individu tertarik
pada kesejahteraan lainnya, motif ini untuk mencapai kepentingan pribadi jangka panjang. Pada
tingkat ini mereka bereaksi terhadap masalah etis dari sudut pandang egois, mengevaluasi pilihan
moral terutama dalam hal konsekuensi pribadi, kebutuhan, dan pertukaran keuntungan.

Level 2
Pada tingkat konvensional, individu mengakui pentingnya perhatian dan menghormati
orang lain yang mempengaruhi dalam keputusan etis. Aturan, prosedur, dan hukuman berfungsi
sebagai dasar untuk memahami parameter kesesuaian perilaku. Individu mengidentifikasi benar
dan salah tindakan meraka dalam hal hubungan sosial. Lingkungan sosial individu (seperti,
teman sebaya, keluarga, masyarakat) dapat mendorong pilihan moral mereka. Perilaku yang
benar didefinisikan oleh harapan dan dapat membantu orang lain. Perilaku yang benar ditentukan
oleh undang-undang, peraturan, dan kewajiban yang dibutuhkan untuk menjaga ketertiban sosial.

Level 3

Tingkat post-konvensional, individu menyadari akan nilai-nilai dan hak-hak yang


mendasarinya sebelum pengambilan keputusan. Individu menentukan perilaku yang tepat
berdasarkan tugas. Pada tingkat ini, individu mempertimbangkan kemungkinan untuk mengubah
hukum, aturan dan prosedur yang berguna untuk tujuan sosial. Pada tahap ini pengembangan
moral individu dipandu oleh prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri berdasarkan keadilan, dan
hak-hak manusia. Prinsip ini konsisten dengan harapan masyarakat.

https://e-journal.unair.ac.id/JMTT/article/download/2660/1931

Four Steps Of Decision Making Theory (Rest, 1986)

Penelitian Kholberg dikembangkan oleh James Rest (1986) dalam Richmond (2001).
Pengembangan yang dilakukan adalah dalam hal validitas, instrument yang reliabel untuk
mengukur pertimbangan etis. komponen Rest (1979) dalam Richmond (2001) mendeskripsikan
bahwa proses sebagian besar individual menggunakannya dalam pembuatan keputusan etis dan
perilaku. Model empat komponen juga menggambarkan bagaimana stuktur kognitif bergabung
menjadi satu proses alasan ketika dihadapkan dengan dilema etika.

Rest (1979; 1986) mengajukan empat tahapan sekuensial dari proses pengambilan
keputusan etis untuk mendeskripsikan kognitif individual ketika mereka dihadapi oleh dilema
etika :
- Tahapan pertama adalah ethical recognition. Tahapan ini berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk menginterpretasikan situasi tertentu adalah etis atau tidak etis.
- Tahapan kedua adalah ethical judgment, dimana pada tahapan ini individu menentukan
tindakan seperti apakah yang secara moral adalah benar.
- tahapan ketiga adalah ethical intention. Pada tahapan ini individu mulai memprioritaskan
suatu alternatif etis tertentu dibandingkan alternatif lainnya.
- Tahapan empat adalah ethical behavior, yakni individu benar benar melakukan tindakan
yang etis.

https://core.ac.uk/download/pdf/323995927.pdf
The Reasoned Action Theory (Fishbein and Ajzen, 1975) dan Theory of Planned Behavior
(Ajzen, 1985)

Theory of planned behavior diperkenalkan oleh Icek Ajzen (1985) melalui artikelnya
“From Intention to Action: A Theory of Planned Behavior”. Teori ini merupakan hasil
pengembangan dari Theory of Reasoned Action yang diperkenalkan oleh Martin Fishbein
bersama dengan Icek Ajzen pada tahun 1975. Pada tahun 1988, Ajzen memperkenalkan Theory
of Planned Behavior sebagai pengembangan dari teori Reasoned Action untuk menjelaskan
tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada didalam kontrol individu.

