berbicara tentang cara memandang dunia (world view), apa yang dianggap
penting oleh orang, dan apa yang menyebabkan segala sesuatu berjalan,
2014:47).
teori yang ada sebagai bahan penjelas, diuji kembali secara empiris sehingga
dapat berakhir dengan suatu “teori”. Peneliti yang baik menyadari dasar orientasi
(Moleong, 2006:14).
Etika dan moralitas sering dipakai secara bergantian atau dapat juga
jika ditinjau dari sisi teoritisnya namun penggunaannya dalam tataran praktis
sering tidak mudah dibedakan. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos
(jamak: ta etha) artinya adat-istiadat atau kebiasaan hidup yang baik sehingga
etika dapat dipahami karena berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang
baik, aturan yang baik dan segala bentuk kebiasan yang dianut dan diwariskan.
2
Sedangkan moralitas, berasal dari kata Latin mos (jamak: mores) yang juga
artinya adat-istiadat atau kebiasaan. Kedua, etika dan moralitas yang dipahami
sebagai sesuatu yang berbeda dan lebih luas, bahwa etika dirumuskan sebagai
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai-nilai yang tertanam dalam kehidupan
manusia, yakni nilai-nilai atau norma moral itu sendiri, sehingga etika disebut
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis, juga
disebut sebagai filsafat moral karena berkaitan tentang adat kebiasaan, nilai-nilai,
dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dapat pula
yang lebih baik (Palmquis, 2007:291). Lebih jelasnya lagi Singer (2015),
concerned with what is morally good and bad, right and wrong. The term is also
yang ditemukan melalui pemusatan diri pada sumber daya logika dan intelektual
(Baggini, 2002:18). Olehnya itu, perilaku tidak rasionalpun merupakan hal yang
wajar karena rasionalitas dapat dibuat. Etzioni (1986), mengatakan “The fact that
(Broome, 2007; Koppl dan Whitman, 2004; Cohen, et. al., 1998). Tindakan
rasional dipengaruhi oleh alokasi sumber daya (Salazar dan Lee. 1990);
penghitungan cost of benefit (Bouffard, et. al., 2010); serta kumpulan dan
1978:589).
unsur; sikap terhadap risiko (risk netralitas, risk aversion); stabilitas dan
terdapat pilihan antara keputusan etis dan keputusan tidak etis (dilema etika),
sehingga ketika perilaku manusia (etika dan moral) diuji berdasarkan konsep
Pada tingkat yang paling abstrak, meta-etika menyangkut sifat umum dari
moralitas, yang oleh kaum realis moral berpendirian bahwa putusan moral
mengungkapkan kebenaran yang ada secara bebas pada manusia. Ketika kita
bergerak dari sifat umum moral menuju kode moral yang aktual, maka kita
4
bergerak ke arena etika normatif (benar dan salah) yang beranggapan bahwa
aksi itu benar jika ia meningkatkan kegunaan dan salah jika menguranginya.
rasional dan irasional ada pada karakter manusia, keduanya terjalin dengan
pada apakah dapat dibenarkan secara rasional (Vieth dan Quante, 2010).
dan konteks di mana ia melihat atau mendengar. Olehnya itu persepsi dapat
mempengaruhi apa yang diterima dan bagaimana hal itu diproses atau
diinterpretasikan.
berdasarkan tujuan yang akan dicapai, suatu tindakan dianggap baik bila tujuan
dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu, sehingga dimaknai sebagai
tujuan, sasaran, kecendrungan, dan bagaimana hal tersebut dicapai dalam suatu
(Dwihantoro, 2013).
baik atau buruk. Dengan melihat sifat dasarnya, maka telelologi sering
pertanyaan, “mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak atau
(Baggini, 2002:97).