Theory of planned behavior merupakan perluasan dari theory of reasoned action (Ajzen
& Fishbein, 1980; Fishbein & Ajzen, 1975) karena keterbatasan yang dimiliki oleh theory of
reasoned action dalam menjelaskan tingkah laku seseorang yang memiliki kontrol tingkah laku
yang lemah. Seperti halnya teori asalnya, faktor inti dalam theory of planned behavior untuk
melakukan suatu tingkah laku adalah intensinya.Berdasarkan pada Theory of Reasoned Action,
apabila individu mengevaluasi tingkah laku mereka secara positif (attitude) dan apabila mereka
pikir orang-orang signifikan menginginkan mereka untuk menampilkan perilaku tersebut
(subjective norms) maka hasilnya adalah intensi yang tinggi dan mereka akan menampilkan
perilaku tersebut.

http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/4652/06bab2_hapsari_10050010151_s
kr_2015.pdf?sequence=6&isAllowed=y

Person-Situational Interactionist Model (Trevino, 1986)

Trevino (1986) menyusun sebuah model pengambilan keputusan etis dengan menyatakan
bahwa keputusan etis adalah merupakan sebuah interaksi antara faktor individu dengan faktor
situasional (person-situation interactionist model). Dia menyatakan bahwa pengambilan
keputusan etis seseorang akan sangat tergantung kepada faktor-faktor individu (individual
moderators) seperti ego strength, field dependence, and locus of control dan faktor situasional
seperti immediate job context, organizational culture, and characteristics of the work. Model
yang diajukan Trevino (1986) dapat dijelaskan yaitu, ketika seseorang dihadapkan pada sebuah
dilema etika maka individu tersebut akan mempertimbangkannya secara kognitif dalam
benaknya.

https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/7185/Bab%202.pd
f?sequence=10
Contingency Theory of Decision Making (Ferrel dan Gresham, 1985)

Ferrel dan Gresham (1985) menyusun sebuah kerangka untuk memahami proses
pengambilan keputusan etis. Kerangka tersebut memberikan kesimpulan bahwa apabila
seseorang menghadapi sebuah dilema etis, maka perilaku yang muncul dipengaruhi oleh
interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan individu dan faktor diluar
individu. Faktor individu yang digambarkan pada model Ferrel dan Gresham (1985) terdiri dari
latar belakang personal, yaitu antara lain pengetahuan, nilai individu, sikap, dan niat, serta
karakteristik sosial seperti pendidikan dan pengalaman bisnis. Faktor diluar faktor individu pada
model tersebut menurut Ferrel dan Gresham (1985) yaitu karakteristik organisasi, yang terdiri
dari kondisi eksternal organisasi (pelanggan dan perusahaan lain) serta kondisi dalam organisasi
(rekan kerja dan atasan) Ferrel dan Gresham (1985).

https://media.neliti.com/media/publications/193198-ID-analisis-faktor-faktor-individual-yang-
b.pdf

Soal 2

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus skandal perpajakan.desakan ini
menyusul langkah KPK menyidik kasus dugaan suap bernilai puluhan miliar rupiah terkait
penurunan nilai pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
ICW menyebut dalam kasus itu, KPK telah menjerat Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat 1 Kerja Sama
Dukungan Pemeriksaan Dadan Ramdani.

Link kasus : https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/08/icw-desak-kpk-usut-tuntas-


skandal-pajak

Analisis :

Setelah saya membaca berita mengenai kasus dugaan korupsi di ditjen pajak tersebut ,
Menurut saya apa yang dilakukan oleh seluruh skandal pajak telah melanggar etika profesi serta
moral karena telah terjadi suap menyuap yang terhitung sebanyak 160 miliyar sampai melakukan
pencucian uang dan juga sektor pajak telah menjadi mainan banyak pihak. Bahkan terdapat pihak
yang diduga membajak kebijakan guna mencari keuntungan akan tetapi hal ini dapat merugikan
banyak pihak .Menurut saya pada kasus yang terjadi disisni pemerintah perlu membenahi sistem
pengawasan internal di DJP Kementerian Keuangan agar wilayah rawan suap di lingkungan DJP
dapat dipetakan serta dibenahi.

Anda mungkin juga menyukai