Etika teleologi bersifat situasional karena tujuan dan akibat suatu tindakan
hakiki. Sedangkan dari sudut pandang “untuk siapa tujuannya” etika teleologi
dibagi menjadi dua macam aliran yaitu; pertama, egoisme etis, inti
pandangannya bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk
menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus dibingkai
baik jika dapat menghasilkan manfaat yang berlaku secara keseluruhan. Dalam
number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar, sebagai tujuan
dalam kehidupan (Rosen, 2003:220). Demikian pula dalam kajian motif moralitas
Untuk mengukur adanya manfaat yang lebih besar, maka dibandingkan dengan
2
Kaum utilitarian klasik atau hedonis mengatakan bahwa kegunaan adalah pertambahan
kesenangan dan pengurangan penderitaan orang sebanyak mungkin. Kaum utilitarian preferensi
mengatakan bahwa kegunaan adalah kepuasan pilihan (pre-ference) sebanyak mungkin orang.
Sedangkan kaum utilitarian kesejahteraan mengatakan bahwa kegunaan adalah bertambah
baiknya kesejahteraan orang sebanyak mungkin (Baggini, 2003:78).
7
keabsahaannya.
bahwa orang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak
diketahui alasannya. Sehingga, tindakan baik itu diputuskan dan dipilih sendiri
berdasarkan kriteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti tradisi, norma
atau perintah tertentu. Tindakan yang baik bukan mendatangkan manfaat besar
bagi orang yang melakukannya, melainkan karena tindakan itu bermanfaat bagi
metode untuk bisa mengambil k eputusan yang tepat tentang tindakan atau
yang hendak dicapai. Etika utilitarianisme juga dapat digunakan sebagai standar
penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Kriteria ini
untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan
karena setiap pribadi memiliki pengalaman yang berlainan, berasal dari berbagai
berbeda dari berbagai norma lainnya yang ada dalam masyarakat. Beberapa
personal maupun kelompok. Kedua, norma moral memiliki ciri untuk didahulukan
kepentingan pribadi. Ketiga, norma moral diharapkan dapat dipatuhi oleh semua
Keempat, norma moral tidak ditetapkan dan diputuskan namun sifatnya mengikat
setiap orang. Kelima, norma moral selalu melibatkan perasaan moral (moral
sense) yang timbul dengan sendirinya ketika terjadi kesalahan. Perasaan seperti
ini tidak bisa dianggap subjektif, karena perasaan seperti ini juga dimiliki dan
dirasakan oleh orang lain apabila berlaku serupa, dengan demikian norma moral
Kebahagiaan tanpa keluruhan budi adalah kezaliman, dan keluruhan budi tanpa
yang hakiki, yakni menjadi manusia yang utama (dalam kebaikan). Melalui
Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam suatu masyarakat, bukanlah
sekedar menjadi keyakinan pribadi bagi para anggotanya, akan tetapi juga
menjadi seperangkat norma yang terlembagakan. Dengan kata lain, suatu nilai
etika harus menjadi acuan dan pedoman bertindak yang membawa akibat dan
pengaruh secara moral.
untuk mencapai tujuan bersama. Sistem organisasi terdiri dari inputs (sumber
mencapai tujuan), outputs (produk atau jasa), dan outcomes (hasil akhir atau
Namun, etika organisasi nampaknya tidak hanya fokus pada pilihan individu
namun juga organisasinya (Boyle, et. al., 2001:16). Dengan kata lain etika
tetapi juga norma-norma moral organisasi karena mereka berlaku untuk kegiatan
pemerintah yang dapat diaplikasikan (Reiss dan Mitra, 1998). Olehnya itu,
perilaku etis sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan, yang mana
bahwa “kemampuan untuk dapat mengidentifikasi perilaku etis dan tidak etis
manusia, maka manusia secara sadar akan lebih teruji sampai pada tahap
sosial, dan mahluk Tuhan. Upaya sadar yang dilakukan karena manusia memiliki
tiga potensi dasar (jasmani, akal, dan ruhani) yang akan berinteraksi dengan
realitas yang dihadapinya. Potensi ini juga yang nantinya akan bercampur
politik, agama, dan lingkungan. Maka secara sadar manusia harus mampu
bersama.
Upaya sadar inilah yang oleh peneliti dapat simpulkan sebagai suatu
paradigma, usaha sadar yang dapat memberi jalan keluar, dapat menggerakkan
orang lain untuk berbuat, sampai dapat merubah sistem ke arah yang lebih
positif. Usaha sadar yang dilandasi oleh ketiga potensi dasar yang telah
analisis mendalam. Hal tersebut dilakukan agar perubahan yang dilakukan dapat
memberi pengaruh positif yang massif, bukan saja bagi kepentingan individu
lingkungannya.
sebuah paradigma melekat pada salah satu bidang keilmuan, anggaplah dalam
ilmu itu akan semakin luas dan memberi pengaruh yang besar terhadap aspek-
aspek kehidupan lainnya. Hal itu tentu disebabkan oleh sifat paradigma yang
menuntut hal yang baru, perubahan, dan kemajuan karena dengan itu, maka
12
bahwa harapan manusia tidak pernah puas akan apa yang telah dicapainya
oleh paradigma baru, dan terus berkembang sampai manusia mencapai akhir
kehidupannya.
2.1.3. Kode Etik dan Standar Audit: Menguatkan Peran Etika Auditor Intern
Pemerintah
Pemerintah (APIP) sebagai wadah auditor intern pemerintah mengaju pada Kode
hanya bersifat independen terhadap auditan dan pihak lainnya, tetapi juga harus
penugasan.
dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang harus dipenuhi dan
ditaati setiap anggota profesi dalam menjalankan tugas sehari-hari. Karena kode
etik merupakan wujud dari komitmen moral organisasi, kode etik harus berisi
mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota
profesi, apa yang harus didahulukan dan apa yang boleh dikorbankan oleh
profesi ketika menghadapi situasi konflik atau dilematis, tujuan dan cita-cita luhur
profesi, dan bahkan sanksi yang akan dikenakan kepada anggota profesi yang
The Code of Ethics states the principles and expectations governing the behavior
of individuals and organizations in the conduct of internal auditing. It describes
the minimum requirements for conduct, and behavioral expectations rather than
specific activities.
Sebuah kode etik diperlukan karena menjadi syarat sebuah profesi, yang
oleh auditor sarat terhadap permintaan atau tekanan untuk melaksanakan tugas-
Secara umum tujuan utama dari Kode Etik auditor intern pemerintah
Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia, Standar Audit Intern Pemerintah
adalah untuk mendorong sebuah budaya etis dalam profesi pengawasan intern
Prinsip etika tidak saja baik dalam organisasi, namun dibutuhkan untuk
diatur terkait tugas auditor intern pemerintah adalah; prinsip integritas sebagai
mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga
Integritas tidak hanya menyatakan kejujuran, namun juga hubungan wajar dan
menghormati dengan memberi konstribusi pada tujuan organisasi yang sah dan
etis.
untuk berterus terang, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan.
Hal yang sama menurut The Institute of Internal Auditors, bahwa objektivitas
merupakan;
menuntut pengungkapan semua fakta material yang diketahui, yaitu fakta yang
seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang
undangan atau merugikan tujuan organisasi yang sah dan etis. Demikian juga
mutu, dan kualitas suatu profesi atau orang yang profesional dimana
baik dan menahan diri dari segala perilaku yang mungkin menghilangkan
17
prinsip perilaku profesional, auditor intern pemerintah wajib tidak terlibat dalam
pemerintah daerah dan stakeholders sebagai bagian dari tuntutan kode etik dan
bagi seluruh APIP dalam melaksanakan audit sesuai mandat audit masing-
masing, karena mengingat standar audit merupakan kriteria atau ukuran mutu
dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan
efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Adapun tujuan Standar Audit APIP adalah, untuk a) menetapkan
tujuan audit, f) menjadi pedoman dalam pekerjaan audit dan, g) menjadi dasar
Obyektifitas. Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus
bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan
membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling
yang bebas dari situasi tersebut. Adapun auditor yang mempunyai hubungan
19
melakukan audit terhadap entitas tersebut. Dalam hal auditor bertugas menetap
program atau aktivitas auditi, maka auditor tidak boleh terlibat dalam
jawab auditee.
pekerjaan audit yang dilaksanakan Keahlian auditor sangat ditunjang oleh latar
profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara
terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan
terhadap Kode Etik, karena pelaksanaan audit harus mengacu kepada standar
audit yang berlaku, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan
Terdapat dua tujuan utama dari kode etik. Pertama, kode etik bertujuan
pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh anggota profesi. Kedua,
menyimpang oleh anggota profesi. Agar kode etik dapat berfungsi dengan
20
optimal, syarat yang harus dipenuhi adalah, kode etik harus dibuat oleh
profesinya sendiri, kode etik tidak akan efektif apabila ditentukan oleh pemerintah
atau instansi di luar profesi itu, dan pelaksanaan kode etik harus diawasi secara
membuat keputusan etis (ethical decision) yang merupakan keputusan yang baik
secara legal maupun moral yang dapat diterima oleh masyarakat luas atau
ilegal atau secara moral tidak diterima oleh masyarakat (Jones, 1991; Trevino,
1986).
berperan pada pengambilan keputusan dalam sebuah model perilaku. Salah satu
tujuannya adalah untuk menjelaskan pola penalaran moral yang digunakan oleh
dalam pengambilan keputusan untuk memilih tindakan etis dan tidak etis.
tidak berarti faktor-faktor dan kondisi tersebut cukup untuk pemilihan perilaku
humanistik, agama, budaya, dan nilai-nilai sosial yang pada umumnya dimiliki
yang memusatkan pada kebutuhan umum manusia dan mencari cara rasional
etis dan tidak etis, banyak pengambil keputusan tidak mematuhi nilai-nilai sosial
atau yang bertentangan dengan nilai yang dianut secara umum kecuali jika nilai-
indikator tersebut sarat dengan dimensi hukum yang memiliki kekuatan moral
22
Kebanyakan individu merasa terdorong untuk menahan diri dari tindakan yang
secara khusus dilarang oleh hukum yang disebabkan bukan hanya karena
konsekuensi hukum, tetapi juga stigma sosial yang kuat terkait dengan
pelanggaran hukum.
penegakan hukum dan keadilan secara teoritis dinyatakan efektif apabila 5 (lima)
faktor kebudayaan atau legal culture, sarana dan fasilitas yang dapat mendukung
hukum itu dijalankan oleh komponen yudikatif dan dilaksanakan oleh birokrasi,
yang melaksanakan keputusan di luar jangkuan akal sehat atau standar moral
yang eksplisit, standar audit dan kode etik profesional. Literatur psikologi
keputusan etis/tidak etis pada lingkungan profesional yang mencakup; kode etik
(professional meetings) yang dikemukakan oleh Bommer, et. al., (1987), dengan
bentuk kode etik formal, agar dapat mendefinisikan benar dan salah atau baik
dan buruk dalam praktik perilaku profesi. Karena banyak kesalahan dalam
menafsirkan perilaku yang etis dan tidak etis maka disarankan untuk mengadopsi
Dengan kata lain harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap
24
akan bertindak etis atau tidak etis. Ketiga faktor ini, masing-masing dapat
menunjuk satu arah, dan tujuan jangka panjang dan kebijakan yang telah
perilaku menyimpang hanya jika disertai dengan ancaman atau sanksi sosial
yang melibatkan peran kelompok sebaya (Grasmick dan Green, 1980). Demikian
individu.
machiavellian seseorang maka semakin mungkin untuk berperilaku tidak etis dan
semakin tinggi level pertimbangan etis seseorang, maka dia akan semakin
berperilaku etis.
Decision Process. Keputusan akhir dari pilihan (etis atau tidak etis)
alternatif yang paling efisien (Etzioni, 1986). Peneliti melihat, model prilaku
26
pengambilan keputusan etis/tidak etis tersebut merupakan cara yang logis bagi
sebagai metode untuk menangkap esensi dan realitas dalam kesadaran subjek.
Natural attitude (apa yang diterima begitu saja) atau sesuatu yang tidak esensial
perlu disingkirkan untuk menemukan reflective attitude (apa yang esensial) yang
(einstellung) ilmu pengetahuan dengan cara pandang baru tentang dunia (look at
the world with new eyes). Penekanannya pun kembali memuat arti penting dari
3
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani (phainestai) berarti “menunjukkan” dan
“manampakkan diri sendiri”, juga dibentuk dari istilah phaino berarti membawa pada cahaya,
menempatkan pada terang-benderang, menunjukkan dirinya sendiri di dalam dirinya,
diperkenalkan oleh Edmund Husserl (1859-1938). Istilah tersebut sebelumnya telah digunakan oleh
beberapa filosof, Immanuel Kant (1724-1804) menggunakan kata fenomena untuk menunjukkan
penampakan sesuatu dalam kesadaran yang manusia kenali sebatas apa yang tampak, bukan
nomena yaitu “realitas di luar” yang akan terus menyisakan teka-teki. Sedangkan Hegel (lahir
1770) memberi arti lain, yakni conversant mind (pengetahuan tentang pikiran). Pemikiran Edmund
Husserl dipengaruhi oleh pemikiran idealisme Jerman yang kehadirannya disebut telah melakukan
perubahan secara revolusioner terhadap filsafat Barat yang memposisikan manusia dan realitas
eksternal secara terpisah. Husserl memperkenalkan kesadaran intuisi untuk melihat langsung
kompleksitas realitas, tanpa perantara, tanpa perspektif yang dipandang sebagai gagasan yang
ganjil dalam pemikiran Barat (Hayati, 2005).
27
kebenaran yang berpusat pada kesadaran subjek mikro (individu) bukan lagi
kebenaran yang berpusat pada negara atau subjek makro (Seran, 2011:80).
Konsep teori sejati telah dilupakan oleh banyak disiplin yang maju dalam
kebudayaan ilmiah, olehnya itu kritik yang diajukan menganggap bahwa ilmu
sebagai susunan fakta objektif yang diyakini sebagai pengetahuan yang berasal
dari asumsi dan prasangka (prailmiah), hal ini disebut lebenswelt. Kesadaran
subjek dari manusia itu sendiri berada pada bingkai objektivistis, artinya
sehari-hari yang hanya menghasilkan teori sejati yang dipahami tradisi pemikiran
atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran dan dari sudut kesadaran kita.
“penyaringan” (ratio) atau dengan kata lain melihat gejala sehingga mendapatkan
kesadaran yang murni, mengingat melihat gejala merupakan dasar dan syarat
(Hasbiansyah, 2008).
yang tampak (Erschenungen), bukan noumena atau realitas “Das Ding an Sich”
yang berada di luar kesadaran pengamat (Muslih, 2009). Bagi Kant, yang tampak
bagi manusia ialah semacam tirai yang menyelubungi realitas dibelakangnya. Hal
realitas itu sendiri yang tampak setelah kesadaran kita mencair dengan realitas.
Tidak terdapat selubung atau tirai yang memisahkan manusia dengan realitas,
kehidupan yang dihadapi, yang bertujuan akhir untuk menghasilkan teori murni.
berada pada dirinya sendiri lepas dari manusia yang mengamati. Realitas
den sachen selbt” (kembalilah pada realitas itu sendiri). Dalam konteks ini
… that at first We shall put out of action all the conviction we have been
accepting up to now, including all our science. Let the idea guiding our meditation
be at first the Cartesian idea of a science that shall be established as radically as
genuine, ultimately all-embracing science.
29
bentuk tindakan yang berdasar pada keyakinan semula dan pengetahuan yang
universal. Hal ini seperti membiarkan diri dituntun oleh proses perenungan atau
tak pernah sedemikian mandiri dan terlepas dari realitas di luarnya. Kesadaran
terdiri dari dua jenis “pengalaman” yang berbeda. Pertama, pengalaman biasa
kita, dan kita juga tidak dapat mengetahui kesadaran tanpa hubungan dengan
realitas itu sendiri. Istilah Husserl dalam hal ini adalah intensionalitas, yakni
struktur hakiki kesadaran yang menurut kodratnya akan terarah pada realitas.
(noesis) dan objek kesadaran (noema). Namun interaksi tidak dapat dianggap
sebagai kerjasama antara dua unsur yang penting. Karena akhirnya hanya ada
kesadaran, objek yang disadari (noema) itu hanyalah suatu ciptaan kesadaran.
Kedua, Intuisi khusus, yang disebut oleh Husserl dengan intuisi esensial
atau esensi eidetik. Dalam jenis esensi yang kedua ini, kita tidak dapat melihat
esensi. Artinya, peneliti tidak bisa berada pada kondisi “bingkai” atau tertutup
lanjut dijelaskan, bahwa epoche merupakan cara pandang baru dalam melihat
(Hasbiansyah, 2008).
sesungguhnya, yang dimunculkan atau dipersepsikan oleh para pelaku etika itu
dalam hal ini adalah auditor intern pemerintah daerah yang dalam tugasnya
dapat diurai bahwa pengetahuan tentang etika tidak disimpulkan dari arti yang
dengan objek-objek yang ada secara alamiah dan tidak melupakan pentingnya
telah jelas menjadikan fenomena sebagai realitas (kesadaran) yang tampak atau
etis yang dilakukan pada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia di Jawa,
orientasi etis dan nilai etika organisasi terhadap persepsi dan pertimbangan etis.
terhadap persepsi dan pertimbangan etis Auditor BPK. Auditor yang belum
baik, hal ini biasa saja terjadi karena auditor yang belum berpengalaman takut
berpengaruh negatif terhadap persepsi dan pertimbangan etis auditor BPK yang
ditunjukkan dengan jawaban persepsi dan pertimbangan etis dari auditor yang
kognitif moral, sikap terhadap kode etik dan standar profesi. Pada kasus
dilema kedua bersifat kasuistik, dimana auditor memiliki informasi bahwa write-
atau tidak kepada individu yang berinvestasi dalam perusahaan. Karena persepsi
skenario pertama, auditor dengan tingkat yang lebih rendah dari perkembangan
dengan tingkat yang lebih tinggi dari perkembangan moral kognitif tidak
bahwa auditor lebih cenderung setuju dengan pelanggaran standar etika ketika
individu yang terlibat adalah teman dekat bukan seorang kerabat. Secara umum,
merupakan tindak lanjut dari studi sebelumnya oleh Bossaert dan Demmke
tentang etika pelayanan publik pada bulan Maret 2004. Ditugaskan oleh
(kerangka etika).
Uni Eropa, Komisi Eropa dan dua negara kandidat, Bulgaria dan Rumania, yang
telah terlibat secara aktif dan mengembangkan deklarasi nilai atau kode etik yang
secara implisit atau eksplisit menjadi nilai pelayanan publik dan standar perilaku
hukum anti korupsi, dan h) konflik ketentuan bunga. Hasil survey dalam
penelitian tersebut berlaku sangat baik untuk pemerintah pusat tetapi kurang
berlaku untuk pemerintah lokal atau daerah, hal ini disebabkan di beberapa
berkaitan dengan etika. Terlebih lagi Indonesia memiliki ragam budaya dan
34
tradisi yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal, yang ketika dipahami secara
Peneliti menilai bahwa keragaman yang terdapat pada berbagai daerah dengan
nilai-nilai kearifan lokalnya harus menguatkan peran etika yang telah dibuat
pemerintah.